Tag: Kepolisian

  • Mahfud MD Ingatkan Pihak Kepolisian Bertindak Profesional dalam Menangani Kasus La Nyalla

    Mahfud MD Ingatkan Pihak Kepolisian Bertindak Profesional dalam Menangani Kasus La Nyalla

    Jakarta (SL) – Mahfud MD mengatakan La Nyalla Mattalitti tetap bisa dijebloskan ke jeruji besi atas pengakuan memfitnah Jokowi adalah anak PKI serta berada di belakang Tabloid Obor Rakyat.

    Meskipun, kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Jakarta, Senin (16/12), La Nyalla sudah minta maaf, pengakuan dalam hukum pidana tidak menghapuskan walau sudah dimaafkan Jokowi. “Kasusnya bisa diusut,” kata Mahfud MD

    La Nyalla Mattalitti sudah tiga kali meminta maaf kepada Jokowi. Usai menghadiri konsolidasi caleg PKB di Jakarta, hari ini, Jokowi mengungkapkan permintaan maaf disampaikan La Nyalla dalam pertemuan di Surabaya. Menurut Jokowi, permintaan maaf pertama disampaikan La Nyalla karena ia adalah salah satu sosok di balik Obor Rakyat, tabloid berisi fitnah terkait Jokowi dan keluarga yang beredar pada Pilpres 2014.

    Kedua, La Nyalla meminta maaf karena menyebarkan isu Jokowi adalah aktivis atau anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Soal permintaan maaf La Nyalla yang ketiga, Jokowi mengatakan tak bisa menyampaikannya ke publik.

    Atas pengakuan La Nyalla, Mahfud menyebut ketua Kadin Jawa Timur itu bisa dijerat dengan tuduhan pencemaran nama baik sesuai Pasal 310 KUHP atau menyebarkan berita bohong sebagaimana dimaksud dalam UU No 1/1946.
    Untuk ketentuan yang pertama La Nyalla bisa diproses jika ada pengaduan dari Jokowi. “Waktunya sudah lewat. Itu delik aduan. Harus Pak Jokowi yang ngadu. Kalau UU Nomor 1 Tahun 1946 dia (La Nyalla) menyebarkan berita bohong. Ancamannya 10 tahun kadaluarsanya 12 tahun. Masih bisa ditangkap hari ini,” jelas Mahfud.

    Mahfud mengatakan keliru bila menyebut kasus Obor Rakyat sudah kadaluarsa. Yang kadaluarsa, menurutnya, adalah hak Jokowi untuk melapor, adapun hak hukumnya masih berlaku. Karena itulah Mahfud juga mengingatkan kepolisian bertindak profesional karena kasus La Nyalla tidak perlu pengaduan. “Jangan karena pendukung Jokowi terus dibiarkan. Saya berbicara dalam ranah hukum, profesional. Proses dong La Nyalla,” ucap Mahfud.

    Mahfud menyebut kasus La Nyalla lebih berat dari kasus bohong Ratna Sarumpaet. Ratna  berbohong soal dirinya sendiri, sementara perbuatan La Nyalla sesuai pengakuannya, berisi fitnah, SARA dan mengarah ke individu Jokowi. “Saya bicara orang hukum. Saya dulu keras, Ratna harus ditangkap agar tidak mudah orang memfitnah orang. Kasus ini (La Nyalla) kayak Ratna, langsung proses. Pakai UU ITE juga, gak perlu aduan. Ancamannya kalau ITE 6 tahun dendanya satu miliar. Belum kadaluarsa ini,” tukas Mahfud MD (rmol)

  • Polisi Minta Masyarakat Tak Termakan Hoax Kasus Penculikan Anak

    Polisi Minta Masyarakat Tak Termakan Hoax Kasus Penculikan Anak

    Bandarlampung (SL) – Belakangan masyarakat dihebohkan dengan isu penculikan anak yang terjadi di berbagai daerah melalui media sosial. Polri menyatakan, isu penculikan anak tersebut sebagai kabar bohong alias hoaks.

    “Itu hoaks, udah diklarifikasi oleh tim Siber Polri. Sejauh ini polisi belum menerima laporan dari masyarakat terkait masalah penculikan itu,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jakarta, Minggu (28/10).

    Polri mengimbau masyarakat lebih cerdas dalam menyikapi isu-isu yang beredar melalui media sosial. Pun demikian, masyarakat diimbau tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.

    “Kalau ragu-ragu silakan untuk diklarifikasi dan dikonfirmasi ke kepolisian terdekat. Jadi info-info yang tersebar itu mohon maaf sebagian besar hoaks,” katanya.

    Jenderal bintang satu itu juga meminta agar masyarakat tidak mudah main hakim sendiri ketika menemukan orang mencurigakan. Apalagi isu yang beredar menyebutkan, rata-rata pelaku penculikan berpura-pura sebagai orang gila.

    “Kalau melihat orang yang mencurigakan, sebaiknya lapor kepada petugas terdekat, kepolisian atau Ketua RT/RW. Jangan melakukan tindakan-tindakan main hakim sendiri, karena itu akan merugikan semua pihak,” ucap Dedi. (Merdeka.com)

  • Polisi Bubarkan Aksi Deklarasi #2019 Ganti Presiden Di Surabaya

    Polisi Bubarkan Aksi Deklarasi #2019 Ganti Presiden Di Surabaya

    Surabaya (SL) – Pada hari Minggu 26/8/2018 sekitar pukul 08.00 wib Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Fran Barung Mangera, menjelaskan pihaknya terpaksa membubarkan massa aksi #2019GantiPresiden lantaran demi menjaga keamanan sekaligus mengantisipasi chaos.

    Sejumlah massa telah berkumpul di depan pintu masuk Monumen Nasional Tugu Pahlawan Jalan Tembaan, Surabaya, Minggu (26/8/2018).Mereka datang untuk menghadiri kegiatan Deklarasi #2019GantiPresiden.Suasana sempat memanas lantaran polisi dengan massa #2019GantiPresiden sempat terjadi adu mulut. Segelintir massa yang mayoritas adalah wanita itu berjalan menuju ke depan Tugu Pahlawan.

    Setelah adu mulut dengan pihak polisi karena massa menuduh telah memukul salah satu peserta Deklarasi dan pihak polisi meminta untuk membuktikan kalau memang benar benar terjadi dan pihak massa tidak bisa membuktikan itu, langsung pihak polisi dengan santun meminta massa Deklarasi untuk meninggalkan tempat. Massa aksi #2019GantiPresiden akhirnya meninggalkan tempat Deklarasi dengan jalan kaki tapi massa tidak langsung membubarkan diri seperti yang diminta oleh pihak polisi melainkan jalan kaki mengelilingi Monumen Nasional Tugu Pahlawan dengan berdahlil orang jalan jalan juga tidak diperkenangkan.

    Dengan pengawalan dari pihak polisi massa aksi #2019GantiPresiden mengelilingi Monumen Tugu Pahlawan.
    Dalam perjalanan mengelilingi Monumen Nasional Tugu Pahlawan massa aksi #2019GantiPresiden terhenti oleh massa yang menentang deklerasi #2019GantiPresiden , berputar kearah Mesjid Al Huda Kemayoran di jalan Indra Pura Surabaya depan DPRD Provensi Jatim. (nt/yan)

  • Ombudsman Lampung Beri Rapor Merah Pelayanan Publik Pemerintahan

    Ombudsman Lampung Beri Rapor Merah Pelayanan Publik Pemerintahan

    ilustrasi pungli (foto/dok/net)

    Bandarlampung (SL)-Pelayan publik di kantor Pemerintahan di Lampung jauh dari kata baik, terutama menyangkut pelayanan administrasi kependudukan.

    Kantor Ombudsman RI perwakilan Lampung mencatat dalam kurun bulan Juli-September 2017, keluahan pelayanan masih didominasi pembuatan E-KTP. Urutan kedua pelayanan yang dikeluhkan masyarakat adalah pelayanan di kepolisian.

    Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung Nur Rakhman Yusuf mengatakan, dari 114 laporan yang diterima lembaganya terdapat 5 substansi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Kelima itu, kata Nur Rakhman yakni administrasi kependudukan sebanyak 49 laporan (43%).

    Kemudian disusul pelayanan kepolisian sebanyak 16 laporan atau (14%). Lalu, layanan pendidikan sebanyak 14 laporan (12%). Infrastruktur 8 laporan (7%) dan Pertanahan 5 laporan (4%). “Banyaknya laporan masyarakat mengenai administrasi kependudukan disebabkan karena ketersediaan blangko KTP-el yang mengalami kekosongan,” kata Nur Rachman, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2017).

    Nur Rakhman menjelaskan, berkenaan dengan keluhan masyarakat terkait KTP-el tersebut, Ombudsman Republik Indonesia membuka kanal pengaduan di laman website Ombudsman di dengan alamat www.ombudsman.go.id,

    Selain itu, adanya ketidakpastian informasi dari penyelenggara layanan tentang kapan KTP-el jadi dan belum proaktifnya penyelenggara dalam memberikan pelayanan. “Jadi apabila masyarakat ingin mengadukan permasalahan terkait KTp-el bisa langsung mengunjungi website tersebut,” ujar Nur Rakhman.

    Mall Administrasi

    Sementara itu, dugaan maladministrasi yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman berupa penundaan berlarut sebanyak 76 laporan (67%), disusul tidak memberikan pelayanan sebanyak 14 laporan (12%), penyimpangan prosedur sejumlah 12 laporan (11%), tidak kompeten sebanyak 6 laporan (5%), permintaan imbalan uang, barang dan jasa sebanyak 4 laporan (3%), tidak patut dan penyalahgunaan wewenang sebanyak 1 laporan (1%).

    Dari berbagai dugaan maladministrasi tersebut, lanjutnya kelompok instansi terlapor yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat kepada Ombudsman adalah Pemerintah Kabupaten/Kotamadya yaitu sebanyak 77 laporan (68%), selanjutnya dari Kepolisian sebanyak 16 laporan (14%), Instansi Pemerintah /Kementerian 8 laporan (7%).

    Lalu diikuti BUMN/BUMD, Rumah Sakit Pemerintah, dan Komisi Negara/Lembaga Negara Non Struktural masing-masing sebanyak 3 laporan. “Untuk Lembaga Pendidikan Negeri sebanyak 2 laporan (2%), kemudian Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Peradilan masing-masing sebanyak 1 laporan (1 %),” katanya.

    Menurut Nur Rakhman, masih banyaknya pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelayanan publik cukup tinggi dan hal ini patut diapresiasi.

    Disisi lain, kata dia, hal itu juga menunjukan masih banyaknya praktik maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung. “Maka dari itu, diperlukan juga komitmen dari penyelenggara layanan untuk mewujudkan pelayanan publik berkualitas,” katanya.

    Nur Rakhman, menegaskan untuk mencegah terjadinya praktik maladministrasi, Ombudsman juga berperan dalam memberikan pemahaman kepada penyelenggara layanan danmasyarakat mengenai apa itu maladministrasi dan dampaknya bagi masyarakat dan penyelenggara layanan.

    Kegiatan pencegahan maladministrasi tersebut dilakukan dalam bentuk Sosialisasi, Monitoring, Kerjasama, Pengembangan Jaringan dan Partisipasi Publik. (rls/jun)