Tag: Kejagung

  • Kejagung Akan Periksa Airlangga Hartarto Perkara Ekspor CPO

    Kejagung Akan Periksa Airlangga Hartarto Perkara Ekspor CPO

    Jakarta, (SL) – Kejaksaan Agung/ Kejagung dijadwalkan pemeriksaan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Selasa (18/7).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana membenarkan pemanggilan terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu.

    Ketut mengatakan, penyidik Kejagung akan memintai konfirmasi Airlangga terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang tengah diusut.

    Baca Juga: Koordinasi Dengan Kejagung, Kejati Bakal Periksa 44 DPRD Tanggamus Setelah HUT Adiyaksa

    Perkara itu berkaitan dengan pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari sampai dengan April 2022.

    Pada perkara tersebut, diketahui Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan minyak sawit yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup sebagai tersangka korporasi dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.

    Ketiga perusahaan terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara senilai Rp 6,47 triliun.

    Sebelumnya, Kejagung juga telah melakukan penggeledahan dan penyitaan tiga kantor tersangka korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Medan, Sumatera Utara.

    Ketiga kantor yang digeledah dan disita Kejagung ialah milik PT Wilmar Nabati Indonesia atau Wilmar Group (WG) yang beralamat di Gedung B & G Tower Lantai 9, Jalan Putri Hijau Nomor 10, Kota Medan.

    Kemudian, kantor Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG), beralamat di Jalan KL Yos Sudarso KM. 7.8, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan.

    Ketiga, kantor PT Permata Hijau Group (PHG), beralamat di Jalan Gajahmada Nomor 35, Kota Medan.

    Dari ketiga tempat tersebut, Tim Penyidik melakukan penyitaan berupa aset berupa tanah hingga uang tunai.

    Rinciannya, di Musim Mas Group (MMG), Kejagung menyita 277 bidang tanah seluas 14.620,48 hektare. Di kantor Wilmar Group, Korps Adhyaksa menyita 625 bidang tanah seluas 43,32 hektare.

    Sedangkan, di kantor PT Permata Hijau Group (PHG) aset yang disita ialah 70 bidang tanah seluas 23,7 hektare.

    Kemudian, uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp 385.3 juta; mata uang US$ sebanyak 4.352 lembar dengan total US$ 435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM 52.000, dan mata uang dolar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total SGD 250.450. (Red)

  • Kejagung Tak Tahu Menahu Soal Pertimbangan SP3 Bos Sugar Group

    Kejagung Tak Tahu Menahu Soal Pertimbangan SP3 Bos Sugar Group

    Bandarlampung (SL) – Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan bos Sugar Group, Guwan Jusuf berujung saling bantah antar penegak hukum. Polisi sebelumnya menyatakan penghentian kasus Gunawan Jusuf atas petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, pernyataan tersebut dibantah dengan tegas pihak Korps Adhyaksa.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengungkapkan bahwa berkas perkara kasus tersebut belum ada dan pengembalian SPDP belum dikirim ke pihak Kejagung. “Berkasnya saja belum ada. Artinya pengembalian SPDP itu dikarenakan berkas perkara tidak pernah dikirimkan ke kita (Kejaksaan),” ungkap Mukri, Jumat (11/1).

    Mukri mengatakan, pihaknya menerima pengiriman SPDP kasus ini dari Bareskrim Polri sekitar Juni 2017. Sampai batas waktu pengembalian SPDP, tidak pernah dikirimkan berkas perkara,” tambah Mukri. Dalam surat Direktur Tipideksus yang diterima wartawan, tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.

    Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu, juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena Nebis in idem dan Kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.

    Menurut Mukri, Kejaksaan Agung pun menyimpulkan penerbitan SPDP terlalu cepat. Seharusnya, sambung Mukri, berdasarkan standar operasional prosedur nomor 03 tahun 2016 berkas harus dikirim paling lambat 1 bulan setelah SPDP dikirimkan. Sementara ini sudah lewat 494 hari. Akhirnya kemarin bulan November SPDP dikembalikan ke penyidik. Supaya tidak menjadi tunggakkan, jadi berkasnya belum pernah ada,” demikian Mukri.

  • Kejagung Tunda Eksekusi Baiq Nuril Sebelum Naik Grasi

    Kejagung Tunda Eksekusi Baiq Nuril Sebelum Naik Grasi

    Jakarta (SL)– Ternyata Kejaksaan Agung lebih cepat ambil keputusan kasus perekaman percakapan mesum, Baiq Nuril, dari pada kita korban yang dibalik jadi tersangka itu menempuh jalur hukum terakhir pengumpulan (grasi) ke Presiden Joko Widodo.

    ”Setelah diskusikan, kita kaji kembali akhirnya kita mengambil kebijakan menunda eksekusi tersebut dengan mendesak supaya Baiq Nuril segera mengajukan PK,” Sebut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Mukri, seperti yang dilansir detikcom, siang tadi dan kutif, Join News Network (JNN) , Senin (19/11/2018) petang, seraya menambahkan dengan pertimbangan persepsi keadilan yang berkembang terus di masyarakat, perlu jadi pertimbangan guna mendapatkan keadilan.

    Kasus Nuril ini bermula saat Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, menelepon Nuril dan menggoda serta berbicara kotor berbau mesum pada 2012. Omongan itu direkam Nuril. Kasus pun bergulir ke pengadilan dengan Nuril dijerat jaksa dengan UU ITE karena merekam tanpa izin.

    Awalnya Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Tapi, di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung, Nuril dinyatakan bersalah dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta. Jokowi saat di Lamongan, memintah Baiq Nuril, melakukan upaya hukum Peninjaun Kembali (PK)ke Mahkamah Agung. Karena janji Presiden Joko Widodo, baru bisa membantu mendapat keadilan saat masuk ke permintaan grasi.

    Pasalnya, Jokowi mengatakan, dirinya tak bisa mengintervensi kasus tersebut. Namun, dia baru bisa turun tangan jika PK yang diajukan Nuril ditolak. Untuk itu , putusan penundaan eksekusi ini menurut Mukri berlaku hingga putusan Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril. Makanya,

    Baiq Nuril dan pengacara didorong mengajukan PK atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Mukri menegaskan, Baiq Nuril terbukti bersalah sesuai putusan MA karena melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo. Mengutip putusan MA, Baiq Nuril menurutnya terbukti bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapannya dengan mantan atasannya berinisial M saat Baiq Nuril menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.

    “Perbuatan yang bersangkutan adalah ketika dia mengetahui ada perselingkuhan antara si pelapor, kemudian dia rekam. Setelah direkam kemudian oleh yang bersangkutan itu dipindahkan transfer ke laptop.Dengan dipindahkan ke situ ditransfer maka beredar rekaman itu,” papar Mukri.

    Dari beredarnya rekaman ini, M melaporkan Baiq Nuril ke polisi hingga kasusnya disidangkan. Jaksa menuntut hukuman 6 bulan penjara, tapi majelis hakim PN Mataram memutus vonis bebas untuk Baiq Nuril.

    “Sesuai SOP dan protap yang ada di kita, ketika jaksa menyidangkan suatu perkara dan diputus bebas maka hukumnya wajib mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Nah ternyata putusan kasasi MA justru menghukum terkdakwa dengan hukuman 6 bulan, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurngan , confirmed dengan tuntutan JPU,” sambung Mukri.

    Sebelumnya pengacara Baiq Nuril, Aziz Fauzi menegaskan kliennya tidak melanggar UU ITE terkait tersebarnya rekaman pembicaraan dengan M yang menyinggung asusila.

    Dari fakta persidangan di PN Mataram, Baiq Nuril menurut Aziz dinyatakan tidak terbukti mentransmisikan rekaman ke perangkat elektronik. Perpindahan rekaman ke laptop disebut Aziz dilakukan teman kerja Nuril.

    “Itu substansi di persidangan sehingga kita tidak masuk pada domain itu,” ujar Mukri ditanya soal fakta persidangan PN Mataram. (la-capila)