Tag: KPK

  • Transaksi Basuki Hariman dan Tito Karnavian dengan Nilai Fantastis?

    Transaksi Basuki Hariman dan Tito Karnavian dengan Nilai Fantastis?

    Bandarlampung (SL) – Wajah Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy mendadak berubah masam ketika tim Indonesialeaks menyodorkan delapan lembar salinan dokumen pemeriksaan berkop Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan nada suara meninggi, Kepala Kepolisian Resort Cirebon, Jawa Barat itu mencoba berkelit. “Ini kan soal rahasia. Ngapain sih diungkit-ungkit lagi?” ujar Roland saat ditemui di kantornya 8 Juni lalu.

    Roland memilih menutup rapat mulutnya ketika dicecar pertanyaan seputar dokumen pemeriksaan itu. Sesekali ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Roland kemudian meminta agar keberadaan dokumen pemeriksaan itu tidak dipersoalkan. “Sudahlah, itu kan barang lama,” ujarnya.

    Lulusan Akademi Kepolisian 2001 ini sempat menghardik jurnalis dari Indonesialeaks karena merasa tak nyaman dengan sorotan kamera ke wajahnya. Dengan suara lantang, ia lantas memanggil anak buahnya masuk ruangan, dan setelah itu mengarahkan telunjuk tangannya ke kamera. “Tolong hapus itu!” ucapnya.

    Roland meradang karena dokumen pemeriksaan itu berkaitan dengan ‘skandal internal” yang membuatnya harus hengkang dari komisi antikorupsi. Dokumen tersebut adalah salinan berita acara pemeriksaan Bagian Keuangan CV Sumber Laut Perkasa Kumala Dewi Sumartono pada 9 Maret 2017.

    Perempuan kelahiran 9 Februari 1963 itu diperiksa sebagai saksi untuk Ng Fenny, salah satu tersangka dalam kasus suap pengusaha daging Basuki Hariman kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar pada Januari 2017. Suap berkaitan dengan uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang akan menentukan nasib pengusaha importir daging seperti Basuki. Kumala dan Ng Fenny adalah anak buah sekaligus orang kepercayaan Basuki.

    Menurut dokumen tersebut, penyidik yang memeriksa Kumala adalah Surya Tarmiani. Berdasarkan surat perintah penyidikan yang diteken Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pada 26 Januari 2017, ada 12 penyidik yang mendapat tugas menangani perkara suap impor daging sapi oleh Basuki Hariman. Selain Surya, ada nama seperti Roland, HN. Christiaan, Muslimin, Rufriyanto M. Yusuf, Hendry S. Sianipar, dan Harun.

    Dokumen itu mendarat di platform Indonesialeaks sejak beberapa bulan lalu. Seorang informan publik mengirimkannya beserta uraian singkat kronologi kejadian. Di dalamnya juga terselip berbagai dokumen pendukung lain seperti catatan buku bank.

    Indonesialeaks merupakan kanal bagi para informan publik yang ingin membagi dokumen penting tentang skandal yang layak diungkap. Mereka bisa merahasiakan identitas. Prinsip anonimitas ini bertujuan untuk menjamin keselamatan para informan.

    Media yang tergabung dalam platform ini berkolaborasi menelusuri setiap keping informasi lewat kerja investigatif. Sedikitnya ada empat pegawai KPK yang membenarkan validitas dokumen yang diperlihatkan kepada Roland.

    Ditemui saat keluar dari kantor KPK pada Jumat 21 September lalu, Surya tak mau banyak berkomentar tentang dokumen pemeriksaan tersebut. “Wah sudah lama perkaranya. Tanya saja sama pimpinan,” ujarnya. Adapun Ketua KPK Agus Rahardjo malah memberikan jawaban off the record ketika dikonfirmasi mengenai dokumen pemeriksaan tersebut.

    Dokumen itu mengungkap keterangan blakblakan Kumala tentang catatan pengeluaran uang Basuki yang ditengarai salah satunya buat para petinggi polisi. Dalam pemeriksaan tersebut, catatan keuangan itu bersumber dari buku bank berwarna merah dan hitam yang disita KPK saat menggeledah kantor Basuki di Sunter pada Januari lalu.

    Ketika bersaksi untuk kasus yang sama di pengadilan tindak pidana korupsi pada 3 Juli lalu, Kumala mengakui dialah yang membuat buku catatan itu atas perintah Basuki dan atasannya, Ng Fenny, yang menjabat general manager. “Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan saja. Ada di buku bank,” kata Kumala. Catatan keuangan tersebut atas nama Serang Noor IR dengan nomor rekening 4281755*** di Bank BCA cabang Sunter Mall. Serang juga anak buah Basuki.

    Tidak sampai satu bulan setelah pemeriksaan itu, penyidik KPK yang memeriksa Kumala mengalami insiden. Tas berisi laptop itu dicuri seseorang tak dikenal ketika Surya turun dari taksi di depan rumah kosnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Saat itu ia baru saja pulang dari Jogjakarta usai menemui saksi ahli kasus suap Patrialis.

    Seorang penegak hukum di KPK mengungkapkan, komputer jinjing itu menyimpan bukti penting kasus Basuki Hariman. Beberapa di antaranya salinan pindaian dua buku bank perusahaan Basuki. Surya menjawab singkat ketika dimintai konfirmasi. “Silakan tanya pimpinan atau Humas,” katanya.

    Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan tim pemeriksa internal merespon musibah itu dengan meminta klarifikasi Surya. Tim KPK juga ikut mendampingi Surya saat membuat laporan kehilangan ke polisi. “Ini standar aturan di KPK jika ada perlengkapan kerja yang hilang,” kata dia. Febri juga membenarkan Surya merupakan anggota tim penyidik kasus impor daging sapi yang pernah memeriksa Kumala.

    Tak sampai satu pekan setelah peristiwa pencurian komputer jinjing Surya, Pengawas Internal KPK menerima laporan penghapusan barang bukti perkara tersebut yang diduga dilakukan Roland Ronaldy dan satu penyidik polisi lainnya yang juga anggota tim kasus Basuki, Komisaris Harun. Keduanya dilaporkan menghilangkan 15 lembar catatan pengeluaran pada 7 Apil 2017 malam. mereka diduga menghapus catatan itu dengan cara memberikan Tipp-Ex pada nama-nama penerima uang, lalu merobeknya hingga terpisah dari buku bank itu.

    Karena telah dirobek, catatan tangan di buku merah itu tersisa 12 halaman dengan tanggal transaksi yang tak berurutan lagi. Di catatan itu ada nama-nama panggilan pejabat terkenal, kode nama, dan banyak instansi negara. Catatan itu berupa uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.

    Uang yang digelontorkan untuk setiap transaksi cukup fantastis. Jumlahnya bervariasi mulai puluhan juta hingga miliaran rupiah. Dalam empat lembar pertama saja, kolom “kredit” memuat setidaknya Rp 38 miliar. Catatan pengeluaran itu terekam sejak Desember 2015 hinga Oktober 2016. Nilai nominal per transaksi bervariasi, dari puluhan juta rupiah hingga yang terbesar Rp 3,7 miliar untuk setoran kepada satu nama.

    Bukan hanya itu, Roland dan Harun juga diduga mengganti berita hasil pemeriksaan Kumala oleh Surya yang memuat penjelasan catatan duit Basuki di kedua buku bank tersebut. Dari dokumen persidangan para terdakwa perkara itu, tak ada dokumen berita acara pemeriksaan Kumala oleh Surya Tarmiani pada 9 Maret 2017 yang salinannya diperoleh Indonesialeaks.

    Dari dokumen persidangan, penyidik lain memang beberapa kali memeriksa Kumala pada kurun Februari-April 2017. Tapi, di dokumen tersebut sama sekali tidak memuat keterangan Kumala tentang aliran dana ke petinggi polisi. Di persidangan kasus impor sapi, catatan keuangan ke petinggi polisi juga tak pernah terungkap.

    Salah satu pemeriksaan Kumala itu dilakukan Roland pada 15 April 2017. Berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya, nama-nama pejabat yang tercantum dalam buku merah dan berkas pemeriksaan sebelumnya tak lagi disinggung.Dalam dokumen penyidikan yang diterima Indonesialeaks, Roland hanya meminta Kumala menjelaskan beberapa alat bukti terkait dengan transaksi pembelian valuta asing. Berkas penyidikan itulah yang belakangan dijadikan dokumen pengadilan untuk menjerat Ng Fenny.

    Belakangan, hasil pemeriksaan internal membuktikan laporan pelanggaran yang dilakukan Roland dan Harun. Pimpinan KPK hanya memberi sanksi kepada dua penyidik ini dengan mengembalikan keduanya ke Markas Besar Kepolisian RI sebagai instansi asal.

    Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, pemulangan itu merupakan bentuk sanksi berat. Ia enggan menanggapi saat ditanya mengapa KPK tak menjerat keduanya dengan pasal pidana perintangan proses hukum. “Itu sanksi berat yang bisa diberikan terhadap pegawai dari Kepolisian, Kejaksaan, dan lembaga lain,” kata dia.

    Dokumen pemulangan Roland dan Harun hanya menyebut keduanya tengah berkasus. KPK lalu melimpahkan pemeriksaan terhadap mereka kepada Divisi Profesi dan Pengamanan. Namun hasil pemeriksaan internal Polri berbeda 180 derajat. Tuduhan penodaan barang bukti dianggap tak terbukti.

    Alih-alih dijatuhi sanksi, karier keduanya malah makin moncer. Roland didaulat menduduki jabatan Kepala Kepolisian Resor Kota Cirebon usai mendapat penugasan sebagai staf di Divisi Hubungan Internasional, Mabes Polri. Jabatan itu resmi diserahterimakan kepadanya sejak Maret 2018.

    Adapun Harun, yang berpangkat Komisaris, diberikan tiket mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah. Restu baginya tertuang dalam telegram Kepala Kepolisian RI tertangal 27 Oktober 2017. Ini merupakan kesempatan yang ia tunggu-tunggu lantaran pernah gagal mengikuti tes masuk sebelumnya.

    Usai menjalani studi Sespim, jabatan baru menunggu Harun di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia sempat menjabat Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi. Selang sebulan setelahnya ia dipromosikan sebagai Kepala Sub Direktorat Fiskal, Moneter, dan Devisa, Polda Metro Jaya.

    Harun memilih bungkam ketika dimintai konfirmasi ihwal dokumen pemeriksaan Kumala dan skandal pengrusakan barang bukti itu. Ia enggan meladeni permintaan wawancara saat ditemui di depan rumahnya di kawasan Palmerah, Jakarta. “Sudah… sudah… sudah ya..,” ujarnya tak lama setelah turun dari mobil Fortuner B 2001 HAR.

    Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal yang diwawancarai saat masih menjabat Kepala Biro Penerangan Masyakarat Mabes Polri menilai tak ada yang keliru dengan keputusan Polri soal Roland dan Harun. “Pemeriksaan internal Kepolisian telah mengklarifikasi data dan alat bukti yang diserahkan PI (Pengawas Internal KPK),” katanya.

    Menurut Iqbal, pemulangan Roland dan Harun tak terkait dengan dugaan pengrusakan barang bukti. Polri menganggap masa dinas mereka sebagai penyidik telah cukup. “Kedua penyidik dikembalikan ke Polri karena masa dinasnya hampir selesai,” ujarnya.

    Menurut dokumen pemeriksaan yang diperoleh IndonesiaLeaks, yang ditengarai tak pernah dibawa ke persidangan perkara itu, Surya meminta penjelasan ke Kumala tentang 68 transaksi yang tercatat dalam buku bank merah atas nama Serang Noor. Catatan arus uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika, dan Singapura. Tak semua penerima tertulis dengan nama jelas. Sebagian hanya menggunakan inisial.

    Seperti tertuang dalam salinan berita acara pemeriksaan itu, ada 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Kepolisian RI. Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki langsung maupun melalui orang lain. Tertulis di dokumen itu bahwa dalam buku bank merah nama Tito tercatat sebagai Kapolda/Tito atau Tito saja.

    Kumala menjelaskan dalam dokumen pemeriksaan bahwa Ada pemberian dana kepada Tito saat ia menduduki kursi Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Tito memegang posisi ini dari Juni 2015 hingga Maret 2016. Empat pengeluaran lain tercatat ketika ia menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada Maret-Juli 2016. Satu aliran lain tercatat sesudah ia dilantik Kepala Kepolisian RI. Nominal untuk setiap transaksi berkisar Rp 1 miliar.

    Beberapa nama pejabat di Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Metro Jaya juga tercantum dalam catatan seperti tertuang di dokumen pemeriksaan. Menurut kesaksian Kumala, uang tersebut diserahkan langsung oleh Basuki atau orang-orang suruhannya. Tapi, ia tak mengetahui maksud penyerahan uang itu karena tugasnya hanya mencatat.

    Dalam dokumen pemeriksaan, Kumala mengatakan seluruh catatan keuangan dalam buku merah dan hitam dibuat atas perintah Basuki dan atasannya Ng. Fenny, yang menjabat general manager. “Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan,” ungkapnya seperti tertuang dalam berkas pemeriksaan.

    Tito enggan menanggapi informasi aliran dana dalam berkas penyidikan Kumala. Tak satupun pertanyaan yang ia jawab. Ia mengaku sudah mendelegasikan permohonan wawancara tim Indonesialeaks kepada bawahannya. “Sudah dijawab sama Humas,” ujarnya.

    Lewat surat tertulis, Iqbal membantah aliran dana kepada Tito. Menurut dia, catatan dalam buku merah itu belum tentu benar. “Tidak benar, Kapolri tidak pernah menerima itu. Dulu waktu menjadi Kapolda Papua, Kapolri juga pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” kata dia.

    Kumala enggan meladeni permintaan wawancara ketika Indonesialeaks menyambangi rumah kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seorang pria remaja yang mengaku anak kandung Kumala hanya memberi sekelumit penjelasan. “Ibu tidak mau omong soal itu lagi Mas,” ujarnya.

    Aksi tutup mulut juga diperlihatkan Basuki saat ditemui Lembaga Pemasyarakatan Tangerang. Ia meradang ketika hendak dikonfirmasi ihwal berkas penyidikan itu. “Saya tidak mau. Saya tidak mau diwawancara soal itu,” katanya. Basuki kini menjalani hukuman bui tujuh tahun penjara.

    Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril mendesak KPK menelusuri catatan aliran dana yang diungkap Kumala. Alat bukti yang dirusak , kata dia, bisa diatasi dengan dokumen lain, rekaman CCTV dan pengakuan saksi. “Sekarang tinggal political will para pimpinan KPK,” ujarnya.

    Menurut Ketua KPK Agus, KPK masih menyimpan alat bukti kasus itu. Seluruhnya masih tersimpan rapi di ruang Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi. Ia mengaku tak paham mengapa berkas penyidikan Kumala tidak kunjung diperbaiki usai kasus pengrusakan. “Saya tidak tahu detilnya,” ujarnya.

    Usai pengembalian Roland dan Harun, penyidikan terhadap catatan buku merah tak lagi terdengar. KPK hingga kini belum juga bergerak memanggil para saksi untuk menjalani pemeriksaan. “Andai ada temuan, tentu akan didalami. Tapi saya belum mendapat laporan dari penyidik,” kata Agus. (Tempo)

  • Ketua KPK Pesimis Dugaan Suap ke Kapolri Tito Bisa Dibuktikan

    Ketua KPK Pesimis Dugaan Suap ke Kapolri Tito Bisa Dibuktikan

    Jakarta (SL)  – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Agus Rahardjo, menanggapi hasil investigasi IndonesiaLeaks yang mengungkap dugaan penyobekan alat bukti penyidikan kasus suap Basuki Hariman dan anak buahnya, Ng Fenny, kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar. Penyobekan diduga dilakukan dua mantan penyidik KPK asal Polri dengan merobek 15 halaman buku bank yang memuat catatan aliran dana dari perusahaan Hariman.

    Halaman-halaman yang dirobek itu juga memuat catatan aliran duit ke sejumlah pejabat kepolisian. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian (ketika itu masih Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya) diduga paling banyak menerima aliran dana.

    Agus pun membandingkan dugaan ini dengan kasus suap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kendati halaman-halaman itu tidak hilang, Agus pesimistis dugaan aliran dana itu bisa dibuktikan.

    “Kalau kami lihat ini kan mirip dengan itu ya, pembuktiannya susah, seperti peristiwa waktu itu Pak Nazaruddin,” kata Agus di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Oktober 2018.

    Mantan anak buah Nazaruddin, Yulianis, ketika itu juga mencatat adanya aliran dana ke sejumlah nama anggota DPR. Namun, kata Agus, bukti yang ada hanya berupa catatan, sehingga sulit dibuktikan.

    “Itu kan dulu ada catatan dari Yulianis juga kan, ini siapa yang menerima ini, itu kan pembuktiannya susah,” ujar Agus. “Begitu orangnya ngomong saya enggak nerima, tidak ada bukti yang lain yang mau kami pakai.”

    Menurut Agus, berita acara pemeriksaan Hariman dan Fenny tak menyebut adanya aliran dana ke Tito Karnavian. Dia mengatakan komisi antikorupsi tak memiliki bukti lain untuk mengklarifikasi dugaan aliran dana itu.

    “Itu adanya tulisan, tulisan juga perlu diklarifikasi. Pembuktian seperti zamannya Nazaruddin dulu yang sekian orang DPR (menerima uang), ingat enggak? Ya kan dicatat Bu Yulianis, orang ini menerima ini, kemudian susah itu kalau kita enggak punya alat bukti yang lain,” kata Agus. (Tempo)

  • Jaksa KPK Sebut Nanang Ermanto Terima Rp100 Juta Fee Proyek Lampung Selatan

    Jaksa KPK Sebut Nanang Ermanto Terima Rp100 Juta Fee Proyek Lampung Selatan

    Lampung Selatan (SL) –  Sidang perdana kasus suap fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (11/10/2018), terungkap fakta baru.

    Sidang menghadirkan terdakwa Direktur Utama PT Prabu Sungai Andalas (CV 9 Naga), Gilang Ramadhan. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sobari Kurniawan menyebutkan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto, menerima uang sebesar Rp100 juta. Uang itu merupakan sebagian dari dana suap fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan. Berdasarkan dakwaan jaksa, perintah tersebut berasal dari Agus Bhakti Nugroho, Ketua Fraksi PAN DPRD Lampung.

    Baca Juga : Pjs Bupati Lamsel Nanang Diduga Terima Suap Dari Sembilan Naga

    Menurut pengakuan Agus Bhakti Nugroho, terdakwa harus membantu Zainudin dengan cara Masjid Al-Muslimin dekat Stadion Pahoman, Kota Bandar Lampung dan diserahkan Agus,” kata Sobari. Sobari menjelaskan, Rp100 juta yang diberikan ke Nanang yang pada waktu itu menjabat Wakil Bupati Lampung Selatan, merupakan sebagian uang kesepakatan fee proyek Lamsel Rp1,4 miliar untuk mantan Bupati Zainudin Hasan.(lampungpro)

  • KPK Geledah Rumah Dinas dan Rumah Pribadi Bupati Malang Rendra Kresna

    KPK Geledah Rumah Dinas dan Rumah Pribadi Bupati Malang Rendra Kresna

    Malang (SL) – Untuk mencari barang bukti yang lebih akurat, (KPK) Komisi Pemberantasan Korupsi mengembangkan langkahnya melakukan penggeledahan pada beberapa kantor SKPD di Pemerintah Kabupaten Malang,secara instensif,Selasa 8/10/18.

    Pertama kali KPK melakukan pengembanganya untuk mencari dokumen di lakukan pada kantor Badan Pengelolahan Keuangan Aset Daerah (BPKAD), Kantor Dinas Pendidikan, Dinas PU Ciptakarya, Dinas PU Binamarga, Dinas PU Pengairan yang semuanya itu menjadi skala prioritas KPK untuk mengembangkan sangkaan korupsi grafitasi anggaran pada Bupati Malang Rendra Kresna.

    Dan pada saat ini penggeledahan terus berlangsung menuju di Dinas PU Ciptakarya, hingga sampai saat ini KPK enggan memberikan keterangan pada awak media dengan alasan untuk keperluan penyidikan lebih lanjut yang sudah di lakukan oleh anggota komisi anti rasuah itu.

    Karena pada sementara itu terdapat di ruang rapat Anusopati sedang berlangsung acara rapat kordinasi betsama jajaran SKPD yang dipimpin langsung oleh Bupati Malang Rendra Kresna.

    Menurut informasi dari Humas KPK, sejak Senin kemarin sudah empat lokasi yang dilakukan pemeriksaan termasuk rumah Dinas Bupati Malang, Rumah milik pribadi, Kantor Swasta dan satu Rumah PNS.

    Walaupun membeberkan lokasi penggeledahan, namun Febry Diansyah belum merincikan barang bukti yang telah disita tim penyidik KPK. Dan semua nya itu menurut SOP internal dari pihak KPK dalam memberikan info pada media tetap harus ada yang harus di taati pada aturan yang dilakukan. Karena saat ini KPK masih ada kegiatan penyidikan ditempat lain,” jelas Humas KPK, Febry Diansyah.

    Himbauan disampaikan kepada pihak – pihak lain yang masuk dalam ranah penyidikan agar bisa bekerjasama proaktif guna memudahkan proses penyidikan,” singkatnya. (net)

  • Ketua KPK: Pengawas Internal Sudah Cek CCTV, Tidak Terekam Ada Penyobekan

    Ketua KPK: Pengawas Internal Sudah Cek CCTV, Tidak Terekam Ada Penyobekan

    Jakarta (SL) – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menanggapi santai hasil investigasi Indonesileaksterkait pengrusakan salah satu alat bukti dalam kasus korupsi yang menjerat pengusaha CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman dan anak buahnya Ng Fenny.

    Alat bukti dimaksud adalah buku bersampul warna merah atas nama Serang Noor IR.  Isinya diduga catatan aliran dana Basuki Hariman ke sejumlah pejabat lembaga negara. Namun, ada lembaran yang terkoyak.

    “Itu peristiwanya sudah lebih satu tahun,” ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10).

    Kasus ini kembali mencuat setelah Indonesialeaks menguak adanya rekaman CCTV peristiwa pengrusakan alat bukti dimaksud.

    Agus memastikan pihak pengawas KPK sudah memeriksa CCTV yang disebutkan dalam temuan Indonesialeaks.

    “Pengawas internal sudah memeriksa kamera, kamera memang terekam tapi secara ada penyobekan tidak terlihat di kamera itu,” jelasnya. (rm/net)

  • KPK Cuma Pasrah, Buku Merah Aliran Uang ke Kapolri Rusak dan Hilang?

    KPK Cuma Pasrah, Buku Merah Aliran Uang ke Kapolri Rusak dan Hilang?

    Jakarta (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah atas kasus dugaan pengrusakan dan hilangnya barang bukti catatan keuangan salah satu tersangka yang berawal dari operasi tangkap tangan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, awal tahun 2017.

    Dilangsir viva.co.id, barang bukti dimaksud adalah catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman. Catatan buku bank berwarna merah itu tertulis beberapa aliran dana yang diduga untuk pejabat negara dan pejabat Polri, termasuk Kapolri Tito Karnavian.

    Catatan keuangan dalam bentuk buku tersebut dikatakan sudah tidak lagi utuh, karena sekitar 19 halaman yang diduga berkaitan dengan catatan aliran uang suap itu telah dengan sengaja dirusak dan dihilangkan.

    Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya mengusut kasus itu melalui tim direktorat Pengawas Internal. Tapi saat dua orang penyidik yang menangani kasus itu diusut pihaknya, institusi asal kedua penyidik tersebut, yakni Polri, sudah lebih dahulu menariknya.

    “Pengawasan Internal sebelumnya ada pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pihak yang mengetahui dan melakukan kegiatan-kegiatan yang diduga perbuatannya melanggar disiplin pegawai di KPK.Jadi itu telah ditelusuri tim pengawasan internal, tapi memang dalam perjalanan proses pemeriksaan tersebut, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri karena dijelaskan ada kebutuhan penugasan lebih lanjut, sehingga waktu itu dua pegawai KPK itu dikembalikan,” kata Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin 8 Oktober 2018.

    Menurut Febri, pimpinan lembaganya pernah menyebut bahwa pengembalian kedua penyidik dari institusi Polri itu bagian dari sanksi. Namun sayangnya, sebelum keputusan resmi dilakukan KPK, kedua penyidik tersebut ditarik oleh Polri. “Proses pemeriksaan internal masih berlangsung di KPK pada saat itu,” kata Febri.

    Febri mengatakan pihaknya saat ini sudah tidak memiliki wewenang memproses dua penyidik yang diduga melakukan perusakan barang bukti tersebut. Namun untuk proses hukum pidana, Febri tak dapat berkomentar lebih luas.

    Seperti diketahui, dua orang penyidik yang ditarik itu yakni Roland Ronaldy dan Harun. Sementara barang bukti yang diduga dirusak tersebut yaitu buku catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa, yang sebelumnya dibeberkan oleh staff keuangan CV SLP, Kumala Dewi saat pemeriksaan di KPK.

    Berdasar hasil investigasi sejumlah media yang tergabung IndonesiaLeaks, dalam buku catatan itu terdapat sejumlah aliran uang ke Kapolri Tito Karnavian, yang saat itu masih menjabat Kapolda Metro Jaya. Selain itu juga tercatat aliran uang dari Basuki ke sejumlah pejabat di Tanah Air.

    Buku catatan keuangan itu sebenarnya sebelumnya sudah dipindahkan ke sebuah laptop dan dipegang oleh penyidik KPK lain yang tangani kasus dugaan suap impor daging di Surya Tarmiani. Namun nahas laptop itu dikabarkan dicuri oleh orang tak dikenal saat Surya pulang dari Yogyakarta pada April 2017.

    Sampai kini kasus tersebut masih ‘gelap’. Baru sejumlah media yang tergabung di Indonesialeaks yang berhasil mempublikasikan kronologi serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kasusnya tersebut. KPK sendiri, kata Febri, tak memungkinkan meneruskan kasus itu ke jalur hukum pidana maupun korupsi berupa menghalangi proses hukum.

    “Silahkan konfrimasi lebih lanjut bagaimana proses yang terjadi di instansi asal dua pegawai tersebut. Yang pasti yang perlu kami sampaikan proses pemeriksaan internal KPK sudah berlangsung pada saat mereka masih menjadi pegawai KPK. Untuk kasusnya lebih lanjut, saya belum dapat informasi apa ada atau tidak ada pengembangan di sana. Tapi itu tak bisa kami lanjutkan lebih jauh kalau yang bersangkutan bukan pegawai KPK,” kata Febri. (Viva.co.id)

  • KPK Atensi Dugaan Jual Beli Jabatan dan “Pengemplang” Pajak di Lampung

    KPK Atensi Dugaan Jual Beli Jabatan dan “Pengemplang” Pajak di Lampung

    Bandarlampung (SL) – Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) akan memberi atensi atau perhatian khusus atas kasus dugaan kenaikan pangkat atau jabatan yang menggunakan uang atau harus membayar. Alias, ‘jual beli jabatan’ yang marak juga di Lampung.

    “Banyak kepala daerah yang tersangkut dengan masalah seperti ini, jika informasi ini ada di Lampung kita sangat berterimakasih. Teman- teman media harus menjadi kepanjangan tangan dari para penegak hukum, ” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, pada acara Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum Dalam Penanggulangan Perkara Tindak Pidana Korupsi, di Ballroom Hotel Novotel, Bandar Lampung, Senin (8/10).

    Menurut Basaria, jika bisa dilakukan pencegahan KPK akan lakukan langkah-langkah pencegahan, jika tidak bisa lagi kita lakukan dengan langkah penindakan. Selain itu, KPK juga akan menyoroti soal pendapatan yang diterima negara, antara lain pajak – pajak yang akan diterima negara.

    “Seperti kita melakukan penangkapan terhadap oknum pegawai pajak di Ambon Papua, kita membantu pemerintah untuk mendapatkan seluruh pajak yang seharusnya diterima. Selain itu fokus kita juga saat ini kepada sumber daya alam, insfratuktur, pendidikan, dan masalah kesehatan,” kata dia.

    Dikatakannya, agenda pelatihan bersama dalam peningkatan kapasitas Aparat Penegak Hukum (APH) ini, bukan hanya dilakukan khusus di Lampung saja, melainkan dilakukan di semua Provinsi di seluruh Indonesia.  “Dilakukan di seluruh Provinsi, tahun ini sudah yang ke tiga, sebelumnya di Kalimantan Barat dan di Palu dan saat ini di Lampung. Jadi bukan khusus di Lampung,” tandasnya.

    Menurut Basaria, kedatangannya ke Lampung, bukan terkait banyaknya kepala daerah maupun pejabat di Lampung yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, atau pun adanya target OTT. “Tidak ada target di Lampung, KPK prinsipnya tidak melakukan target – target khusus orang perorang terhadap pelaku, ada laporan masyarakat, jika ditemukan dilakukan proses penyelidikan,” tandasnya.

    Basaria juga menjelaskan, penangkapan khususnya OTT oleh KPK hampir seluruhnya dilakukan kerjasama dengan penegak hukum setempat, jadi KPK tidak bekerja sendiri.  “Paling tidak informasi awal diterima oleh KPK, atau penangkapan yang akan dilakukan penegak hukum, tapi dibantu KPK. Khususnya di dalam melakukan penyadapan,” ungkapnya.

    KPK memiliki perbedaan dengan aparat penegak hukum lainnya. Di KPK, boleh dilakukan penyadapan pada tingkat penyelidikan, jika di penegak hukum lainnya, harus pada tingkat penyidikan.

    Terkait pengawasan keuangan, KPK hanya mendorong agar aturan yang dibuat Kementerian maupun kelembagaan berjalan dengan baik dan transparan, dengan sistem yang bisa dikontrol dan diawasi masyarakat, mulai dari perencanaan penganggaran dan pelaksanaannya.

    Selain itu, peran KPK bukan lah pembuat undang – undang, melainkan pemacu dan mendorong agar berjalan dengan baik. Terutama di sektor masalah keuangan negara, termasuk pendapatan yang akan diterima. Dalam Anggaran Pendapan Belanja Negara (APBN), KPK fokus kepada belanja, karena sudah jelas berapa yang dipakai dan berapa yang digunakan. (bkr/net)

  • KPK : Dua Eks Penyidik Ditarik Polri Saat Diperiksa Internal?

    KPK : Dua Eks Penyidik Ditarik Polri Saat Diperiksa Internal?

    Jakarta (SL)-KPK menyebut dua mantan penyidiknya di KPK dari Polri ditarik institusi. Awalnya, kedua oknum penydik Polri itu tengah diperiksa internal soal isu dugaan perusakan barang bukti kasus korupsi, yang melibatkan petinggi Mabes Polri. Pemeriksaan pun dilanjut di Polri.

    “Itu sudah ditelusuri tim pemeriksa internal, namun memang dalam perjalanan proses pemeriksaan, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri karena ada kebutuhan dan penugasan lebih lanjut di sana,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).

    Febri menyebut pimpinan KPK sempat mengatakan pengembalian itu dipandang juga sebagai bagian sanksi. Lalu bagaimana nasib kelanjutan pemeriksaan keduanya di internal KPK? “Memang ruang lingkup pemeriksaan pengawas internal adalah terhadap pegawai KPK. Jadi ketika proses pemeriksaan tidak bisa lagi dilakukan sepenuhnya kalau statusnya bukan lagi pegawai KPK. Ini yang silakan saja dikonrmasi lebih lanjut proses di instansi asal 2 pegawai tersebut,” ujar Febri.

    “Pemeriksaan tidak bisa dilakukan lebih lanjut kalau yang bersangkutan bukan pegawai KPK lagi,” imbuh Febri.

    Isu dugaan perusakan barang bukti itu muncul pada tahun 2017 lalu. Setahun kemudian isu itu muncul lagi Indonesialeaks (platform bersama untuk menghubungkan pembocor informasi atau whistle blower dengan media) disertai bukti dokumen yang dilampirkan.

    Dalam pemberitaan media-media yang bernaung pada Indonesialeaks itu, kedua mantan penyidik yang bernama AKBP Roland Rolandy dan Kompol Harun itu disebut merusak barang bukti dalam kasus suap Basuki Hariman.

    Salah satu barang bukti yang dirusak berupa buku kas yang berisi aliran uang-uang dari perusahaan Basuki. Sebenarnya pada saat itu, Polri mengaku sudah memeriksa dugaan itu. Hasilnya? “Dugaan bahwa yang bersangkutan merusak barang bukti. Sudah kita tindak lanjuti, diperiksa Propam. Hasilnya, tidak ditemukan, tidak terbukti dugaan pengerusakan barang bukti itu,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal, Senin (12/3/2018).

    “Intinya semua kan asas praduga tak bersalah. Sampai saat ini belum ditemukan atau diputuskan mereka bersalah atau tidak. Apakah mereka melakukan seperti yang dituduhkan kepada mereka, itu tidak terbukti,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menambahkan.

    Basuki sebelumnya dijerat KPK lantaran menyuap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar. Hukuman 7 tahun penjara bagi Basuki pun telah inkrah. Dia sempat ingin mengajukan peninjauan kembali (PK) tapi belakangan dicabut. (net/nt)

  • Amien Rais Akan “Bongkar” Kasus di KPK

    Amien Rais Akan “Bongkar” Kasus di KPK

    Jakarta (SL) – Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais menegaskan akan membongkar kasus yang sudah lama mengendap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal itu dikatakannya setelah dirinya diperiksa sebagai saksi kasus pernyataan bohong Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya, Rabu (10/10).

    “Korupsi yang sudah mengendap lama di KPK akan saya buka pelan-pelan,” kata Amien saat ditemui di Rumah Pemenangan PAN, Jalan Daksa I Nomor 10, Jakarta Selatan, Senin (8/10).

    Dia mengatakan akan membongkar kasus yang sudah lama mengendap itu setelah dirinya diperiksa Penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus penyebaran informasi hoaks dengan tersangka Ratna Sarumpaet pada Rabu (10/10).

    Namun Amien enggan merinci kasus yang akan dibongkarnya tersebut dan meminta masyarakat menunggu saat yang tepat dirinya buka-bukaan.

    Dia memastikan dirinya akan memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya.

    “Saya akan datang di Polda, setelah itu saya akan membuat fakta yang insya Allah akan menarik perhatian. Nah yang ini hubungannya tentang penegakan hukum,” ujarnya. (net)

  • Kasus DAK 2011 di Malang Yang Diusut KPK Diduga Melibatkan Wartawan

    Kasus DAK 2011 di Malang Yang Diusut KPK Diduga Melibatkan Wartawan

    Malang (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang melakukan sejumlah pemeriksaan di kantor SKPD Wilayah Kabupaten Malang, mulai dari kediaman Bupati, hingga ruang kerja Bupati sejak Senin (08/10) malam. Pemeriksaan tersebut menurut Bupati Malang Rendra Kresna bahwa KPK sedang melakukan tugas pengumpulan data dan keterangan terkait DAK Pendidikan 2011.

    Sementara itu dana DAK pendidikan pada 2011 silam, dilansir dari News Indonesia Today, yang menayangkan pemberitaannya beberapa tahun yang lalu menyatakan bahwa pelaksanaan proyek DAK memunculkan isu panas soal keterlibatan oknum wartawan, soal dana pengamanan DAK senilai Rp 400 juta dari dana DAK Pendidikan yang nilainya cukup tinggi, dari sisa DAK Pendidikan 2010 sebesar Rp 52 miliar, ditambah DAK Pendidikan 2011 sebesar Rp 71 miliar dan anggaran dari APBD sebesar 10 persen. Ada dugaan disiapkan sebagai pengamanan untuk 20 wartawan. Sehingga, tiap wartawan diisukan mendapat Rp 20 juta per orang.

    Terkait dugaan kasus DAK 2011 Pendidikan Kabupaten Malang, dan menyangkut aliran dana ke beberapa wartawan, saat dikonfirmasi Ketua PWI Malang Raya, periode 2011-2014, Sugeng Irawan, mengungkapkan, bahwa dirinya tidak mengetahuinya. “Saya tidak mengerti dan mendengarnya jika ada aliran dana Rp 400 juta, terkait pengamanan DAK Kabupaten Malang 2011,” ucap dia, Selasa (9/10/2018).

    Sementara, disoal adanya penggalangan wartawan di wilayah Kabupaten Malang saat itu. Menurut Irawan, yang saat itu sebagai Ketua PWI menyatakan PWI pernah diundang untuk membuka pendidikan wartawan tentang pemahaman membaca anggaran. “Tapi saya tidak tahu jika kegiatan itu dikaitkan dengan dana pengamanan DAK Pendidikan Kabupaten Malang 2011,” jelas dia.

    Kembali dijelaskan olehnya, memang saat itu banyak yang hadir jadi peserta untuk kegiatan itu adalah wartawan yang wilayah kerjanya di Kabupaten Malang. “Waktu itu, sebagai pemateri adalah Pak Williem, yang menjelaskan tentang cara membaca keuangan, sedang saya saat itu memberi pelatihan kode etik jurnalistik dan Undang Undang Pokok Pers,” pungkas dia. (net)