Tag: Kepala Daerah

  • KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    Jakarta – Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap tersangka Bupati Labuhan Batu Erik Adtrada Ritonga (EAR) pada Jumat, 12 Januari 2024 mengisyaratkan bahwa komisi anti rasuah itu mengincar kepala daerah yang doyan menerima setoran fee proyek untuk memenangkan kontraktor dalam tender pengadaan barang dan jasa.

    Jangankan 20 persen, fee proyek 5 sampai 15 persen pun digaruk KPK, seperti yang terjadi dalam tender pengadaan barang dan jasa di Labuhan Batu itu.

    Gegara mensyaratkan fee 5 sampai 15 persen itulah Erik Adtrada Ritonga ditangkap.

    Ia mengondisikan besar fee itu kepada orang kepercayaannya anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu Rudi Syahputra Ritonga (RSR). Instruksinya juga disertai pengondisian menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.

    Proyek yang menjadi atensi di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek Jalan Sei Rakyat – Sei Berombang di Kecamatan Panai Tengah dan proyek jalan Sei Tampang – Sidomakmur di Kecamatan Bilah Hilir. Besaran nilai pekerjaan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar.

    Untuk dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Efendy Sahputra alias Asiong (ES) dan Fazar Syahputra alias Abe (FS).

    Kemudian sekitar Desember 2023, EAR melalui RSR meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan “kutipan kirahan” dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.

    Penyerahan uang dari FS dan ES pada RSR kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama RSR dan juga melalui penyerahan tunai.

    Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 Miliar.

    Praktik tindak pidana korupsi itu dengan mudah terdeteksi oleh penyidik KPK. Empat orang itu kena OTT KPK dan langsung ditangkap.(RED)

     

     

  • Membina Kepala Daerah adalah Tugas Konstitusional Kementerian Dalam Negeri

    Membina Kepala Daerah adalah Tugas Konstitusional Kementerian Dalam Negeri

    Jakarta (SL) – Kemendagri melalui Kapuspen Kemendagri Bahtiar kembali menegaskan sesuai UU Pemda adalah tugas, kewenangan dan kewajiban kemendagri sebagai institusi negara yang memiliki otoritas melakukan pembinaan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dimaksud adalah pelaksanaan pembangunan, pemberdayaaan, dan pelayanan publik. Kemendagri memilki tugas dan wewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaam otonomi daerah.

    Dalam hal terjadi konflik atau sengketa kewenangan antar daerah, baik secara horisontal antar Pemda Provinsi dan konflik/sengketa vertikal kewenangan antara Pemda Kabupaten/Kota dengan Pemda Provinsi maka Kemendagri adalah institusi negara yang memiliki wewenangan melakukan pembinaan. Pembinaan dimaksud termasuk dalam hal mediasi sengketa/konflik.

    Faktanya saat itu telah terjadi konflik/sengketa kewenangan antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi dalam proses perijinan investasi Meikarta yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan pemerintahan daerah, kebuntuan komunikasi dan bahkan konflik tersebut menjadi hot issue di media-media nasional.

    Masing-masing pihak memiliki dasar hukum, Kewenangan perijinan untuk pembangunan kawasan Meikarta di kawasan strategis Jawa Barat dan berskala Metropolitan di tangan Bupati Bekasi, namun sisi lain harus ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat sesuai Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 12 tahun 2014. Sengketa kewenangan perijinan inilah yang kemudian penyebab yg menimbulkan sengketa antara Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar yang mencuat ke ruang publik pada saat itu. Tentu hal tersebut menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan daerah.

    Polemik perijinan Meikarta pada saat itu semakin ramai dalam pemberitaan media nasional dan lokal yang mengangkat isu-isu perbedaan sikap pandangan antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi yang makin hari makin memanas di media publik dan tentu hal tersebut tidak baik dari etika penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk dari sisi pelayanan publik terkesan menghambat investasi. Sehingga hal tersebut akhirnya menjadi perhatian DPR RI yang kemudian di bahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI tanggal 27 September 2017.

    Berkenaan masalah tersebut, Mendagri mengarahkan Dirjen Otonomi Daerah untuk memfasilitasi dan melakukan mediasi sengketa agar para pihak mau duduk bersama antara Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan meminta para pihak agar menahan diri tidak saling mendiskreditkan di ruang publik. Terjadinya kebuntuan komunikasi antar jenjang pemerintahan daerah yg berpotensi.menimbulkan berbagai interpretasi dan penilaian dari masyarakat.

    “ Fungsi dan peran Kemendagri sesuai Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bukan pada aspek teknis perijinannya, namun lebih pada aspek Pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diatur dalam Pasal 373 yang intinya Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Membina.sinergitas hubungan antar pemda. Jelas UU Pemda bahwa dalam hal pembinaan dan pengawasan penyelemggaraan pemerintahaan daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

    “Jadi membina Kepala Daerah sesuai amanat konstitusi dan UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah tugas, kewenangan dan kewajiban Mendagri sebagai pembina dan pengawas atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bentuk pembinaan kepala daerah antara lain termasuk melakukan mediasi sengketa/konflik kewenangan antar daerah termasuk konflik kewenangan antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi dalam soal ijin Meikarta.

    Lebih jauh dari itu bahkan Mendagri memiliki kewenangan memberikan sanksi kepada Kepala Daerah sesuai UU Nomor 23 tahun 2014.”.

    Bahtiar menegaskan kembali bahwa Mendagri Tjahjo Kumolo selalu konsisten mengarahkan Kepala Daerah agar menghindari area rawan korupsi, selalu membina Pemda dalam melakukan upaya percepatan perijinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sesuai aturan dan senantiasa konsisten melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan publik, membina pelaksanaan otonomi daerah serta membina hubungan antar pemda sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

    “ Oleh karena itu, dalam konteks fasilitasi/mediasi pembinaan kepada Pemda Jabar dan Pemkab Bekasi yang sedang berselisih soal proses perijinan Meikarta saat itu, maka Kemendagri telah melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban sesuai konstitusi dan UU Nomor 23 Tahun 2014, dan pelaksanaan mediasi sengketa tersebut dilaksanakan secara terbuka sesuai koridor hukum yg berlaku.

    “Mendagri Tjahjo Kumolo dalam memberikan arahan kepada pemerintah daerah selalu mengingatkan agar menghindari area rawan korupsi dan selalu ingatkan agar setiap keputusan-keputusan pemerintah daerah harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku” terangnya.

    Di akhir pernyataanya Bahtiar ungkapkan, “Kami yakin jika Pemda memberikan berbagai jenis pelayanan publik, termasuk soal perijinan jika mereka berikan sesuai aturan hukum yang berlaku, dilaksanakan transparan, terbuka apa adanya sesuai aturan, pasti tidak ada terjadi masalah”.

    Kemendagri sebagai poros pemerintahan dalam negeri akan terus melaksanaan tugas pembinaan kepada pemerintah daerah dan pembinaan kepala daerah sesuai kewenangan yang diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 dan UU Pemerintahan Daerah, tutup Bahtiar.

  • Lima Kepala Daerah Pendukung Jokowi Terjerat Perkara Korupsi

    Lima Kepala Daerah Pendukung Jokowi Terjerat Perkara Korupsi

    Jakarta (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyangka Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar bersama beberapa pihak memangkas sebagian Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur untuk kepentingan pribadi Irvan. Berasal dari Partai Nasdem, kepala daerah ini pendukung pasangan inkumben Jokowi – Ma’ruf Amin di Pilpres 2019.

    Irvan bukan Kepala Daerah pendukung Jokowi pertama yang dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK. Berikut daftar Kepalada Daerah pendukung Jokowi yang terjerat kasus korupsi.

    1. Bupati Malang Rendra Kresna

    Rendra dijadikan tersangka pada Selasa 9 Oktober 2018, setelah sehari sebelumnya KPK menggeledah kantor Rendra secara paksa. Rendra diduga menerima gratifikasi atau hadiah dari pelaksana proyek atau kontraktor. Kasus ini ditangani KPK sejak satu tahun lalu.

    Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johny G Plate mengatakan Rendra mengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah NasDem Jawa Timur. “Satu jam setelah penggeledahan itu Rendra mengajukan pengunduran dirinya kepada Ketua Umum DPP NasDem sebagai Ketua DPW,” kata Johny kepada Tempo, Selasa, 9 Oktober 2018.

    1. Bupati Bekasi Neneng Hasannah Yasin

    Neneng jadi tersangka suap terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta pada 16 Desember 2018. Neneng dan empat pejabat dinas Pemerintah Kabupaten Bekasi disangka menerima imbalan komitmen Rp 13 miliar untuk pengurusan izin proyek.

    Menurut KPK janji imbalan itu diberikan oleh Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. KPK menduga jumlah imbalan yang sudah diberikan berjumlah Rp 7 miliar. Uang diduga diberikan untuk memuluskan sejumlah izin dalam proyek Meikarta fase pertama.

    Neneng dinonaktifkan dari Partai Golkar dan dipecat dari tim sukses Jokowi – Ma’ruf. Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf, Ace Hasan Shadzily, mengatakan sudah berkomunikasi dengan Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait dengan posisi Neneng Hasanah di tim kampanye daerah. “Yang bersangkutan juga akan diberhentikan dalam Tim Pemenangan,” ujar Ace kepada Tempo pada Selasa, 16 Oktober 2018.

    1. Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu

    Remigo Yolanda Berutu tersangka penerima suap Rp 550 juta sehubungan dengan proyek infrastruktur sejak 18 November. KPK menyangka uang itu untuk kepentingan pribadi Remigo.

    Remigo disangka menginstruksikan para Kepala Dinas untuk “mengamankan” semua pengadaan proyek. Remiggo juga diduga menerima pemberian-pemberian lainnya terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat melalui para perantara dan orang dekatnya yang ditugasi mengumpulkan dana.

    Menurut Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo – Sandiaga, Andre Rosiade, Remigo adalah kader Partai Demokrat yang mengalihkan dukungan pada Jokowi. Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat diketahui telah memecat Remigo dari partai. “Segala jabatan partai yang melekat padanya telah dicabut,”kata Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Huahaean.

    1. Wali Kota Pasuruan Setiyono

    Pada 5 Oktober KPK menetapkan Wali Kota Pasuruan, Setiyono sebagai tersangka penerima suap proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) Kota Pasuruan. Kader Golkar ini disangka menerima duit Rp 135 juta dari perwakilan CV. M, Muhamad Baqir, penggarap proyek itu.

    1. Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar

    KPK menetapkan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar sebagai tersangka korupsi Dana Alokasi Khusus Pendidikan Kabupaten Cianjur. Irvan dan sejumlah pihak disangka meminta, menerima, dan memotong pembayaran DAK pendidikan Cianjur tahun 2018 sebesar 14,5 persen dari total Rp 46,8 miliar. Dari jumlah itu, jatah Irvan 7 persen.

    Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago, yakin kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) akan segera mengundurkan diri dari partai. “Yang bersangkutan pasti langsung mundur, karena itu kebijakan Garda Pemuda NasDem,” ujar Irma saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Desember 2018. (tempo)

  • PAN: Seharusnya Kepala Daerah Netral di Pilpres 2019

    PAN: Seharusnya Kepala Daerah Netral di Pilpres 2019

    Jakarta (SL) – Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno enggan menanggapi soal rencana Partai Demokrat yang akan memberikan dispensasi bagi kadernya yang akan mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.

    Namun, menurut Eddy, seorang kepala daerah seharusnya bersikap netral dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon secara nyata. Hal itu bertujuan untuk menjaga situasi masyarakat agar tetap kondusif dan tidak terpecah belah. “Menurut kami, kader PAN yang jadi kepala daerah datang ke kami, katakan bahwa kami enggak bisa tunjukkan keberpihakan secara nyata karena kami sebagai kepala daerah harus netral, punya kewajiban kepada warga yang ada di daerah, menjaga tetap kondusif dan agar tidak ada perpecahan,” ujar Eddy saat ditemui di Rumah Pemenangan PAN, Jalan Daksa, Jakarta Selatan, Senin (10/9/2018).

    Eddy mencontohkan sikap Wali Kota Bogor Bima Arya yang memutuskan untuk tidak masuk ke struktur tim kampanye Prabowo-Sandiaga Uno. Ia mengatakan, PAN dapat memahami dan menghargai keputusan tersebut. “Kami pahami dan apresiasi, itu teladan baik karena sebagai kepala daerah tidak memihak karena mewakili dan mementingkan warga dulu,” kata Eddy.

    Sebelumnya, Partai Demokrat akan memberikan dispensasi kepada kadernya yang mendukung capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengatakan, hingga saat ini baru satu daerah yang sedang dipertimbangkan serius mendapatkan dispensasi. “Hanya Papua yang sedang serius kami pertimbangkan,” ujar Ferdinand, Minggu (9/9/2018) malam.

    Selain Papua, kata dia, ada tiga DPD lainnya yang juga berkeinginan mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Ia menyebutkan, hal itu untuk menjaga suara partai. “Kami lihat opini dan animo masyarakat di sana untuk mendukung Pak Jokowi tinggi sehingga kami harus berpikir juga menyelamatkan partai kami. Dengan demikian, nanti akan ada dispensasi khusus dari DPP terhadap daerah tertentu. Tidak banyak, sedikit sekali,” kata dia.  Seperti diketahui, Gubernur Papua sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Lukas Enembe menyatakan akan mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. (Kompas.com)