Tag: Kode etik jurnalistik

  • Tulisan Wartawan Lebih “Dahsyat” dari Moncong AK 47 

    Tulisan Wartawan Lebih “Dahsyat” dari Moncong AK 47 

    Oleh : Wahyudi S.A.P

    Perkembangan media media siber (online) tumbuh berkembang sangat pesat di Indonesia, tak terkecuali di Lampung. Sebuah media tidak terlepas dengan sebuah profesi jurnalis (wartawan) dan yang menghasilkan produk jurnalistik. Jangan lupa, sebuah jurnalis harus menjunjung tinggi nilai-nilai kode etik profesi.

    Dalam semua lini aspek kehidupan, Kami sangat memahami bahwa tulisan/pena seorang jurnalis satu tulisan, bisa mengena ribuan pasang mata pembaca di dunia. Bahkan lebih dahsyat moncong AK 47 atau alat perang yang canggih sekali pun, bila membidik musuh hanya dengan satu arah dan keterbatasan amunisi.

    Bahkan tulisan, bisa mematikan karakter seseorang, dengan begitu cepat dan mudah, apalagi saat zaman dunia globalisasi dan digitalisasi saat ini.

    Akan tetapi, perlu diingat bahwa suatu tulisan atau gagasan yang dituangkan melalui tinta dan diasumsi publik yang bersifat ‘negatif’ akan mudah diingat, meski kebaikan yang pernah dilakukan tentu akan terlindas oleh keburukan.

    Jurnalis, harus pandai dan pintar dalam memilih dan menyematkan kata-kata yang baku dan mudah di pahami oleh pembaca.

    Jangan sampai, hanya alasan pembaca, berita cepat, kemudian kita mudah menghujat seseorang atau sekelompok dan menyalahkan orang lain dengan alih-alih wartawan yang merasa dilindungi undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

    Sesuai isi kode etik jurnalistik, dilansir dari laman resmi Dewan Pers Indonesia, dijelaskan isi-isi dari kode etik jurnalistik, yaitu:

    Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

    Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

    Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

    Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

    Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

    Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.

    Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

    Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

    Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

    Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

    Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

    Ketentuan 11 pasal ini, yang harus di junjung tinggi dan genggaman sebagai wartawan. Jangan sampai pewarta pemula sebagai alat untuk menghujat dan menghakimi seseorang tanpa dasar, bahkan menyalahkan pekerjaan sampai mematikan karakter seseorang.

    Sebagai jurnalis, kita harus selalu Tabayyun dalam memunculkan dan memuat pemberitaan yang akan di asumsi publik, serta melakukan verifikasi kebenaran informasi agar publik tidak gusar dan bertanya tentang kebenaran informasi tersebut.

    Saya berpesan kepada temen sejawan satu profesi, ‘wartawan’ bukan menjadi alat kendaraan yang di tunggangi oknum yang memiliki ambisi tertentu, sehingga untuk mencapai tujuan yang tidak dibenarkan dalam karya jurnalistik.

    Salam jurnalis….!

  • Juniardi: Jurnalis Harus Pahami Dasar-dasar Jurnalistik

    Juniardi: Jurnalis Harus Pahami Dasar-dasar Jurnalistik

    Pesawaran (SL) – Seorang jurnalis wajib memahami dan menguasai dasar-dasar jurnalistik (basics of journalisme) agar dapat menjalankan aktivitas jurnalistik dengan tepat.

    Jurnalis profesional tidak sekadar bisa menulis berita, tetapi juga memahami serta menaati aturan yang berlaku di dunia jurnalistik, terutama Kode Etik Jurnalistik.

    “Jika ada kritik dari masyarakat mengenai kinerja jurnalis, misalnya beritanya “ngawur” dari segi penulisan ataupun dari segi substansi, kemungkinan besar jurnalis tersebut belum memahami dan menguasai dasar-dasar jurnalistik. Maka dari itu, kali ini akan kita bahas bersama mengenai dasar-dasar jurnalistik,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan PWI Lampung, Juniardi, saat menjadi pembicara diacara Diklat Jurnalistik, KWRI Pesawaran, Senin 16 Agustus 2021.

    Lanjut alumni Magister Hukum Unila ini, secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, mulai dari proses, teknik, dan ilmu. Sebagai proses, kata dia, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).

    Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

    Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.

    “Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri,” katanya.

    Sebagai ilmu, ujar Pimred Sinarlampung.co ini, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.

    Terkait dasar-dasar jurnalistik, Juniardi menyatakan bahwa dasar-Dasar Jurnalistik adalah hal-hal mendasar tentang dunia jurnalistik yang meliputi tiga hal. Pertama wawasan (knowledge), yaitu dasar-dasar Jurnalistik dalam hal pengetahuan (knowledge) yang terpenting adalah pengetahuan tentang ilmu atau teori jurnalistik.

    “Kata kunci (keywords) dalam dasar-dasar jurnalistik antara lain pengertian jurnalistik, asal-usul kata jurnalistik, sejarah jurnalistik, produk jurnalistik (berita, artikel opini, featured, termasuk foto jurnalistik dan video jurnalistik), narasumber atau sumber berita, jenis-jenis berita, jenis-jenis feature, jenis-jenis artikel opini (editorial, pojok, karikatur), manajemen redaksi, struktur organisasi media, jenis-jenis media, angle berita, delik pers,” urainya.

    Kedua keahlian (Skill), yaitu dalam hal keterampilan (skills) yang terpenting adalah penulisan berita yang merupakan produk utama jurnalistik sekaligus karya utama wartawan (jurnalis), teknik pencarian berita atau teknik reportase (wawancara, riset data, observasi atau pengamatan langsung ke tempat kejadian), dan penggunaan bahasa jurnalistik (bahasa pers/bahasa media) dalam menulis berita.

    Ketiga adalah Etika (attititude). Dasar Jurnalistik dalam hal attitute (sikap) secara normatif diatur dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber untuk Wartawan dan Media Online, serta etika jurnalistik secara umum sebagaimana tercantum di Elemen Jurnalisme.

    Kemudian, yang harus di pahami adalah produk utama jurnalistik adalah berita . Karena aktivitas atau proses jurnalistik utamanya menghasilkan berita, selain jenis tulisan lain seperti artikel dan feature.

    “Berita adalah laporan peristiwa yang baru terjadi atau kejadian aktual yang dilaporkan di media massa,” ujarnya.

    Kemudian ada tahap-tahapan pembuatan atau penulisan berita adalah hunting, yaitu mengumpulkan fakta dan data peristiwa yang bernilai berita –aktual, faktual, penting, dan menarik—dengan “mengisi” enam unsur berita 5W+1H.

    What, Apa yang terjadi, Who, Siapa yang terlibat dalam kejadian itu, Where , di mana kejadiannya, When, kapan terjadinya, Why Kenapa hal itu terjadi, dan How, bagaimana proses kejadiannya ” katanya.

    Terakhir adalah kelayakan sebuah peristiwa diberitakan atau tidak, diukur dengan parameter nilai berita (news values), yaitu aktual, faktual, penting, dan menarik.

    Fakta dan data yang sudah dihimpun dituliskan berdasarkan rumus 5W+1H dengan menggunakan Bahasa Jurnalistik spesifik, kalimatnya pendek-pendek, baku, dan sederhana; dan komunikatif yaitu jelas, langsung ke pokok masalah (straight to the point), mudah dipahami orang awam.

    Dan komposisi naskah berita dapat terdiri atas head (judul), date line (baris tanggal), yaitu nama tempat berangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat, plus nama media. Kemudian lead (teras) atau paragraf pertama yang berisi bagian paling penting atau hal yang paling menarik.

    “Dan body (isi) berupa uraian penjelasan dari yang sudah tertuang di lead. Nah, itu tadi pembahasan singkat mengenai dasar-dasar jurnalistik bagi pemula,” katanya. (Diah)

  • DK PWI lham Bintang Ingatkan Pentingnya Kompetensi dan Penaatan Kode Etik Wartawan

    DK PWI lham Bintang Ingatkan Pentingnya Kompetensi dan Penaatan Kode Etik Wartawan

    Jakarta (SL)-Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang kembali mengingatkan pentingnya wartawan memiliki kompetensi dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Pasalnya, Ilham Bintang prihatn atas markanya kekeliruan pemberitaan dan pelanggaran kode etik jurnalistik selama ini.

    “Kami prihatin dengan banyaknya kekeliruan pemberitaan dan pelanggaran kode etik jurnalistik sehingga menurunkan kredibilitas media berbagai platform”, kata Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang seusai zoom meeting anggota Dewan Kehormatan PWI Kamis 25 Juni 2020  siang.

    Hadir dalam rapat tersebut Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo, anggota Suryopratomo, Asro Kamal Rokan, Rossiana Silalahi, Tri Agung Kristanto, Teguh Santosa dan Raja Pane. Dalam pertemuan secara daring tersebut disoroti kasus pemanggilan terhadap 27 pengelola media online dan media elektronik oleh Dewan Pers, terkait kekeliruan dalam melaporkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) Jakarta.

    Putusan PTUN Jakarta tertanggal 3 Juni terkait gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang memperlambat dan memutus hubungan internet di Papua dan Papua Barat pada masa krisis Papua periode Agustus – September 2019. Gugatan tersebut dikabulkan karena majelis hakim menyatakan tindakan pemerintah tersebut melanggar hukum.

    Sejumlah media siber segera mengunggah berita dengan menyebutkan PTUN perintahkan Jokowi minta maaf atas pemblokiran internet Papua. Padahal itu tidak ada dalam putusan majelis hakim. Ilham Bintang mengatakan itu bukan kategori hoaks namun kekeliruan pemberitaan akibat wartawan tidak melakukan cek dan ricek atau klarifikasi secara akurat. “Memang termasuk juga pelanggaran kode etik”, ujarnya.

    Walaupun Dewan Pers hanya sebatas memberikan sanksi teguran namun sanksi merosotnya kredibilitas terhadap media justru lebih berat dirasakan. Walaupun di sisi lain DK juga menyoroti sistem administrasi peradilan, khususnya PTUN Jakarta, yang tidak diperbarui sesuai perkembangan perkara itu. Juga lambatnya proses penyampaian salinan putusan kepada pihak pihak yang berperkara. Padahal, putusan dan proses administrasi di pengadilan itu menjadi sumber utama pemberitaan media.

    Selain masalah kurangnya kompetensi dan penaatan kode etik jurnalistik, Dewan Kehormatan PWI Pusat juga menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi wartawan, khususnya cara kerja, model bisnis yang berkembang di dunia media saat ini dan kekuranglengkapan informasi yang diberikan narasumber.

    Kasus kekeliruan pemberitaan terkait kegiatan Presiden Jokowi di Bekasi yang diberitakan akan membuka kembali mal juga mendapatkan sorotan masyarakat. Kondisi ini diperburuk oleh perilaku baru wartawan yang bahkan menjadi model bisnis dari sejumlah media khususnya media siber.

    Model kloning atau juga disebut multi level quotes jelas merupakan praktek jurnalistik yang keliru dan mengabaikan persoalan siapa yang bertanggung jawab atas berita yang sudah menyebar luas. Model bisnis dengan kolaborasi juga memunculkan fenomena tidak sehat dalam konteks profesionalisme media dan wartawan.

    Di sisi lain saat ini berkembang model bisnis yang menjadikan media siber di daerah sebagai penyedia konten atau content produser bagi media siber di Jakarta. Praktek ini berbeda dengan kantor berita yang selalu disebutkan sebagai sumber sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab.

    Ilham Bintang menegaskan bahwa semua itu belum dijangkau oleh Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dan kalau tidak segera diantisipasi bisa merugikan kredibilitas wartawan maupun media. Sementara praktek jurnalisme yang profesional dan taat kode etik makin diabaikan. (Red)

  • Wartawan Juga Punya Tanggungjawab Melayani Publik

    Wartawan Juga Punya Tanggungjawab Melayani Publik

    Tanggamus (SL) – Pers juga memiliki fungsi pelayanan kepada publik,  sama dengan pemerintah.  Pers juga memiliki tugas melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pelayanan publik.

    “Pelayanan publik semestinya harus berjalan dengan baik.  Faktanya pengemban amanah publik itu korup,  maka pers yang baik itu yang melaksanakan fungsi fungsi kontrol dan pelayanan kepada publik. Pers mendorong pelaksanaan pelayanan yang baik, ” kata Ketua bidang Pendidikan PWI Pusat Hendro Basuki, di acara Sosialisasi UU Pers, PWI Tanggamus,  Kamis (22/11).

    Menurut Hendro,  terkait maraknya hoax saat ini justru meningkatkan kepercayaan publik ke Pada pers,  dan wartawan.  Tapi sayang Pers belum melaksanakan kepercayaan publik itu secara baik. “Kontek jusnalisme itu ada kewajiban,  bahwa setiap informasi yang disampaikan harus dipertanggung jawabkan,  bahkan pada setiap kata.  Tanggung jawab itu adalah kepada publik,” katanya.

    Informasi juga bisa disampaikan melalui media sosial,  tapi dimedia sosial itu bukan berita. “Media sosial itu hanya informasi bukan berita. Dia akan menjadi berita setelah di olah oleh wartawan, dengan panduan kode etik,  dan undang-undang pers,” katanya.

    Kode etik, dan Undang-Undang itu adalah tali pengikat dan yang wajib bagi wartawan. “Wartawan diikat dua aturan yaitu kode etik, dan UU Pers,” ujarnya.

    Acara dibuka oleh asisten, dengan menghadirkan pembicara PWI Pusat, Plt Ketua PWI Lampung H Nizwar, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Juniardi, dipandu moderator sekertaris PWI Lampung H Adi Kurniawan. (sony)

  • Kapolri Intruksikan Humas Polri Kerja Sama dengan Media Online

    Kapolri Intruksikan Humas Polri Kerja Sama dengan Media Online

    Jakarta (SL) – Kapolri Jenderal Tito Karnavian perintahkan jajaran humas di seluruh kepolisian mulai dari Polda, Polres, hingga Polsek untuk menjalin kerja sama dengan seluruh media online yang ada di Indonesia.

    Kerja sama itu dilakukan untuk mempercepat akses informasi kegiatan di Kepolisian serta memperkuat solidaritas kemitraan dengan media online sebagai sebagai bentuk profesionalisme dan revolusi mental Polri dalam mengawal kebijakan pemerintah.

    Hal itu dijelaskan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, mewakili Kapolri, yang dilansir IndonesiaSatu.co dalam silaturahmi dan kerja sama Kadiv Humas Polri dengan media online, di Gedung Divisi Humas Mabes Polri Jakarta baru – baru ini.

    Menurut Boy, bahwa keberadaan media online di Indonesia yang jumlahnya sekitar 3000-an sejak era reformasi ini sangat dibutuhkan sebagai pilar keempat negara. Media harus berperan aktif dalam mencegah konflik dan menciptakan tujuan negara sesuai UUD, serta menjadi pendamping pemerintah dalam hal membangun negeri kita tercinta ini.

    “Media harus berperan aktif untuk melakukan pencegahan konflik di negeri tercinta ini,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar didampingi Kabagpenum Divhumas Polri, Kombes Pol Drs Martinus Sitompul, MSi dan mantan Kabagpenum Div Humas Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto serta para perwira menengah Polri lainnya yang hadir dalam pertemuan silaturahmi tersebut.

    Boy mengatakan, kerja sama dengan media online tersebut dalam rangka membangun kepercayaan publik dan mencegah konflik melalui pemberitaan, mulai dari Polsek sampai jajaran tertinggi kepolisian.

    Kerja sama ini harus sejalan dan sesuai dengan aturan UU Pers No.40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik. “Kami berharap kerja sama dan kemitraan antara Polri dan media online ini terus ditingkatkan karena media online saat ini sangat berperan penting lebih cepat dan mudah akses publik,” katanya seperti dikutip Hallojakarta.com. (KRO)