Bandarlampung (SL) – Banyak pengusaha bisnis “ngemplang” pajak, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Bandar Lampung berniat menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengoptimalkan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang bandel.
Kepala BPPRD Kota Bandar Lampung Yanwardi mengatakan, dari hasil supervisi yang dilakukan KPK terhadap Pemkot Bandar Lampung, pihaknya siap mengoptimalkan penagihan terhadap wajib pajak.
Pasalnya, saat ini ada puluhan wajib pajak baru dan lama yang tidak kunjung membayar pajak, baik itu restoran, reklame, maupun parkir. Padahal, pajak tersebut merupakan uang masyarakat.
“Dari hasil supervisi KPK kemarin, kita akan giatkan penagihan pajak kepada wajib pajak bandel. Karena selama ini masih banyak wajib pajak yang enggan bayar pajak. Padahal, pajak itu juga uang masyarakat dan tidak boleh tahan-tahan oleh pengusaha,” kata Yanwardi sesuai rapat kerja dengan Komisi II DPRD Bandar Lampung, Kamis, 12 April 2018.
Saat ditanya nama-nama wajib pajak tersebut, Yanwardi mengaku jumlahnya cukup banyak. Dan, saat ini sudah mulai dilakukan penagihan. “Sudah mulai kita tagih.
Restoran jumlahnya hampir 50-an, kemudian seluruh SPBU yang jumlahnya sekitar 30 semuanya nunggak pajak reklame,” tandasnya. (*)
Bandarlampung (SL) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dua tahun terakhir menemukan data yang berbeda terkait keberadaan tambang di Provinsi Lampung. Semula data yang diterima KPK sebanyak 165 izin tambang, kini malah menjadi 180 izin.
“Ini sudah dua tahun kita (KPK) cari data kongkritnya. Namun setelah dilakukan koordinasi langsung seperti ini, kita menemukan data izin tambangnya Ada 180. Saya percaya data dengan jumlah kecil, makanya langsung saya minta dilaporkan ke pusat,” ungkap Koordinator Tim Wilayah III Bidang SDM KPK Dian Patria dalam rapat koordinasi Pembahasan Rencana Aksi Sektor Sumber Daya Alam, di Gedung Pusiban, Senin (9/4).
Untuk sekarang ini, lanjut Dian, semua semua bentuk pelayanan yang tidak memiliki izin termasuk pertambangan, akan dicabut izin operasinya.
“Ya ini akan kita cabut izinnya, karena dianggap ilegal. Meskipun ada indikasi ini di-backup oleh suatu pihak, tetap saja laporkan,” tegasnya.
Dian Patria juga mengimbau kepada awak media agar ikut berpartisipasi dalam proses pemberantasan korupsi terintregasi ini.
“Harus kita buka. Masa kita membiarkan kejahatan seperti itu berlangsung lama,” tandasnya. (hms)
Bandarlampung (SL) – Pemerintah Provinsi Lampung menyambut baik upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sosialisasi tata kelola perizinan Sumber Daya Alam (SDA) agar baik dan benar sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Respon positif Pemprov itu diwujudkan dengan melakukan kerjasama dengan KPK dalam pengelolaan sektor SDA. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Rencana Aksi Sektor Sumber Daya Alam (SDA), Senin (9/4/2018) di Gedung Pusiban Kantor Gubernur.
Rakor ini digelar guna maksimalkan potensi pengelolaan sektor SDA, seperti pertambangan, kelautan, perkebunan dan kehutanan, sekaligus mengoptimalkan penerimaan daerah di Provinsi Lampung khususnya dari sektor SDA.
“Kita supporting sekali kehadiran Deputi Pencegahan KPK, sehingga dapat mendeteksi lebih awal dan memberikan solusi atas permasalahan yang mengganggu dalam pengelolaan SDA. Oleh karenanya, kita berharap kegiatan seperti ini bukan hanya dibidang sumber daya alam tapi juga di bidang-bidang lain,” ujar Hamartoni Ahadis dalam Rakor tersebut.
Hamartoni mengatakan seluruh perizinan harus dipermudah dan tidak lagi manual namun harus berbasis teknologi informasi sehingga dapat mencegah kebocoran proses perizinan.
Ia berharap partisipasi aktif seluruh Organisasi Perangkat daerah (OPD) dalam menyampaikan informasi baik terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi terintegrasi begitu juga informasi lainnya terkait pelayanan publik untuk mewujudkan pemerintah daerah Provinsi Lampung yang baik, bersih dan bebas dari KKN.
“Pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja namun yang lebih penting adalah membangun sumber daya manusia. Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat berjalan maksimal,” ujar Hamartoni.
Pimpinan Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK RI Adliansyah M Nasution saat memberikan paparan mengatakan Rakor tersebut merupakan upaya KPK menjalankan tugas supervisinya untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA di beberapa sektor.
Sektor SDA banyak yang mengalami kebocoran, seperti tumpang tindih perizinan, penambangan illegal serta potensi hilangnya penerimaan pajak. Akibatnya kerugiaan Negara dari sektor SDA pun cukup tinggi.
Atas dasar itu KPK hadir mengawal sektor SDA dari tindak pindana korupsi salah satunya dengan mendorong perbaikan tata kelola perizinan SDA yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
“Pertama, yang harus dibereskan adalah data base. Ke depan, seluruh database SDA harus terintegrasi lintas sektoral dan lintas birokrasi, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kementerian ESDM akan diparalelkan termasuk dengan Direktorat Pajak,” ujar RI Adlinsyah M Nasution yang biasa di sapa Choky itu. (*)
Jakarta (SL) – Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigjen Firli terpilih sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepastian itu disampaikan langsung Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin.
Rencananya, pelantikan Firli sebagai pejabat eselon I akan dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (6/4/2018).
Berikut profil Brigjen Firli yang dirangkumKompas.com:
Pria kelahiran 7 November 1963 itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1990. Firli melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 1997 dan Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) pada 2004.
Firli pernah menjadi Kepala Satuan III Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Pria asal Sumatera Selatan itu pernah menjabat Kepala Kepolisian Resor di Kebumen dan Brebes.
(Baca juga: Pujian Wakapolri untuk Brigjen Firli yang Terpilih Jadi Deputi Penindakan KPK)
Pada 2009, Firli ditugaskan menjadi Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi asisten sekretaris presiden.
Selanjutnya, pada 2012, Firli ditugaskan menjadi ajudan Wakil Presiden. Saat itu, Firli menjadi ajudan Boediono.
Firli pernah dilantik sebagai Wakil Kepala Polda Banten pada 2014, kemudian menjadi Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah pada 2016.
Firli ditunjuk menggantikan Inspektur Jenderal (Pol) Heru Winarko yang diangkat menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional.
Brigjen Pol Firli Akan Dilantik Sebagai Deputi Penindakan KPK, Kamis (5/4/2018) (Foto/Dok/Net)
Jakarta (SL) – Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Firli terpilih sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi menggantikan Komjen Pol Heru Winarko menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional.
“Tadi malam saya diberi kabar oleh bapak Kapolri bahwa KPK sudah memilih untuk calon Deputi Penindakan KPK, dan yang terpilih adalah saya sendiri dari NTB,” kata Kapolda NTB Brigjen Pol Firli kepada wartawan di Mataram, Kamis (5/4/2018).
Tindak lanjut dari kabar tersebut, kata Firli, diminta oleh Kapolri untuk hadir dalam undangan pelantikannya yang diagendakan pada Jumat (6/4) siang, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta. “Insya Allah, kalau tidak ada perubahan, rencananya besok siang (Jumat), pukul 14.00 WITA, pelantikannya di gedung Merah Putih KPK,” kata Firli dilangsir antara.com
Seleksi calon Deputi Penindakan KPK dilaksanakan setelah pejabat sebelumnya, yakni Komjen Pol Heru Winarko ditugaskan untuk menduduki kursi jabatan Kepala BNN, menggantikan Komjen Pol Budi Waseso yang pensiun.
Dalam proses pergantian tersebut, kursi jabatan Deputi Penindakan KPK dilelang kepada aparat penegak hukum, baik di lingkup kepolisian, kejaksaan, maupun pegawai internal KPK.
Dalam progres seleksi yang berlangsung pada Maret 2018, tercatat ada 13 calon Deputi Penindakan KPK.
Hingga akhir Maret 2018, dikabarkan muncul tiga kandidat yang lolos ke tahap wawancara, di antaranya Kapolda NTB Brigjen Firli, Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Pidana Khusus Kejaksaan Agung Wisnu Baroto, dan Jaksa Witono. (antara)
Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK RI, Jeji Azizi Dalam Acara Sosialisasi Pendaftaran dan Pengisiaan LHKPN di Ballroom Hotel Emersia, Kamis (05/04/18)
Bandarlampung (SL) – Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK RI, Jeji Azizi mengatakan pejabat wajib menyampaikan pelaporan LHKPN setiap tahun. MEKANISME pelaporan lebih mudah setelah mengalami perubahan sejak terbitnya peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016.
“Sebagai pengganti dari KEP-07/KPK/02/2005 tentang tata cara pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan harta kekayaan penyelanggara negara,” kata Jeji pada acara Sosialisasi Pendaftaran dan Pengisiaan LHKPN di Ballroom Hotel Emersia, Kamis (05/04).
Menurutnya, dalam peraturan tersebut terdapat beberapa perubahan tentang tata cara pendaftaran LHKPN. “Di antaranya perubahan formulir yang digunakan dan perubahan waktu penyampaian LHKPN,” katanya.
Semula, jelas Jeji, pelaporan hanya dilakukan dua tahun sekali. “Sekarang penyampaian LHKPN dilakukan secara periodik setiap satu tahun sekali,” katanya.
Atau pada saat terjadi mutasi/promosi jabatan baik sebelum menjabat atau setelah menjabat. Oleh sebab itu, pihaknya mengajak seluruh peserta sosialisasi bersama-sama mencegah korupsi yang dimulai dari diri pribadi dan lingkungan kerja.
“Ini dibutuhkan kepedulian dan komitmen seluruh penyelenggara negara untuk mencegah korupsi,“ katany. (nt/jun)
Jakarta (SL) – Ketua DPD II Partai Golkar Lampung Tengah Musa Ahmad dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (16/3/2018). Ia diperiksa terkait kasus dugaan suap dana pinjaman Pemkab Lampung Tengah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp300 miliar.
“(Musa Ahmad diperiksa) Untuk kasus di Lampung Tengah, penyidik hari ini dijadwalkan memanggil empat orang saksi untuk tersangka J Natalis Sinaga,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Selain Musa Ahmad, KPK juga memanggil tiga saksi yakni Kepala Sub Bagian Dokumentasi Hukum Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah Yannisa Bayu Ardi, dan dua orang dari unsur swasta, yaitu Wibisono Panji Nugroho dan Darwis Agung.
Sehari sebelumnya, Ketua Bappilu DPW Partai NasDem Edwin Hanibal menjalani pemeriksaan selama tiga jam di Gedung Merah Putih. Turut bersamanya ialah Ketua OKK Yuria Putra Tubarad. Ketua DPD Gerindra Lampung Gunadi Ibrahim juga pernah diperiksa.
Diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut antara lain Bupati Lampung Tengah nonaktif Mustafa, Kepala Dinas Bina Marga Taufik Rahman, Wakil Ketua DPRD J. Natalis Sinaga, dan anggota DPRD Rusliyanto.
Mustafa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cagub Lampung nomor urut empat itu diduga sebagai pihak pemberi secara bersama-sama dengan Taufik Rahman, yaitu ada dugaan arahan Bupati terkait dengan permintaan sejumlah uang dari pihak anggota DPRD dengan kode “cheese”.
Mustafa diduga telah mengarahkan agar uang diambil atau diperoleh dari kontraktor sebesar Rp900 juta dan dari dana taktis Dinas PUPR Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp100 juta. Totalnya Rp1 miliar. Sedangkan penerimanya, yaitu J. Natalis Sinaga dan Rusliyanto.
Dana pinjaman PT SMI itu rencananya akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek infrastruktur yang akan dikelola Dinas PUPR Kabupaten Lampung Tengah.
Sebelum mendapatkan dana pinjaman tersebut, Pemkab Lampung Tengah membutuhkan surat pernyataan yang disetujui atau ditandatangani bersama dengan DPRD sebagai nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan PT SMI. Dewan diduga meminta commitment feesebesar Rp1 miliar untuk persetujuan tersebut. (rld/nt/*)
Lampung Tengah (SL) – Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Provinsi Lampung, Edwin Hanibal menghadiri undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta sebagai saksi untuk meringankan persoalan kasus Mustafa.
“Saya dapat surat dari KPK hari senin untuk hadir sebagai saksi Mustafa, tadi jam 11.00 WIB mulai diperiksa sampai jam 3 siang, sempet isoma juga 1 jam. Penyidik pingin denger cerita apa saja yang bisa membantu meringankan Mustafa. Tadi baru saya, kalau Yuria Putra Tubarat tidak dimintai keterangan,” kata Edwin kepada Lampung Post usai pemeriksaan, Kamis (15/3/2018).
Kemuduian ia menceritakan mulai dari proses pendaftaran Mustafa sebagai Calon Gubernur Lampung bulan Januari, kemudian status Mustafa yang sudah cuti sebagai Bupati Lampung Tengah, kemudian ia menceritakan pada posisi tersebut mana bisa Mustafa melakukan perjanjian-perjanjian dengan PT SMI.
“Penyidik enggak memberikan pertanyaan, mamun meminta saya menceritakan tenang Mustafa. Tadi penyidiknya 1 orang namanya Heri Suryanto,” kata Mantan Ketua KPU Provinsi Lampung ini.
Setalah itu Edwin menceritakan prestasi-prestasi dari program Mustafa selama menjabat sebagai Bupati dibidang keamanan, pendidikan, kesehatan, insfrastruktur, dan sebagainya. Ia juga mengatakan program tersebut telah diapresiasi oleh pihak pemerintah pusat, Pangdam, POLRI dan sebagainya.
“Kemudian saya juga menceritakan hak dan kewajiban Mustafa. Kampanye harus diikuti oleh calon. Mulai dari rapat umum, pertemuan terbatas, tatap muka, kampanye lainnya dan debat publik. Saya minta dan berharap Mustafa diizinin KPK untuk mengikuti agenda tersebut,” katanya.
Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi RI (Foto/Dok/Net)
Jakarta (SL) – Lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan tersangka calon kepala daerah yang ikut berkompetisi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.
KPK ditengarai hampir merampungkan proses penepatan tersangka. Informasi yang berhasil dihimpun SINDOnews, KPK akan menetapkan sedikitnya 10 calon kepala daerah yang tersebar di lebih lima wilayah.
Ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan, dalam kurun beberapa pekan terakhir pihaknya sedang mengintensifkan proses penyelidikan sejumlah kasus dugaan korupsi dalam beberapa delik yang diduga dilakukan penyelenggara negara yang sedang berlaga di Pilkada serentak 2018.
Agus memastikan, dari para terduga tersebut memang ada yang menjadi calon petahana. Bahkan dia memastikan, proses penetapan para calon kepala daerah dalam konteks selaku penyelenggara negara tersebut sudah hampir rampung.
“Beberapa orang yang akan ditersangkakan itu InsyaAllah minggu (pekan) ini kita umumkan,” tegasnya saat dikonfirmasi, Selasa (13/3/2018).
Dalam kesempatan sebelumnya, Agus mengatakan, bahwa calon kepala daerah yang yang akan ditetapkan tersangka oleh KPK ada yang berasal dari pulau Jawa dan ada dari luar pulau Jawa. Dari hasil temuan KPK ditahap penyelidikan, KPK sudah yakin 90% untuk penetapan tersebut.
Dia menggaris bawahi, prosesnya tersisa 10% atau hanya tinggal kelengkapan administrasi termasuk penandatangan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).
Berdasarkan hasil penelusuran, saat ini KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan penyelenggara negara yang kebetulan sedang mengikuti Pilkada 2018.
Kasus yang ditangani KPK baik kasus lama hasil pengembangan maupun kasus yang benar-benar baru. Objeknya baik pengadaan proyek maupun pengurusan perizinan.
“Ada sekitar 10 calon kepala daerah (cakada) dalam kapasitas selaku penyelenggara negara, termasuk sebagai kepala daerah yang petahana maju kembali ke pilkada dalam waktu dekat ditetapkan sebagai tersangka,” ujar seorang sumber internal KPK kepada KORAN SINDO, Selasa (13/3/2018).
Sumber ini membenarkan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo tentang para calon kepala daerah yang bakal menjadi tersangka berasal dari wilayah pulau Jawa dan luar pulau Jawa.
Sumber melanjutkan, di luar pulau Jawa berasal dari wilayah Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Papua. Dari Sumatera yang paling besar dalam pembahasan terakhir KPK yakni di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Dari pulau Jawa, wilayah Jawa Timur memunculkan nama paling kuat.
“Jadi dari wilayah Sumatera ada, di Jawa Timur ada, di Kalimantan juga ada, Bali ada, dan ada yang Papua. Kasusnya ada kasus lama pernah ditangani KPK hasil pengembangan, ada juga kasus baru,” ucap sumber tersebut.
Ketua Gerindra Lampung Gunadi Ibrahim didampingi pengurus waktu lalu
Bandarlampung (SL)-Kasus dugaan suap pinjaman dana PT SMI senilai Rp300 miliar yang juga menjerat Bupati Lampung Tengah non-aktif Mustafa terus menyasar ke beberapa pihak. Terbaru, KPK memanggil Ketua DPD Gerindra Lampung Gunadi Ibrahim.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Gunadi diperiksa sebagai saksi untuk peran Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga (JNS). “Ia jadi saksi untuk JNS,” kata Febri dikonfirmasi rilis.id, Jumat (9/3).
Pengawal pribadi Mustafa bernama Erik Jonathan juga dipanggil KPK. Selain itu ada pula para pihak dari swasta yang akan dimintai keterangan untuk JNS. “Kurnain seorang kontraktor CV Kurnia Jaya, Rano seorang swasta dari CV Panji pembangunan dan seorang sopir bernama Rico juga dipanggil untuk menjadi saksi,” beber Febri.
Sebelumnya, penyidik KPK juga memeriksa empat Ketua Dewan Junaidi, dan Ketua Fraksi DPRD Lampung Tengah. Keempatnya adalah Ketua Fraksi Golkar, Roni Ahwandi, Ketua Fraksi PKS M. Ghofur, Ketua Fraksi PKB Iskandar, dan Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Rosidi.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Mustafa sebagai tersangka. Calon Gubernur Lampung nomor urut empat ini diduga terlibat tindak pidana suap berkaitan dengan pinjaman daerah pada APBD Lampung Tengah tahun 2018.
Tiga tersangka lainnya, yakni Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga, anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto dan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman.
Mustafa diduga secara bersama-sama menjadi pemberi suap kepada anggota DPRD Lampung Tengah agar menyetujui usulan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar.
Atas perbuatannya, Mustafa dan Taufik selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Natalis dan Rusliyanto sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rld/*)