Tag: Kemenko Kemaritiman

  • Dorong Pemasaran Garam Tradisi, Kemenko Kemaritiman Cari Solusi

    Dorong Pemasaran Garam Tradisi, Kemenko Kemaritiman Cari Solusi

    Bali (SL) – Garam rakyat seolah identik dengan garam kualitas rendah hingga dihargai murah. Padahal, Indonesia memiliki tradisi pengolahan garam rakyat yang sangat istimewa. Indonesia memiliki ragam tradisi pengolahan garam dari laut hingga gunung.

    Diantaranya diketahui garam laut bali – Amed, Kusamba, Tejakula, Pemuteran yang juga dikenal dengan istilah garam artisan, garam gunung (mata air asin) yang diproduksi di Gunung Krayan, Kalimantan Utara, garam bledug kuwu sering disebut garam bleng yang berasal dari lumpur vulkanik di Grobogan, Jawa Tengah, hingga garam dari tanaman di Papua. “Semua diolah secara tradisional, dengan kearifan lokal” kata Asisten Deputi Bidang Sumberdaya Mineral dan Energi NonKonvensional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Amalyos Chan, “Bisa dikatakan ini adalah bagian dari budaya kita. Tradisi yang berlangsung turun-temurun.”

    Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggandeng Sekretariat Kabinet, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Pemerintah Daerah, serta pengusaha, investor dan asosiasi garam dalam Rapat Koordinasi Fasilitasi Perizinan Ekspor Produk Garam Artisan di Kuta, Bali 6-7 Desember 2018.

    Tantangan Pemasaran Garam

    Garam yang tidak diproses fortifikasi yodium ini tidak dapat diedarkan secara luas karena kebijakan pemerintah hanya mengakui garam beryodium sebagai garam konsumsi. Pada sisi yang lain, keunikan cara produksi telah membuahkan sertifikat Indikasi Geografis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia karena memiliki nilai dagang. Garam artisan dari Amed, Bali Utara telah memiliki Sertifikat Indikasi Geografis (IG).

    Kemenko Kemaritiman sebagaimana dipaparkan oleh Asisten Deputi Amalyos Chan menegaskan diperlukan pengecualian untuk garam seperti ini. “Karena dapat menjadi sumber pendapatan yang layak bagi petambak garam. Garam ini harganya bagus. Lebih mahal dari garam dapur biasa. Sudah ada permintaan dari segmen tertentu, misalnya untuk kebutuhan sajian gourmet, yang selama ini banyak masuk melalui impor, untuk kebutuhan khusus penderita penyakit auto imun dan autism yang membutuhkan garam organik. Serta ini bisa menjaga tradisi pembuatan garam yang ternyata berkualitas baik.” Asdep Amalyos menambahkan, “Celah pasar ini, sebaiknya diisi oleh garam produksi dalam negeri, menjaga kearifan lokal, daripada diisi oleh produk impor”

    Asdep Amalyos yakin celah pasar untuk garam seperti garam artisan Bali ini bukan untuk masyarakat luas, melainkan untuk segmen tertentu. Garam Artisan (Specialty) dihasilkan dengan teknik khusus yang lebih rumit dan memiliki kekhasan rasa dan oleh karenanya memiliki harga jual yang jauh lebih baik dibanding garam meja biasa.

    Sehingga tidak akan masuk ke segmen pasar bawah dimana asupan yodium tambahan masih diperlukan. Hanya konsumen yang memahami dan memerlukan karakter dari Garam Artisan yang akan membeli garam tersebut, bukan masyarakat luas. “Jika pasokan garam tidak dipenuhi dalam negeri, maka akan dipasok dari luar, termasuk proses (hand carry) , dan menghilangkan kesempatan perajin garam lokal mendapatkan manfaat dari permintaan garam khusus ini.”

    Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Buleleng dalam rapat koordinasi ini diwakili oleh A.Manaf menjelaskan meskipun Bali Utara bukanlah sentra produksi garam nasional melainkan sebagai daerah penyangga garam garam nasional. Dalam rangka mendorong usaha pergaraman, telah dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi tambak garam dan diversifikasi produk, termasuk produk non pangan seperti garam mandi dan garam spa.

    Sebagai daerah penyangga, petambak harus kreatif mencari segmen pasar yang sesuai dengan produk garam yang dihasilkan. Garam tradisi tidak diproduksi secara massal, karena unik dan tidak ada ditempat lain, maka garam ini juga sering dijadikan souvenir oleh wisatawan. Untuk proses produksinya, di daerah seperti Tejakula, Bali Utara masih digunakan tinjungan dan palungan, sebelum proses kristalisasi di rumah kaca.

    Garam yang dihasilkan berupa kristal garam berbentuk prisma dan sangat bersih. Sebagian diolah menjadi bumbu rempah organik dengan tambahan kunyit, teleng, merica dan lain-lain, serta diolah menjadi produk non pangan. “Semuanya organik,tidak pakai essence. Tapi karena produk ini tidak awet, kami hanya membuatnya berdasarkan pesanan.” Jelas Wayan Kanten dari Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) Uyah Buleleng yang juga hadir dalam rakor. Wayan Kanten berharap produknya selain diekspor dapat dipasarkan juga di Indonesia, “Kami berharap ada pengecualian izin edar untuk garam kami ini. Agar anggota kami bisa lebih sejahtera”

    Sementara garam bleng yang dibuat dari mineral garam bledug kuwu, Grobogan, Jawa Tengah selain dimanfaatkan masyarakat sebagai garam konsumsi tradisional, juga menjadi souvenir wisatawan yang berkunjung ke bledug kuwu.

    Rapat Koordinasi ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang disarikan dari masukan perwakilan Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah. “Rekomendasi ini akan dilaporkan kepada Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa dan Menko Kemaritiman. Serta akan dijadikan bahan rapat koordinasi pemerintah pusat di Jakarta,”tutup Asdep Amalyos. (lsn)

  • Kemenko Kemaritiman Gandeng SMSI Canangkan Jurnalisme Kemaritiman

    Kemenko Kemaritiman Gandeng SMSI Canangkan Jurnalisme Kemaritiman

    Jakarta (SL) – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat untuk kedua kalinya melaksanakan lawatan ke kementerian kemaritiman, setelah sukses pada lawatan sebelumnya dengan agenda safari digital, pada lawatan kali ini mengusulkan Focus group Discussion (FGD) jurnalisme kemaritiman, kunjungan SMSI tersebut disambut oleh Staf Ahli Kemenko Kemaritiman Atmadji Sumarkidjo di Gedung Kementerian Koordinator Kemaritiman Jl. M.H. Thamrin No.8, Menteng, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (06/12/2018).

    Diawali dengan pembahasan tentang eksistensi media cetak yang berhadapan dengan media elektronik terutama digital yang terdapat dibeberapa negara eropa dewasa ini, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai beberapa agenda tentang pers dan kemaritiman. Hadir pada kesempatan tersebut Agus Sudibyo Anggota Dewan Penaseha SMSI Pusat, Rasyid Muhammad, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama, Rajab Ritonga Mantan Direktur Pemberitaan Antara, dan Julherman Kepala Sekretariat SMSI.

    Agus Sudibyo mengatakan indonesia adalah negeri maritime, namun potensi kemaritiman tersebut belum tergali secara optimal terutama dikalangan jurnalis. “Sekarang kan sudah eranya jurnalisme spesifistik seperti jurnalistik ekonomi, politik, sosial, , maka tidak salah jika kita mengusulkan tentang jurnalisme kemaritiman,” ujarnya.

    Atmadji Sumarkidjo juga menambahkan usulan tersebut sangat relevan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden tentang kemaritiman yang kemudian hari diamine oleh menko kemaritiman tentang perhatiannya terhadap kelautan. “Harapan saya sebenarnya ingin mendorong SMSI untuk terlebih dahulu menggodok tentang terma jurnalisme kemaritiman sampai kepada hal tekhnis pelaksanaannya sehingga bisa ditindak lanjuti lebih jauh,” terang Atmadji yang juga pernah menjadi seorang jurnalis itu.

    Lebih jauh agus menambahkan pada tahap awal akan dilaksanakan beberapa kegiatan seperti seminar perencanaan jurnalisme kemaritiman, FGD penyusunan kurikulum jurnalisme kemaritiman, seri pelatihan jurnalisme kemaritiman, dan penyusunan buku jurnalisme kemaritiman. “Kita ingin mendorong agar para jurnalis tidak hanya memberitakan hal yang bersifat momentum dari beberapa kasus saja, akan tetapi bersifat kantinu sehingga penggalian potensi kemaritiman dapat diangkat dan dilirik oleh banyak orang,” tutup Agus. (rls)