Tag: Kawasan Hutan Mangrove

  • Perusak Mangrove Teluk Betung Ditangkap Polda Lampung

    Perusak Mangrove Teluk Betung Ditangkap Polda Lampung

    Bandar Lampung, (SL) – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Subdit IV Tipidter Polda Lampung menangkap pelaku perusakan ekosistem Mangrove di pesisir pantai di Telukbetung Selatan Bandarlampung.

    Kasubdit IV Tipidter Akbp Yusriandi menjelaskan, perusakan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil terjadi sejak Mei 2022 sampai Oktober 2022. Lokasinya di Jalan Teluk Bone I rt 05 Lk II, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Timur.

    “Pelaku adalah saudara HS. Perusakan dilaporkan oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Lampung ke Polda Lampung. Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Subdit IV Tipidter, benar bahwa saudara HS Bin Ambontang melakukan perbuatan penebangan pada ekosistem mangrove di kawasan ruang zonasi ekosistem mangrove tersebut,” ungkapnya.

    Baca Juga: Walhi Ajak Generasi Muda Peduli Lingkungan

    “Peristiwa tersebut sebelumnya sudah dilakukan upaya preventif berupa peneguran oleh pihak Kelurahan Kota Karang, Bandar Lampung bersama WALHI Lampung, Team Gakkum Lingkungan Provinsi Lampung yang terdiri Dinas Kelautan dan Perikanan didampingi Dinas Lingkungan Hidup Kota/Provinsi Lampung. Sayangnya teguran tersebut tidak dindahkan oleh saudara HS,” ucap Yusriandi.

    Pelaku HS telah melakukan penebangan/ perusakan mangrove pada kawasan konservasi tersebut seluas 2.500 m2 yang kemudian pada lokasi bekas penebangan dijadikan kolam untuk budidaya udang.

    Adapun barang bukti yang berhasil diamankan yakni :

    1 (Satu) buah alat batang besi yang digunakan untuk menggali lumpur pada ekosistem Mangrove atau alat tersebut lazim disebut Petiba

    1 (Satu) buah cangkul

    1 (Satu) batang pipa paralon ukuran 12 inci dengan panjang sekitar 1,5 meter

    2 (Dua) batang kayu Mangrove bekas tebangan

    HS telah melanggar Pasal 73 ayat 1 huruf b Jo Pasal 35 huruf e, f dan g UU RI nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil sebagaimana telah diubah pada pasal 18 perpu pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-undang.

    Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

    Saat ini berkas sudah dilimpahkan ke JPU dan sampai dengan saat ini proses penyidikan berkas perkara tersebut dalam tahapan penelitian Kejaksaan tinggi Lampung (Tahap I), guna melanjutkan perkara tersebut secara tuntas sampai dengan P21 (lengkap). (Red)

  • Pemkot Pariaman Resmi Hentikan Pembukaan Jalan di Kawasan Hutan Mangrove

    Pemkot Pariaman Resmi Hentikan Pembukaan Jalan di Kawasan Hutan Mangrove

    Pariaman (SL) – Pemerintah Kota (Pemkot) Pariaman akhirnya secara resmi menghentikan pembukaan jalan yang membelah kawasan hutan mangrove di Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat, Senin (17/12/2018). Kepastian penghentian pembukaan jalan penghubung antara desa Ampalu dan desa Apar itu, dilakukan usai Pemko Pariaman berkoordinasi dengan TNI dan Polri yang melakukan inspeksi mendadak ke lokasi pembukaan jalan tersebut. “Penghentian ini sesuai dengan perintah Wali Kota Pariaman. Pak Wali ingin, kawasan hutan mangrove itu disterilkan dulu,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pariaman Adrial saat ditemui di kawasan Penangkaran Penyu Desa Apar, Senin (17/12/2018).

    Kata Adrial, dalam beberapa hari ke depan Pemkot Pariaman akan memanggil perwakilan masyarakat desa Apar untuk duduk bersama membahas penyelesaian sengketa pembukaan jalan baru tersebut. “Kita harus duduk bersama dengan mereka. Harus dijelaskan kalau mangrove itu jenis tanaman yang dilindungi,” katanya.

    Diungkap Adrial, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pariaman, kawasan hutan Mangrove tersebut merupakan kawasan yang dilindungi.  “Memang kawasan hutan mangrove itu bersebelahan dengan tanah ulayat masyarakat. Namun, itu bukan alasan untuk membabat mangrove yang ada,” jelasnya. (covesia.com)