Tag: Komisioner KPU

  • Bupati Winarti Terima Audiensi Komisioner KPU Tulang Bawang dan Universitas Megow Pak

    Bupati Winarti Terima Audiensi Komisioner KPU Tulang Bawang dan Universitas Megow Pak

    Tulang Bawang (SL)-Bupati Tulang Bawang Dr. (Cand) Hj. Winarti., SE., MH, menerima audiensi Komisioner KPU Tulang Bawang dan Universitas Megow Pak Tulang Bawang di Ruang Kerja Bupati , Selasa 26 Januari 2021.

    Bupati Hj. Winarti SE., MH  berharap KPU Tulang Bawang dan UMPTB siap bersinergi membantu program pemerintah kabupaten Tulangbawang demi menciptakan SDM yang unggul

    Komisioner KPU menyampaikan kami siap Mendukung 25 program unggulan pemerintah kabupaten Tulangbawang dan pendataan lanjutan Daftar Pemilih Tetap ( DPT ) Wilayah kabupaten Tulang Bawang.

    Lebih lanjut, Rektor dari Universitas Megow Pak Tulang Bawang angkat bicara, dalam pertemuan dan kunjungan Audiensi,

    Rektor UMPTB sampaikan, untuk lulusan UMPTB izin belajar agar dapat disesuaikan dengan edaran Bupati dan dipermudah prosedur untuk alumninya dalam Penyesuaian Ijazah dengan BKPP kabupaten Tulang Bawang.

    “Saya selaku Rektor UMPTB siap untuk membangun muda-mudi Mahasiswa-Mahasiswi terutama masyarakat Menggala agar tercipta SDM yang unggul di Kabupaten TulangBawang,” ujar Rektor UMPTB

    Terlihat hadir dalam audiensi pejabat tinggi pratama dilingkup pemerintah kabupaten Tulangbawang, Komisioner KPU beserta jajarannya, Rektor UMPTB beserta jajarannya. (Mardi)

  • DKPP Berhentikan Komisioner KPU Lampung, Esti Nur Fathonah: Ini Konspirasi

    DKPP Berhentikan Komisioner KPU Lampung, Esti Nur Fathonah: Ini Konspirasi

    Bandar Lampung (SL) – Karier Esti Nur Fathonah (ENF) sebagai komisioner KPU Lampung akhirnya terhenti. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan memberhentikan dirinya sebagai anggota KPU Provinsi Lampung.

    DKPP menyatakan ENF terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar kode etik penyelenggara pemilu, dan memberhentikan dirinya secara tetap sebagai anggota KPU Provinsi Lampung.

    Putusan DKPP tersebut tertuang dalam Putusan Perkara nomor: 329-PKE-DKPP/XII/2019 dengan teradu Anggota KPU Provinsi Lampung berinisial ENF, setelah bersidang  di Kantor DKPP RI, Jalan MH Thamrin nomor 14, Jakarta Pusat, Rabu siang (12-2-2020).

    Sidang dipimpin Prof. Dr. Muhammad, beranggotakan Prof. Dr. Teguh Prasetyo, Dr. Ida Budhiati, dan Prof. Dr. Teguh Prasetyo.

    Dalam amar putusannya, majelis sidang DKPP RI menyatakan mengabulkan permohonan pengadu untuk seluruhnya.

    ENF terbukti melanggar Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017 junto Pasal 37 ayat (4) Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2019.

    ENF: Saya Tidak Bersalah, Ini Konspirasi

    Namun, ENF tetap menyatakan dia tidak bersalah. “Saya merasa tidak bersalah. Tidak ada bukti-bukti yang dapat membuktikan saya melakukan jual beli kursi,” kata ENF melalui pesan whatsapp.

    Menurut ENF, dalam masalah ini dia dijebak.

    “Aku punya semua screenshot keterlibatan beberapa pihak dalam kasus jaringan rekruitmen KPU. Dan jelas ini konspirasi  untuk menjebak saya,” ungkapnya.

    Dalam pertimbangannya, majelis sidang DKPP RI menyatakan bahwa apa yang dilakukan ENF melanggar nilai-nilai kode etik sebagai penyelenggara pemilu.

    Dijelaskan bahwa saksi pengadu Gentur Sumedi, dalam kesaksiannya menceritakan kronologis dan berulang kali mengucapkan nama Lilis Pujiati sebagai orang yang berkomunikasi langsung dan menawarkan bantuan untuk meloloskan nama istrinya, Viza Yelisanti sebagai calon anggota KPU Tulangbawang dengan syarat memberikan uang sebesar Rp150 juta.

    Gentur menjelaskan dirinya bertemu dengan Lilis Pujiati di kamar 7010 Swiss Belhotel. Di kamar tersebut ada pula anggota KPU Provinsi Lampung ENF.

    Kemudian pada 4 November 2019, Gentur menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta kepada Lilis Pujiati dengan transaksi dilakukan di dalam mobil milik rekan Gentur disertai pembuatan kwitansi pembayaran di parkiran Hotel Horison.

    Jual beli kursi jabatan anggota KPU ini juga terkoneksi langsung dengan salah satu staf mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan.

    Selain itu dalam amar putusan yang dibacakan oleh majelis sidang DKPP RI menyatakan akan melakukan pengembangan untuk menindaklanjuti sesuai fakta persidangan.

    Pengacara teradu, Candra Mulyawan mengapresiasi putusan DKPP tersebut.

    “Putusan DKPP ini harus di apresiasi, karena ini hal pertama, putusan DKPP yang memberhentikan penyelenggara di Provinsi Lampung,” kata Candra melalui pesan whatsapp.(red)

  • Larang Pencalonan Anggota DPD dari Pengurus Partai, Pakar Hukum Nilai Komisioner KPU Langgar Administrasi Caleg

    Larang Pencalonan Anggota DPD dari Pengurus Partai, Pakar Hukum Nilai Komisioner KPU Langgar Administrasi Caleg

    Jakarta (SL) – Para pakar hukum menilai para komisioner KPU telah melakukan pelanggaran administrasi terkait penerbitan syarat larangan pencalonan anggota DPD dari pengurus partai politik.

    Atma Suganda, pakar Hukum Tata Negara, menegaskan, tidak ada satu kalimat pun dalam UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur jika bakal calon anggota DPD harus mundur dari kepengurusan partai. “Sangat jelas bahwa tidak ditemukan, tidak ada persyaratan yang disebut dengan surat pengunduran diri sebagai pengurus partai politik,” ujar Atma saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Oesman Sapta Odang terkait Daftar Caleg Tetap (DCT) di Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (4/1).

    KPU sebelumnya menerbitkan PKPU Nomor 14 dan kemudian diubah dengan PKPU Nomor 26 tahun 2018. PKPU mengatur penyerahan persyaratan dukungan, penyerahan administrasi, akreditasi faktual hingga tahap penyusunan DCS dan DCT. Termasuk di atur larangan pengurus partai nyaleg di DPD.

    Aturan ini lantas dipersoalkan OSO. Langkahnya maju sebagai calon DPD RI terhalang. OSO melawan dengan melayangkan gugatan ke MA. MA memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon anggota DPD yang juga pengurus parpol. Kasus OSO lantas dibawa ke Bawaslu. “Oleh karena itu, menurut pendapat ahli, diharuskannya surat pengunduran diri sebagai pengurus partai politik merupakan persyaratan yang baru, yang ditentukan kemudian.

    Mengenai persyaratan yang kemudian, ahli secara sederhana punya pandangan menunjukkan indikasi adanya pelanggaran administrasi Pemilu,” tegasnya. (RMOL)

  • KPK Minta KPU Tegas Coret Mantan Napi Korupsi Dari Daftar Caleg

    KPK Minta KPU Tegas Coret Mantan Napi Korupsi Dari Daftar Caleg

    Jakarta (SL) – Tiga mantan narapidana korupsi ikut maju lagi sebagai calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019 mendatang. Mereka adalah M Taufik, TM Nurlif, dan Iqbal Wibisono.

    TM Nurlif dan Iqbal Wibisono maju jadi caleg DPR RI dari Partai Golkar. Sementara M Taufik, Ketua DPD Partai Gerindra DKI yang maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta.

    Majunya tiga mantan napi itu sangat disayangkan dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Dari aspek pencegahan tentu sangat disayangkan jika mantan napi kasus korupsi justru digunakan untuk mendulang suara,” ungkap juru bicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip dari JawaPos.com, Jumat (20/7/2018).

    Febri menyebut bahwa KPK tidak dapat mengintervensi keputusan tersebut. Sebab, pelarangan mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai caleg merupakan aturan dari KPU. Maka, penyelenggara pemilu itulah yang lebih berhak menentukan mantan koruptor layak maju atau tidak.

    “Ketika partai politik mengajukan calon anggota legislatif, sementara ada aturan KPU yang membatasi pencalonan untuk terpidana kasus korupsi, maka dibutuhkan ketegasan KPU. Jika memang ada calon terpidana kasus korupsi diajukan dan tidak sesuai aturan KPU maka tinggal dicoret saja atau tidak disetujui,” jelas Febri.

    Mantan aktivisi ICW ini juga mengungkapkan hingga saat ini belum ada permintaan dari KPU terkait daftar nama para mantan terpidana kasus korupsi.

    Diketahui, partai Golkar telah mendaftarkan dua nama mantan narapidana koruptor. Mereka adalah Ketua DPD Partai Golkar Aceh.

    Diketahui saat ini Teuku Muhammad Nurlif menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Aceh dan Iqbal Wibisono sebagai Ketua Harian DPD Golkar Jawa Tengah.

    Nurlif merupakan mantan terpidana cek pelawat dugaan suap dalam pemilihan DGS Bank Indonesia Miranda Gultom. Dia telah divonis pidana penjara 1 tahun 4 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Sementara itu, Iqbal ikut terlibat dalam korupsi Bansos Jateng untuk Kabupaten Wonosobo pada tahun 2008. Atas yaang melilitnya, Iqbal telah divonis 1 tahun penjara. Sedangkan M Taufik, mantan Ketua KPU DKI Jakarta yang tersandung kasus korupsi pengadaan logistik pemilu yang ketika itu ditangani kejaksaan. (net)

  • Ketua Paswaslu dan Anggota KPU Ditangkap Kasus Suap Cabup

    Ketua Paswaslu dan Anggota KPU Ditangkap Kasus Suap Cabup

    Ketua Panwaslu Kabupaten Garut ditangkap polisi

    Bandung (SL)- Polisi menangkap komisioner KPU Ade Sudrajat dan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut Heri Hasan Basri. Keduanya ditangkap atas dugaan menerima suap untuk meloloskan salah satu pasangan calon (paslon) di Pilbub Garut.

    “Iya memang benar (penangkapan). Sekarang sedang diperiksa di Ditreskrimum Polda Jabar,” ucap Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto kepada detikcom via pesan singkat, Sabtu (24/2/2018).

    Keduanya ditangkap Satgas Anti Money Politic Bareskrim Mabes Polri siang tadi. Saat penangkapan, polisi turut mengamankan satu buah unit mobil Daihatsu Sigra berwarna putih. “Ada satu mobil yang kita amankan,” kata dia.

    Agung menuturkan keduanya diduga menerima gratifikasi dari salah satu paslon Pilbup Garut 2018. Mereka menerima ‘hadiah’ untuk meloloskan salah satu paslon.

    Namun polisi belum merinci secara lengkap terkait penangkapan tersebut. Begitupun terkait paslon yang melakukan suap.

    “Dugaan tindak pidana menerima suap atau gratifikasi untuk meloloskan salah satu calon dalam pilkada Kabupaten Garut,” tuturnya.

    Dari penangkapan tersebut keduanya melanggar pasal 11 dan atau 12 Undang-Undang Tipikor dan atau pasal 3 dan 5 Undang-Undang TPPU.

    Seperti diketahui, ada empat paslon yang dinyatakan lolos untuk mengikuti Pilbup Garut, satu pasangan independen, tiga pasangan dari partai politik. Keempat paslon itu adalah pasangan petahana Rudy Gunawan-Helmi Budiman, Iman Alirahman-Dedi Hasan Bahtiar, Suryana-Wiwin, dan Agus Hamdani-Pradana Aditya Wicaksana. (detik)