Tag: #KPU Jeneponto

  • DKPP Pecat Ketua KPU Janeponto Yang Tiduri Caleg Prindo Hingga Tuduhan Perdaya Harta Istri Siri?

    DKPP Pecat Ketua KPU Janeponto Yang Tiduri Caleg Prindo Hingga Tuduhan Perdaya Harta Istri Siri?

    Jakarta (SL)-Ketua KPU Janeponto Baharuddin Hafid, dituduh melakukan perkosaan kepada calon anggota legislatif (caleg) Dapil IV DPRD Provinsi Sulawesi Selatan berinisial PD. Bahakan disebutkan Pd dimintai uang hinggabarang-barang mewah. Hal itu terungkap dalam pertimbangan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menilai Teradu Baharuddin Hafid terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, dan DKPP menjatuhkan putusan memecat Baharuddin Hafid, Rabu 4 November 2020.

    Baharuddin dipecat terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam perkara nomor 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan 104-PKE-DKPP/X/2020. Sanksi dibacakan Majelis DKPP yang diketuai oleh Dr. Alfitra Salamm, dalam sidang pembacaan putusan sebanyak 11 perkara di Ruang Sidang DKPP, Rabu 4 November 2020. “Hubungan Teradu dengan Pengadu I dilanjutkan ke jenjang perkawinan di bawah tangan (siri) pada 16 Agustus 2019. Padahal Teradu telah berumah tangga dan terikat perkawinan yang sah,” kata Anggota Majelis, Didik Supriyanto.

    Pemerkosaan itu dimulai pada 26 September 2018, tepatnya setelah penetapan DCT. Saat itu Baharuddin Hafid meminta disiapkan tempat buat ngobrol tentang strategi pemetaan suara pemenangan sebagai caleg. Caleg Perindo PD pun menyiapkan tempat untuk bertemu di kafe Roemah Kopiku Jalan Topaz Raya.

    Baharuddin justru menolak dengan alasan tempat tersebut terbuka dan meminta bertemu di Hotel Arthama. “Di sini terjadi pemerkosaan atau pemaksaan seks oleh Baharuddin Hafid dan bersumpah untuk membantu memenangkan Pengadu I sebagai caleg dapil IV DPRD Provinsi Sul-Sel,” bunyi salinan putusan perkara.

    Setelah berhubungan badan, Burhanuddin juga meminta untuk dibelikan Iphone 6S Plus dan sejumlah barang. Seperti sepatu everbest, DC, sneaker, baju-baju bermerek, jam tangan, parfum, dan setiap saat minta diisikan pulsa.

    Bahkan, pada saat dibuka pendaftaran Calon Komisioner KPU, Baharuddin juga mendatangi rumah sang caleg. Dia meminta uang dengan alasan agar bisa dibantu dalam pencalonannya. Agar bisa terpilih kembali jadi Komisoner KPU.

    Fakta tersebut didukung alat bukti berupa dokumen tangkapan layar percakapan WhatsApp antara Teradu dan Pengadu I terkait janji untuk menambah perolehan suara dengan jaringan yang dimiliki Teradu. Meski janji tersebut tidak dipenuhi Teradu, hal tersebut membuktikan adanya niatan Teradu untuk menambah perolehan suara sang caleg yang tidak dibenarkan oleh etika dan hukum.

    Perbuatan itu telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap profesionalitas kerja Teradu. Teradu juga Terbukti telah menerima pemberian sejumlah barang dari Pengadu I, antara lain Iphone 6 Plus dan barang lainnya.

    Menurut Majelis, seharusnya Teradu menyadari kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu yang membutuhkan integritas tinggi untuk menjaga kepercayaan publik. “Alih-alih bertindak etis, Teradu menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan norma sosial dan etika,” lanjut Didik., yang Sidang pemeriksaan kedua perkara ini dilaksanakan pada Senin 12 Oktober 2020 secara tertutup di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan.

    Bantah Perkosaan Dan Tempuh Jalur Hukum

    Konfrensi Pers Baharuddin Hafid Lewat kuasa hukumnya, Gugat PTUN Hingga Laporkan PD ke Polda

    Sementaraa Baharuddin membantah tuduhan itu. “Jadi keputusan DKPP kemarin betul-betul merugikan saya. Karena semua bantahan saya diabaikan begitu saja, termasuk misalnya tuduhan soal pemerkosaan, nah itu tidak benar,” kata Baharuddin Hafid saat berbincang dengan wartawan dilangsir detikcom, Kamis 5 NOvember2020.

    Terkait soal tuduhan pemerkosaan, Baharuddin menyebut statusnya saat itu dengan PD adalah suami-istri. Kejanggalan lainnya, sambung Baharuddin, adalah soal tuduhan itu baru dilaporkan saat ini. “itu tidak benar itu, logika saja dipakai, kalau melakukan pemerkosaan, kenapa tidak dari awal dan tidak dibawa ke ranah hukum? Ini kan direkayasa dan mampu yakinkan (DKPP),” terangnya.

    Baharuddin mengatakan saat itu dirinya dan PD berstatus suami-istri dan keduanya telah menikah siri. Dia pun telah memberikan klarifikasinya kepada DKPP, baik secara lisan maupun tulisan. “Semua direkayasa, (hubungan) dalam bentuk hubungan suami-istri. Makanya saya jelaskan di depan DKPP. Orang ini berstatus istri saya, di mana logikanya, ndak ngerti saya lagi,” ungkapnya.

    Dia juga membantah adanya proses penganiayaan yang ditangani Polres Gowa beberapa waktu lalu. Namun, kata Baharuddin, semua penjelasannya tidak didengar oleh pihak DKPP. Karena itu, Baharuddin Hafid juga melakukan perlawanan pasca diberhentikan DKPP dengan menempuh jalur hukum.

    Lewat kuasa hukumnya, Baharuddin Hafid mencoba melawan putusan DKPP lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, Sulawesi Selatan. “Setelah mencermati putusan DKPP Sulsel, seperti yang ramai di media itu, saya selaku kuasa hukum Baharuddin Hafid akan melakukan upaya hukum ke PTUN,” kata Dr Muhammad Nur dalam konferensi pers, Kamis 5 November  2020.

    Ia menyebutkan, putusan yang dikeluarkan tersebut bukan putusan mengikat. Menurutnya, peradilan di DKPP itu semi peradilan, maka akan dilakukan upaya hukum peradilan umum PTUN. “Klien kami sangat dirugikan. Nanti setelah kami terima salinan putusan DKPP akan mengajukan keberatan melalui PTUN. Sampai sekarang kami selaku kuasa hukum belum terima salinannya, baru membaca lewat media,” terangnya.

    Selain itu, ia menyebutkan, kliennya sedang dimintai keterangan sebagai saksi di Polda Sulsel terkait laporan pemberian keterangan palsu di Polres Gowa. “Jadi melaporki juga Pak Baharuddin Hafid terkait adanya dugaan keterangan palsu. Katanya inisial DP pernah dianiaya, sementara tidak dapat dibuktikan secara hukum,” terangnya.

    Nur menambahkan, laporan DP tersebut sudah dilakukan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dengan nomor S.Tap/529.a/IX/2020/Reskrim tertanggal 15 September 2020. Dalam kasus ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memecat Baharuddin Hafid karena telah melakukan pelanggaran etik. Baharuddin telah memperkosa seorang wanita inisial PD, yang merupakan

    Pemecatan Baharuddin dari Ketua KPU Jeneponto diputuskan dalam rapat pleno tujuh anggota DKPP dengan ketua merangkap anggota Muhammad serta anggota Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, Ida Budhiati, Pramono Ubaid Tanthowi, dan Mochammad Afifudin.

    Putusan dengan Nomor: 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan Nomor: 104-PKE-DKPP/X/2020 itu kemudian dibacakan dalam sidang kode etik terbuka untuk umum di Jakarta pada Rabu (4/11) dan diteken anggota DKPP Alfitra Salam, Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, dan Ida Budhiati. (Red)