Tag: Kader PDI-P

  • Musa Ahmad Pinta Media Memberitakan Sesuai Dengan Fakta

    Musa Ahmad Pinta Media Memberitakan Sesuai Dengan Fakta

    Lampung Tengah (SL) – Ketua DPD Golkar Lampung Tengah Musa Ahmad meminta kepada media agar memberitakan sesuai dengan fakta di lapangan.

    Menurutnya, pemberitaan yang ada harus sesuai dengan di lapangan. “Jangan sampai menimbulkan kegaduhan dan mengada-ada saja. Kami dilapangan yang tahu kalau mobil logistik bukan dihadang oleh warga tapi terjadi pembegalan,” tuturnya.

    Musa meminta agar pernyataan dari akademisi Yusdianto yang hanya asumsi sebaiknya jangan disampaikan. “Saya menyayangkan kalau akademisi hanya berasumsi tapi tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Kalau tidak tahu tak usah komentar. Kita jaga bersama-sama agar masyarakat diberikan pendidikan politik bukan asumsi yang menimbulkan interpretatif mengarah kepada tindakan provokatif,” ucapnya.

    Dia melanjutkan logistik yang dibawa dalam mobil juga sesuai dengan aturan PKPU yang ada. “Sudah sesuai aturan PKPU (logistik dimobil). Jadi janganlah membuat kegaduhan karena belum mengetahui kejadian sebenarnya,” imbuhnya.

    Tim Arinal – Nunik, lanjut dia, menginginkan pilkada yang berintegritas dan bermartabat. “Kita ingin semuanya dapat menjaga agar pilkada damai, berintegritas dan bermartabat sesuai keinginan Arinal – Nunik tentunya. Jadi mari sama-sama kita bertanding untuk pendidikan politik masyarakat agar cerdas,” tandasnya.

    Sebelumnya, terdapat pemberitaan bahwa mobil logistik Arinal – Nunik dihadang oleh sekelompok warga. Pengamat Politik Universitas Lampung Yusdianto menilai, tindakan yang dilakukan tersebut merupakan gambaran kekecewaan atas tindakan pengawas pemilu yang seakan membiarkan pembagian sarung yang dilakukan salah satu pasangan calon.

    “Bahwa tidak dilarang nya pembagian sarung dan jilbab ke warga dari pasangan calon Arinal Nunik ini yang diduga mendorong warga berinisiatif untuk melakukan pencegahan secara mandiri. Tentu hal ini mengarah pada situasi politik yang chaos,” kata Yusdianto, Sabtu (2/6).

    Untuk itu, lanjutnya, lembaga pengawas demokrasi diminta untuk bertindak tegas terhadap adanya dugaan pelanggaran pemilu yang diduga dilakukan oleh paslon dalam menarik simpati masyarakat.

    Jangan sampai, karena sikap tidak tegas yang dilakukan lembaga pengawas dalam mengawasi pilkada membuat masyarakat mengambil tindakan sepihak yang justru mencoreng citra demokrasi.

    “Jangan biarkan masyarakat bertindak secara liar, akibat ketidakpastian hukum yg dilakukan oleh bawaslu dalam mencegah dan menindak hal tersebut,” lanjutnya. (rel)

  • PWI Pusat Kecam Insiden Kekerasan di Kantor Redaksi Radar Bogor

    PWI Pusat Kecam Insiden Kekerasan di Kantor Redaksi Radar Bogor

    Jakarta (SL) – Tindakan penggerudukan dengan menggunakan kekerasan yang telah dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan PDIP Bogor Rabu 30 Mei 2018 sangat disayangkan dan memprihatinkan. Tindakan tersebut tidak mencerminkan prinsip prinsip penyelesaian sengketa pers yang bermartabat dan demokratis. Tindakan tersebut juga kurang kondusif bagi upaya untuk bersama-sama menciptakan suasana yang sejuk di awal tahun politik riskan terhadap konflik dan perpecahan.

    Dalam rangka menegakkan martabat pers nasional, serta untuk menciptakan suasana politik yang kondusif, PWI Pusat menyampaikan sikap dengan meminta kepada siapapun, khususnya PDIP Bogor dalam kasus ini, agar dalam menyampaikan keberatan atau tuntutan terhadap pemberitaan pers senantiasa menggunakan cara cara demokratis-prosedural sebagaimana telah diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. “Pers bisa saja membuat kesalahan. Wartawan juga manusia yang tidak luput dari kelemahan dalam menjalankan profesinya. Kinerja pers dapat dipersoalkan secara etis maupun hukum dengan menggunakan UU Pers,” kata Plt Ketua PWI Pusat Sasongko Tedjo didampingi Sekretaris Jenderal Hendri Ch. Bangun.

    Dalam rilis yang dikirim ke redaksi sinarlampung.com, PWI Pusat dapat memahami kekecewaan unsur PDIP Bogor terhadap pemberitaan Radar Bogor tentang kontroversi gaji Dewan Pengarah BPIP namun seyogyanya kekecewaan itu tidak diluapkan dengan tindakan main hakim sendiri. Tindakan ini sangat tidak produktif dan akan menjadi preseden buruk dalam kehidupan pers nasional secara keseluruhan. PWI Pusat menyarankan agar PDIP Bogor membawa masalah ini ke Dewan Pers.

    PWI Pusat berharap agar Dewan Pers dapat menangani masalah ini sesegera mungkin sehingga memberi rasa keadilan kepada semua pihak terkait dan memberi pencerahan kepada masyarakat bertolak dari kasus tersebut. Dan  PWI Pusat menyarankan agar Radar Bogor mengadukan masalah yang dihadapinya kepada Dewan Pers dengan harapan akan mendapatkan penyelesaian yang sesuai dengan jiwa dan semangat UU Pers No. 40 tahun 1999.

    PWI Pusat menghimbau kepada Radar Bogor untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga untuk bermawas diri. Sudah menjadi kewajiban pers untuk menjalankan fungsi kontrol dan memenuhi hak publik atas informasi. Namun fungsi tersebut harus senantiasa dijalankan dengan menaati Kode Etik Jurnalistik secara konsekuen. Menaati Kode Etik Jurnalistik sangat mendasar agar pers dapat menjaga martabatnya dan dapat mempertahankan kepercayaan publik. (rls/jun)

  • Kader PDI-P Gluruk Kantor Media Radar Kota Bogor?

    Kader PDI-P Gluruk Kantor Media Radar Kota Bogor?

    Jakarta (SL) – Sekitar seratus orang kader dan simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendatangi kantor media Radar Bogor di Jalan KH. R. Abdullah Bin Muhammad Nuh, Tanah Sareal, Kota Bogor pada Rabu (30/5). Massa marah dan memukul staf kantor yang bertugas.

    Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Mereka berang karena pemberitaan yang diterbitkan Radar Bogor pada pagi harinya dengan judul “Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 juta”.

    Pemimpin Redaksi Radar Bogor Tegar Bagja mengatakan kader PDIP tiba di kantor tanpa memberi tahu sebelumnya. Mereka beramai-ramai mengendarai sepeda motor dan membawa pengeras suara. “Mereka datang dengan marah-marah, membentak, mengejar staf kami yang ada di depan, dan merusak dengan sengaja properti kami,” kata Tegar kepada CNNIndonesia.com.

    Selain membentak dan memaki, massa juga sempat melakukan dorong-dorongan terhadap Tegar dan sejumlah karyawan. Bahkan seorang staf Radar Bogor dipukul oleh pihak PDIP saat keributan itu pecah. “Secara fisik, satu orang staf kami ada yang dipukul tapi ditangkis. Itu terjadi di belakang Aula Radar Bogor di lantai satu. Saya juga didorong-dorong,” ujar Tegar.

    Tak lama setelah itu, Tegar mengajak delapan orang perwakilan kader PDIP untuk bermusyawarah di ruang rapat redaksi. Mediasi berlangsung alot. Pihak PDIP sempat menggebrak meja dan memaki-maki, namun pertemuan itu tetap berjalan. Aparat kepolisian dari Polresta Bogor juga hadir dalam mediasi tersebut. “Mereka merusak properti kami, meja rapat hancur, kursi dibanting-banting, saya enggak tahu maksudnya itu apa. Bulan ramadan enggak bisa menahan emosi,” katanya.

    Pihak PDIP keberatan dengan penggunaan kata gaji dalam berita tersebut. Koran itu menuliskan “Gaji Para Petinggi Negeri (per bulan)”, salah satunya Megawati Soekarnoputri yang mendapat Rp112.548.000 dari jabatan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

    Tegar mengakui ada ketidaktepatan penggunaan kata gaji dalam berita tersebut. Namun menurutnya hal itu bukan berarti sebuah kesalahan. Setelah berdiskusi, jumlah Rp112 juta itu merupakan penghasilan Megawati, termasuk di dalamnya adalah gaji.

    Selain itu, kader PDIP juga meminta redaksi Radar Bogor memberitakan bahwa Megawati belum dan tidak mau mengambil penghasilan tersebut. Hal itu untuk menegaskan bahwa fasilitas yang diberikan negara tak lantas membuat Megawati menjadi tampak serakah. “Atas ketidaktepatan penggunaan kata gaji itu kami siap mengoreksi. Dan kader PDIP yang meminta memberitakan Bu Mega belum dan tidak mau mengambil penghasilan itu, kami pasti menaikan (berita) itu,” katanya.

    Tegar menjelaskan redaksi Radar Bogor tidak ada tendensi menyudutkan salah satu pihak dalam pemberitaan tersebut. Pihaknya juga memberi ruang klarifikasi sebagai bentuk koreksi berita dan akan diterbitkan pada Kamis (31/5).

    Dia menegaskan koreksi yang dibuat Radar Bogor bukan sebuah pengumuman permintaan maaf. Sebab menurutnya pihak yang berwenang menjelaskan berita itu salah atau benar adalah Dewan Pers. Pihaknya pun siap jika kasus ini dibawa ke Dewan Pers. “Jadi untuk apa kami minta maaf atas sesuatu yang tidak kami lakukan. Saya juga sudah mendorong untuk ke Dewan Pers, tapi entah (PDIP) akan menempuh jalur itu atau tidak,” ujarnya.

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kini menjadi Ketua Dewan Pengarah BPIP. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana).

    Tegar menyayangkan peristiwa kekerasan dan perusakan oleh kader dan simpatisan PDIP di kantor Radar Bogor. Menurutnya hal itu justru menunjukkan sikap partai yang buruk. Dia berharap peristiwa ini tidak terulang dan tak terjadi di manapun.

    Kepala Polresta Bogor Kota Kombes Ulung Sampurna Jaya menyebut massa yang datang ke kantor Radar Bogor berjumlah sekitar 50 orang. Mereka meminta klarifikasi dan permohonan maaf dari dari Radar Bogor terkait pemberitaan yang menyinggung Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Kedatangan massa tersebut dilaksanakan untuk memprotes pemberitaan Radar Bogor yang terbit pada Hari Rabu Tanggal 30 Mei 2018 berjudul Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 juta,” kata Ulung saat dikonfirmasiCNNIndonesia.com.

    Menurut Ulung, mediasi yang dihadiri GM Produksi Aswan Ahmad dan Pemimpin Redaksi Tegar Bagja, serta perwakilan PDIP menyepakati tiga hal.

    Pertama, pihak Radar Bogor mengakui kesalahan dan keteledoran atas pemberitaan tersebut.

    Kedua, pihak Radar Bogor juga bersedia mengklarifikasi berita dalam edisi yang akan terbit pada 31 Mei 2018 atas pemberitaan sebelumnya.

    Ketiga, pihak PDIP diminta menjaga Kota Bogor kondusif.

    Usai mediasi itu, para kader PDIP dari Kabupaten Bogor sempat menyusul ke kantor Radar Bogor pada pukul 17.20 WIB. Sementara ratusan orang lainnya yang saat itu masih di perjalanan berhasil ditahan pergerakannya dan diminta membatalkan tujuan. “Sempat ada beberapa yang datang dari PDIP Kabupaten Bogor. Tapi ratusan orang lainnya yang masih di jalan berhasil ditahan kawan-kawannya sendiri yang lebih dahulu datang. Jadi bukan persoalan,” kata Tegar.

    Beredar video yang merekam aksi protes kader dan simpatisan PDIP di kantor Radar Bogor. Dalam video itu, massa tampak marah sambil berteriak-teriak di dalam kantor. Ada pula seseorang yang berdiri di atas meja. Mayoritas orang mengenakan seragam merah berlogo banteng PDIP. (red)

  • LBH Pers Mendesak Kapolri Usut Tuntas Penggerudukan dan Kekerasan Terhadap Kantor Radar Bogor

    LBH Pers Mendesak Kapolri Usut Tuntas Penggerudukan dan Kekerasan Terhadap Kantor Radar Bogor

    Jakarta (SL) – Penggerudukan menggunakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota PDIP Bogor sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers. Pada Rabu 30 Mei 2018, Kantor Radar Bogor didatangi oleh sekolompok massa yang mengatasnamakan dari PDIP Bogor.

    Mereka datang sambil marah-marah, membentak dan memaki karyawan, bahkan mengejar staf melakukan pemukulan, merusak properti kantor. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kader PDIP ini berawal dari keberatan headline Radar Bogor yang berjudul Ongkang-ongkang kaki dapat Rp 112 Juta.

    Atas peristiwa tersebut, kami berpendapat:
    Pertama: Mengecam tindakan premanisme yang dilakukan oleh kader PDIP yang mengakibatkan pemukulan terhadap staf Radar Bogor, pengrusakan alat-alat kantor dan perbuatan intimidasi lainya. Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Lebih jauh lagi, sikap tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila yang notabene Ketua Umumnya adalah sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

    Kedua: Kekerasan dan pengrusakan kantor Radar Bogor merupakan salah satu tindak pidana kekerasan terhadap orang dan barang secara bersama-sama sebagaimana dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara lima tahun enam bulan atau penganiayaan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Sedangkan pengrusakan alat-alat kantor merupakan bentuk dari tindak pidana pengrusakan sebagaimana Pasal 406 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan. Ketiga Pasal di atas merupakan delik umum, sehingga pihak kepolisian bisa aktif melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban.

    Ketiga: Dalam hal keberatan terhadap berita Radar Bogor, seharusnya pihak yang dirugikan dalam hal ini PDIP menggunakan mekanisme hak jawab sebagaimana yang sudah diatur di dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5. PDIP sebagai organisasi politik terdidik seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan sengketa dengan media, bukan malah menggunakan cara-cara melanggar hukum yang justru mencederai nilai-nilai juang partai atau visi misi PDIP.

    Keempat: Tindakan dari PDIP tersebut juga merupakan sebuah tindak pidana yang tercantum di dalam UU Pers Pasal 18 ayat 1 yang menyebutkan “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

    Berdasarkan uraian di atas, Kami menuntut:
    1. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk segera memerintahkan anggotanya mengusut tuntas peristiwa tindakan menghambat atau menghalangi kegiatan jurnaistik, penggerudukan, penganiayaan dan juga pengrusakan kantor yang dilakukan oleh orang yang mengatasnamakan diri dari PDIP, tanpa harus menunggu pelaporan atau pengaduan dari pihak korban.

    2. Pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memberikan sanksi terberat kepada kader yang terbukti melakukan tindakan pelanggaran hukum (Pengahalangan kegiatan jurnalistik, penggerudukan, penganiayaan dan pengrusakan) dalam peristiwa yang telah diuraikan di atas.

    3. Ketua Dewan Pers untuk proaktif berkomunikasi dengan pihak kepolisian dalam hal mendesak pengusutan lebih lanjut dari tindakan penggerudukan dan kekerasan terhadap Radar Bogor. Hal ini sesuai dengan mandatnya dalam Pasal 15 UU Pers “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”.

    Jakarta, 31 Mei 2018
    *Lembaga Bantuan Hukum Pers*

    Narahubung:
    Nawawi Bahrudin (Direktur Eksekutif) 08159613469

  • AJI Jakarta Kecam Aksi Kekerasan PDIP di Kantor Radar Bogor

    AJI Jakarta Kecam Aksi Kekerasan PDIP di Kantor Radar Bogor

    Jakarta (SL) – Aksi kekerasan dan intimidasi kembali terjadi di ruang redaksi. Kali ini Redaksi Radar Bogor yang menjadi korban. Sekitar seratus kader dan simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) marah di kantor media tersebut.

    Peristiwa itu terjadi pada Rabu (30/5) sekitar pukul 16.00 WIB. Dengan membawa sepeda motor dan pengeras suara, Massa PDIP datang sambil marah-marah, membentak dan memaki karyawan, bahkan mengejar staf yang sedang bertugas. Massa juga merusak sejumlah properti kantor.

    Saat keributan pecah, rapat redaksi sedang digelar. Pemimpin Redaksi Radar Bogor Tegar Bagja dan GM Produksi Aswan Ahmad turun ke lokasi, namun makian dan bentakan tak berhenti. Aksi dorong-dorongan juga terjadi. Salah satu staf Radar Bogor juga mengalami kekerasan fisik, dipukul oleh pihak PDIP meskipun sempat ditangkis.

    Aksi massa PDIP dipicu pemberitaan Radar Bogor, yang memajang foto Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dengan judul ‘Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta’. Menurut massa PDIP, berita tersebut sangat tendensius.

    Atas Peristiwa itu, AJI Jakarta Menyatakan dan Menyerukan:
    1. Mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan kader dan simpatisan PDIP di ruang redaksi
    2. Keberatan atas pemberitaan harus diselesaikan sesuai Undang-Undang No 40/1999 Tentang Pers
    3. Mendesak kepolisian mengusut tuntas aksi kekerasan dan memprosesnya secara hukum
    4. Mengimbau Radar Bogor memberikan ruang hak jawab kepada PDIP
    5. Mengimbau semua media menjaga independensi dan mematuhi kode etik jurnalistik

    Narahubung:
    Ketua AJI Jakarta: Asnil Bambani (081374439365)
    Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta: Erick Tanjung (08118109277)

    Kronologis Intimidasi di Radar Bogor:
    Peristiwa terjadi pada Rabu (30/5) sekitar pukul 16.00 WIB. Massa PDIP tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya, mengendarai sepeda motor dan membawa pengeras suara. Mereka datang sambil marah-marah, membentak dan memaki karyawan, bahkan mengejar staf yang sedang bertugas. Massa juga merusak properti kantor.

    Saat keributan pecah, rapat redaksi sedang digelar. Pemimpin Redaksi Radar Bogor Tegar Bagja dan GM Produksi Aswan Ahmad turun ke lokasi, namun makian dan bentakan tak berhenti. Aksi dorong-dorongan juga terjadi.

    Salah satu staf Radar Bogor mengalami kekerasan fisik, dipukul oleh pihak PDIP meskipun sempat ditangkis. Kekerasan itu terjadi di belakang Aula Radar Bogor lantai satu. “Saya juga didorong-dorong, mereka merusak properti kami, meja rapat hancur, kursi kami dibanting-banting,” kata Tegar.

    Pihak Radar Bogor kemudian mengajak perwakilan massa PDIP bermusyawarah di ruang rapat redaksi. Delapan orang perwakilan PDIP berdiskusi dengan pihak Radar Bogor. Mediasi sempat berlangsung alot. Pihak PDIP kembali menggebrak meja dan memaki-maki. Meski demikian mediasi tetap terus dilanjutkan. Pihak Polresta Bogor juga ikut menemani dalam pertemuan tersebut.

    Kader PDIP keberatan dengan pemberitaan Radar Bogor yang terbit pada Rabu (30/5). Halaman pertama koran itu berjudul “Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 juta”. Di atas judul terpampang foto tujuh pejabat negara, di antaranya Presiden Joko Widodo, Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

    Headline koran itu juga menulis “Gaji Para Petinggi Negeri (per bulan)”, salah satunya Megawati yang mendapat Rp112.548.000 dari jabatannya di BPIP. Jumlah terbesar di antara enam pejabat lainnya.

    Kader dan simpatisan PDIP keberatan dengan penggunaan kata gaji dalam berita tersebut. Mereka menilai Rp112 juta bukan gaji, tapi penghasilan. Selain itu, kader PDIP meminta redaksi Radar Bogor memberitakan bahwa Megawati belum dan tidak mau mengambil penghasilan tersebut. Hal itu untuk menegaskan bahwa fasilitas yang diberikan negara tak lantas membuat Megawati tampak serakah.

    Menanggapi hal itu, pihak Radar Bogor siap mengoreksi berita sebagai ruang klarifikasi. Selain itu, redaksi juga bersedia menerbitkan berita soal Megawati belum mengambil penghasilan Rp112 juta pada Kamis (31/5). “Kami pasti menaikkan berita itu,” katanya.

    Klarifikasi dan kemauan mengoreksi beberapa hal yang diminta PDIP, menurut Tegar untuk memperbaiki kembali ketegangan hubungan dengan partai penguasa itu.

    Tegar menegaskan, pihaknya tak ada tendensi menyudutkan salah satu pihak dalam pemberitaan. Namun jika ada ketidaktepatan dalam penggunaan kata dalam berita, ada prosedur untuk mengklarifikasinya. Terkait benar atau salah dari berita tersebut, penilaiannya ada di Dewan Pers, yang diatur sesuai UU Nomor 40/1999 Tentang Pers .