Tag: LBH Bandarlampung

  • LBH Bandarlampung Gelar Diskusi Refleksi 20 Tahun Reformasi

    LBH Bandarlampung Gelar Diskusi Refleksi 20 Tahun Reformasi

    1. Bandarlampung (SL) – Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung menggelar diskusi refleksi 20 tahun reformasi dengan mengundang para penggerak dan pelaku gerakan reformasi 1998 di daerah Lampung, di Bandarlampung, Jumat (1/6) petang, untuk mengkaji agenda reformasi belum tuntas.

    Menurut Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi dialog yang dirangkai dengan buka puasa bersama dan silaturahmi dengan alumni LBH Bandarlampung dan para pelaku gerakan prodemokrasi di Lampung ini, menjadi sarana mengevaluasi perjalanan 20 tahun setelah reformasi yang dipelopori mahasiswa berhasil menumbangkan rezim Soeharto.

    “Kita semua perlu melihat dan mengevaluasi secara jernih dan objektif perjalanan agenda reformasi apakah sudah berjalan dengan baik atau masih mengalami hambatan dan permasalahan dialami bangsa ini,” katanya lagi.

    Dia mengungkapkan tuntutan agenda reformasi saat itu adalah adili Soeharto dan para kroninya, amandemen UUD 1045, hapus dwifungsi ABRI, tegakkan supremasi hukum, wujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terapkan otonomi daerah seluas-luasnya.

    “Agenda reformasi itu yang belum berjalan dan dituntaskan, hendaknya menjadi pekerjaan rumah bersama bagi bangsa ini untuk dapat menuntaskannya,” kata dia lagi.

    Mantan Direktur LBH Bandarlampung Abi Hasan Muan, saat gerakan reformasi 1998 berlangsung sering mengadvokasi aktivis prodemokrasi yang berurusan dengan aparat, menilai agenda reformasi 1998 telah berhasil menumbangkan Soeharto namun belum menuntaskan agenda yang menjadi tuntutan bersama saat itu.

    “Benar, sejak reformasi bergulir hingga saat ini banyak perubahan dan perbaikan terjadi, tapi juga banyak masalah dan problem kebangsaan belum tertangani dengan baik,” ujar politisi Partai Golkar ini pula.

    Ia menyatakan, reformasi kemudian lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang secara ideologi tergolong belum matang dengan nilai-nilai yang perlu diperjuangkan dan dijaga, sehingga saat menduduki posisi politik penting kemudian menjadi larut dengan keadaan.

    Dr Wahyu Sasongko, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Lampung mengaku kecewa dengan kondisi pascareformasi yang belum banyak mengalami perubahan dalam kebijakan negara dan pemerintah yang seharusnya menjadi semakin adil dan seimbang serta hukum ditegakkan. “Perubahan memang ada tapi belum menyentuh substansi yang menjadi tuntutan dalam agenda reformasi itu,” katanya lagi.

    Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unila itu menyebutkan contoh praktik militerisme yang masih terjadi pada pemerintahan saat ini. Padahal saat reformasi salah satu tuntutan utama adalah menghapus Dwifungsi ABRI dan mengembalikan TNI ke barak sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    Akademisi Dr Jauhari M Zailani MSc justru menilai dalam beberapa hal reformasi telah berhasil memperbaiki dan mengubah dari kondisi buruk sebelumnya menjadi lebih baik. Namun dalam beberapa hal, terdapat sejumlah persoalan masyarakat dan bangsa yang malah menjadi semakin parah.

    Ia menyebutkan saat ini demokrasi telah berjalan, keterbukaan dan kebebasan juga dirasakan masyarakat luas. Berbeda jauh dengan kondisi saat Soeharto masih berkuasa, semua tertutup dan dikendalikan atas kemauan negara dan pemerintah.

    Namun dia menyoroti adanya sikap saling tidak percaya dan curiga yang berkembang luas saat ini, sehingga menimbulkan banyak persoalan di tengah masyarakat dan dengan pemerintah maupun aparaturnya.

    Secara khusus Jauhari juga menyoroti ancaman penyalahgunaan narkoba yang makin marak sebagai penyakit masyarakat yang sangat berbahaya bagi bangsa kita ini, sehingga harus segera ditanggulangi. “Bangsa bisa menjadi lemah karena penyalahgunaan narkoba terjadi dimana-mana dan tidak tertangani dengan baik,” ujar lagi.

    Padahal menurut Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi tahun 1998 menjadi saksi sejarah diawali transisi sistem politik Indonesia dari otoritarian menuju demokrasi. Transisi sistem politik ini juga menjadi harapan besar segenap rakyat Indonesia akan transisi-transisi lainnya, mulai dari transisi ekonomi dari kapitalisme Orde Baru (Orba) menuju ekonomi kerakyatan yang menyejahterakan segala lapisan, hingga sampai kepada transisi kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi yang di masa Orba sangat termarginalkan dan penuh represi.

    “20 tahun sudah negeri ini mencoba untuk mengisi ruang-ruang kosong, memenuhi janji reformasi yang digulirkan Mei 1998 silam. Janji yang tercetus bukan melalui proses yang singkat, melainkan melalui serangkaian panjang perjuangan rakyat di mana mahasiswa tergabung menjadi bagian penting di dalamnya. Walaupun tumbang Orde Baru disebabkan oleh banyak faktor dan mendapat sumbangsih dari banyak aktor, namun kita tidak dapat menafikan bahwa mahasiswa mengambil peran penting dalam sejarah reformasi Indonesia,” katanya lagi.

    Menurutnya, kini reformasi belumlah usai, masih banyak janji yang belum tertunaikan. Semangat reformasi yang bergulir sejak 20 tahun silam, masih tersandung berbagai persoalan bangsa, seperti kemiskinan, kesenjangan, pengangguran, korupsi, kolusi, nepotisme, ketimpangan hukum, dan berbagai problematika yang multidimensi seakan menjadi terpaan badai yang tak kunjung henti mendera.

    “Kesemua itu mau tidak mau mengharuskan gerakan mahasiswa tetap hadir di tengah-tengah bangsa sebagai bentuk panggilan sejarah dan aktualisasi peran kaum muda,” kata Alia pula. (Antaranews)

  • LBH Bandarlampung Apresiasi DPRD Jamin Tidak Laksanakan Penggusuran di Pasar Griya Sukarame

    LBH Bandarlampung Apresiasi DPRD Jamin Tidak Laksanakan Penggusuran di Pasar Griya Sukarame

    Bandarlampung (SL) – Puluhan warga pasar Griya Sukarame melakukan demo di depan Kantor Pemerintah Kota Bandarlampung dan Kantor DPRD Kota Bandarlampung. Bahwa hal tersebut dilakukan untuk menyikapi pelaksanaan penggusuran Pasar Griya Sukarame yang akan dilaksanakan tanggal 9 Mei 2018 berdasarkan Surat peringatan ke 3 No : 539/483/L01/2018 yang dilayangkan oleh Pemerintah Kota Bandarlampung.

    Rencana pemerintah kota Bandarlampung yang akan menggusur Pasar griya Sukarame akan berdampak kepada 100-an Kepala Keluarga yang tinggal di Pasar Griya. Rencana penggusuran dilakukan dengan dalih akan dilakukannya pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Bandarlampung.

    Oleh karena itu warga yang tinggal mulanya adalah pedagang yang membeli kios pada Dinas Pasar Kota Bandarlampung sejak tahun 1996, menyuarakan aksinya di depan Kantor Pemerintah Kota Bandarlampung tetapi tidak mendapatkan tanggapan. Merasa kecawa karena Pemerintah Kota Bandarlampung tidak memberikan jawaban terhadap tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh warga Masyarakat Pasar griya Sukarame atas kejelasan peralihan alih fungsi lahan.

    Warga melanjutkan aksi di depan Kantor DPRD Kota Bandar Lampung dan diterima untuk menyampaikan aspirasinya. Warga bersama LBH Bandarlampung dan Mahasiswa yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) meminta kepada DPRD Kota
    Bandarlampung untuk mendorong pemerintah kota Bandarlampung tidak melakukan penggusuran Pasar Griya Sukarame dan memfasilitasi pertemuan antara pedagang pasar griya sekarame dengan pemerintah Kota Bandarlampung serta instansi – instansi terkait.

    Karena LBH Bandarlampung yakini bahwa peralihan fungsi lahan tidak bisa serta merta dilakukan sepihak, harus ada teransparansi terkait alih fungsi lahan. Bahwa dalam proses audensi dengan DPRD Kota Bandarlampung, LBH Bandarlampung mengapresiasi DPRD Kota Bandarlampung yang menjamin dengan tegas untuk tidak akan dilaksanakan Penggusuran di Pasar Griya Sukarame pada tanggal 9 Mei 2018 sesuai dengan surat peringatan (SP) 3 (Tiga) yang di keluarkan oleh pemerinta Kota Bandarlampung.

    Bahwa masyarakat Pasar Griya merupakan kelompok miskin Kota Bandarlampung yang harus dilindungi, baik Haknya yang layak menjadi tanggung jawab pemerintah yang tidak bisa diabaikan. Jangan sampai pembangunan di kota tapis berseri yang notabennya sebagai ibu kota Provinsilampung tidak bermartabat dan abai terhadap Hak-hak rakyat. Apalagi sampai menggunakan kekerasan ataupun kekuatan militer. (rls)

  • Perdamaian Tidak Menghapuskan Pidana Kajian Hukum

    Perdamaian Tidak Menghapuskan Pidana Kajian Hukum

    Bandarlampung (SL) – Pada dasarnya dalam tindak pidana yang termasuk delik biasa/delik laporan walaupun korban tindak pidana tersebut telah memaafkan pelaku, proses hukum akan tetap dijalankan. Adapun tindak pidana yang masih dimungkinkan diselesaikan dengan cara damai atau kekeluargaan adalah tindak pidana yang termasuk delik aduan seperti pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan,pencurian/penggelapan dalam keluarga, dan delik aduan lainnya. Maka dengan acuan hukum tersebut kami LBH.
    Bandar lampung memandang bahwa seharusnya pihak penegak hukum dalam hal ini kepolisian Polresta Bandar lampung tidak Gagab dan kegabah dalam menyikapi perdamaian tersebut, maka seharusnya penegak hukum tetap dapat melanjutkan proses hukum baik penyelidikan dan penyidikan, apalagi korban adalah anak di bawah umur, seperti yang kita ketahui bersama melalui media masa korban merupakan salah satu sisw SMK dibandar lampung, yang mengalami luka – luka, intimidasi dan penyekapan di duga dilakukan oleh beberapa oknum Pol PP. Prov. Lampung pada perayaan kelulusan sekolah.
    Rekomendasi Maka dengan pertimbangan tersebut kami YLBHI-LBH Bandar lampung :
    1. Mendorong penegakan hukum yang baik, berkeadilan bagi seluruh masyarakat dan tidak ada ketimpangan terkait pelaku dan korban. 2. Kepolisian dalam hal ini Polresta bandar lampung/Polda Lampung untuk dapat merumuskan langkah terbaik terkait penegakan hukum di Provinsi Lampung.
    3. Bahwa dengan pengungkapan peristiwa hukum tersebut maka harapan masyarakat terdapat efek jera dan ini dapat menjadi pelajaran kita semua baik masyarakat umum dan pelaku kekerasan agar kedepan tercipta ketentraman bersama. (rls)
  • LBH Bandarlampung Kecam Dugaan  Asusila Dosen Unila

    LBH Bandarlampung Kecam Dugaan Asusila Dosen Unila

    Bandarlampung (SL) – Bahwa peristiwa dugaan asusila yang menimpa DC mahasiswa FKIP Universitas Lampung (UNILA) yang di lakukan oleh dosen pembimbing Skripsi dengan inisial CA sangat mencoreng dunia pendidikan Provinsi Lampung.

    Hal ini jelas mencoreng nama baik korban dan Universitas Lampung dimana  Universitas Lampung (UNILA) berada  di peringkat 16 besar universitas terbaik di Indonesia, Posisi itu juga menempatkan UNILA sebagai dua besar perguruan tinggi terbaik se-Sumatera.

    Oleh karena itu kami mengecam dugaan pelecehan seksual di dunia pendidikan karena Pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual yang merendahkan harkat dan martabat perempuan korban.

    Pelecehan seksual ditempat pendidikan dapat terjadi karena adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku sehingga menempatkan dosen lebih tinggi dari pada mahasiswa. Pelecehan Seksual dapat terjadi dimanapun, baik ditempat privat maupun publik. Serta dapat menimpa siapapun, baik dari kalangan kelas ekonomi, ras,jenis kelamin apapun.

    LBH Bandar Lampung meminta Universitas Lampung dan penegak hukum melaksanakan sistem peradilan pidana terpadu bagi perempuan korban kekerasan yang cepat, transparan, adil serta berperspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan Gender. Artinya jangan sampai UNILA menempatkan DC sebagai musuh bersama dan membela dosen atau pelaku pelecehan tersebut.

    Bahwa UNILA harus bergerak cepat dan serius guna mencari solusi penegakan hukum pelecehan di dunia kampus dengan cara membentuk tim khusus dalam menyelesaikan kasus ini. Karena tidak menutup kemungkinan hal ini bukan terjadi di Fakultas FKIP tetapi fakultas Fakultas lain di UNILA. Selain itu pemerintah Lampung juga harus bergerak menyelamatkan dunia pendidikan Di Lampung dari Predator-predator pelaku kekerasan seksual pada perempuan di universitas lain.

    Kami menghimbau bahwa kepada korban korban pelecehan jangan takut untuk melaporkan apa yang mereka alami dan LBH Bandar Lampung siap untuk mendampingi permasalahan ini.

    Chandra Bangkit Saputra, S.H

    Kadiv. EKOSOB LBH Bandar Lampung

    CP          :082375666676

  • LBH Bandarlampung Buka Pendidikan Paralegal 2018

    LBH Bandarlampung Buka Pendidikan Paralegal 2018

    Bandarlampung (SL) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung akan melaksanakan Pendidikan Paralegal 2018, Kamis (12/4/2018) hingga Minggu (15/4/2018), pekan depan.

    Pendidikan Paralegal ini tertuju khusus kepada petani, nelayan, dan mahasiswa.

    Mengambil tema “Perluasan Akses Keadilan bagi Masyarakat Miskin dalam Pemenuhan Hak atas Bantuan Hukum di Lampung”, Pendidikan Paralegal akan berlangsung di Wisma Universitas Lampung.

    LBH Bandar Lampung telah membuka pendaftaran peserta mulai 1 April 2018. Masa pendaftaran masih berjalan hingga Selasa (10/4/2018) pekan depan.

    “Kami akan mengumumkan kelulusan peserta Pendidikan Paralegal pada (Rabu) 11 April 2018,” ujar Kodri Ubaidillah, ketua pelaksana kegiatan, melalui rilis, Jumat (6/4/2018).

    Adapun syarat menjadi peserta, antara lain:

    1. Membuat makalah dengan tema “Konsep Bantuan Hukum Struktural, Kelautan, dan Perikanan” serta “Hak atas Tanah dan Resolusi Konflik Pertanahan di Lampung”

    2. Menyertakan curriculum vitae (CV) atau biodata diri

    3. Melampirkan fotokopi ijasah/transkrip dan identitas (KTP/KTM)

    4. Menyertakan pas foto ukuran 3×4 sebanyak 3 lembar

    5. Membuat surat pernyataan tidak dalam ikatan dinas PNS/Polri/TNI/BIN

    6. Membuat surat pernyataan bersedia mengikuti seluruh rangkaian Pendidikan Paralegal 2018 di atas materai 6000.

    Sementara sejumlah nama yang akan menjadi pembicara, antara lain:

    1. Asfinawati (Ketua YLBHI)

    2. Rahma Mary (Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI)

    3. Taufik Basari (mantan Direktur Hukum dan Advokasi YLBHI)

    4. Bahrein (mantan Direktur Advokasi YLBHI)

    5. Rocky Gerung (akademisi filsafat UI dan aktivis HAM)

    6. Nur Hidayati (Ketua Eksekutif Nasional Walhi)

    7. Ivan Coff (aktivis P2D)

    8. Robertus Robet (akademisi sosiologi UNJ)

    9. Andik Hardiyanto (Merdesa Institute)

    10. Wahrul Fauzi Silalahi (mantan Direktur LBH Bandar Lampung)

    11. Wahyu Sasongko (akademisi Fakultas Hukum Unila)

    12. Juwendra Asdiansyah (mantan Ketua AJI Lampung)

    13. Sukron (Pertuni) (Rls)

  • LBH Bandar Lampung Memberikan Penyuluhan Hukum Dan Sosialisasi Pelayanan Hukum Secara Gratis

    LBH Bandar Lampung Memberikan Penyuluhan Hukum Dan Sosialisasi Pelayanan Hukum Secara Gratis

    Ilustrasi (Foto/Dok/Google)

    Tulangbawang Barat (SL)-LBH Bandar Lampung Penyuluhan hukum dan sosialisasi pelayanan hukum gratis.

    Pembicara Ketua LBH Alian Setiadi dan Chandra Muliawan M.H. wakil  direktur  LBH BANDAR LAMPUNG.

    Alian Setiadi mengatakan kegiatan ini salah satu program LBH Bandar lampung supaya masyarakat lampung khusus nya yang dalam hal ini ( tulang bawang barat )agar tidak terjadi kembali permasalahan-permaslahan serupa dan lebih mengetahui  tentang bantuan hukum secara Cuma-Cuma  untuk rakyat miskin khusunya di provinsi lampung.

    Tujuan dari penyuluhan ini agar dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat sehingga masyarakat paham bagaimana memisahkan antara hak dan kewajiban dan masyarakat menjadi cerdas hukum,  penyuluhan yang di lakukan kemarin bukan hanya membahas tentang agrarian dan bantuan hukum  tapi membahas pula tentang serrtifikat yang di anggap sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan supaya tercipta budaya hukum dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. (rls)

  • Perda Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin Disahkan, Tapi Tak Berfungsi Sejak 2015

    Perda Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin Disahkan, Tapi Tak Berfungsi Sejak 2015

    Pembukaan Workshop Perda bantuan hukum untuk warga miskin
    Bandarlampung (SL) -Pemerintah Provinsi Lampung telah mengesahkan Peraturan Daerah  (Perda) No 3 Tahun 2015, tentang bantuan hukum untuk orang miskin, sejak tahun 2015 lalu. Ironisnya meski sudah dua tahun berlaku dianggarkan dalam APBD, namun tidak dapat difungsikan, karena tidak adanya Peraturan Gubernur.
    APBD Lampung mengganggarkan RP300-400 juta untuk bantuan hukum bagi warga miskin, dan itu tidak dapat terealisasi.
    Hal itu terungkap dalam Workshop Revisi Perda No 3 Tahun 2015, tentang bantuan hukum untuk masyarakat miskin, di Hotel Emersia, diselenggarakan oleh LBH Bandar Lampung.
    “Perjuangan menyelesaikan perda bantuan hukum untuk warga miskin ini sudah sejak lama, hingga 2015 menjadi Perda. Soal bantuan hukum pada kaum marilah LBH sudah melakukan itu, tapi Perda ini adalah amanat UU, sehingga negara hadir membantu masyarakat miskin secara gratis,” kata Ketua LBH Bandarlampung Alian Setiadi.
    Hadir pada acara pembukaan, Staf ahli mewakili Gubernur, Tresia Sormin, Kanwil Hukum dan HAM Lampung. anggota Komisi I DPRD Lampung Aprilianti, Pengacara senior ABI Hasan Muan, Mantan Ketua KI Lampung Juniardi, dan bagian hukum 15 Kabupaten Kota.
    Aprilia, dalam paparan menyatakan Perda bantuan hukum untuk masyarakat miskin sebenar sudah selesai didepan, dan sudah disahkan. Kemudian selanjutnya menjadi kewenngan eksekutif. “Jika terjadi revisi, ya kita tunggu di Komisi I hasilnya, karena ini perintah UU,” kata Aprilia.
    Kabag Perundang Undangan Biro Hukum Pemda Provinsi Lampung, Rita Rezalina, mengakui hal itu karena Perda itu memang belum sempat di undangan, dan masih banyak kelemahan, terutama menyangkut penjelasan pasal perpasal, serta mekanisme penganggaran.
    “Karena ada petunjuk pusat, Perda disarankan direvisi atau bikin baru. Banyak hal hal yang harus dijelaskan, agar kami tidak lagi disalahkan. Dan juga anggaran tepat sasaran,” katanya.
    Menurutnya, pihaknya optimis Perda ini akan terwujud, karena juga menunggu aturan pusat terkait hal ini. “Ya kita optimis, dan butuh banyak kajian,” katanya.
    Panitia Workshop, Bangkit menambahkan seperti diketahui bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Hukum, telah ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin,
    “Karena adanya perubahan beberapa ketentuan dalam Pasal Peraturan Daerah dimaksud, maka perlu merubah Peraturan Daerah tersebut dan menetapkannya kembali dengan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin,” katanya
    Sejak disahkan menjadi Perda. Bahkan Pemprov telah menganggarkan, tapi tidak dapat terealisasi. “Tidak bisa dijalankan, karena hingga kini pergubnya tidak ada,” katanya.
    Sementara para peserta ikut mempertanyakan lambatnya Perda itu berlaku, karena berdampak terhadap Perda Kabupaten Kota, yang saat ini juga sedang dalam proses. “Jika di Pemprov saja belum rampung, bagaimana kami di derah. Sebenernya tergantung komitmen saja, hal hal lain mustahil tidak ada solusi, apalagi regulasi sudah lengkap,” kata Ali. (Jun)