Bandar Lampung (SL)-Kerabat dekat Bupati Pesawaran Sonny dan Mursalin, yang disebut sebut ikut terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Rumah Sakit Pesawaran lolos dari jeratan hukum. Majelis hakim telah menjatuhakn vonis tiga terdakwa Taufiq Urrahman, Raden Intan Putra, dan Juli (rekanan,red) dengan hukuman 18 bulan penjara, dan meminta jaksa mengusut.
Raden Intan, adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) merangkap PNS Dinas Kesehatan Pesawaran, Taufiq Urrahman, kontraktor, dan Juli, konsultan proyek pembangunan lantai II dan III RSUD Pesawaran. Mereka terbukti bersalah melakukan tindak pindana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas kasus tersebut, Ketua LSM Lembaga Independen Pendukung Reformasi (LIPeR) LAMPUNG, Herli Rasyid menilai proses penegakan hukum perkara korupsi dan fee Proyek Pembangunan RSUD Kabupaten Pesawaran, Lampung tahun anggaran 2018 sebesar Rp33,8 miliar, tebang pilih, dan meminta Kejaksaan melakukan penyelidikan lanjutan kasus tersebut.
“Proses hukum kasus tersebut terkesan tebang pilih. Tidak ada vonis hukuman kepada Sonny ZU yang merupakan kerabat dekat Bupati Kabupaten Pesawaran dan Mursalin yang namanya muncul di persidangan. Karena itu kami LSM LIPeR Lampung melaporkan dan sekaligus mendesak Kejaksaan Tinggi Lampung untuk melakukan penyelidikan ulang terhadap putusan perkara hukum tersebut,” Kata Herli Rasyid, kepada wartawan, Rabu 1 Juli 2020.
Herli Rasyid bersama Sekjen LIPeR Lampung, Ariefudin mendatangi Kantor Kejati Lampung, dan melayangkan laporan tertulis, dan memastikan agar putusan hukum yang tersebut harus benar-benar berkeadilan berdasarkan azas legalitas yang ada. “Sonny ZU yang merupakan kerabat dekat Bupati Kabupaten Pesawaran dan Mursalin, kok bisa lolos,” katanya..
Herli Rasyid menjelaskan kedua orang tersebut sangat layak untuk dijatuhkan hukuman dan vonis penjara, sebagaimana vonis hukuman 18 bulan penjara oleh Majelis Hakim terhadap ketiga terpidana lainnya. Ketiga terpidana tersebut antar lain; Raden Intan selaku PPK kegiatan, Taufiq Urrahman selaku kontraktor dan Juli selaku konsultan kegiatan.
“Dalam gelar perkara hingga sidang sebelumnya serta berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi dan tersangka, nama Sonny dan Mursalin disebut-sebut ikut serta terlibat dalam konspirasi kasus ini. Apalagi Mursalin sendiri mengaku telah menerima uang fee proyek dari terpidana Juli sebesar Rp300 juta, yang kemudian uang suap tersebut selanjutnya diserahkan kepada Sonny,” jelasnya.
Lalu berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi dalam gelar perkara persidangan tersebut, Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan penyidikan ulang terhadap saksi-saksi dan tersangka yang terlibat dalam kasus ini. “Dengan demikian, maka dugaan keterlibatan Sonny dan Mursalin dalam konspirasi kasus ini sangat jelas dan terang,” katanya.
Untuk itu, lanjut Herli, bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
“Kami hanya meminta transparansi dari pihak Kejati Lampung agar bersikap dan bertindak secara profesional dan berkeadilan dalam memutuskan setiap perkara. Sehingga jangan sampai ada anggapan bahwa Pihak Kejati Lampung tebang pilih,” harap Herli.
Herli menegaskan, apabila dalam waktu yang cukup ternyata Pihak Kejati Lampung tidak segera merespon dan menindaklanjuti surat tersebut, maka mereka ingin melayangkan surat tebusan kepada Kejaksaan Agung, Jaswas serta Jamintel RI di Jakarta, untuk meninjau kinerja pihak Kejati Lampung dalam memutuskan perkara ini. “Jika Kejati Lampung tidak merespon, maka kami akan ke Kajagung, untuk mengevaluasi kinerja Kejati Lampung,” ujarnya. (Red)