Tag: KPK

  • Komisi Yudisial :  OTT Hakim di Sumatera Adalah Tamparan Dunia Peradilan

    Komisi Yudisial : OTT Hakim di Sumatera Adalah Tamparan Dunia Peradilan

    Jakarta (SL) – Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menyatakan lembaganya menyampaikan keprihatinan atas terjaringya hakim di Medan, Sumatera Utara, dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    “Sekitar tiga tahun lalu, KY pernah memperingatkan pentingnya perubahan mendasar terkait aspek integritas. Namun, hal itu belum sepenuhnya didengar dan berujung terulangnya OTT di lingkungan peradilan TUN (Tata Usaha Negara) yang melibatkan pengacara OC Kaligis,” kata Farid melalui keterangan tertulis, Selasa (28/8/2018).

    Ia menambahkan KY telah berupaya melakukan serangkaian usaha pencegahan agar kejadian ini tidak berulang kembali.Namun, hari ini kembali terulang peristiwa yang mencoreng dan menjadi tamparan bagi dunia peradilan. Meski demikian, KY meyakini seluruh jajaran peradilan masih punya energi besar untuk kembali bangkit.

    “Jangan sampai ulah beberapa oknum tersebut menjadi stigma negatif terhadap usaha perbaikan peradilan,” kata dia.Ia melanjutkan, dalam rangka pencegahan, KY telah menggandeng unsur pimpinan pengadilan untuk bersama-sama meminimalisasi potensi terjadinya pelanggaran kode etik. KY pun terus mengingatkan hal tersebut.

    KY berharap pimpinan pengadilan terus menjadi teladan yang menampilkan kemuliaan profesi.
    Ia menyatakan diperlukan komitmen lebih besar dan tindakan konkrit untuk mewujudkan hal tersebut.
    “Sebagai profesi mulia, hakim harus sadar dan senantiasa menjaga kewibawaan. Namun yang lebih penting, korps para hakim tidak terletak pada profesi tetapi pada nilai,” tutur Farid.

    “Mari sama-sama menjauhi korupsi untuk mengembalikan kepercayaan publik demi terwujudnya peradilan bersih dan agung,” lanjut dia.

    KPK sebelumnya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap penyelenggara negara di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), termasuk hari ini, Selasa (28/8/2018). “Ya benar ada kegiatan tim penindakan KPK di Medan dalam beberapa hari ini. Tadi pagi, Selasa 28 Agustus 2018 sampai siang ini setidaknya delapan orang diamankan untuk proses pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan melalui pesan singkat, Selasa (28/8/2018).

    Basaria menuturkan, dari delapan orang yang diamankan, ada yang menjabat sebagai hakim, panitera, dan pihak lain.Menurut dia, diduga telah terjadi transaksi terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Medan. “Uang dalam bentuk dollar Singapura juga telah diamankan,” kata Basaria.Namun, Basaria belum mengungkap secara detail mengenai pokok perkara kasus yang ditangani penyidik KPK.

    Lebih lanjut, Basaria mengatakan, jika ada perkembangan akan diumumkan kembali, termasuk berapa orang yang akan dibawa ke kantor KPK di Jakarta. “Sejauh ini, baru ini informasi yang dapat kami sampaikan. Tim sedang bekerja untuk melakukan verifikasi sejumlah informasi dari masyarakat yang kami terima,” kata Basaria (portalindo)

  • Dipanggil KPK Soal Kasus ABN, Alzier Janji Koperatif

    Dipanggil KPK Soal Kasus ABN, Alzier Janji Koperatif

    Bandar Lampung (SL) – M. Alzier Dianis Thabranie mengakui adanya surat panggilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Hal ini terkait dijadwalkan dirinya untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK kepada Bupati Lampung Selatan (Lamsel) Zainuddin Hasan Dkk..

    Rencananya Alzier dimintakan keterangan dalam perkara tersangka anggota DPRD Lampung, Agus Bakti Nugroho (ABN). “Tapi ada miskomunikasi. Ajudan saya tidak melaporkan ada surat pemeriksaan sebagai saksi oleh KPK. Dikiranya surat biasa, soal pencalonan saya sebagai anggota DPD RI terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Karenanya saya tidak datang. Sekali lagi, saya tak hadir, lantaran tidak mengetahui adanya surat panggilan tersebut,” terang Alzier.

    Karenanya Alzier memastikan akan mendatangi penyidik KPK dalam waktu dekat. “Saya sangat koperatif. Tidak perlu ada surat panggilan kedua. Sekarang saya minta waktu pada penyidik KPK untuk diperiksa lagi. Tak ada masalah. Saya sangat patuh dengan hukum,” tandasnya.

    Lantas mengapa dirinya ikut terseret-seret masalah ini ? Menurut Alzier, dalam surat panggilan KPK, dia akan dimintakan keterangan sebagai saksi perkara tersangka Agus Bakti Nugroho. “Detilnya saya belum tahu, karena ini kewenangan penyidik KPK. Tapi mungkin terkait soal penjualan aset yang saya miliki melalui ABN beberapa waktu lalu. Karenanya kita tunggu saja. Intinya saya akan sangat koperatif,” pungkasnya.

    Seperti diberitakan KPK hari ini, Kamis (30/8/2018) dijadwalkan melakukan pemeriksaan kepada sejumlah pejabat di Lamsel. Pemeriksaan ini terkait OTT dilakukan KPK kepada Bupati Lamsel Zainuddin Hasan. Pemeriksaannya dilakukan di Polda Lampung. Selain itu, KPK juga menjadwalkan melakukan pemeriksaan kepada mantan Ketua DPD Golkar Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie.

    Penyidik KPK masih terus bekerja menuntaskan kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Lamsel Tahun Anggaran 2018. Bahkan pekan lalu, juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik telah mengagendakan pemeriksaan pada Kabid Pengairan Dinas PUPR Kabupten Lamsel, Syahroni.

    Dalam pemeriksaan itu, Syahroni dikonfirmasi soal penggeledahan di rumahnya, Minggu (29/7/2018) silam di Jalan Pramuka Gang Kartika, Rajabasa, Kota Bandar Lampung. Selain memeriksa Syahroni, lanjut Febri, penyidik memeriksa dua saksi lainnya yakni Sudarman pihak swasta dan M Syaifudin, ASN Pemkab Lamsel. “Ketiga saksi diperiksa‎ untuk tersangka GR (Gilang Ramadhan),” tambah Febri.

    Dalam kasus ini KPK menetapkan Bupati Lamsel Zainudin Hasan, Kelapa Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lamsel Anjar Asmara, anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho, dan pemilik CV 9 Naga, Gilang Ramadhan sebagai tersangka.

    Zainudin, Agus dan Anjar disangka menerima suap sekitar Rp 600 juta dari Gilang. Suap itu diduga terkait fee 15 proyek infrastruktur di Dinas PUPR. Menurut KPK, Zainudin diduga mengarahkan agar semua pelaksanaan proyek di Dinas PUPR ditentukan melalui agus Bhakti. Zainudin juga meminta agar Agus berkoordinasi dengan Anjar Asmara mengenai permintaan fee dari kontraktor. (net/jun)

  • Selain Alzier, ada Nama Thomas Riska Dalam Kasus Suap Zainudin Hasan

    Selain Alzier, ada Nama Thomas Riska Dalam Kasus Suap Zainudin Hasan

    Lampung Selatan (SL) – M.Alzier Dianis Thabranie dan Thomas Azis Riska terseret kasus suap Zainudin Hasan. Keduanya saksi atas penjualan properti mereka kepada bupati Lampung Selatan itu.

    KPK meminta kesaksian penjualan lahan mantan ketua Partai Golkar Lampung Alzier, Rabu (29/8). Namun, calon anggota DPD RI tersebut tidak memenuhi panggilan komisi antirasuah tersebut.

    Thomas Riska sudah memenuhi panggilan KPK, Kamis (30/8). Pengusaha wisata ini pernah transaksi jual beli tanah dengan adik Ketua MPR RI Zulkifli Hasan itu, ujar Budi Nugroho, penyidik KPK. Hingga Senin (27/8), KPK telah memeriksa 32 saksi kasus suap berkaitan proyek infrastruktur Pemkab Lampung Selatan. (net)
  • Herman HN Ajak Pengusaha Kerja Sama Dalam Penerimaan Daerah

    Herman HN Ajak Pengusaha Kerja Sama Dalam Penerimaan Daerah

    Bandar Lampung (SL) – Walikota Bandar Lampung, Herman HN beserta seluruh pejabat pemkot mengikuti gelar sosialisasi program optimalisasi penerimaan daerah kepada wajib pungut pajak daerah yang diselenggarakan oleh tim koordinator dan supervisi bidang pencegahan ( KORSUPGAH ) KPK RI, Kamis 30/08 di aula Gedung Semergou lantai III, Komplek Pemkot Bandar Lampung.

    Pada sambutannya, walikota Bandar Lampung memaparkan jika penerimaan daerah tersebut digunakan kembali untuk membangun daerah kota Bandar Lampung. ” Perlu diketahui kepada seluruh undangan, jika penerimaan daerah ini nantinya juga akan dinikmati oleh masyarakat Bandar Lampung karena penggunaannya juga untuk membangun kota Bandar Lampung.” Ujar Herman HN, Walikota Bandar Lampung.

    ”Sekecil apapun, pembangunan kota Bandar Lampung ini adalah uang bapak ibu semua, di Fly over yang dibangun itu, ada juga bagian semua dari yang hadir ini. Jadi salah, kalo ada yang ngomong saya yang bangun. Karena uang itu uang masyarakat, saya dan tim hanya membelanjakan untuk kepentingan umum tentunya.” Lanjutnya.

    Herman HN juga dalam sambutannya menghimbau pada para pengusaha yang hadir agar bekerjasama dalam hal penerimaan daerah. ”Jadi sebenarnya (pengusaha ) sudah dapat untung, cuma ada sebagian yang enggan menyetorkan. Nah ini yang repotnya. Padahal, semua daerah sudah berlaku sesuai dengan Undang – Undang no. 28 tahun 2019 tentang pajak dan retribusi daerah, semua diatur disitu.” Keluh Herman HN.

    Diharapkan, agar dengan adanya sosialisasi ini kemudian ada kesadaran dari para pengusaha di Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan kembali penerimaan daerah hingga maksimal. Pembicara dalam acara tersebut adalah Adliansyah Nasution, ketua koordinator KPK RI wilayah II Sumatera. Acara tersebut juga mengundang seluruh pelaku usaha antara lain pemilik hotel, restoran dan lain sebagainya. (nt/inf)

  • KPK OTT Ketua PN Medan

    KPK OTT Ketua PN Medan

    Medan (SL) – Ketua Pengadilan Negeri Medan Kelas 1A Khusus, Marsudin Nainggolan ditangkap Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam suatu Operasi Tangkap Tangan (OTT) Selasa hari ini di Medan.

    Tim anti rusuah ini juga menangkap tiga hakim lainnya dan dua panitera. Sumber kabarpolisi.com di KPK menyebutkan Ketua PN Medan itu ditangkap terkait kasus suap.

    Jumlah barang bukti yang disita dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK ini uang tunai dalam bentuk dolar AS sebanyak 13 ribu USD. “Saat ini ketiga hakim dan dua panitera itu sedang dalam pemeriksaan di Medan” kata sumber.

    Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.

    Selain itu, KPK juga menangkap dan Hakim Merri Purba dan Hakim Sontan Merauke.

    “Iya, ada dibawa untuk dimintai keterangan, Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan Hakim Merri Purba dan Hakim Sontan Merauke,” kata Wakil Ketua Humas Pengadilan Negeri Medan Erintuah Damanik, Selasa (28/8/2018).

    Kemudian Erintuah menyebutkan dua nama lainnya yang dibawa oleh Lembaga Anti Rasuah pagi.

    “Ada panitera pengganti Oloan Sirait dan Elpandi oleh KPK,” ujarnya.

    “Kebetulan meja Pak Sontan sudah disegel,” ucap Erintuah yang masih mengenakan baju hakim.

    Juru bicara KPK Febri Diansyah, membenarkan bahwa tadi pagi sampai siang ini, KPK setidaknya telah mengamankan 8 orang untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

    “Dari 8 orang tersebut, ada yang menjabat sebagai Hakim, Panitera dan pihak lain. Diduga telah terjadi transaksi terkait penanganan perkara tipikor di Medan,” kata Febri, Selasa (28/8/2018).

    “Uang dalam bentuk dollar singapura juga telah diamankan,” sambungnya.

    (kabarpolisi)

  • KPK tangkap 4 hakim dan 2 panitera, termasuk ketua dan wakil ketua PN Medan

    KPK tangkap 4 hakim dan 2 panitera, termasuk ketua dan wakil ketua PN Medan

    Medan (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (28/8). Mereka membawa 4 hakim, termasuk Ketua dan Wakil Ketua PN Medan, bersama 2 panitera.

    Humas PN Medan Erintuah Damanik mengakui adanya tindakan KPK di PN Medan, Selasa (28/8) pagi. “Ya (KPK),” katanya kepada wartawan.

    Erintuah mengaku petugas KPK membawa 4 hakim dan 2 panitera untuk dimintai keterangan. Mereka dikabarkan dibawa ke Mapolda Sumut.

    “Mereka membawa Ketua PN (Marsudin Nainggolan), Wakil Ketua PN (Wahyu Prasetyo Wibowo), Pak (hakim) Sontan (Meraoke Sinaga), (hakim ad hoc tipikor) Merry (Purba), Elpandi (panitera), Oloan (Sirait) (panitera),” kata Erintuah.

    Erintuah mengaku belum tahu kasus apa yang tengah ditangani KPK. “Saya tidak tahu pasti, tapi kabarnya terkait pidana korupsi,” sebutnya.

    Dia juga menyatakan, sejumlah meja hakim sudah disegel. “Meja Sontan dan Merry sudah disegel,” ucapnya.

    (merdeka)

  • Kasus Idrus Marham, Romahurmuziy, dan Cak Imin Pertanda Buruk Bagi Jokowi

    Kasus Idrus Marham, Romahurmuziy, dan Cak Imin Pertanda Buruk Bagi Jokowi

    Jakarta (SL) – Idrus Marham resmi mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial di kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bukan hanya dari jabatan Mensos, Idrus juga mundur dari Partai Golkar. Menurut pengakuannya, ia mundur lantaran ingin menjaga marwah partai yang membesarkannya itu. Terlebih, Golkar punya komitmen menjadi partai yang bersih.

    “Agar tidak menjadi beban partai Golkar yang sedang berjuang menghadapi pemilu baik Pileg maupun Pilpres,” kata Idrus, di Istana Negara, Jumat (24/8/18).

    Idrus mengaku menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KPK. Hal itu terkait kasus suap PLTU Riau-1. Sebelumnya, Idrus juga beberapa kali memenuhi panggilan KPK. Dengan mundur dari Golkar dan Kabinet, Idrus berharap bisa fokus menghadapi proses hukum yang akan dijalaninya.

    “Kemarin sudah pemberitahuan penyidikan, yang namanya penyidikan itu kan statusnya pasti tersangka. Tadi pagi saya lapor presiden langsung diberi waktu saya sampaikan sekaligus pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya,” ucap Idrus.

    Tentu saja, langkah gantleman politisi asal Sulawesi Selatan yang mengawali kariernya dari nol ini patut dihargai. Lepas dari segala cela yang menyertai dirinya, mantan Ketua Umum KNPI yang pernah menjadi penggembala sapi dan marbot masjid ini, menyisakan pembelajaran: tentang etika politik dan perjuangan hidup seorang miskin yang melesat hingga menduduki jabatan menteri.

    Ia lebih memilih mundur dan mengakui kesalahannya sebelum ditangkap. Mantan Sekjen Golkar ini merasa tidak layak tetap berada di kementerian dan partai beringin karena akan menjadi beban. Sikap ini amat berkebalikan dengan mantan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Golkar terdahulu, Setya Novanto, yang justru berkelit dan merintangi KPK. Anggota DPR periode 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014 ini pun berbeda dengan politisi lainnya yang kerap meminta perlindungan istana saat terjerat kasus hukum.

    Selain Idrus Marham, politisi istana lainnya yang tengah berurusan dengan KPK adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy. Di hari pengunduran Idrus, politisi yang akrab disapa Romy ini pun menjalani pemeriksaan di lembaga antirasuah. Ia diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2018.

    KPK juga sebelumnya pernah memanggil Romy pada tahun 2014 lalu. Politisi muda kelahiran Sleman ini diduga terlibat dalam kasus alih fungsi hutan Riau seluas 1.6 juta hektar. Romy pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI yang memiliki lingkup tugas di bidang pertanian, pangan, maritim, dan kehutanan.

    Sementara itu disisi lain KPK telah menetapkan Gubernur Riau Annas Maamun dan Gulat Manurung sebagai tersangka kasus tersebut. Keduanya ditangkap Tim Satuan Tugas (Satgas) gabungan penyelidik dan penyidik KPK bersama tujuh pihak lain pada 25 September 2014. Dalam sebuah pemeriksaan KPK, Annas Maamun mengaku telah menjalin kominikasi dengan Komisi IV terkait alih fungsi hutan itu.

    KPK juga tengah mempelajari kasus dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi pada 2011 atau yang dikenal dengan kasus ‘kardus durian’. Dalam kasus itu mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar alias Cak Imin juga disebut ikut kecipratan duit ‘kardus durian’.

    Kasus ‘kardus durian’ ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada 25 Agustus 2011 silam. Tim KPK, kala itu menangkap dua anak buah Cak Imin, yakni  Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan. Penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati yang baru saja mengantarkan uang Rp1,5 miliar ke kantor Kemenakertrans. Uang itu dibungkus menggunakan kardus durian.

    Tak bisa dipungkiri, kasus hukum yang menyeret para petinggi partai pendukung pemerintah ini akan mengganggu citra dan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 mendatang. Dan tentu saja penyebutan nama Idrus Marham, Muhaimin, dan Romahurmuziy, memperburuk imej partai dan “men-downgrade“ mereka sebagai politisi. Romy memang sempat membantah keterlibatannnya, namun Cak Imin belum sekalipun memberikan klarifikasi ke publik.

    Pun begitu, meski mereka yang disebut namanya belum tentu bersalah secara hukum, namun pengadilan politik punya dunia yang berbeda dengan pengadilan hukum. Walau belum tentu bersalah, ini bencana bagi mereka, terlebih karena kasus ini mengemuka di tahun politik. Hal ini akan menjadi ‘sasaran empuk’ pihak oposisi, sekaligus pertanda buruk bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf karena ketiga nama tersebut berada dalam koalisi petahana.

    Karena itu, jalan paling lurus, KPK perlu segera memproses Idrus, Muhaimin, dan Romahurmuziy untuk membuktikan apakah mereka terlibat atau tidak. Hal ini penting supaya tak ada sak wasangka publik dan pembunuhan karakter bagi mereka yang disebut. Jangan sampai mereka “dihakimi” opini yang efeknya sangat berat bagi nama baik dan karier politiknya, juga bagi koalisi Jokowi sendiri. Sebaliknya, jika ada bukti-bukti kuat keterlibatan mereka, KPK tak perlu ragu apalagi tebang pilih untuk menjeratnya dengan sanksi hukum. Sekalipun itu menjerat orang-orang di lingkaran istana.

    Mumpung gelaran Pilpres belum terlalu dekat, ada baiknya KPK mengusut sejak jauh hari. Sebab jika pengusutan mereka dilakukan di tengah rangkaian Pilpres sebagaimana OTT para calon kepala daerah pada Pilkada serentak yang baru lalu, sebagian orang akan menuding KPK berpolitik.

    (nusantaranews)

  • KPK Ingatkan Pejabat Dapat Tiket Asian Games Harus Lapor

    KPK Ingatkan Pejabat Dapat Tiket Asian Games Harus Lapor

    Jakarta (SL) – KPK mengimbau kepada para penyelenggara negara yang menerima atau meminta tiket gratis dalam pagelaran Asian Games 2018 untuk melaporkan hal tersebut kepada KPK. KPK mengimbau agar para pegawai negeri dan penyelenggara negara jika ada yang menerima tiket gratis Asian Games 2018 agar segera melaporkan pada KPK paling lambat dalam waktu 30 hari kerja.

    “Kami sudah mendapatkan informasi bahwa ada oknum oknum pejabat tertentu yang diduga menerima tiket tersebut atau ada juga yang berupaya untuk meminta pada pihak-pihak lain tiket Asian Games itu,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Senin (28/8).

    KPK memandang permintaan mendapatkan tiket gratis itu bukanlah perbuatan yang patut yang dilakukan oleh para pejabat atau penyelenggara negara. “Karena itu jika ada yang sudah menerima maka kami ingatkan agar itu wajib dilaporkan pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sesuai dengan ketentuan di UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK dan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada risiko administrasi dan risiko pidana jika gratifikasi yang diterima tersebut tidak dilaporkan pada KPK paling lambat 30 hari kerja,” ungkap Febri.

    Apalagi menurut Febri, masyarakat harus membeli tiket untuk menonton pertandingan Asian Games. “Jadi sebagai bentuk upaya pencegahan tindak pidana korupsi kami imbau agar jika ada pihak-pihak yang menerima tiket Asian Games 2018 ini dan diduga itu berhubungan dengan jabatannya karena masyarakat secara luas harus membeli dengan nilai yang tidak sedikit. Jangan sampai jabatan disalahgunakan untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas gratis,” tambah Febri.

    Menurut Febri, salah satu pimpinan KPK ketika ingin menonton Asian Games juga membeli tiket seperti masyarakat. “Karena kami melihat hal tersebut haruslah dipisahkan dari jabatan kecuali undangan-undangan yang memang bersifat resmi dan kedinasan seperti undangan dalam acara pembukaan atau undangan yang secara resmi ditujukan kepada instansi. Tapi kalau ada oknum oknum pejabat meminta dan menerima tiket Asian Games tersebut secara gratis maka kami ingatkan kami imbau agar segera melaporkan kepada KPK,” jelas Febri.

    Laporan juga bisa dilakukan melalui aplikasi “online” atau daring yang bisa diakses di telepon selular masing-masing dan juga di laman KPK atau melaporkan secara langsung ke KPK.

    Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001 berarti pemberian dalam arti luas yang mencakup uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.Dalam waktu maksimal 30 hari kerja, KPK akan melakukan analisis apakah gratifikasi tersebut menjadi milik penerima atau milik negara. (net/joe)

  • KPK Perlu Periksa Seluruh Pembangunan Infrastruktur Jokowi, Karena Ada Indikasi Korupsi Raksasa

    KPK Perlu Periksa Seluruh Pembangunan Infrastruktur Jokowi, Karena Ada Indikasi Korupsi Raksasa

    Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti.
    Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia.

    Jokowi sangat bangga dengan pembangunan proyek infrastrukturnya. Bahkan para relawannya selalu menjadikan proyek infrastruktur Jokowi untuk bahan kampanye nya dimana-mana. Namun, jika kita selidiki secara seksama, ternyata ada indikasi penyimpangan dana super besar. Dan ini jika memang terbukti, maka Jokowi bisa dianggap melakukan korupsi yang mengerikan.

    Memang masalah ini perlu diselidiki mendalam. Karena kita tidak ingin anggaran negara dihabiskan untuk korupsi, apalagi anggarannya dari hutang. Ada kejanggalan di proyek infrastruktur Jokowi. Indikasinya terletak harga yang ada indikasi Mark up di proyek infrastruktur Jokowi.

    Ada biaya standart internasional harga per km untuk biaya produksi jalan tol, LRT dan lain-lain yang jauh lebih murah dari biaya yang dikeluarkan pemerintah. Semisal, ada salah satu proyek yang harga produksinya per kilometer hanya USD 8 Juta (sekitar 120an Milyar), tetapi anggaran yang dikeluarkan pemerintah, 300 Milyar per kilometer.

    Kami bersama teman-teman sedang mengamati dan memonitor tentang angka-angka di proyek infrastruktur Jokowi. KPK perlu periksa, ada atau tidak ada korupsi di proyek pembangunan infrastruktur Jokowi. Ini sangat penting, karena anggaran yang digunakan Jokowi ini anggaran dari Rakyat. Apalagi jika anggarannya hutang. Yang terbebani tentu Rakyat Banyak. (detikperistiwa)

  • KPK Diminta Periksa Luhut Soal Reklamasi Teluk Jakarta

    KPK Diminta Periksa Luhut Soal Reklamasi Teluk Jakarta

    Jakarta (SL) – Kebijakan Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), mencabut keputusan penghentian sementara proyek 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta mengandung kontroversi. Pasalnya, moratorium yang diterapkan sebelumnya berdasarkan pertimbangan rasional yang matang, namun dicabut begitu saja tanpa alasan konkret.

    Sekjen Majelis Sinergi Kalam – Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Masika-ICMI), Ismail Rumadan, menyayangkan dan merasa heran atas tindakan Luhut yang terkesan selalu memaksa untuk mendukung proyek reklamasi Teluk Jakarta.

    “KPK perlu memeriksa Menteri Luhut, sebab dipertanyakan apa motivasi di balik pencabutan mortorium tersebut. Padahal moraturium belum sampai setahun,” ujar Ismail dalam keterangan persnya, Minggu (8/10/2017).

    Selama ini, kata Ismail, Luhut memang terlihat selalu pro terhadap proyek yang sudah terbukti merusak lingkungan tersebut, sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sampai-sampai, sambung dia, Luhut sempat terlihat gusar saat Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anis Baswedan, hendak menghentikan proyek yang masih simpang siur perizinannya tersebut.

    Sampai saat ini, menurut Ismail, Luhut mengeluarkan keputusan tanpa penjelasan rasional kepada masyarakat mengenai pencabutan moratorium pulau reklamasi yang dikeluarkannya. Padahal, moratorium itu dulunya dibuat dengan kesepakatan empat kementerian, Kemenko Maritim, KKP, Kementerian LKH, dan Kementerian ATR.

    “Moratorium itu dulu dibuat oleh Bapak Rizal Ramli dengan pertimbangan masalah hukum dan masalah lingkungan akibat kegiatan reklamasi. Jadi itu sudah tepat dan berdasar,” tegas Ismail yang juga merupakan Dekan Fakutas Hukum Universitas Nasional.

    Masika-ICMI menilai Luhut perlu menjelaskan rasionalisasi kebijakannya atau aparat penegak hukum perlu memeriksa motif di belakang manuver yang dilakukan Luhut tersebut. (Teropongsenayan)