Tag: Kemenhub

  • Mendagri Harap Pengaturan Libur Lebaran 2025 Kurangi Kepadatan Arus Mudik

    Mendagri Harap Pengaturan Libur Lebaran 2025 Kurangi Kepadatan Arus Mudik

    Bandar Lampung, sinarlampung.co – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian berharap pengaturan libur Lebaran 2025 mampu mengurangi kepadatan arus mudik dan arus balik. Hal ini disampaikannya dalam rapat koordinasi bersama Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi di Kantor Gubernur Lampung, Kamis (13 Maret 2025).

    Mendagri menjelaskan bahwa pemerintah telah menyepakati skema working from anywhere (WFA) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam rentang 24-27 Maret 2025. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi lonjakan pergerakan pemudik dalam waktu yang bersamaan.

    “Ini ide brilian Beliau (Menhub) untuk berani mengajukan usulan 24 [Maret] mulai working from anywhere (WFA),” ujar Mendagri.

    Namun demikian, ia mengingatkan, pelayanan publik harus tetap berjalan meskipun ada skema WFA. Ia meminta kepala daerah serta instansi pemerintah untuk mengatur pembagian tugas pegawai agar pelayanan tetap berlangsung.

    “Yang penting jangan hilang (tidak bekerja) semua,” tambahnya.

    Selain WFA, libur Lebaran tahun ini juga lebih panjang dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan keputusan terbaru, anak sekolah akan mulai libur pada 21 Maret 2025, lebih awal dari rencana sebelumnya. Sementara itu, cuti bersama bagi pekerja berlangsung hingga 7 April 2025, dan sekolah baru kembali masuk pada 9 April 2025.

    “Tanggal 21 [Maret] itu ada Jumat, madrasah libur, sehingga sudahlah, sekalian aja anak sekolah yang non-madrasah, sekolah negeri, libur mulai tanggal 21 [Maret],” jelasnya.

    Mendagri menegaskan bahwa perpanjangan masa libur ini bertujuan agar arus mudik dan balik lebih lancar serta tidak menumpuk di tanggal tertentu.

    Selain pengaturan cuti, Mendagri juga menyoroti kondisi cuaca yang dapat memengaruhi kelancaran arus mudik. Saat melakukan perjalanan dari Pelabuhan Merak ke Lampung, ia melihat kondisi laut jauh lebih tenang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    “Tadi kita jalan dari Merak ke Bakaheuni, itu Alhamdulillah saya lihat landai, datar, kayak kolam. Beda dengan tahun-tahun yang lalu-lalu, gelombang besar sehingga banyak tertunda. Ini good news-nya saya lihat, gelombangnya datar betul,” ungkapnya.

    Ia berharap kondisi cuaca yang baik ini tetap bertahan selama masa mudik dan arus balik Lebaran agar perjalanan masyarakat lebih lancar. “Kalau cuacanya seperti itu, saya cukup confident (percaya diri) akan lancar, Insyaallah. Karena salah satu hambatan terbesar itu adalah cuaca,” katanya.

    Terakhir, Mendagri optimistis bahwa pengaturan libur yang lebih panjang akan membantu mengurangi kemacetan selama periode mudik dan balik Lebaran, sehingga perjalanan masyarakat lebih nyaman dan aman.

    “Kira-kira rencana kita seperti itu. Mudah-mudahan dengan pengaturan seperti ini akan bisa banyak mengurai [kemacetan] karena liburnya panjang, nggak menumpuk di waktu-waktu yang pendek,” pungkasnya. (Red)

     

    Media Siber Lampung

     

  • Kemenhub Berikan Bantuan 10 Bus Transportasi Warga Bandarlampung

    Kemenhub Berikan Bantuan 10 Bus Transportasi Warga Bandarlampung

    Bandarlampung  (SL) – Kementerian Perhubungan memberikan bantuan sebanyak 10 unit bus kepada Pemerintah Kota Bandarlampung untuk memperlancar kebutuhan transportasi umum bagi warga ibu kota Provinsi Lampung ini.

    Wali Kota Bandarlampung Herman HN, saat meninjau dan mengujicoba penggunaan salah satu bus bantuan Kemenhub itu, di Bandarlampung, Senin, mengatakan bus berukuran tiga per empat ini diperuntukan angkutan umum masyarakat di kota ini.

    Herman menjelaskan bus bantuan untuk angkutan umum ini akan beroperasi untuk trayek Panjang, Telukbetung Utara, dan Rajabasa yang melintasi jalan utama di Kota Bandarlampung. Wali Kota Bandarlampung itu sempat meninjau kesiapan armada bus yang diberikan oleh Kemenhub dan mengujicoba penggunaannya. “Terima kasih kepada pemerintah pusat atas bantuan 10 bus berukuran tiga per empat ini kepada Pemerintah Kota Bandarlampung,” katanya pula.

    Dia mengatakan sangat mengapreasi bantuan dari pemerintah pusat ini, artinya pemerintah pusat sangat perhatian untuk masalah angkutan umum di daerah untuk kepentingan masyarakat ini. “Masalah tarif masih akan digodok, tapi saya meminta kepada pihak terkait menggunakan tarif standar bawah,” katanya lagi.

    Ia menyebutkan bahwa bus ini nantinya akan beroperasi pukul 08.00 WIB pagi hingga pukul 20.00 WIB malam. “Yang terpenting kami akan memaksimalkan pelayanan ini untuk kepentingan masyarakat,” katanya lagi.

    Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung Ahmad Husna mengatakan pengoperasian bus bantuan Kemenhub ini diusahakan pada Januari 2019 mulai aktif melayani penumpang umum.

    Dia menjelaskan, pengoperasian bus ini menunggu proses surat menyurat serta pemasangan pelat nomor kendaraan oleh instansi berwenang untuk masing-masing bus. “Untuk yang mengoperasikan bus akan diambil dari Pemkot Bandarlampung, rencananya dua sopir dan 1 kondektur untuk setiap busnya,” katanya lagi. (antara)

  • Kemenhub Hentikan Sementara Proyek Pembangunan LRT dan Kereta Cepat

    Kemenhub Hentikan Sementara Proyek Pembangunan LRT dan Kereta Cepat

    Jakarta (SL) – Kementerian Perhubungan menghentikan sementara proyek pembangunan kereta ringan (LRT) Jabodetabek dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Penundaan dilakukan di area Jakarta-Cikampek (Japek), mulai dari kilometer 11 hingga 17.

    Kemacetan menjadi pemicu pemerintah menyetop sementara proyek ini. Alasan lainnya, seperti diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, waktu pengerjaan proyek lebih panjang dari target penyelesaian. Sekadar mengingatkan, target penyelesaian proyek LRT Jabodebek Tahap I adalah Mei 2019, yaitu jurusan Cawang-Dukung Atas, Cawang-Bekasi Timur, dan Cawang-Cibubur. Jurusan Cawang-Bekasi Timur merupakan bagian dari pembangunan proyek LRT yang melintasi rual tol Japek.

    Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menuturkan “pengerjaan proyek infrastruktur bernilai triliun-an rupiah bukan seperti menggoreng kacang yang bisa dihentikan secara tiba-tiba. Karena, kerugiannya akan berlipat-lipat”, ujarnya.

    Eko mencontohkan menyusun ulang jadwal pengerjaan proyek, bahan material yang terlanjur dipesan berpotensi nganggur, dan jadwal pengembalian investasi yang kemungkinan molor. Belum lagi, biaya pinjaman membengkak. “Bukan hanya aspek mereka yang sudah mengeluarkan uang harus berhitung dengan pengembalian investasinya, tapi juga ongkos yang lebih besar adalah image investasi Indonesia yang mahal,” katanya, Kamis (22/11).

    Berdasarkan catatan, nilai proyek LRT Jabodebek mencapai Rp29,9 triliun. Di antaranya Rp4,2 triliun dibiayai oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan Rp25,7 triliun dibiayai PT KAI (Persero). Untuk mengongkosi proyek tersebut, KAI dibantu oleh bank BUMN lewat kredit sindikasi sebesar Rp19,25 triliun.

    Sementara, pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga mengandalkan dari pinjaman bank. Untuk proyek ini, China Development Bank (CDB) mengucurkan dana 75 persen dari total nilai proyek yang diperkirakan mencapai US$6,07 miliar.

    Tak Konsisten

    Menurut Eko, penundaan proyek adalah bentuk ketidakkonsistenan pemerintah terhadap kepastian berinvestasi di dalam negeri. Padahal, baru-baru ini pemerintah berupaya mendongkrak investasi dengan berbagai cara, mulai dari insentif perpajakan hingga revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). “Di satu sisi, pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi DNI, tetapi ada kementerian yang menunda-nunda pekerjaan proyek ini. Ujung-ujung zero sum game. Orang siapa yang mau masuk?” ujarnya heran.

    Selain itu, ‘mengkambing-hitamkan’ kemacetan dianggap kurang wajar. Toh, kemacetan bisa diantisipasi dengan pengalihan jalur. “Mereka kan tahu arus kendaraannya berapa setiap hari. Kalau ada pembangunan itu, harusnya dampaknya sudah tahu,” imbuh dia.

    Hal senada juga disampaikan Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Penundaan pengerjaan proyek membuktikan kelemahan perencanaan dan pengawasan pemerintah.

    Bahkan, ia menyebut bahwa penundaan itu telah mencoreng wajah investasi di Tanah Air. Makanya, daripada membanjiri investor dengan beragam insentif, ia mengusulkan ada baiknya pemerintah konsisten dalam menerapkan kebijakan. “Karena, umumnya, investor melihat konsistensi kebijakan pemerintah,” katanya.

    Suara lain datang dari Bambang Haryo Soekartono, Anggota Komisi V DPR. Menurut dia, seharusnya pemerintah mendorong percepatan penyelesaian proyek. Bukan menunda. Sebab, penundaan berisiko terhadap kualitas material yang sudah kadung dipasang, termasuk risiko proyek mangkrak.

    Makanya, ia berniat memanggil Budi Karya untuk meminta penjelasan. “Banyak sekali proyek pemerintah yang ditunda. Kami juga perlu tahu penyebabnya apa, karena tidak punya uang, biaya yang membengkak, atau karena memang untuk mencegah macet,” jelasnya.

    Terkait hal itu, operatora proyek, yakni KCIC mengaku masih akan berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait pada pekan ini juga. Direktur Utama KCIC Chandra Dwiputra enggan berkomentar lebih banyak mengenai instruksi penundaan. “Kami belum tahu hasil koordinasinya seperti apa,” tandasnya.

    Direktur Keuangan Adhi Karya Entus Asnawi bilang sebetulnya pengerjaan proyek LRT ada di luar ruas tol. Sehingga, dampak kemacetannya kecil. Untuk itu, perwakilan perusahaan akan menemui Kemenhub untuk membahas kembali instruksi penundaan. (djitonews)

  • Jembatan Timbang “Punya” Kemenhub: Seberapa Greget Tak Ada Pungli?

    Jembatan Timbang “Punya” Kemenhub: Seberapa Greget Tak Ada Pungli?

    Oleh: Ahmad Saleh David Faranto.

    (Asisten Ombudsman R.I. Perwakilan Provinsi Lampung)

    Diantara tahun 2015-an, mobil angkutan barang dengan sumbu tertentu yang melintasi jalan nasional dari pintu gerbang Sumatera, tepatnya mulai dari pelabuhan Bakauheni Lampung Selatan hingga menuju ke Sumatera Selatan atau Bengkulu bisa diprediksi menyambangi jembatan timbang. Jembatan timbang dimaksud tersebar di tiga Kabupaten di Lampung, dua di Kabupaten Lampung Selatan, satu di Kabupaten Way Kanan, dan satu di Kabupaten Mesuji.

    Jumlah keseluruhannya ada empat jembatan timbang yang beroperasi di ruas jalan nasional. Beroperasinya jembatan timbang kala itu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung Cq.

    Dinas Perhubungan Provinsi Lampung (Dishub) melalui Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UUPKB) di masing masing lokasi jembatan timbang. UPPKB Penengahan dan Way Urang di Kabupaten Lampung Selatan, UPPKB Simpang Pematang di Kabupaten Mesuji, dan UPPKB Blambangan Umpu di Kabupaten Way Kanan.

    Berbekal Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang (Perda 5/2011), para petugas UPTD pada waktu itu melenggang menarik pungutan atas nama retribusi Pengawasan dan Pengendalian kepada setiap angkutan yang masuk jembatan timbang.

    Temuan Ombudsman Penarikan retribusi tersebut menurut cerita yang berkembang sudah sesuai dengan aturan. Hal ini seperti dikatakan juga oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung saat itu, Idrus Efendi, menanggapi publikasi temuan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung, tanggal 19 April 2016. Dimana, dalam publikasi tersebut Ombudsman memaparkan temuan atas dugaan pungutan liar (pungli) dalam penyelenggaraan Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang oleh pihak dinas tersebut.

    Temuan meliputi pada tiga hal. Pertama, dokumen menyangkut peraturan yang menjadi dasar beroperasinya jembatan timbang dan penarikan retribusi atas nama pengawasan dan pengendalian. Kedua, fakta di lapangan menyangkut pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang, seperti tempat pelaksanaan, praktek dan produk yang dikeluarkan. Ketiga, hasil pemeriksaan kepada pejabat dan pelaksanaan yang melakukan.

    Dari hasil temuan menunjukan, antaralain pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang melalui penerapan jembatan timbang oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung dilakukan di ruas jalan nasional. Padahal, Pemerintah Daerah dilarang melakukan pengoperasian dan perawatan alat penimbang secara tetap di ruas jalan nasional sebelum memperoleh penetapan dari Menteri Perhubungan. Dasarnya merujuk pada UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peratuan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Sementara mereka hanya mengikuti Perda 5/2011.

    Wajar saja jika Pemerintah Provinsi Lampung tidak mempunyai penetapan dari Menteri. Sebab, pihak pemerintah daerah setelah berlakunya UU 23/2014, justru diminta menyerahkan aset jembatan timbang yang ada di ruas jalan nasional kepada pemerintah pusat atau Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Artinya, setelah keluarnya UU 23/2014, pendataan dan penataan aset jembatan timbang yang ada di ruas jalan nasional harus dilakukan oleh Kemenhub guna persiapan untuk melaksanakan perintah undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan di sektor lainnya.

    Selama kurun waktu beroperasinya jembatan timbang pada tahun 2015, Ombudsman juga mencatat kalau pihak Dinas Perhubungan Provinsi Lampung telah memungut yang disebut sebagai retribusi dari pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang senilai kurang lebih Rp. 6,6 miliar. Sementara, dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bagi awak angkutan yang membawa barang berlebih atau menyalahi ketentuan dapat dilakukan penegakan hukum.

    Dengan kata lain, para pelanggar itu tidak dibebani yang namanya retribusi tetapi dapat dikenakan sanksi. Baik sanksi berupa denda atau sanksi berupa kurungan dari pengadilan.

    Beroperasinya jembatan timbang yang katanya sudah sesuai aturan dan enggan ditutup itu berakhir dengan dibatalkannya Perda 5/2011 oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Begitu juga dengan jembatan timbangnya turut ditutup dan dikembalikan kepada Menteri Perhubungan selaku pihak yang punya kewenangan.

    Jembatan Timbang “Punya” Kemenhub Kurang lebih tiga minggu yang lalu, sekitar tanggal 20 Oktober 2018, untuk pertama kalinya diumumkan ke publik bahwa pihak Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjenhubdar) secara resmi kembali mengoperasikan jembatan timbang di Provinsi Lampung. Pengoperasian ini bisa jadi juga ada di daerah lain di Indonesia.

    Berkaca dari pengalaman di atas terhadap beroperasinya jembatan timbang bagi kendaraan muatan barang dengan sumbu tertentu, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Terutama, penyelenggaraan yang dilakukan adalah bentuk pelayanan kepada publik di sektor perhubungan. Baik karena tugas atau misi dari Negara.

    Perhatian itu menyangkut jembatan timbang yang baru beroperasi, khususnya di Way Urang Lampung Selatan harus bersih dari pungli dan ramah pelayanan. Mengutip rilis yang dimuat olehokezone.com. 20/10/18, saat peresmian UPPKB Way Urang Lampung Selatan, Dirjenhubdar Budi Setiyadi mewakili Menteri Perhubungan, mengatakan jika jembatan timbang yang baru ini banyak filosofi, antara lain pertama, terang, banyak lampu dipasang diarea jembatan timbang. Kedua, akuntabel dan keterbukaan tercermin dari bangunan yang modern dan minimalis serta banyak kaca. Sehingga orang dari luar bisa melihat apa yang dilakukan oleh personel di dalam.

    Jika memperhatikan dua hal ini saja lantas kita berharap pelayanan penyelenggaraan jembatan timbang tersebut akan bersih dari pungli dan ramah pelayanan rasanya jauh sekali. Walaupun Dirjenhubdar mengatakan juga kalau ditempat jembatan timbang tersebut bukan untuk mencari
    uang tetapi untuk melakukan pengawasan.

    Upaya yang sudah dilakukan itu tentu kita hargai. Cuma perlu diingat bermodalkan fasilitas dan pernyataan saja tidak cukup.

    UPPKB Way Urang Lampung Selatan punya kewajiban untuk menyusun, menetapkan dan melaksanakan dengan patut standar pelayanan yang mudah diketahui atau dibaca di lingkungan pelayanan. Kewajiban ini sudah bukan barang baru, pihak Kemenhub sampai UPPKB bisa lihat dan baca Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

    Perhatian yang lain, adalah pengawasan angkutan muatan lebih tidak berujung dengan sanksi atau denda oleh UPPKB. Sanksi atau denda dapat diterapkan melalui putusan pengadilan, tapi ini bukan solusi karena dibangunnya gudang untuk menjawab sanksi tersebut. Sehingga, awak angkutan cukup dikenakan tarif penyimpanan muatan lebih dan diberikan pembinaan.

    Terakhir, semua tentu berharap praktek dari beroperasinya jembatan timbang di masa lalu seperti adanya pungli tidak terjadi lagi di jembatan timbang “punya” kemenhub dimana saja berada, termasuk di Way Urang Lampung Selatan.

    Pihak kemenhub melalui Dirjenhubdar boleh saja mengatakan dalam rilisnya praktek pengawasan dengan jembatan timbang yang kini dilakukan, diyakini tidak ada pungli, tapi pada prakteknya kita belum tahu apakah benar tidak ada, atau seberapa greget tak ada pungli? Dari pada kita penasaran yuk kita buktikan. ***