Tag: Korupsi

  • Diduga Kasus Korupsi Mandek, AMPAK Demo di Polda Sulsel

    Diduga Kasus Korupsi Mandek, AMPAK Demo di Polda Sulsel

    Makassar (SL) – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi disingkat AMPAK melakukan unjuk rasa depan Mapolda Sulsel jalan Perintis Kemerdekaan KM.16, selasa, 23 oktober 2018 siang.

    Aksi itu dipimpin Sudarman, selaku koordinator lapangan, dalam aksinya ia mengatakan jika ini dilakukan untuk meminta penegakan supremasi hukum dalam hal penuntasan pemberantasan korupsi khususnya penanganan dana bimtek di Kabupaten Enrekang.

    Selain itu, para mahasiswa juga membentangkan spanduk dan pamflet bertuliskan, “Ingat Akhirat Jangan Korupsi, Jangan Masuk Angin Pak Eko serta Stop Merampok Negara.

    “Penjarakan koruptor dan turunkan dari jabatannya, usut tuntas kasus Korupsi dan dana bimtek DPRD Enrekang dan penyalahgunaan ADD Desa Bolang Kec. Alla Kab. Enrekang, evaluasi kinerja penyidik Ditkrimsus Polda dan copot ketika bermain-main di dalam penanganan kasus korupsi dana bimtek DPRD Enrekang.

    Kapolda wajib memonitoring penanganan kasus korupsi penyalahgunaan anggaran ADD Desa Bolang Kec. Alla yang ditangani Polres Enrekang serta mendesak Kapolda untuk mundur dari jabatannya ketika tidak mampu menuntaskan kasus korupsi dana bimtek tahun anggaran 2014-2015,” teriak Sudarman dalam orasinya.

    Menurut Kompol Nahwi, Kanit I Tipikor Polda Sulsel bahwa penanganan terkait kasus bimtek itu telah dilakukan pemeriksaan terhadap empat orang.

    “Tolong adek-adek jaga sikap emosionalnya tidak mungkin kami tidak terima apa tuntutan adik-adik, dan kami menyampaikan bahwa perkembangan terakhir tentang kasus bimtek ini sudah diadakan pemeriksaan terhadap empat orang dan telah memenuhi unsur P19.

    Kasus ini sudah menjadi target kami di tahun 2018, intinya sudah tidak ada kendala dan kasus ini pasti akan di P21 kan,” pungkasnya di depan pengunras saat menerimah aspirasi.

    Usai gelar aksi unjukrasa di depan kantor Polda Sulsel, para Mahasiswa melanjutkan aksinya di depan kantor Kejati Sulsel. Hingga aksi ini berakhir, situasi aman dan terkendali. (metroonline.co)

  • Laporkan Praktek Korupsi, Polda Lampung Siap Lindungi Identitas Pelapor

    Laporkan Praktek Korupsi, Polda Lampung Siap Lindungi Identitas Pelapor

    Bandar Lampung (SL) – Wakapolda Lampung Brigjenpol Angesta Romano Yoyol, mengatakan pihaknya siap melakukan perlindungan dengan merahasiakan identitas pelapor, terkait  Pemerintah Republik Indonesia, menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Dari peraturan tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta. “Ya (dilindungi), bisa” ujarnya, Kamis (11/10/2018).

    Namun, terkait mekanisme tersebut Yoyol belum bisa memastikannya, karena belum ada petunjuk teknis, dan arahan dari pimpinan. Tetap, Yoyol sangat mendukung adanya PP tersebut. “Makanya kita mau pelajari dulu PP nya, dan petunjuk dari atasan,” kata alumnus Akabri 1989 itu.(lampost)

  • Sejak Jadi Bupati Lamsel Ketua PAN Lampung Zainudin Hasan Diduga Terima Suap Hingga Rp56 M

    Sejak Jadi Bupati Lamsel Ketua PAN Lampung Zainudin Hasan Diduga Terima Suap Hingga Rp56 M

    Bandar Lampung (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terus menelusuri perkara suap fee proyek yang diduga diterima mantan Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan. Dalam pengembangan kasus tersebut KPK mendapatkan dugaan kasus suap fee proyek terjadi sejak 2016 silam. Yakni, sejak Zainudin Hasan yang merupakan adik kandung Ketua MPR RI Zulkifli Hasan itu menjabat bupati.

    “KPK mulai melakukan pengembangan dalam kasus di Lampung Selatan. Kami lakukan penelusuran informasi terhadap fee proyek lain di tahun 2016, 2017 dan 2018 di Dinas PUPR,” kata Jubir KPK Febri Diansyah, Rabu (10/10/2018).

    Dari penelusuran tersebut hasilnya cukup fantastis. Fee proyek yang didapat dari Dinas PUPR pada tiga tahun anggaran 2016, 2017, hingga 2018 disinyalir mencapai Rp56 Miliar. “Hingga saat ini penyidik terus menyisir dan mengidentifikasi dugaan dalam fee proyek-proyek tersebut,” ujarnya.Lanjutnya, untuk itu saat ini KPK tengah berupaya mengembalikan, kerugian negara melalui mekanisme yang ada.

    “Secara paralel, KPK perlu melakukan pemetaan aset untuk kepentingan aset recovery nantinya agar nanti jika sudah terbukti di pengadilan hingga inkracht, maka aset yang pernah dikorupsi dapat dikembalikan ke masyarakat melalui mekanisme keuangan negara,” lanjutnya.

    Sebelumnya, lembaga anti rasuah tersebut membidik tindak pidana pencucian uang, terkait korupsi fee proyek di Lamsel dengan tersangka mantan Bupati Zainudin Hasan, anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bakti Nugroho, Kadis PUPR Lampung Selatan Anjas Asmara, dan pihak swasta Gilang Ramadhan sebagai Direktur PT Prabu Sungai Andalas.

    Dari pemeriksaan KPK, uang fee proyek yang diberikan pihak swasta ke adik ketua MPR RI tersebut, kerap dibelikan aset khusunya tanah.“Ya bisa TPPU pada prinsipnya selalu penambahan pasal, kalau ada buktinya termasuk TPPU,” singkat Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan beberapa waktu lalu. (nt/tmp)

  • Salah Satu Anggota Bawaslu Blitar Diduga Korupsi Dana Bansos

    Salah Satu Anggota Bawaslu Blitar Diduga Korupsi Dana Bansos

    Blitar (SL) – Salah seorang anggota Bawaslu Kabupaten Blitar periode 2018-2023 berinisi EN ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Blitar. Ia diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan dana Bansos APBN T.A 2015 dari Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk revitalisasi pasar tradisional di Desa Tumpang, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar.

    Hal tersebut dibenarkan oleh Arif Sarwani selaku anggota komisioner Bawaslu Kabupaten Blitar Devisi Sengketa seusai audiensi bersama Farum Peduli Demokrasi (FPD). “Benar salah satu anggota komisioner Bawaslu di terapkan oleh Polres Blitar sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan Bansos,” katanya. Selasa (02/10/2018).

    Lebih lanjut dikatakannya, meskipun salah satu anggota Bawaslu sudah ditetapkan sebagai tersangka pihaknya tetap mengedepankan proses hukum yang sedang berlangsung baik di kepolisian maupun di pengadilan. “Kami tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Blitar,” lanjutnya.

    Arif menambah, dalam proses hukum anggota komisioner yang ditetapkan sebagai tersangka masih ada kesempatan membela diri. “Belum ada persidangan. Ia masih ditetapkan sebagai tersangka, artinya dalam proses ini ia masih ada kesempatan pembelaan diri dalam persidangan,” imbuhnya.

  • ICW: Parpol Belum Serius Berantas Korupsi

    ICW: Parpol Belum Serius Berantas Korupsi

    Perilaku praktik korupsi massal anggota legislatif bukan fenomena yang baru. Korupsi berjemaah menunjukkan belum ada pembenahan serius partai politik untuk mencegah korupsi di parlemen.

    “Kalau kita melihat korupsi massal di DPRD ini polanya sama saja di berbagai daerah, ada keterlibatan dari kepala daerah, ada keterlibatan birokrasi dan kemudian dari DPRD,” kata peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina saat diskusi “Mengapa DPRD Korupsi Beramai-ramai?” di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9).

    Almas berpandangan, untuk mencegah atau memberantas korupsi di tingkat legislatif tidak cukup dengan penindakan aparat hukum itu sendiri. “Dibutuhkan ada banyak pembenahan di situ, salah satunya pembenahan sistem yang paling penting aktor masalah itu ada di partai politik itu sendiri,” ujarnya.

    Parpol, sambung Almas, harus memiliki peran untuk menghadirkan anggota legislatif dari proses awal untuk mencegah kasus-kasus korupsi yang melibatkan legislatif dan kepala daerah terulang lagi.

    “Monitoring dan evaluasi anggota legislatif kader dari parpol itu sendiri,” ujar Almas.

    Menurutnya, pembenahan sistem partai politik untuk lebih transparan dan akubtabel penting. Namun, ada lagi yang lebih penting yaitu sikap dari politisi itu sendiri untuk mengubah dirinya dengan tidak mengedepankan sifat-sifat transaksional dan pragmatisme.

    “Bagaimana partai politik, politisi untuk memenangkan. Pemilu sebenarnya yang membuat mahal adalah cara yang tidak perlu dilakukan untuk pemilu itu sendiri misalnya di pemilu kepala daerah yang mahal itu mahar politik,” imbuhnya.

    “Mahar mahal politik itu yang mahal puluhan sampai ratusan miliar, kemudian juga politik uang jual beli suara,” pungkas Almas menambahkan.

  • Diduga Korupsi di Asian Games 2018, Polisi Periksa Ketua KOI Erick Tohir

    Diduga Korupsi di Asian Games 2018, Polisi Periksa Ketua KOI Erick Tohir

    Jakarta (SL) – Polda Metro Jaya terus mendalami kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018. Kali ini, giliran Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Erick Thohir diperiksa selama tiga jam di kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus).

    “Erick menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus terkait. Diperiksa pukul 13.00 sampai dengan 16.00 WIB,” ujar Kasubdit V Tipikor Reskrimsus AKBP Ferdy Irawan saat dikonfirmasi, Selasa (21/3/2017).

    Ferdy menjelaskan pemeriksaan Erick kali ini hanya sebatas tupoksinya sebagai Ketua KOI. “Pertanyaannya umum saja sebagai ketua (KOI),” ujar dia.

    Sementara, mantan atlet berkuda nasional yang juga Wakil Bendahara KOI Adinda Yuanita mengaku siap membantu polisi untuk mengungkap kasus dugaan korupsi Asian Games 2018. Dia siap kapanpun datang ke Polda Metro bila keterangannya dibutuhkan.

    Juru Bicara dan Kuasa Hukum Adinda, Muhammad Fauzan menyatakan, kliennya dengan pengalaman yang ada dapat dimanfaatkan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dalam perkara penyedia jasa kegiatan carnaval Sosialisasi Asian Games di enam kota.

    “Teknis perkara memang Adinda tidak tahu, karena saat perkara itu terjadi dia sedang cuti dari posisi Wakil Bendahara di KOI dan belum aktif di Inasgoc. Dia baru bergabung di Inasgoc Juni 2016. Tapi Polisi bisa memanfaatkan pengetahuannya untuk melengkapi berkas penyidikan,” ujar Fauzan, dikutip dari Antara, Minggu 19 Maret 2017.

    Polda Metro Jaya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018. Mereka yakni, Sekjen KOI Doddy Iswandi, Bendahara KOI Anjas Rivai, dan penyedia jasa kegiatan bernama Ikhwan Agus.

  • Korupsi Rp3,1 Miliar, Mantan Dirut PDAM Barabai Dipenjara 18 Bulan

    Korupsi Rp3,1 Miliar, Mantan Dirut PDAM Barabai Dipenjara 18 Bulan

    Banjarmasin (SL) – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Kota Banjarmasin, Selasa (4/9) mengganjar vonis 18 bulan penjara untuk Rusdi Aziz—mantan Direktur PDAM Barabai yang melakukan korupsi keuangan di PDAM Barabai Hulu Sungai Tengah (HST).

    Dalam putusannya majelis hakim yang diketuai Sihar Hamonangan Purba memvonis Rusdi Aziz 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan. Terpidana juga diwajibkan untuk membayar uang penggganti Rp 455 juta dengan ketentuan apabila tida bisa membayar maka diganti kurungan badan selama 1 tahun.
    Majelis sependapat dengan JPU kalau terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001, tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 UU Tipikor.
    Walaupun lebih ringan dari tuntutan JPU Sahidannor, namun melalui penasehat hukumnya Dennis, terdakwa mengatakan pikir-pikir. “Masih pikir-pikir dulu, tapi kita menghormati putusan majelis. Apalagi kan menurut ahli perkara ini tidak masuk keuangan negara, jadi ya saya pikir vonis ini masih belum adil, ” ujar Dennis.
    Diketahui, JPU Sahidannor merangkap Kasi Pidsus Kejari HST telah menuntut terdakwa selama 2 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 6 bulan penjara, dan diwajibkan membayar uang penggganti Rp455 juta dengan ketentuan apabila tida bisa membayar maka diganti kurungan badan selama 1 tahun.
    Mengingatkan dalam dakwaan jaksa disebutkan dana yang disetorkan Pemkab HST sebagai penyertaaan modal pada perusahaan daerah air minum tersebut dilakukan secara bertahap seperti ditahun 2012 sebesar Rp14 miliar, kemudian ditahun berikutnya sebesar Rp30 miliar dan tahun berikutinya sebesar Rp25,6 miliar serta Rp20 miliar.
    Dari jumlah tersebut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terdakwa menurut audit BPKP Kalsel sekitar Rp3,1 miliar lebih yang menjadi kerugian negara. Namun oleh jaksa dalam tuntutannya uang pengganti hanya Rp455 juta
    dari kerugian negara hasil audit BPKP tersebut.
    “Kenapa cuma Rp455 juta saja, karena melihat fakta selama persidangan kita akhirnya meyakini yang dinikmati terdakwa cuma sejumlah itu,” jelas Sahidannor.
    (net)
  • KPK Tetapkan 41 Anggota DPRD Malang Jadi Tersangka Korupsi

    KPK Tetapkan 41 Anggota DPRD Malang Jadi Tersangka Korupsi

    Jakarta (SL) – KPK menambah 22 orang anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Kini total sudah ada 41 anggota DPRD Malang yang menjadi tersangka dari total 45 anggota DPRD Malang.

    “Penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang tersebut merupakan tahap ketiga. Hingga saat ini, dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).

    Ke-22 orang ini diduga merima duit Rp 12,5-Rp 50 juta dari Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton, yang juga telah menjadi tersangka. Duit itu diduga diberikan Anton terkait pengesahan RAPBD-P kota Malang tahun 2015.

    Berikut daftar 41 anggota DPRD Kota Malang yang menjadi tersangka:

    1. M Arief Wicaksono
    2. Suprapto
    3. Zainuddin
    4. Sahrawi
    5. Salamet
    6. Wiwik Hendri Astuti
    7. Mohan Katelu
    8. Sulik Lestyowati
    9. Abdul Hakim
    10. Bambang Sumarto
    11. Imam Fauzi
    12. Syaiful Rusdi
    13. Tri Yudiani
    14. Heri Pudji Utami
    15. Hery Subiantono
    16. Ya’qud Ananda Gudban
    17. Rahayu Sugiarti
    18. Sukarno
    19. Abdulrachman
    20. Arief Hermanto
    21. Teguh Mulyono
    22. Mulyanto
    23. Choeroel Anwar
    24. Suparno Hadiwibowo
    25. Imam Ghozali
    26. Mohammad Fadli
    27. Asia Iriani
    28. Indra Tjahyono
    29. Een Ambarsari
    30. Bambang Triyoso
    31. Diana Yanti
    32. Sugianto
    33. Afdhal Fauza
    34. Syamsul Fajrih
    35. Hadi Susanto
    36. Erni Farida
    37. Sony Yudiarto
    38. Harun Prasojo
    39. Teguh Puji Wahyono
    40. Choirul Amri
    41. Ribut Harianto.

    Selain 41 anggota DPRD, KPK juga telah menetapkan Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton dan eks Kadis PU dan Pengawasan Bangunan Kota Malang tahun 2015, Jaroy Edy Sulistiyono sebagai tersangka. KPK menyebut kasus ini sebagai korupsi massal.

    “Kasus ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal melibatkan unsur kepala daerah dan jajarannya serga sejumlah anggota DPRD yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan, anggaran dan regulasi secara maksimal,” ucap Basaria

  • Jadi Tersangka KPK Tahan 22 Anggota DPRD Kota Malang

    Jadi Tersangka KPK Tahan 22 Anggota DPRD Kota Malang

    Jakarta (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan 22 anggota DPRD Kota Malang usai ditetapkan sebagai tersangka suap terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015.

    Sebanyak 22 anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur itu ditahan di rumah tahanan (Rutan) berbeda. “Para tersangka ditahan 20 hari pertama di sejumlah rutan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Senin (31/9).

    Anggota DPRD Kota Malang, Diana Yanti, Sugiarto, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, dan Erni Farida ditahan di Rutan KPK Gedung Merah-Putih. Kemudian, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een Ambarsari, dan Ribut Harianto ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.

    Selanjutnya, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, dan Suparno Hadiwibowo ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Selain itu, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, dan Bambang Triyoso di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sedangkan seorang anggota lagi, Afdhal Fauza ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.

    Sebanyak 22 anggota DPRD Kota Malang itu diduga menerima masing-masing sekitar Rp12,5 juta sampai Rp50 juta dari Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013-2018. Uang itu diberikan terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai anggota DPRD Kota Malang.

    Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menjerat 21 tersangka, mulai dari Wali Kota Malang Moch. Anton, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyoni, dan 19 anggota DPRD Kota Malang lainnya.

    Anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 sendiri diisi sejumlah kader partai politik, di antaranya PDIP dengan 11 kursi, PKB dengan 6 kursi, Golkar dan Demokrat dengan 5 kursi, Gerindra dan PAN dengan 4 kursi, Hanura, PKS, dan PPP masing-masing 3 kursi, serta NasDem dengan 1 kursi. (cnnindonesia)

  • Korupsi Dana Desa, Kepala Kampung Srikaton Lamteng Diadili

    Korupsi Dana Desa, Kepala Kampung Srikaton Lamteng Diadili

    Lampung Tengah (SL) – Kepala Kampung Srikaton, Kecamatan Seputih Surabaya Lampung Tengah (Lamteng) Sahadat (45), diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Senin (27/8/2018). Jaksa Penuntut Umum Riska, SH, mendakwa Sahadat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang korupsi korupsi di Pengadilan Negeri.

    Terdakwa menjalani sidang korupsi di Pengadilan Negeri Kelas IA, Tanjungkarang, Bandarlampung, lantaran diduga telah mengkorupsi dana desa Dusun VI RT 018, RW 006, Kampung Srikaton, Kecamatan Seputih Surabaya, Lampung Tengah, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016 kurang lebih sebesar Rp843.209.390.

    Atas perkara tersebut, terdakwa didakwa dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riska dalam dakwaannya menjelaskan, terdakwa telah mendapatkan dana desa bersumber APBN sebesar Rp620.348.953, yang meliputi tahap I pada tanggal 07 Juni 2016 sebesar Rp372.119.371 dan tahap II pada tanggal 16 November 2016 sebesar Rp248.079.581.

    “Alokasi Dana Desa (ADD) bersumber dari APBD Lampung Tengah sebesar Rp198.423.108 dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten sebesar Rp18.837.329, Bantuan Keuangan Provinsi sebesar Rp5.600.000. Sehingga total Kampung Srikaton tahun anggaran 2016 sebesar Rp843.209.390,” terangnya. (wr9/nt)