Tag: Kasus Suap

  • KPK Periksa Endah Istri Agung Ilmu Mangkunegara

    KPK Periksa Endah Istri Agung Ilmu Mangkunegara

    Bandar Lampung (SL)-Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Endah Kartika Prajawati, istri bupati non aktif Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Endah akan diperiksa terkait dengan kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan.

    “Yang bersangkutan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AIM [Agung Ilmu Mangkunegara],” ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (13/12).

    Belum diketahui apa yang akan didalami penyidik terhadap istri Ilmu Agung tersebut. Hanya saja, KPK sebelumnya telah menggeledah rumah keluarga Agung Ilmu beberapa waktu lalu.

    Dalam penggeledahan, KPK juga telah menyita beberapa barang bukti dokumen proyek di Lampung Utara dan catatan aliran dana.

    https://sinarlampung.com/tersangka-suap-agung-ilmu-mangkunegara-akan-disidang-di-pengadilan-tipikor-tanjungkarang/

    Namun, belum dipastikan apakah hasil temuan itu didapati adanya aliran dana pada pihak lain yang menerima atau memberi selain tersangka yang sudah ditetapkan.

    Dalam perkara ini Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara ditetapkan tersangka suap proyek bersama lima orang lainnya menyusul operasi tangkap tangan pada Minggu hingga Senin, 6-7 Oktober 2019.

    Selain bupati, tersangka lain adalah Raden Syahril selaku orang kepercayaan bupati, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin, dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri. Selain mereka terdapat dua pihak swasta selaku terduga pemberi suap yaitu Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh.

    Menerima Suap di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR

    Agung diduga menerima uang dari dua proyek di dua dinas wilayahnya yaitu Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR.

    Pertama, pada proyek di Dinas Perdagangan, Agung diduga menerima sejumlah uang dari Hendra Wijaya Saleh melalui orang kepercayaan Agung bernama Raden Syahril, dan diterima melalui Kepala Dinas Perdagangan Kab. Lampung Utara Wan Hendri.

    Tersangka Hendra Wijaya Saleh diduga menyerahkan uang Rp300 juta kepada Wan Hendri dan kemudian Rp240 juta diserahkan pada Raden Syahril sehingga sejumlah Rp60 juta masih berada di Wan Hendri.

    Adapun dalam OTT, tim Satgas KPK hanya menemukan barang bukti uang Rp200 juta untuk bupati yang diamankan dari kamarnya.

    Uang suap diduga terkait dengan tiga proyek di Dinas Perdagangan yaitu, Pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya, Kecamatan Muara Sungkai sebesar Rp1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari, Kecamatan Muara Sungkai Rp1,3 miliar, dan konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat tata karya (DAK) Rp3,6 miliar.

    Sementara itu, pada Dinas PUPR Kab. Lampung Utara, tersangka Agung diduga telah menerima uang beberapa kali terkait proyek di dinas itu.

    Perinciannya adalah Rp600 juta yang diterima sekitar Juli 2019; Rp50 juta pada akhir September, dan Rp350 juta pada 6 Oktober 2019. Semua uang ditemukan KPK di rumah Raden Syahril.

    Uang suap diduga berasal dari Chandra Safari selaku pihak rekanan dalam perkara ini yang telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara sejak 2017 hingga 2019.

    Sebagai imbalan atau fee, Chandra diwajibkan menyetor uang kepada sang bupati melalui Syahbuddin dan Raden Syahril.

    Sebelumnya, ada juga permintaan dari Bupati Agung pada Syahbuddin agar menyiapkan setoran fee sebesar 20% sampai 25% dari proyek yang dikerjakan Dinas PUPR.

    Permintaan disampaikan Agung pada saat dia baru menjabat sebagai bupati dengan maksud memberi syarat pada Syahbuddin apabila ingin menjadi Kadis PUPR maka harus menyetujui permintaan itu.(red)

  • Dalam Dua Tahun, Bupati Nonaktif Zainudin Hasan Kantongi Uang Suap Rp 100 M

    Dalam Dua Tahun, Bupati Nonaktif Zainudin Hasan Kantongi Uang Suap Rp 100 M

    Bandarlampung (SL)  – Bupati nonaktif Lampung Selatan (Lamsel), Zainudin Hasan disebut menerima uang Rp100 miliar, yang diduga berasal dari suap. Uang sebanyak itu disebut diperoleh Zainudin Hasan selama 2 tahun lebih menjabat sebagai bupati sejak Februari 2016.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyiapkan dakwaan terhadap Bupati nonaktif Lampung Selatan (Lamsel), Zainudin Hasan. Adik kandung dari Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan itu bakal didakwa menerima suap, konflik kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Nominal uang yang diterima Zainudin dari hasil kongkalikong fee proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lamsel, memiliki perbedaan mencolok dibanding sebelumnya. Jika sebelumnya hasil dugaan korupsi Zainudin disebut Rp 57 miliar, jumlahnya kini melonjak jadi Rp 100 miliar.

    Jumlah itu diperoleh selama Zainudin menjabat sebagai bupati Lamsel. Zainudin Hasan dilantik sebagai bupati Lamsel pada Februari 2016. Ia kemudian terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Juli 2018.

    Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, dugaan total penerimaan suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak selama Zainudin menjabat bupati mencapai Rp100 miliar. “Sebagian di antaranya diubah menjadi aset atas nama pihak lain ataupun diri sendiri,” kata Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (10/12) lalu.

    Zainudin merupakan satu dari empat orang yang terjaring OTT tim penyidik KPK pada 26 Juli silam. Ia diduga terlibat korupsi fee proyek di Dinas PUPR Lamsel. Tiga orang lainnya adalah anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho, Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara, dan rekanan bos CV 9 Naga Gilang Ramadhan.

    Belakangan, Zainudin juga dijerat TPPU senilai Rp 57 miliar. KPK pun telah menyita sejumlah aset Zainudin. Antara lain, mobil Vellfire, Harley Davidson, speed boat, serta tanah dan bangunan di berbagai tempat.

    Febri mengungkapkan, saat ini, jaksa penuntut KPK telah menerima jadwal sidang perdana Zainudin di PN Tipikor Tanjungkarang. Zainudin akan duduk di kursi pesakitan pada Senin 17 Desember 2018, (hari ini,red). “ZH (Zainudin) akan didakwa secara kumulatif melakukan suap, konflik kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi, dan pencucian uang,” kata Febri

    Sementara itu, Humas PN Tipikor Tanjungkarang, Mansyur Bustami mengatakan, berkas Zainudin terdaftar dengan Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tanjungkarang. Sidang itu akan ditangani oleh lima orang hakim, yang dipimpin langsung Ketua PN Tanjungkarang, Mien Trisnawaty. “Ketua majelis hakim perkara Zainudin Hasan adalah Ibu Ketua (PN Tanjungkarang), Mien Trisnawaty. Anggotanya empat, termasuk saya, Pak Samsudin, Pak Baharudin Naim, dan Bu Tina,” ujarnya.

    Zainudin Hasan sendiri kini telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung, atau LP Rajabasa.(tribun/net)

  • Mayorias Anggota DPRD Lamsel Juga Dapat Jatah Suap Proyek

    Mayorias Anggota DPRD Lamsel Juga Dapat Jatah Suap Proyek

    Lampung Selatan (SL) – Tersangka suap proyek PUPR Lampung Selatan bakal bertambah lagi. Selain Plt Bupati Nanang Ermanto, ada jatah juga buat oknum anggota DPRD Lampung Selatan. Dari 250 paket proyek, ada jatah juga buat oknum wakil rakyat dan Nanang Ermanto, kata Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara kepada majelis hakim PN Kelas IA Tanjungkarang Rabu (24/10).

    Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi : Kabid Pengairan Lamsel, Syahroni, Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara, Agus Bhakti Nugroho, dan Kadis Pendidikan Lamsel Thomas Amirico. Majelis hakim yang dipimpin Mien Trisnawati bertanya atas perintah siapa bagi-bagi fee proyek tersebut. Anjar Asmara langsung menjawab atas perintah atasannya, yakni Zainudin Hasan, bupati yang kini berstatus nonaktif.

    Suap proyek itu berasal dari Direktur PT Prabu Sungai Andalas Gilang Ramadhan. Sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK Sobari Kurniawan mengatakan Nanang menerima uang suap Rp100 juta. Nanang sudah beberapa kali membantah hal itu. (rmollampung)

  • Bupati Bekasi Tersangka Suap Meikarta Ternyata Juga Tim Kampanye Jokowi

    Bupati Bekasi Tersangka Suap Meikarta Ternyata Juga Tim Kampanye Jokowi

    Bekasi (SL) – KPK menangkap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin soal suap Meikarta. Neneng dibawa ke gedung KPK menjelang tengah malam. Penetapan tersangka ini terkait dugaan tindak pidana korupsi pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

    Nama Neneng tercantum dalam tim pemenangan Jokowi – Ma’ruf wilayah Jawa Barat yang diketuai mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Berdasarkan Surat Keputusan nomor 015/KPTS/TKN-JKWMA/IX/2018 yang diterbitkan Tim Kampanye Nasional, Neneng tercatat sebagai pengarah teritorial bersama Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja.

    Posisi pengarah teritorial sendiri memang disiapkan bagi kader partai politik pendukung yang memimpin suatu daerah. Selain Neneng dan Eka, tercatat juga nama Walikota Bekasi Rahmat Effendy, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra, Bupat Bogor Nurhayanti hingga Bupati Bandung Dadang Naser. Neneng diduga dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh pengembang Lippo Group. Hingga saat ini, menurut Syarif, baru terjadi penyerahan Rp 7 miliar melalui sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi.

    Neneng disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(oposisi.net)

     

     

  • KPK Tetapkan Bupati Bekasi dan Direktur Lippo Tersangka Suap Meikarta

    KPK Tetapkan Bupati Bekasi dan Direktur Lippo Tersangka Suap Meikarta

    Jakarta (SL) – KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin sebagai tersangka. Selain Neneng, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. “KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan sembilan orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (15/10/2018).

    Penetapan tersangka ini terkait dugaan tindak pidana korupsi pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.Berikut ini orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka

    – Tersangka diduga pemberi:
    Billy Sindoro (Direktur Operasional Lippo Group), Taryadi (konsultan Lippo Group), Fitra Djaja Purnama (konsultan Lippo Group), Henry Jasmen (pegawai Lippo Group)

    Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoPasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    – Tersangka pihak diduga penerima:
    Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).

    Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Laode menyebut Bupati Bekasi dkk menerima duit dari pengusaha terkait pengurusan perizinan pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.  “Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018. (detiknews)

  • Pjs Bupati Lamsel Nanang Diduga Terima Suap Dari Sembilan Naga

    Pjs Bupati Lamsel Nanang Diduga Terima Suap Dari Sembilan Naga

    Lampung Selatan (SL) – Pjs Bupati Lampung Selatan Nanang Hermanto diduga menerima Rp100 juta fee proyek dari Direktur Utama PT. Prabu Sungai Andalas Gilang Ramadhan, grup CV Sembilan Naga. Hal ini terkuak dari sidang perdana suap fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan di PN Tanjungkarang, Kamis (11/10). Skandal ini telah memenjarakan Zainudin Hasan, bupati nonaktif Kabupaten Lampung Selatan, oleh KPK

    Baca Juga : Jaksa KPK Sebut Nanang Ermanto Terima Rp100 Juta Fee Proyek Lampung Selatan

    Menurut Jaksa Penuntut Umum KPK Sobari Kurniawan, Nanang Hermanto menerima uang Rp100 juta sebagai bagian dari uang kesepakatan fee proyek PUPR Lampung Selatan senilai Rp1,4 miliar Zainudin Hasan. Gilang Ramadhan melakukannya atas perintah Agus Bhakti Nugroho, anggota DPRD Lampung dari PAN yang jadi tangan kanan Zainudin Hasan, ketua PAN Lampung.

    Menurut Jaksa, suap tersebut diserahkan Gilang Ramadhan di halaman Masjid Al-Muslimin dekat Stadion Pahoman, Kota Bandarlampung, Juni 2018.(rmollampung)

  • Setnov Kaget Sahabat Setianya, Idrus Marham, Jadi Tersangka KPK

    Setnov Kaget Sahabat Setianya, Idrus Marham, Jadi Tersangka KPK

    Bandung (SL) – Mantan Ketua DPR Setya Novanto kaget sahabat setianya, yang juga mantan menteri sosial Idrus Marham menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
    “Sudah sudah. Sudah tahu (Idrus Marham tersangka). Ya cukup kaget juga ya. Dia orang kerja keras,” ujar Setya Novanto di Gedung KPK, Senin (27/8).
    Kedatangan Setnov kali ini ke KPK diperiksa sebagai saksi dalam perkara suap pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
    Mengenai kapasitasnya untuk bersaksi dalam kasus ini, Setnov pun tak banyak berkomentar. Dan ia berdalih tidak terkait apa pun dalam kasus ini. Sebab, ia sudah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
    “Waduh, enggak ada saya tuh. Kan saya sudah masuk (lapas),” ucap Setnov.
    Setnov justru mengungkit kembali mengenai pihak yang terlibat dalam kasusnya. Nama Mendagri kala itu Gamawan Fauzi, kembali disebut Setnov sebagai pihak yang juga turut bertanggung jawab dalam proyek yang telah merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun itu.
    “Tapi ya ini kan kita lihatlah, yang penting soal e-KTP juga harus tuntas. Soal mendagri yang memang punya peran dia. Dan juga ketua badan anggaran saat itu ya,” kata Setnov.
    Kasus yang membelit Idrus ini bermula saat ia menjabat kepengurusan Golkar. Idrus diduga turut berperan mengupayakan agar Blakckgold Natural Resources Limited masuk sebagai konsorsium yang akan menggarap proyek tersebut. Adapun proyek ini, menjadi mitra Komisi VII DPR.
    Sedangkan penetapan tersangka untuk Idrus merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR yang juga politikus Golkar, Eni Maulani Saragih, pada 14 Juli 2018.
    KPK menduga Idrus dijanjikan jatah USD 1,5 juta dari Johnnes bila mantan sekjen Golkar itu bisa mengupayakan kesepakatan proyek PLTU Riau-1.
    Sementara Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes. Eni diduga mempengaruhi manajemen PLN agar Blackgold bisa ikut dalam proyek PLTU Riau-1.
    Meski sebagai anggota DPR tak punya kewenangan dalam proses pengadaan pembangkit listrik di PLN, Eni diduga memiliki pengaruh.
    BlackGold Natural Resources merupakan perusahaan tambang batu bara yang menjadi anggota konsorsium dari PT PJB sebagai kontraktor pada proyek PLTU Riau-1, bersama perusahaan asal Tiongkok, China Huadian Engineering Co. Ltd.
    Rencananya, PLTU Riau-1 dijadwalkan akan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD) pada 2024 dengan kapasitas sebesar 600 MW. PLTU ini akan dibangun di Kecamatan Penarap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
    Saat ini, PLTU Riau-1 masih dalam tahap pengadaan. Pada Januari lalu, PLN baru saja memberikan Letter of Intent (LOI) ke Blackgold untuk mendapatkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA) PLTU Riau 1.
    (kumparannews)
  • Kadis di Lampung Tengah Didakwa Jadi Perantara Suap Bupati Mustafa

    Kadis di Lampung Tengah Didakwa Jadi Perantara Suap Bupati Mustafa

    Jakarta (SL) – Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman didakwa bersama-sama Bupati Lampung Tengah nonaktif Mustafa memberikan suap kepada anggota DPRD. Pemberian uang suap itu terkait dengan persetujuan DPRD atas pinjaman daerah sebesar Rp 300 miliar.

    “Bahwa terdakwa bersama-sama dengan Mustafa Bupati Lamteng, dilakukan penuntutan terpisah, melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (7/5/2018).

    Jaksa menyebut uang itu diberikan kepada sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah yakni Wakil Ketua I DPRD Lamteng Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Ketua F-PDIP Raden Zugiri, Bunyana dan Ketua F-Gerindra Zainuddin. Uang suap itu dinyatakan jaksa agar DPRD memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar.

    Dalam perjalanan kasusnya, permohonan pinjaman itu tak mendapatkan suara bulat pada rapat pembahasan Ketentuan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) serta akan dimasukkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamteng untuk Tahun Anggaran 2018. Sebab saat itu hanya fraksi PKS saja yang menyetujui permohonan pengajuan pinjaman Rp 300 miliar.

    “Bahwa atas sikap mayoritas fraksi di DPRD Lamteng yang tidak setuju dilakukan pinjaman daerah kepad PT SMI, selanjutnya Mustafa melakukan pertemuan dengan Natalis Sinaga selaku Wakil Ketua DPRD Lamteng dari F-PDIP di rumah dinas Bupati Kabupaten Lamteng. Pada pertemuan itu Mustafa meminta agar Natalis Sinaga mengajak dan mempengaruhi anggota DPRD dari F-Gerindra dan F-Demokrat untuk menyetujui pinjaman daerah sehingga dapat dituangkan dalam APBD Lamteng TA 2018,” urai jaksa.

    “Memenuhi keinginan Mustafa agar menyediakan uang sebesar Rp 5 miliar untuk diserahkan kepada unsur pimpinan DPRD Lamteng, para ketua fraksi, dan para anggota DPRD Lamteng. Mustafa menyetujuinya dan menjanjikan akan memenuhi permintaan uang tersebut dengan mengatakan terdakwa yang akan menyerahkan uang yang diminta Natalis Sinaga,”sambung jaksa.

    Jaksa mengatakan Natalis sempat menghubungi terdakwa untuk meminta tambahan fee Ro 3 miliar atas permintaan itu terdakwa kemudian melaporkan ke Mustafa. Mustafa kemudian memerintahkan Taufik untuk merealisasikan permintaan Natalis Sinaga tersebut.

    “Mustafa mengarahkan terdakwa agar mengumpulkan uang dengan cara menghubungi para rekanan yang nantinya akan mengerjakan proyek TA 2018 yang dananya berasal dari pinjaman daerah antara lain Simon Susilo dan Budi Winarto alias Awi,” terangnya.

    Dari pertemuan itu Simon Susilo mengambil paket dengan anggaran sebesar Rp 67 miliar dengan komitmen fee sebesar Rp 7,7 miliar. Smentara Budi Winarto alias Awi mengambil proyek pengerjaan dengan nilai anggaran rp 40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi Rp 5 miliar.

    “Tindak lanjut kesepakatan tersebut kemudian terdakwa memerintahkan Rusmaladi untuk mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya sebesar Rp 12,5 miliar,” terang jaksa.

    Setelah uang itu terkumpul, terdakwa kemudian memyetorkan uang tersebut kepada sejumlah anggota DPR yang disarahkan secara bertahap ke:

    a. Natalis Sinaga mealui Rusmaladi sebesar Rp 2 miliar. Uang tersebut untuk bagian Natalis sebesar Rp 1 miliar dan sisanya diserahkan kepada Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt Ketua DPC Demokrat Lamteng Rp 1 miliar.

    b. Raden Zugiri selaku Ketua F-PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto sebesar Rp 1,5 miliar.

    c. Bunyana alias Atubun anggota DPRD Lamteng melalui ajudan Mustafa yang bernama Erwin Mursalin sebesar 2 miliar.

    d. Zainuddin, Ketua F-Gerindra melalui Andri Kadarisman sebesar Rp 1,5 miliar yang diperuntukkan kepada Ketua Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim.

    e. Nataslis Sinaga, Raden Zugiri, Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp 495 juta.

    f. Achmad Junaidi Sunadri selaku Ketua DPRD Lamteng melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto secara bertahtap sebesar Rp 1,2 miliar.

    “Bahwa setelah adanya pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 8,695 miliar itu kemudian unsur pimpinan DPRD Lamteng pada 21 November 2017 mengeluarkan surat keputusan piminan DPRD Lamteng No 6 tahun 2017 tentang Persetujuan REncana Pinjaman Daerah Pemkab Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI),” ujar jaksa.

    Atas perbuatannya Taufik didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (detik.com)