Bandar Lampung, sinarlampung.co – Gerakan Masyarakat Pengawal Pembangunan Lampung (GAMAPELA) meminta DPRD Provinsi Lampung membuka hak angket dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbuka untuk mengusut tuntas kisruh yang melibatkan PT. Lampung Energi Berjaya (PT. LEB), anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Lampung Jasa Utama (PT. LJU). Kasus nasional yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung diperkirakan menyebabkan kerugian besar bagi negara dan menarik perhatian masyarakat Lampung maupun.
Ketua Umum GAMAPELA, Tonny Bakri, menilai bahwa kasus PT. LEB merupakan tindak pidana yang terstruktur dan terkoordinasi. Ia menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini harus dilakukan secara serius, tidak hanya oleh Aparat Penegak Hukum (APH) tetapi juga oleh DPRD Provinsi Lampung sebagai pihak yang memiliki mandat dalam mengawasi tata kelola pemerintahan daerah.
“PT. LEB menandatangani perjanjian dengan Pertamina Hulu Energi (PHE-OSES) pada September 2022, namun pada saat itu, belum ada Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengesahkan PT.LEB,” jelas Tonny Bakri, didampingi oleh Sekretaris Umum GAMAPELA, Johan Alamsyah. Pergub terkait baru diterbitkan pada bulan April 2023 melalui Peraturan Gubernur Lampung Nomor 1 Tahun 2023, yang isinya menyebutkan bahwa PT.LJU mendirikan anak perusahaan PT.LEB. Dalam Pergub ini dijelaskan bahwa PT.LEB dibentuk berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. LJU pada tahun 2019. Namun, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, pembentukan anak perusahaan untuk pengelolaan Participating Interest (PI) 10% seharusnya dilakukan berdasarkan Perda, bukan hanya melalui RUPS,” tambahnya.
GAMAPELA juga mengkritik DPRD Lampung periode 2019-2024 yang dianggap telah melakukan pembiaran terhadap kebijakan tersebut. Sekretaris Umum GAMAPELA, Johan Alamsyah, menyebut bahwa periode DPRD itu harus bertanggung jawab atas kisruh yang terjadi.
DPRD Provinsi Lampung periode 2019-2024 mengetahui hal ini namun tidak mengambil tindakan. Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap 9 juta penduduk Lampung, kami mendesak DPRD periode 2024-2029 untuk segera memanggil pejabat Pemerintah Provinsi Lampung pada saat itu, termasuk mantan Sekretaris Daerah Fahrizal Darminto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Lampung,” ujar Johan Alamsyah.
Menurut dokumen Pergub Nomor 1 Tahun 2023, badan usaha yang mengelola Participating Interest harus dibentuk menjadi BUMD, bukan hanya melalui RUPS. Hal ini mengacu pada Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016 yang mewajibkan pendirian BUMD berdasarkan Perda.
“Dari kajian GAMAPELA, kami menduga ada kejahatan anggaran yang terstruktur dan sistematis, yang melibatkan Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Provinsi Lampung melalui PT. LJU. Hampir setengah triliun rupiah pengelolaan PI yang seharusnya masuk ke pendapatan daerah Lampung hilang,” lanjut Johan. “Kami meminta DPRD Lampung periode 2024-2029 menunjukkan tanggung jawabnya dengan membentuk Pansus terbuka atau RDP seperti pada kasus Bank Century.”
GAMAPELA juga terjadi agar Kejaksaan Agung RI mengambil alih penanganan kasus ini. “Kami berharap Kejaksaan Agung mengambil alih agar ada keseriusan dalam penanganannya. Selama ini, kasus korupsi besar di Lampung, terutama yang melibatkan pejabat, tidak pernah sampai pada keputusan pengadilan,” pungkas Tonny Bakri. (*)