ANGGARAN sektor kesehatan pada APBN 2024 kembali gemuk, bahkan lebih besar dibanding dari APBN 2023. Namun di sisi lain, potensi kerugian negara akibat praktik korupsi pada sektor ini juga menunjukkan tren meningkat. Supaya tidak kecolongan, KPK wajib serius mengawasi!
Disebut gemuk, karena anggaran sektor kesehatan masuk dalam kelompok empat besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar di Indonesia.
Diketahui, pada 2023 Kementerian Kesehatan mendapat jatah APBN sebanyak Rp85,5 triliun. Lalu, pemerintah menaikkannya sebesar 5,6 persen dari APBN sehingga mendorong kenaikkan anggaran sektor ini sebesar 8,1 persen dibanding 2023.
Kenaikkan tersebut tentu saja menggembirakan karena dapat berdampak positif bagi peningkatan pemenuhan layanan kesehatan yang lebih berkualiatas, adil dan merata.
Namun harapan itu cuma bisa terwujud bila pengawasan pada sektor ini berjalan sempurna dalam artian mampu menutup jalan terjadinya penyelewengan anggaran oleh oknum penyelenggara negara dan pihak swasta.
Tentu saja KPK sudah sangat paham bahwa potensi korupsi di sektor kesehatan di Indonesia masuk dalam katagori ‘luar biasa’ di mana telah diperparah pula oleh pasang surutnya jumlah penindakan kasus korupsi oleh Aparat Penegak Hukum termasuk KPK di tengah bertambahnya kerugian negara secara konsisten dari tahun ke tahun.
Pada Oktober 2022 lalu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengingatkan bahwa KPK telah menemukan 210 kasus korupsi di sektor kesehatan yang menimbulkan kerugian Rp821 miliar. “Kerugian Rp821,21 miliar dan melibatkan 176 pelaku,” ujar Nawawi, Kamis (6/10/2022).
Nawawi mengungkapkan, kasus korupsi di sektor kesehatan menjadi perhatian khusus KPK. Sebab, anggaran pemerintah yang dikucurkan untuk sektor ini begitu besar. Setiap tahun, kata Nawawi, anggaran kesehatan yang dikucurkan ke pemerintah daerah terus meningkat. Pada tahun 2022 misalnya, anggaran kesehatan di seluruh kabupaten maupun kota di Indonesia mencapai Rp180 triliun.
“KPK memiliki perhatian khusus terkait korupsi di sektor kesehatan, karena besarnya anggaran kesehatan dan banyaknya perkara tindak pidana korupsi di sektor ini,” ujar dia.
Perhatian khusus KPK terhadap pengelolaan anggaran sektor kesehatan dipastikan berlanjut tahun ini. Memahami hal itu, maka KPK mengajak pengusaha di sektor kesehatan berdiskusi melalui Dialog Pimpinan KPK dengan Asosiasi Usaha dalam Mendorong Pembangunan Integritas pada Dunia Usaha, di Ruang Rapat Nusantara, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Diskusi itu dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Di forum itu Ghufron mengajak para pengusaha di sektor kesehatan untuk lebih terbuka dan berani mengungkap penyelewengan angggaran negara.
“Sejatinya, korupsi itu ada dua pihak, pihak pemberi dan penerima. Namun, kami selalu dianggap hanya menekan sektor penerima. Sehingga di pertemuan ini, kami mengajak para pengusaha di sektor kesehatan untuk lebih terbuka mengenai masalah di lapangan,” kata Nurul Ghufron.
Berdasarkan catatan KPK sejak 2004-2022, ada 373 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak swasta, sebagian besar berasal dari sektor kesehatan.
Pihak swasta dimaksud berasal dari industri farmasi dan industri alat kesehatan yang intens berhubungan dengan penyelenggara negara.

Mark-Up 500 hingga 5000%
Dari dari kutup inilah kerawanan korupsi itu terjadi, melahirkan kasus suap dan gratifikasi. Bahkan, Alexander Marwata terang-terangan menyebutkan, khusus untuk praktik mark-up harga telah mencapai 500 hingga 5000 persen dari harga asli.
Untuk menghentikan kegilaan itu, Alexander Marwata meminta industri dan gabungan alat kesehatan, jangan hanya jadi pendukung saja, tapi juga ikut menjadi vendor. “Masukan saja ke e-katalog, jadi enggak perlu pake lelang. Harganya setidaknya sama dengan harga pasar,” kata Alex.
Alex juga mengingatkan agar pengusaha bisa turut serta melaporkan ke KPK, jika terjadi indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang yang terjadi di lapangan.
Alex menegaskan, “Kalau diperas atau dipaksa memberikan sesuatu, tentu ada pasal lain. Sehingga kita senang sekali jika ada laporan seperti itu, bapak-ibu juga akan kami lindungi. Jangan sampai kesalahan penerima dilimpahkan pada pengusaha.”
Kerugian Negara Konsisten Meningkat
Soal pelik yang masih terus membelit adalah peningkatan anggaran APBN selalu disertai meningkatnya potensi korupsi yang menyebabkan kerugian negara.
Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat, penindakan kasus korupsi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) pada semester I 2022 mencapai 252 kasus. Padahal, target penyelesaian kasusnya mencapai 1.387 kasus pada semester I 2022.
Jika melihat tren semesternya tiap tahun, penegakan kasus korupsi sempat menurun pada semester I 2019. Sisanya, penanganannya meningkat. Namun, penindakan ini juga harus dilihat dari banyaknya target kasus dan nilai kerugian yang secara konsisten meningkat setiap tahun.
“Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah setiap tahun semakin buruk dari segi pengawasan,” tulis ICW dalam laporannya.
Pada semester I 2018, kasus yang ditangani mencapai 139 kasus dengan 587 tersangka. Pada semester I 2019, jumlah kasusnya turun menjadi 122 kasus dengan 351 tersangka.
Semester I 2020, jumlah kasus mencapai 169 kasus dengan jumlah tersangka 250 orang. Di semester I 2021, jumah kasus meningkat menjadi 209 kasus yang ditangani dengan 482 tersangka. Terakhir, semester I 2022, jumlah kasus yang ditangani sebanyak 252 kasus dengan 612 tersangka.
ICW menilai, dalam penindakan kasus hukum masih ada kebijakan yang tidak pro terhadap agenda antikorupsi, tidak menjalankan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, maraknya konflik kepentingan, politik transaksional, hingga penggunaan instrumen hukum sebagai alat untuk merepresi suara kritis.
ICW juga menyebut, dalam tiga tahun terakhir terdapat sejumlah modus korupsi yang dominan dan baru, di antaranya modus penyalahgunaan anggaran, proyek fiktif, penggelapan, mark up, suap, hingga manipulasi saham atau memanfaatkan pasar modal. Sementara dari sisi sektor, beberapa sektor yang rawan dikorupsi hampir sama.
“Sektor yang menjadi pemenuhan pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, pangan berpotensi akan terus digerogoti,” kata ICW.
ICW menambahkan satu sektor yang juga tak kalah rawan dan patut mendapat sorotan, yakni sektor dana desa. Menurutnya, sektor ini yang paling banyak dikorupsi seiring dengan peningkatan anggarannya.
Untuk 2023, ICW memprediksikan modus korupsi dengan memanipulasi saham atau pemanfaatan pasar modal akan marak.
Ini sejalan dengan temuan PPATK pada 2022 lalu yang menyebut terdapat 1.215 laporan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai Rp183,8 triliun. Dari total transaksi tersebut, terdapat lebih dari Rp81,3 triliun yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
“Hasil analisis PPATK juga menemukan, modus yang paling jamak digunakan untuk menampung dana yang diduga hasil korupsi, yaitu mulai penukaran valuta asing, instrumen pasar modal, hingga pembukaan polis asuransi,” kata ICW.(IWA/dbs)