Tag: Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

  • Tingkatkan Kemitraan dengan Ormas, Kemendagri Gelar Isu-Isu Strategis Bidang Keormasan

    Tingkatkan Kemitraan dengan Ormas, Kemendagri Gelar Isu-Isu Strategis Bidang Keormasan

    Jakarta (SL) – Banyaknya jumlah ormas di Indonesia saat ini merupakan potensi yang sangat strategis bagi percepatan prgoram-program pembangunan. Kuantitas keberadaan Ormas yang sangat banyak tersebut bisa mitra pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan dan pembangunan nasional.

    Karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas kemitraan pemerintah dengan ormas, Kemendagri menggelar kegiatan “Komunikasi Sosial Kemasyarakatan dan Pembahasan Isu-Isu Strategis bidang Keormasan”  di Auditorium BPSDM Kemendagi di Jalan Raya Kalibata, Jakarta, Sabtu (29/9/2018).

    Menurut Direktur Keormasan Kemendagri, Lutfi, kegiatan “Komunikasi Sosial Kemasyarakatan dan Pembahasan Isu-Isu Strategis bidang Keormasan” ini  dilakukan karena ormas  diakui pemerintah telah menjadi potensi pembangunan bangsa yang strategis, sebagai mitra pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan dan pembangunan nasional.

    Kemendagri mencatat hingga kini jumlah Ormas yang terdaftar pada pemerintah tanggal 24 September 2019 adalah sebanyak 391 ribu 734 Ormas.

    Dia menjelaskan, sebagaimana amanat Pasal 40 Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan bahwa pemerintah dapat memberdayakan ormas melalui fasilitas kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

    Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen politik dan pemerintah umum melakukan pemberdayaan salah satunya adalah melalui pelaksanaan kegiatan penahan kegiatan komunikasi sosial kemasyarakatan dan pembahasan isu-isu strategis bidang keormasan.

    Lutfi menambahkan, kegiatan ini juga dilaksanakan dalam rangka menjalin komunikasi dan koordinasi dalam sebuah forum pertemuan yang diharapkan dapat mengatasi berbagai isu isu strategis bidang keormasan mana tadi dengan melibatkan stakeholder terkait baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat yang berhimpun dalam sebuah organisasi kemasyarakatan ormas.

    Adapun output atau hasil yang ingin dicapai dari Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi Sosial Kemasyarakatan dan Pembahasan Isu-Isu Strategis bidang Keormasan” ini adalah sebagai berikut:

    Pertama, terjadinya relasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan ormas sebagai Mitra strategis dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pencapaian tujuan nasional saran masukan sebagai alternatif solusi pemecahan masalah terkait isi isu strategis bidang kemasan

    Kedua, terwujudnya penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas SDM ormas melalui forum forum pertemuan yang positif

    Ketiga, tersosialisasikannya regulasi dan arah kebijakan penataan Ormas.

    Lutfi menuturkan, peserta kegiatan ini berjumlah 100 orang yang terdiri dari unsur organisasi kemasyarakatan.  Adapun pemateri yaiatu Menteri Dalam Negeri RI, Tjahyo Kumulo, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Sudarmo, Direktur Organisasi Kemasyarakatan Ditjen Politik dan Pemerintah Umum, Lutfi, praktisi atau tokoh Ormas. (kesbang.com)

  • Mendagri Keluarkan Edaran Baru untuk Pecat 2.357 PNS Koruptor

    Mendagri Keluarkan Edaran Baru untuk Pecat 2.357 PNS Koruptor

    Jakarta (SL)- Kementerian Dalam Negeri (‎Kemendagri) mengeluarkan surat edaran baru yang berisikan pemecatan untuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (tipikor).

    Surat tersebut diterbitkan dan ditanda tangani oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada 10 September 2018 yang ditujukan untuk seluruh Bupati dan Wali Kota di seluruh Indonesia dengan nomor surat edaran 180/6867/SJ.

    Dalam surat edaran tersebut, tertulis bahwa tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime, dengan demikian korupsi merupakan kejahatan yang pemberantasannyaharus dilakukan secara luar biasa dan sanksi yang tegas bagi yang melakukan khususnya dalam hal ini Apartur Sipil Negara, untuk memberikan efek jera.

    Kemudian, poin kedua surat tersebut bertuliskan memberhentikan dengan tidak hormat Aparatur Sipil Negara yang melakukan tindak pidana korupsi dan telah mendapatkan putusan Pengadilan Negeri yang berkekuatan hukum tetap/inkracht sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    KOR

    Selanjutnya, dengan terbitnya surat edaran itu, maka surat edaran lama nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Demikian surat edaran yang diterbitkan oleh Kemendagri.

    Menanggapi terbitnya surat edaran baru tersebut, KPK mengapresiasi Kemendagri. KPK berharap surat edaran dari Kemendagri tersebut dapat dilaksanakan oleh para kepala daerah yakni dengan memecat 2.357 PNS yang terbukti korupsi.

    “Kami apresiasi penerbitan SE Mendagri tersebut yang secara paralel seharusnya dipatuhi oleh para kepala daerah selaku PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian),” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Kamis (13/9/2018).

    ‎Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sendiri telah memblokir 2.357 PNS koruptor yang masih aktif. Namun, 2357 PNS koruptor tersebut belum dipecat dan‎ masih menerima gaji dari negara.

    Pemecatan terhadap PNS koruptor sendiri merupakan tanggung jawab kementerian atau kepala daerah masing-masing dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).‎ Hal itu, untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar.

    Dari data BKN yang diperoleh KPK, ada 14 daerah yang mencetak banyak PNS korupsi. 14 daerah tersebut yakni, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Jakarta, Medan, Palembang, Banjarmasin, Jayapura, Denpasar, Manado, Pekanbaru, Banda Aceh‎, dan Manokwari.

    BKN sendiri mengungkapkan, dari 14 daerah tersebut, total ada 2357 PNS yang terlibat korupsi dan masih aktif.‎ Sedangkan PNS yang telah dipecat atau diberhentikan secara tidak hormat hanya sekira 317 orang. (Okezonenews)

  • Tjahjo Kumolo : Paling Enak Zaman Soeharto?

    Tjahjo Kumolo : Paling Enak Zaman Soeharto?

    Jakarta (SL) – Paling enak zaman Soeharto. Dulu, kalau membahas undang-undang dan tidak ada titik temu di antara fraksi, tinggal menghadap Soeharto. Apa pun kata pak Harto, ya semua ikut. Tidak ada yang berani membantah Pak Harto,” sebut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, saat menjadi pembicara pembuka dalam Seminar PPRA LVII Lemhannas RI, Kamis (13/9) di Gedung Lemhannas RI Jakarta.

    Tjahjo menyampaikan hal itu bukan berarti ingin mengajak kembali ke era itu, namun hanya untuk membandingkan betapa dinamika politik saat ini sangat berbeda jauh dengan kondisi di era orde baru tersebut. Dalam seminar berjudul “Penataan Partai Politik untuk Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia” itu, Mendagri menggambarkan betapa dinamika demokrasi di Indonesia begitu pesat. Mendagri berharap seminar ini bisa melahirkan pemikiran bagaimana membangun sistem pemerintahan presidensial yang lebih efektif dan efisien.

    Menurutnya, tema seminar ini memerlukan perenungan sangat dalam. “Zaman dulu, yang selalu menjadi rujukan adalah seminar TNI AD, sebagai proses konsolidasi di era Soeharto. Sementara Lemhannas dibentuk di era Bung Karno diharapkan mampu melahirkan calon pimpinan yang punya wawasan komperhensif dan integral. Tapi juga tergantung garis tangan,” sebut Tjahjo yang juga pernah menempuh pendidikan di Lemhannas tersebut.

    Membangun sistem tata kelola pemerintahan dan politik tidak mudah. Semua harus mencermati gelagat atau format yang tepat untuk demokrasi, misalnya di Papua. “Antara Lemhannas, Wantannas, LIPI. Forum Rektor, hingga perguruan tinggi, tidak ada kesimpulan yang sama. Apalagi bicara sistem pemerintahan,” bebernya.
    Contoh lain, keinginan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang berharap Angkatan Laut bisa berada di bawah kendalinya, supaya bisa menembak kapal pencuri ikan. Hal tersebut tentunya tidak bisa dilakukan. Sebab harus ada sistem pemerintahan yang jelas dan tegas.

    Sementara itu, Pilkada serentak di Indonesia menurut Tjahjo sudah berjalan dengan baik dan aman. “Meski sempat ada pernak-pernik misalnya di Kalimantan Utara juga Kalimantan Tengah,” katanya. Ia menyampaikan, penduduk di Kaltara hanya 800 ribu, sementara pemilih tidak sampai sampai 400 ribu. Masih kalah dengan penduduk Kabupaten Bogor 2 juta penduduk, namun dinamika politiknya juga tinggi. Begitu juga dinamika politik daerah lain. Semuanya, menurut Mendagri adalah hal lumrah.

    Ia juga menggambarkan, di masa lalu bahkan perolehan suara 3 partai, bisa diatur sejak setahun sebelum Pemilu. Saat ini, di era reformasi, dinamika politik Indonesia pun tak kalah menarik, ketika calon tunggal kalah dengan kotak kosong. “Apresiasi buat TNI dan Polri yang bisa mengawal Pemilu dengan damai. Di pelosok dan ujung pulau pun aman,” katanya.

    Dikatakan, partisipasi politik masyarakat saat ini meningkat menjadi 74 persen. Harapannya dalam pemilihan presiden 2019 mendatang partisipasi politik masyarakat juga ada peningkatan. “Amerika, Australia dan Singapura masih rendah. Indonesia sudah lebih tinggi sejak dilakukan pilkada serentak,” katanya.

    Tjahjo juga mengajak masyarakat untuk menolak politik uang, apa pun bentuknya. “Walau ngga bisa dibuktikan. Semua calon lebih baik adu konsep dan adu gagasan. Tidak saling hujat,” sambungnya. Dijelaskan, sistem deteksi dini saat ini perlu semakin digerakkan di Indonesia dengan baik dalam rangka keutuhan negara ini.

    “Pileg dan pilpres saya yakin aman saja. Ribut di media sosial itu biasa. Sekat partai tidak ada. Sekat fraksi pun tidak ada. Makanya sampai ada korupsi berjamaah. Namun deteksi dini tetap harus dilakukan,” bebernya.

    Gubernur Lemhannas Letjen (purn) Agus Widjojo menyampaikan, seminar ini sebagai salah satu sumbangsih pemikiran peserta PPRA LVII untuk bangsa dan negara. “Semoga ada hal baru, pemikiran baru, yang bisa diberikan terkait penataan partai politik,” sebutnya. (red)

  • Kemendagri Susun Rencana Untuk Pelantikan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2018 Termasuk Lampung

    Kemendagri Susun Rencana Untuk Pelantikan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2018 Termasuk Lampung

    Jakarta (SL) – Pelantikan Pasangan Gubernur Lampung Arinal-Nunik, dijadwalkan bersamaan dengan pelantikan Pasangan Gubernur Jawa Timur, tahun depan, sesuai dengan habis masa prioode sebelumnya. Sementara untuk daerah lain, pelantikan akan dipercepat mulai pertengahan September 2018. Jadwal sedang disusun Kemedagri.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan pihaknya telah menyusun rencana pelantikan kepala daerah hasil dari Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) 2018. Kemendagri mendasarkan pelantikan kepala daerah terpilih sesuai dengan ketentuan peraturan berlaku.

    Hal itu disampaikan Tjahjo usai mengikuti Rapat Kabinet Paripurna mengenai Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2019 di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (7/8/2018).

    Rapat Kabinet dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo dan berlangsung secara tertutup. Hadir seluruh menteri Kabinet Kerja dan para kepala lembaga non kementerian. “Sudah kita susun tapi secara prinsip sebagaimana ketentuan Undang-Undang. Masa jabatan kepala daerah, baik gubernur, bupati, walikota tidak boleh dikurangi satu hari atau ditambah satu hari,” terang Tjahjo.

    Mengenai penjadwalan pelantikan, Mendagri menyebut dua pasangan gubernur-wakil gubernur terpilih yakni Propinsi Lampung dan Propinsi Jawa Timur akan dilantik tahun depan. Namun demikian, untuk daerah lain dimungkinkan pelantikan tercepat bisa dilakukan mulai pertengahan bulan September 2018. “Mudah-mudahan (mulai) pertengahan bulan depan,” jelas Tjahjo dikutip rilis Puspen Kemendagri.

    Secara keseluruhan, pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2019 dibagi dalam tiga tahap. Terkait hal itu pula, Kemendagri pekan depan rencananya akan menyerahkan jadwal dan rencana pelantikan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. “Minggu depan akan (kami) serahkan ke Pak Mensetneg, nanti menyesuaikan dengan Bapak Presiden untuk gubernur. Untuk bupati/walikota serentak nanti dilaksanakan oleh gubernur setelah dilantik,”kata Tjahjo Kumolo. (red/nt/jun)

  • Timnas PK Upaya Menyatukan Perang Melawan Korupsi

    Timnas PK Upaya Menyatukan Perang Melawan Korupsi

    Jakarta (SL) – Pemerintah membentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK). Tim ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018. Kementerian Dalam Negeri menyambut baik dan mendukung penuh pembentukan tim tersebut.

    Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Jumat (27/7). Menurut Tjahjo, pembentukan Timnas PK merupakan upaya kolaborasi pencegahan korupsi oleh KPK, Kemendagri, Bappenas, Menpan dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang selama ini seolah berjalan sendiri-sendiri.

    “Hadirnya Timnas PK penting agar aksi-aksi pencegahan korupsi saat ini bisa lebih efektif,” katanya.

    Tjahjo menambahkan, dulu dikenal Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (RAD PPK) yang diinisiasi oleh Bappenas. Kemudian ada juga program reformasi birokrasi yang digulirkan oleh Menpan.

    Dan ada Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) oleh Kemendagri. Juga ada Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) yang dilakukan KPK. Tapi masing-masing jalan sendiri-sendiri.

    “Nah hadirnya Timnas PK akan menyatukan seluruh aksi ini,” katanya.

    Kata Tjahjo, upaya pencegahan korupsi yang dilakukan Kemendagri selama ini akan dimasukkan menjadi Aksi Pencegahan Korupsi dalam Timnas PK. Ini sesuai dengan Permendagri Nomor 35 Tahun 2018.

    Dengan begitu kedepan pencegahan korupsi diarahkan pada perencanaan dan penganggaran, perjalanan dinas, hibah bansos, pendapatan daerah dan pengadaan barang dan jasa plus perizinan.

    “Semua upaya-upaya yang sedang berjalan seperi integrasi e-planning dan e-budgeting, PTSP ke depan akan disupervisi oleh KPK melalui Timas PK.
    Apabila ditanya berarti upaya pencegahan Kemendagri selama ini belum efektif, sehingga perlu Timnas PK, tergantung indikatornya apa, kalau rumah besarnya akuntabilitas dan tata kelola Pemda, Binwas Kemendagri sangat efektif seperti membaiknya opini WTP BPK, SPIP, e-government dan lain-lain,” urai Menteri Tjahjo.

    Tjahjo optimistis dengan hadirnya Perpres Nomor 54 Tahun 2018. Karena dengan itu seluruh energi yang ada bisa disatukan untuk bersama-sama melawan korupsi. Pencegahan dan pemberantasan korupsi merupakan komitmen pemerintah di bawah Presiden Jokowi yang bertekad menguatkan lembaga KPK. “Khususnya pencegahannya,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, selama ini Kemendagri juga telah melakukan pembinaan aparatur di lingkungan kementerian dan aparat Pemda. Pembinaan dilakukan melalui diklat-diklat, bimbingan teknis dan pengembangan kompetensi anti korupsi. Pembinaan dilaksanakan oleh BPSDM dan IPDN.

    “Pembinaan menitikberatkan pada penguatan materi perubahan pola pikir anti korupsi, wawasan dan perilaku serta integritas aparatur yang menjauhkan diri perilaku dan tindakan yang koruptif,” katanya.

    Kata Bahtiar, Mendagri sendiri dalam berbagai forum dan kesempatan tak pernah bosan mengingatkan tentang pentingnya perubahan pola pikir dan perilaku aparat. ” Dan beliau selalu ingatkan area rawan korupsi yang wajib dihindari dan dicegah,” ujarnya. (rls)

  • DPR RI Hearing Dengan Penyelenggara Pilkada Bersama Menkumham Dan Kemendagri Terkait Caleg Koruptor

    DPR RI Hearing Dengan Penyelenggara Pilkada Bersama Menkumham Dan Kemendagri Terkait Caleg Koruptor

    Jakarta (SL) – Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan pertemuan KPU, Bawaslu, Menkumham, Kemendagri, dan Kejagung hanya untuk meminta penjelasan PKPU mengenai larangan caleg koruptor dalam pemilu 2019.

    “DPR hanya memberikan catatan jika PKPU itu melanggar UU. Bahwa seseorang tidak boleh di hukum dua kali. Kalau dia sudah pernah di hukum kemudian di hukum lagi secara politik bagaimana?” tegas Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/7).

    Menurut politisi Golkar itu, dalam UUD 1945, negara menjamin hal dasar warganya untuk dipilih dan memilih. Ketentuan tersebut bisa dicabut hanya melalui keputusan pengadilan yang mencabut hak politik seseorang.

    “Jadi, itulah beberapa catatan yang akan kita konsultasikan, karena bagi DPR ini adalah menjadi preseden buruk bagi perjalan bangsa ini ke depan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berpendapat, sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa KPU memang memiliki kemandirian dalam membuat PKPU. Sehingga, sah saja katanya, jika memang KPU menghendaki untuk melarang mantan napi koruptor menjadi caleg.

    Hanya saja lanjut politisi PDIP itu, jika ada pihak-pihak yang tak sepakat dengan ketentuan tersebut silakan gugat ke Mahkamah Agung (MA). Dimana ada mekanisme hukum yang diberikan negara untuk menggugat PKPU.

    Pada dasarnya pakta integritas kata Tjahjo, adalah komitmen dari seluruh partai politik untuk mencalonkan kader terbaiknya. “Jadi, kalau ada pakta integritas. Kalau saya pengalaman jadi sekjen partai tidak ada yang mantan-mantan napi itu dicalonkan. Nggak ada. Inikan hanya mengingatkan kembali,” pungkasnya. (Lintaslpg)

  • Kemendagri Tegaskan Tidak Ada Pencopotan Plt Bupati Lampung Utara

    Kemendagri Tegaskan Tidak Ada Pencopotan Plt Bupati Lampung Utara

    Jakarta (SL) – Pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) angkat bicara soal adanya pemberitaan pencopotan Pelaksana Tugas Bupati Lampung Utara yang sedang dijabat oleh Wakil Bupati Lampung Utara, Sri Widodo.

    Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik yang dikutip dari kemendagri.go.id, menyebutkan bahwa yang terjadi di Lampung Utara, bukan pencopotan, tapi pengalihan jabatan.

    Selain itu juga dijelaskan oleh Akmal, Wakil Bupati diberhentikan dari posisinya sebagai Plt Bupati Lampung Utara. Bukan diberhentikan dari jabatannya sebagai Wakil Bupati. Sri Widodo dikembalikan ke posisinya sebagai Wakil Bupati. Tapi untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-sehari sementara di jalankan oleh Pelaksana Harian (Plh) yang dijabat Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara. Dan Plh pun hanya bertugas selama dua hari saja. Sebab pada tanggal 23 Juni, Bupati Lampung Utara definitif yang sedang non aktif kembali aktif.

    “Tidak ada pencopotan terhadap Plt Bupati Lampung Utara. Yang terjadi adalah pengalihan jabatan Plt Bupati Lampung Utara dari Wakil Bupati Lampung Utara kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara,” kata Akmal di Jakarta, Jumat (22/6).

    Menurut Akmal, Sekda Lampung Utara yang kemudian ditunjuk sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati Lampung Utara. Sekda Lampung Utara akan menjadi Plh sampai dengan aktifnya Bupati Lampung Utara definitif. Seperti diketahui Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, non aktif karena sedang menjalani cuti di luar tanggung negara. Agung cuti sebagai bupati, karena ikut Pilkada.

    “Sekda jadi Plh Sampai dengan Bupati Lampung Utara definitif yang per tanggal 23 Juni selesai menjalani cuti di luar tanggungan negara karena Cuti kampanye,” kata Akmal.

    Menurut Akmal, Sekda menjadi Plh Bupati sampai tanggal 23 Juni. Sekda ditunjuk jadi Plh agar efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Lampung Utara tak terganggu. Mengenai kenapa ada pengalihan jabatan Plt ke Plh, kata Akmal, karena memang ada beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah kondisi kesehatan Wakil Bupati yang tengah sakit.

    “Selain memang karena ada polemik mutasi di internal Pemkab Lampung Utara, serta untuk menjaga kondusifnya birokrasi di Lampung Utara. Itu yamh menjadi dasar keputusan Kemendagri ini (mengalihkan jabatan Plt ke Plh),” kata Akmal. (BM/Puspen Kemendagri/RH)

  • MOU Mendagri, Jaksa dan Polri Berpotensi Hambat Kerja APH

    MOU Mendagri, Jaksa dan Polri Berpotensi Hambat Kerja APH

    Jakarta (SL) – Pengajar ilmu hukum di Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, dan Kejaksaan, berpotensi menghambat kerja Aparat Penegak Hukum (APH).

    Sebab, kewenangan kepolisian maupun kejaksaan dalam mengusut perkara yang melibatkan pejabat daerah akan disaring lebih dahulu oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). “Saya kira akan menimbulkan konflik hukum,” kata Chudry, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/3).

    Diketahui, tiga Kementerian/Lembaga tersebut sudah menyepakati MoU tentang koordinasi antara APIP dengan APH dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang terindikasi tindak pidana korupsi di pemerintahan daerah.

    Dengan adanya MoU tersebut, maka setiap laporan dari masyarakat tidak langsung ditindaklanjuti oleh APH. Kasus itu akan lebih dulu diperiksa oleh APIP.

    Tujuannya, untuk memastikan apakah laporan tersebut benar-benar berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi, atau hanya sebatas perkara kesalahan administrasi semata.

    Dalam menangani sebuah kasus, lanjut Chudry, kepolisian maupun kejaksaan tentunya telah mengumpulkan berbagai laporan dan bukti, sehingga tidak asal dalam memproses perkara. Dengan kesepakatan itu, APH tidak bisa menindaklanjuti laporan dan bukti yang ada. “Misalnya kejaksaan melihat ada indikasi [korupsi], mau menahan, tapi karena ada MoU enggak bisa. Sama juga dengan kepolisian. Saya kira akan menimbulkan masalah dalam praktiknya,” imbuhnya.

    Ia menganggap MoU tersebut justru menimbulkan kesan adanya upaya perlindungan terhadap para pejabat daerah. “Kan kalau dibawa ke kejaksaan atau kepolisian kan ketahuan, jadi transparan, ketahuan apakah ini sesuai dengan ketentuan adminstrasi atau enggak,” tambahnya.

    Saat ditanya soal kemungkinan keberadaan upaya Kemendagri untuk menutupi kegagalan tugasnya dalam melakukan pembinaan terhadap aparatur negara, dia tak membantahnya. “Bisa dibilang begitu, yang saya katakan tadi pembinaan di bawah inspektorat berarti selama ini fungsi enggak jalan,” ujarnya.

    Diketahui, Mendagri memiliki tugas untuk melakukan pembinaan terhadap para pejabat daerah dalam proses pengelolaan keuangan daerah.

    Hal itu tertuang dalam pasal 129 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelola Keuangan Daerah. Bahwa, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

    Tapi pembinaan itu seperti tak berjalan dengan baik. Sebab pada kenyataannya, banyak kepala daerah yang ditangkap oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi.

    Senada, koordinator divisi hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menyebut salah satu kejanggalan dalam MoU tersebut adalah kewenangan APIP untuk memeriksa dan menentukan laporan dari masyarakat merupakan kesalahan administrasi atau tindak pidana korupsi.

    Padahal, menurut Lalola, jika sudah ada tindak pidana maka yang bersangkutan juga pasti sudah melakukan kesalahan atau pelanggaran administrasi. “Jadi logika berpikirnya terbalik,” cetus Lalola.

    Berpotensi Tabrak UU Tipikor

    MoU tersebut mengatur bahwa laporan atau aduan yang bersifat administrasi yang ditemukan oleh APH akan ditangani oleh APIP.

    Kriteria kesalahan administrasi itu dijelaskan dalam pasal 7 ayat (5) MoU tersebut. Yakni, tidak terdapat kerugian negara/daerah; terdapat kerugian namun telah diproses melalui tuntutan ganti rugi paling lambat 60 hari sejak laporan pemeriksaan diterima pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK.

    Selain itu, termasuk kesalahan administrasi jika itu bagian dari diskresi dan penyelenggaraan administrasi pemerintah sepanjang sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.

    Chudry pun menilai aturan dalam MoU tersebut berpotensi menabrak Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

    Pada intinya, pasal itu mengatur setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan negara, dapat dipidana. “Penyelahgunaan wewenang itu karena kesalahan administrasi, kecuali kekurangan administrasi,” jelas Chudry.

    Menurutnya, pihak yang sudah dicurigai melakukan tindak pidana korupsi atau menyalahgunakan wewenang seharusnya bisa langsung dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh APH. “UU Tipikor, kalau penyalahgunaan wewenang ya bisa kena,” imbuhnya.

    Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Arief M Edie, pada Kamis (1/3), menjamin perjanjian kerja sama tersebut bukan merupakan bentuk intervensi APIP terhadap kewenangan APH. “Kalau itu sudah jelas diduga tindak pidana korupsi dilaporkan sekian miliar ya kita pasti tindak lanjuti,” katanya.

    Arief mengatakan pemeriksaan oleh APIP dilakukan untuk memastikan keberadaan korupsi atau kesalahan administrasi semata. Prinsipnya, MoU tersebut merupakan pra-penegakan hukum. “Koordinasi awal APIP dan APH karena di situ misalnya ada pemeriksaan BPK ditemukan bayar kurang Rp5 juta apa kurang Rp50 juta atau kelebihan bayar itu kan secara administrasi. Nah, itu diselesaikan di 60 hari masa kerja setelah temuan BPK diupload,” tutur dia. (cnn)

  • Selasa ini, Mendagri Tjahyo Kumolo Sampaikan Materi Tentang Pancasila dan Kebhinekaan di Unila

    Selasa ini, Mendagri Tjahyo Kumolo Sampaikan Materi Tentang Pancasila dan Kebhinekaan di Unila

    Lampung Selatan (SL) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo akan menyampaikan materi tentang Pancasila, kebhinekaan dan toleransi dalam seminar yang akan diselenggarakan di Ruang Sidang Rektorat Unila, Selasa (5/6/2018).

    Mendagri juga akan menyaksikan Deklarasi Kampus Anti Terorisme bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UKBM Unila tahun 2018.

    Pjs. Gubernur Lampung Didik Suprayitno akan hadir pada acara tersebut mendampingi Mendagri dalam menyampaikan materi pancasila dan kebhinekaan di unila. Diharapkan materi yang di sampaikan mendagri bisa di terima mahasiswa unila.

    Sebelumnya, Pjs. Gubernur Didik menjemput Mendagri di Bandara Radin Inten II, Branti Raya, Natar, Senin (4/6/2018) Sore.

    Turut serta dalam penjemputan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo Kepala Biro Pemerintahan dan Otda Setda Provinsi Lampung Chandri. (Humas Prov)

  • Kota Metro Raih Penghargaan Penyelenggaraan Pemerintah Dari Kemendagri

    Kota Metro Raih Penghargaan Penyelenggaraan Pemerintah Dari Kemendagri

    Metro (SL) – Pemerintah Kota Metro meraih penghargaan atas penilaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dari Kementerian Dalam Negeri RI. Penghargaan tersebut diterima pada tanggal 25 April 2018 yang lalu pada acara Malam Apresiasi Penyelenggaraan Pemerintah di Hotel Sultan Jakarta, yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo dan Gubernur serta Bupati serta Walikota yang dinilai berprestasi. Dalam acara yang merupakan rangkaian Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-22 Tahun 2018 tersebut, Kota Metro memperoleh penghargaan dengan status sangat tinggi, yaitu bintang dua dengan nilai 3,2889 dan menempati urutan ke-17 dari 93 Kota seluruh Indonesia.

    Walikota Metro, Hi. A. Pairin, S.Sos, menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Metro sangat bersyukur atas diterimanya penghargaan tersebut. Walikota juga menyampaikan bahwa penghargaan tersebut pada hakekatnya bukan merupakan prestasi Walikota, Wakil Walikota atau Sekretaris Daerah saja, namun juga merupakan prestasi dari seluruh jajaran aparatur Pemerintah Kota Metro. Untuk itu dirinya menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada segenap jajaran Aparatur Sipil Negara serta berbagai pihak yang telah mendukung kelancaran pembangunan serta pemerintahan di Kota Metro selama ini, katanya.

    Penghargaan tersebut diberikan kepada Pemerintah Kota Metro yang dinilai telah memenuhi kewajiban dengan tepat waktu dalam penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah Pusat melalui Gubernur. Penilaian mencakup capaian kinerja penyelengaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan tugas pembantuan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. LPPD digunakan sebagai bahan evaluasi dan pembinaan oleh Pemerintah Pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang wajib disampaikan setiap tahun, paling lambat 3 bulan setelah Tahun Anggaran berakhir.

    Kepala Bagian Pemerintahan Setda Kota Metro, Deddy Hasmara, S.STP, MH. menyatakan bahwa ada sekitar 700 indikator yang digunakan dalam penilaian tersebut, yang juga harus didukung dengan data-data yang valid. Penilaian juga dilakukan melalui beberapa tahapan, dimana untuk evaluasi awal dilakukan oleh Tim Daerah yang terdiri dari Pemerintah Provinsi dan BPKP Perwakilan Lampung. Selanjutnya evaluasi dilakukan oleh Tim Nasional yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri dan BPKP Pusat.(Holik).