Tag: Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610

  • Basarnas Hentikan Pencarian Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air

    Basarnas Hentikan Pencarian Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air

    Jakarta (SL) – Badan SAR Nasional (Basarnas) memutuskan menghentikan operasi pencarian korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat. Keputusan diambil setelah dilakukan evaluasi hasil pencarian korban selama tiga hari masa perpanjangan operasi nasional (10/11/2018).

    “Berdasarkan evaluasi kita, peninjauan ke TKP, rapat staf, dan masukan-masukan dari berbagai pihak. Kemarin kita hanya menemukan satu kantong jenazah, itu pun hanya pagi hari, setelah itu sore, malam, nihil. Hari ini kita cek ke lapangan, sampai saat ini juga nihil. Jadi, berdasarkan pantauan tersebut, kami dari Tim SAR Basarnas Pusat mengambil keputusan bahwa operasi SAR ini, secara terpusat, disudahi atau ditutup hari ini,” kata Kabasarnas Marsekal Madya M Syaugi di Posko Evakuasi Lion Air di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (10/11/2018).

    Meski pencarian ditutup, tim SAR Jakarta dan Bandung disebut bisa melaksanakan operasi SAR bila mendapat informasi mengenai temuan korban. Ditegaskan Syaugi, tim SAR Jakarta dan Bandung akan siaga menindaklanjuti informasi-informasi soal temuan korban.

    Dalam operasi gabungan, total ada 196 kantong jenazah yang dibawa dari area pencarian korban, termasuk puing/benda terkait pesawat rute Jakarta-Pangkalpinang tersebut. Sebanyak 77 korban pesawat Lion Air yang jatuh pada Senin (29/10) sudah teridentifikasi.

    “Kami juga mohon maaf kepada seluruh masyarakat, terutama kepada keluarga korban, apabila dalam pelaksanaan evakuasi korban ini belum menyenangkan semua pihak. Namun kita sudah melaksanakan sekuat tenaga, dengan kata kunci tiga yang selalu sampaikan, pemerintah hadir, serius, all-out, dan bekerja memakai hati,” tutur Syaugi.

    Syaugi juga mengapresiasi kinerja tim SAR gabungan dan semua pihak yang membantu operasi pencarian korban pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 610. (Kabarnusantaranews)

  • Sebelum Jatuh Lion Air Alami Altitude Disagree

    Sebelum Jatuh Lion Air Alami Altitude Disagree

    Jakarta (SL) – Koran Tempo menulis riwayat pesawat Lion Air JT 610 sekitar tujuh jam sebelum jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin pagi 29 Oktober 2018. Pesawat ditulis melayani rute penerbangan Denpasar-Jakarta pada Minggu malam 28 Oktober 2018 dan dilaporkan memiliki status airspeed and altitude disagree.

    Airspeed and altitude disagree merupakan kondisi ketidaksesuaian data kecepatan dan ketinggian pesawat antara layar pilot (kiri) dan kopilot (kanan). Dalam kondisi ini, pilot harus stand-by secara manual. Ini kondisi yang dikutip Koran Tempo dari sumbernya sekalipun Fulki Naufan, kopilot pesawat, mengatakan seperti dikutip Koran Tempo 30 Oktober 2018, “Maaf, saya enggak bisa kasih info apa pun.”

    Sumber lainnya, seorang mekanik pesawat, membantu menerjemahkan persoalan yang sama yang diduga dialami pesawat tersebut sebelum menerbangi rute Jakarta-Pangkal Pinang, Senin pagi 29 Oktober 2018. Ketika disodorkan dokumen yang diduga dibuat usai penerbangan Denpasar-Jakarta, dia menyebut ada abnormal indikasi dari petunjuk ketinggian terbang dalam kokpit pesawat.

    Menurut dia masalah itu tergolong kritikal dan harus segera dilakukan kalibrasi oleh teknisi ketika pesawat di darat. “Kalau enggak saat inflight pilot enggak bisa membedakan actual ketinggiannya,” kata dia via aplikasi percakapan Whatsapp, Selasa 30 Oktober 2018.

    Masih ada instrumen yang disebutnya standby altimeter tapi menurutnya itu hanya digunakan ketika darurat. Ini sejalan dengan informasi yang dikutip Koran Tempo kalau pilot dan kopilot pesawat jenis Boeing 737 itu harus mengendalikan manual ketika menerbangi rute Denpasar-Jakarta. (Tempo)

     

  • Salah Satu Korban Jatuhnya Lion Air JT-610 Berasal dari Metro

    Salah Satu Korban Jatuhnya Lion Air JT-610 Berasal dari Metro

    Bandarlampung (SL) – Pasangan suami istri: Catur (58) dan Septiani (54) warga Jalan Kerinci,  Kelurahan Yosorejo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro, Provinsi Lampung, menanti cemas kabar putra ketiganya Arfiyandi (35).

    Hingga kini, belum diketahui nasib Arfiyadi yang menjadi salah satu penumpang Pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh  di perairan laut Karawang, Jawa Barat, Senin  pagi (29/10/2018). 

    Dilansir dari harianmomentum Catur menuturkan, beberapa hari terakhir dia seperti mendapat firasat aneh dalam mimpinya. Dalam mimpu itu, Catur mengaku sedang mencampur cat. Namun anehnya, hanya warna hitam yang muncul dari hasil pencampuran cat itu.

    “Berapa hari lalu saya  mimpi, saya menyampurkan cat,  tetapi hasilnya selalu warna hitam yang muncul. Apa ini firasat yang saya dapatkan,” tuturnya.

    Dia berharap, anaknya masih bisa ditemukan.  “Jika ia sudah tiada, maka jasadnya bisa dikuburkan dengan layak,” harapnya. 

    Catur bersama istrinya akan segera berangkat  ke Pangkalpinang, Provinsi Bangkabelitung tempat keluarga Arfiyandi, untuk memastikan nasib putra ketiganya itu.

    “Saya mendapat kabar dari anak yang paling tua, jam 12 siang tadi. Kalau ada pesawat jatuh dan didalamnya ada penumpang bernama Afriandy umur 35 tahun. Saat itu juga saya lalu menelpon istri Afriandi, ternyata  benar itu anak saya yang  bekerja di BNN Pangkalpingan,” ungkapnya. (Harianmomentum)

  • Basarnas Prediksi Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610 Tak Ada Yang Selamat

    Basarnas Prediksi Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610 Tak Ada Yang Selamat

    Jakarta (SL) – Melihat serpian pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
    Basarnas mem-prediksi  seluruh orang yang ada di pesawat tewas akibat kejadian ini.
    Basarnas memprediksi seluruh orang yang ada di pesawat tewas akibat kejadian ini. Berdasarkan data ada 189 orang diatas pesawat,  diantaranya 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 5 kru.
    “Diprediksi sudah tidak ada yang selamat. Karena korban yang ditemukan saja beberapa potongan tubuh sudah tidak utuh,” sebut  Dirops Pencarian dan Pertolongan Basarnas Brigjen Marsekal Bambang Suryo Aji di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, kepada pemberita, Senin (29/10/2018).
    “Kejaiban besar kalau ada yang selamat. Kemungkinan sekali jumlah 189 itu sudah dalam keadaan meninggal dunia,” ujarnya, seraya mengatakan sudah 7 kantong jenazah korban Pesawat Lion Air JT 610 tiba di RS Polri.
    Untuk itu, Bambang menegaskan pihaknya akan memfokuskan evakuasi korban-korban terlebih dahulu. Sementara ini, evakuasi dilakukan dengan penyelaman.
    Dari New Delhi, Sebagaimana dilansir The Guardian, Senin (29/10), kedua orang tua Cap. Lion Air JT-610, Bhavye Suneja, begitu mendapat informasi dan mesaksikan musibah ini, sudah memesan tiket penerbangan ke Jakarta, malam ini waktu India.
    Menurut Kapish, orang tua Suneja sudah mengetahui kabar kecelakaan anaknya dan akan segera terbang ke Jakarta. Bhavye merupakan warga negara India.
    “Kamis menyaksikan beritanya di televisi pagi hari ini, dan kami masih belum yakin. Kami tidak bisa banyak berkata-kata,” kata Kapish.
    Kapish menyatakan setelah kabar Suneja menjadi pilot di pesawat nahas itu, seluruh keluarganya di New Delhi berkumpul.
    Menurut Kapish, Suneja memilih tinggal di Jakarta dengan istrinya setelah menikah dua tahun lalu. Sedangkan seluruh keluarganya berada di New Delhi.
    Menurut orang tuanya, sangat senang tinggal di Indonesia. “Dia sangat menyukai pekerjaannya, sangat menyenanginya,” katanya lagi.
    Dari data profil di situs Linkedin, Suneja mulai bekerja di maskapai Lion Air sejak Maret 2011. Dia sudah mengantongi 6 ribu jam terbang di maskapai itu.
    Dia juga sempat menjadi pilot magang di maskapai Emirates pada September hingga Desember 2010.
    Pesawat Boeing 737-300 MAX 8 diterbangkan Suneja dengan kode lambung PK-LQP kabarnya dibuat pada 2018, dan baru dioperasikan mulai 15 Agustus lalu. (MitraIndonesia)
  • Warga Asal Pringsewu Salah Satu Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610

    Warga Asal Pringsewu Salah Satu Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610

    Bandarlampung (SL) – Lagi, seorang warga Kabupaten Pringsewu, Lampung, Wahyu Allfadila (32), bersama anaknya, Xherdan Fahcrizi (5), ada dalam pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10).

    Eldi (27), adik kandung Wahyu, memeroleh kabar kakaknya ada dalam pesawat yang jatuh dari sahabat kakaknya yang berada di Bengkulu, pukul 09.30 WIB.

    Dia segera menemui ibunya, Yuni Hesti, menyampaikan kabar tersebut. Dalam waktu bersamaan, Putri, istri Wahyu, menelpon ibunya memberitahu jika cucunya, Xherdan, ikut dalam pesawat.

    Eldi mengatakan ibu bersama adik bungsunya langsung naik pesawat untuk memastikan keberadaan Wahyu ke Jakarta , pukul 19.30 WIB. Sedangkan Eldi dan adiknya, Rizki, menyusul naik bus, pukul 20.00 WIB.

    Wahyu pernah sekolah SMP Negeri 2 Pringsewu dan SMA 2 Pringsewu terus kuliah di Gunadarma, jurusan akuntansi. Tahun 2011, Wahyu pindah kerja dari Pelindo Tanjung Priuk ke Pangkal Pinang.

    Di Pangkal Pinang itu, dia menikah dengan Putri dan dikaruniai dua anak.

    Wahyu Allfadila merupakan putra pertama dari pasangan almarhum Rismardi dan Yuni Hesti warga Lingkungan 3 sebelah utara Mesjid Sobari Kelurahan Pringsewu Selatan, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu.

    Menurut Eldi, kecil kemungkinan abang dan keponakannya bisa selamat. Namun, dia berharap bisa ditemukan jenazahnya utuh.

    Seorang warga Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Hendra Tanjaya, menjadi salah seorang korban jatuhnya pesawat Lion Air JT -610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10). (RMOL)

  • Salah Satu Korban Pesawat Lion Air JT-610 Ada Jaksa Penuntut Ahok?

    Salah Satu Korban Pesawat Lion Air JT-610 Ada Jaksa Penuntut Ahok?

    Pangkalpinang (SL) – Nama Koordinator pada Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, Andri Wiranofa menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018).

    Andri Wiranofa menjadi satu dari empat jaksa yang ada di pesawat Lion Air JT 610. Andri terbang bersama Istrinya, Wita Seriani.

    Sebelum menjadi Jaksa di Bangka Belitung, Andri menjadi salah satu anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI. Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) tahun 2016-2017 lalu.

    Lion Air JT 610 take off dari bandara Soekarno-Hatta pukul 06.20 WIB dengan rute penerbanganJakarta-Pangkal Pinang dengan membawa 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 5 kru.

    Pesawat Boeing 737 MAX 8 yang terbang perdana 15 Agustus 2018 lalu dan di komandoi Captain Bhavye Suneja dengan Co-pilot Harvino dan enam awak kabin atas nama Shintia Melina, Citra Noivita Anggelia, Alviani Hidayatul Solikha, Damayanti Simarmata, Mery Yulianda, dan Deny Maula mengalami hilang kontak pada pukul 06.33 WIB. Proses evakuasi saat ini terus berlangsung dengan melibatkan potensi SAR gabungan.

    Berikut daftar nama keempat jaksa penumpang Lion Air JT 610 :

    1. Andri Wiranofa / Mr (Koordinator pd Kejati Babel) No manifes 173 seat 8A

    2. Wita Seriani ( istri dari Andri W.) No manifes 174 seat 22E

    3. Dody Junaedi (Kasi Pidsus Pangkalpinang) No manifes 075 seat 19E

    4. Shandy Johan Ramadhan (Jaksa Fungsional Bangka Selatan) No manifes 122 seat 7F

    5. Sastiarta (staff TU Kejati Babel)No manifes 141 seat 34E

    Nama 13 JPU kasus Ahok :

    1. Ali Mukartono

    2. Reky Sonny Eddy Lumentut

    3. Lila Agustina

    4. Bambang Surya Irawan

    5. J Devi Sudarsono

    6. Sapto Subrata

    7. Bambang Sindhu Pramana

    8. Ardito Muwardi

    9. Deddy Sunanda

    10. Suwanda

    11. Andri Wiranofa

    12. Diky Oktavia

    13. Fedrik Adhar

    Nomor kontak informasi seputar penumpang Lion Air JT 610 adalah 021-80820000, sementara untuk  dapat menghubungi nomor 021-80820002. Tak hanya itu, crisis center juga disediakan di Terminal 1 Bandara International Soekarno-Hatta yang bekerja sama dengan Basarnas dan KNKT. (Celebesnews.id)

  • Kepala RS Polri: Identifikasi Korban Butuh Waktu Lebih dari 3 hari

    Kepala RS Polri: Identifikasi Korban Butuh Waktu Lebih dari 3 hari

    Jakarta (SL) – Tim Disaster Victim Identification (DVI) RS Polri membutuhkan waktu untuk mengidentifikasi korban pesawat Lion Air 610. Jika melalui data DNA, identifikasi butuh lebih dari tiga hari.

    “Kalau hanya teridentifikadi DNA, paling cepat, itupun kalau data antemortem lengkap, itu 4-5 hari,” kata Kepala RS Polri Kombes Pol Musyafak di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (30/10/2018)

    Kombes Pol Musyafak mengatakan kesulitan identifikasi tergantung utuh tidaknya jenazah. Minimal, ada sidik jari yang bisa dicocokkan dengan data KTP. Jika tidak ada, maka opsi kedua menggunakan identifikasi data primer.

    Kombes Pol Musyafak menyebut data yang dipakai adalah rekam medis gigi korban. Ditambah dengan data sekunder dari antemortem keluarga korban, misalnya baju terakhir atau hal lainnya.

    “Terakhir itu melalui DNA,” ucap Kombes Pol Musyafak.

    Biasanya, kata Kombes Pol Musyafak, DNA akan diambil dari sampel jenazah lalu dicocokkan dengan DNA kerabat dekat korban. Bisa orang tua atau anak mereka. Jika jenazah tidak utuh, akan diperiksa semua DNA mereka.

    “Jadi tergantung keutuhan jenazah korban, termasuk data antemortem,” kata Kombes Pol Musyafak.

    Lebih lanjut Kombes Pol Musyafak meminta keluarga korban sabar menunggu. Jika sudah teridentifikasi RS Polri akan segera menginformasikan hal tersebut.

    “Kalau nanti dibutuhkan tim antemortem data pendalaman, maka akan dipanggil, diminta keterangan kembali,” tutup Kepala RS Polri Kombes Pol Musyafak. (WartaBhayangkara)