Tag: Kapolda Riau

  • Beredar Chat Oknum Kompol Paksa Bawahan Setor Uang Hingga Ratusan Juta

    Beredar Chat Oknum Kompol Paksa Bawahan Setor Uang Hingga Ratusan Juta

    Riau (SL)-Beredar chat WhatsApp oknum Kompol diduga memaksa bawahannya menyetor sejumlah uang hingga ratusan juta rupiah viral di media sosial. Isi chat itu sengaja diunggah oleh seseorang mengaku anggota Brimob Polda Riau bernama Bripka Andry Darma Irawan.

    Dilansir dari laman Twitter @sosmedkeras, Bripka Andry secara terang-terangan membongkar kelakuan atasannya lantaran tak terima dimutasi tanpa alasan yang jelas.

    Melalui unggahan Instagramnya, AnDrimob Svt Riau, pada Minggu 4 Juni 2023, Bripka Andry Darma Irawan mengaku kerap kali disuruh mencari uang di luar kantor oleh komandannya berinisial Kompol PHS, S.Sos.

    Pada unggahan Instagramnya itu, Bripka Andry mengaku heran mengapa dirinya dimutasi demosi. Padahal dirinya merasa sudah menjalankan perintah dengan mentransfer uang berjumlah ratusan juta ke rekening pribadi atasannya (PHS).

    Bripka Andry menjelaskan, bahwa ia sebelumnya berdinas di Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Riau yang berada di Menggala Junction, Kabupaten Rokan Hilir. Pada Maret lalu, dirinya dimutasi demosi tanpa alasan yang jelas ke Batalyon A Pelopor yang berada di Pekanbaru.

    “Hari Jumat tanggal 3 Maret 2023 Sprint Mutasi keluar dan hari Rabu tanggal 8 Maret 2023 saya sudah Penghadapan ke tempat baru. Karena saya mengurus ibu kandung yang sedang sakit komplikasi, ibu kandung saya mengajak ke Pekanbaru menemui Dansat Brimob Polda Riau untuk meminta pertimbangan terkait mutasi saya,” terangnya.

    “Kamu gak ada salah, kamu terlalu lama di sana, terlalu nyaman dan kamu tidak ada kontribusi kepada satuan,” ucap Kombes Pol RLG selaku Dansat Brimob Polda Riau kepada Andry.

    Setelah mendengar penjelasan itu, kepada Kombes Pol RLG Andry menjelaskan bahwa diri sudah melakukan semua perintah Danyonnya, seperti pengajuan proposal pembangunan Polindes ke Pemda Rohil dan sudah terbangunnya klinik tersebut di kantor Batalyon.

    Selain itu kepada Kombes Pol RLG, Andry juga menjelaskan terkait permintaan Kompol PHS untuk mencarikan uang dari luar dan telah menyetor sebesar Rp650 juta.

    “Beliau menjawab, saya tidak ada menerima uang tersebut. Sekarang kamu pulang dan jalani mutasi ke Pekanbaru. Setelah itu saya dan ibu kembali pulang. Ibu saya merasa pusing dan terjatuh sehingga saya membawa ibu saya berobat,” jelasnya.

    Andry kembali menjelaskan, bahwa sebelumnya ia diperintahkan oleh Danyon Kompol PHS, S.Sos untuk membantu dan mencari dana di luar kantor dan perintah itu ia laksanakan dari bulan Oktober 2021 lalu. Dia  melaksanakan perintah itu dengan berkoordinasi kepada rekanan di lapangan.

    Inilah bukti isi chat antara Kompol Petrus dengan Anggota Brimob Polda Riau Bripka Andry Darma Irawan. (Twitter)

    Andry melanjutkan, terhitung sampai Februari 2023, dirinya mengaku sudah mentransfer sebanyak 650 jutaan ke rekening pribadi PHS, belum lagi yang diserahkan secara tunai. Bahkan Andry menyebut masih menyimpan bukti chat WhatsApp dengan sang komandan.

    “Sebelum saya dimutasi, saya diminta oleh Kompol PHS mencari dana sebesar 53 juta untuk membeli lahan. Namun saya sudah berusaha semampu saya dan hanya dapat menyerahkan uang 10 juta kepada beliau. Beberapa hari kemudian, Kompol PHS meminta data dan lokasi dimana saja saya dapat uang setoran tersebut. Saya menyerahkan lewat chat WhatsApp pribadi beliau. Tak lama kemudian saya dimutasi,” bebernya.

    Selain dirinya, Andry menyebut ada enam anggota lain yang memberi setoran tiap bulannya sebanyak 5 juta perorang agar bisa bebas tugas dan hanya apel Rabu dan Jumat pagi yang disebut anggota Freelance. Namun 6 anggota tersebut tidak dimutasi selayaknya Andry.

    “Saya ada bukti chat grupnya. Namun mereka tidak dimutasi seperti saya,” katanya.

    Andry juga mengaku telah melapor dan diproses Bid Paminal Propam Polda Riau. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan terhadap laporannya dan juga tidak adanya perlindungan terhadap dirinya karena membongkar semua itu.

    “Saya belum masuk dinas karena mengurus ibu saya yang sakit dan keluarga saya merasa khawatir dengan keselamatan saya. Mohon kiranya dapat membantu saya dalam permasalahan ini. Mohon izin pak Kapolri, saya masih cinta Polri,” tutupnya. (Red/*)

  • Polda Riau Periksa Penghina Ustad Abdul Somad di Rumahnya?

    Polda Riau Periksa Penghina Ustad Abdul Somad di Rumahnya?

    Riau (SL) – Kepolisian Daerah Riau terus mengusut kasus dugaan penghinaan terhadap Ustad Abdul Somad (UAS) oleh Jony Boyok. Selama penyelidikan, baik UAS maupun Jony, tidak diperiksa sebagaimana masyarakat lainnya berurusan dengan penegak hukum. Keduanya dimintai keterangan di rumahnya masing-masing.

    Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau punya alasan tersendiri terkait hal ini. Untuk UAS, penyidik menyebut ustaz kondang itu punya jadwal padat sehingga harus didatangi ke rumahnya. “Penyidik dapat waktunya Sabtu pekan lalu, karena kesibukan UAS. Makanya didatangi ke rumah,” kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto, Rabu siang, 12 September 2018.

    Sementara untuk Jony, penyidik punya alasan khusus pula. Jony selama ini diketahui punya permasalahan rumah tangga hingga terpaksa mengurus keperluan rumah sendiri setelah ditinggal istrinya.

    Awalnya, Jony berjanji datang ke kantor polisi pada Senin, 10 September 2018 lalu. Namun setelah ditunggu siang, Jony tak kunjung datang hingga akhirnya disambangi penyidik ke rumahnya di kawasan Bukitraya. “Alasannya sibuk masak dan mencuci pakaian, tak sempat ke Polda. Makanya didatangi untuk mempercepat penyelidikan kasus ini,” sebut Sunarto.

    Terduga penghina Ustaz Abdul Somad itu sebelumnya sempat memilih menginap di kantor polisi dari pada pulang ke rumahnya. Dia mengaku lebih merasa aman tidur di markas polisi yang terletak di Jalan Gajah Mada, Kota Pekanbaru itu. “Setelah merasa aman, dia pulang untuk mandi,” kata Sunarto.

    Dalam kasus ini, penyidik sudah meminta keterangan tiga saksi lainnya. Masing-masing, Nur Zein, Delfizar, dan M Khalid. Pemeriksaan dilakukan bersamaan dengan hari UAS dimintai keterangan.

    Ke depan, penyidik berencana memeriksa ahli. Usai itu dilakukan gelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini naik ke penyidikan disertai penetapan tersangka atau masih ada bukti lain yang harus dikumpulkan.

    Meski nantinya Jony ditetapkan tersangka, kemungkinan dia tidak ditahan. Sunarto menyebut ancaman hukumannya di bawah lima tahun karena dijerat Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik (ITE). “Karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun tidak bisa dilakukan penahanan,” terang Sunarto.

    Jony berurusan dengan polisi setelah diantarkan Front Pembela Islam pada Rabu pekan lalu. Dia diduga mengunggah foto Ustaz Abdul Somad yang telah diedit di bagian matanya dengan warna merah. JB juga membuat tulisan, yang menyebut bahwa UAS telah berhasil menghancurkan kerukunan beragama di akun Facebooknya.  (Tribratanews)