Tag: Megawati

  • Tensi Politik Memanas Jelang Penetapan Capres/Cawapres Senin Besok:  Ini Pemicunya!

    Tensi Politik Memanas Jelang Penetapan Capres/Cawapres Senin Besok: Ini Pemicunya!

    Jakarta – Tensi politik menjelang penetapan capres/cawapres semakin memanas ditandai oleh sedikitnya oleh tiga hal ikhwal, salah satunya adanya potensi bentrokan antar massa pendukung saat KPU menggelar Sidang Pleno Penetapan Capres/Cawapres di Gedung KPU, Senin (13/11/2023).

    Soal adanya potensi bentrokan antar massa pendukung tersebut disampaikan Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Maju (KIM) Sufmi Dasco Ahmad.

    Untuk menghindari bentrok Dasco mengimbau agar pendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tidak melakukan aksi di depan Gedung KPU pada Senin (12/11).

    “Kami imbau agar pendukung Prabowo-Gibran untuk tidak melakukan aksi massa dukung-mendukung di depan KPU RI pada hari Senin tanggal 13 November besok hari,” kata Dasco di Kantor TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu (12/11/2023).

    Dasco mengatakan dirinya menerima informasi bahwa massa yang pro maupun massa yang kontra dengan pasangan Prabowo-Gibran akan hadir pada penetapan capres/cawapres besok.

    Sejumlah Tokoh Berkumpul di Rumah Gus Mus

    Hal ikhwal berikut ini juga telah menaikan suhu politik nasional, dimana ikut melibatkan sejumlah tokoh nasional.

    Dilaporkan, sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang, termasuk lintas iman, budayawan, dan aktivis HAM yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR), berkumpul untuk bersilaturahmi di rumah KH Mustofa Bisri (Gus Mus) di Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11/2023).

    Pertemuan ini bertujuan untuk membahas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

    Koordinator pertemuan, Alif Iman Nurlambang, menyampaikan keprihatinan terkait keputusan MKMK yang mengindikasikan adanya intervensi lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif.

    Menurutnya, demokrasi Indonesia mengalami goncangan, dengan kekuasaan yang terpusat di eksekutif, dan adanya bukti intervensi dari eksekutif ke yudikatif dan lembaga konstitusional.

    Salah satu keputusan MKMK yang dibahas adalah pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena melanggar kode etik hakim konstitusi.

    MPR juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait pemilihan umum (pemilu) 2024, yang mungkin tidak dapat berjalan dengan baik akibat potensi ancaman terhadap azas jujur dan adil dalam pemilu, sebagaimana terlihat dari temuan MKMK.

    Alif menyampaikan bahwa Gus Mus, salah satu tokoh yang hadir, menyerukan agar para tokoh bangsa, lintas iman, dan aktivis HAM terus mengingatkan elit politik dan penguasa tentang dampak pelanggaran terhadap demokrasi yang merugikan masyarakat.

    “Budayawan Goenawan Mohammad berharap agar Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik, dijalankan dengan prinsip azas luber jurdil, dan yang menang memiliki legitimasi yang diterima dan sesuai hati nurani, bukan hanya legalitas,” tambah Alif.

    Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga memberikan pesan, mengajak masyarakat untuk kembali ke nilai-nilai luhur etika dan moral dalam semua aspek kehidupan.

    Sementara itu, mantan komisioner KPK Erry Riyana mengingatkan masyarakat agar tetap berprasangka baik, karena tidak semua penyelenggara negara melanggar prinsip demokrasi. “Sebagian besar penyelenggara negara masih memiliki hati nurani, meskipun ada sebagian kecil yang memegang kekuasaan,” ujar Erry.

    Megawati Sebut Keputusan MKMK sebagai Cahaya Terang

    Ketua Umum (Ketum) DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menilai keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai “cahaya terang” di tengah kegelapan demokrasi.

    “Saudara-saudara sekalian, keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi, keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi,” kata Megawati lewat akun YouTube PDI Perjuangan yang dipantau di Jakarta, Minggu.

    Salah satu keputusan MKMK tersebut adalah mencopot Hakim Konstitusi Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

    Megawati juga menyatakan prihatin terhadap pengambilan keputusan oleh Mahkamah Konstitusi yang berujung dengan disidangnya sejumlah hakim konstitusi oleh MKMK, padahal konstitusi adalah pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya.

    “Konstitusi tidak hanya ditaati sebagai sebuah hukum dasar tertulis. Namun konstitusi itu harus memiliki ruh. Ia mewakili kehendak, tekad, dan cita-cita tentang bagaimana bangunan tata pemerintahan negara disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa,” ujarnya.

    Putri Presiden Pertama RI Ir Soekarno itu mengatakan bahwa MK seharusnya menjaga nama baik dan wibawa konstitusi, bukannya membuat keputusan yang malah bertentangan dengan konstitusi.

    “Dari namanya saja, Mahkamah Konstitusi ini seharusnya sangat berwibawa, memiliki tugas yang sangat berat dan penting, guna mewakili seluruh rakyat Indonesia di dalam mengawal konstitusi dan demokrasi,” kata Megawati.

    Hingga kini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima pendaftaran tiga pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (didukung Nadem, PKB, PKS, Partai Ummat), Ganjar Pranowo-Mahfud Md. (didukung PDIP, PPP, Perindo, Hanura), serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (didukunng Gerindra, Golkar, PAN, PBB, Gelora, Garuda, PSI).

    KPU juga telah menetapkan masa kampanye pemilu yang akan berlangsung mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, sementara pemungutan suara dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.

    (red)

  • Benarkah Terjadi Keretakan Antara Megawati dan Jokowi?

    Benarkah Terjadi Keretakan Antara Megawati dan Jokowi?

    Begitu lama penulis menunggu, sekiranya ada yang mengulas bahwa judul diatas tidak sekedar menulis ungkapan pada sisi retak atau tidaknya antara Megawati dengan Jokowi. Sebab bagaimanapun, melihat jilatan api yang melambung tinggi tidak berarti mengungkapkan dari mana sumber api itu berasal. Sehingga pemberitaan saat ini seolah-olah kebakaran yang sulit melihat ke arah sumber api termasuk mengungkapkan apa yang menjadi penyebabnya.

    Sekiranya seseorang menelaah lebih dalam, tentu tanpa harus melihat kearah kobaran api tersebut, setidaknya akan mampu memprediksi kenapa kebakaran itu bisa terjadi. Sehingga dengan dasar pemikiran itulah menjadikan seseorang akan memaklumi tentang apa dan bagaimana menilai situasi yang tampak saat ini yang dikatakan publik sebagai keretakan diantara mereka berdua.

    Fakta yang dikritik oleh berbagai pihak tentang “Cawe-cawe Politik” dianggap sebagian orang sebagai ketidaknetralan dirinya dalam ikut campur terhadap Pilpres 2024 yang akan datang. Pemahaman atas pengertian netral yang dangkal ini semestinya diluruskan dan dipahami oleh semua pelaku politik bahwa peran negara sesungguhnya harus berkomitmen kepada kemajuan bangsa dan negaranya, serta menghindari kemungkinan terburuk bagi eksistensi pemerintah di masa depan nantinya.

    Bahkan seorang Presiden semestinya memungkinkan untuk mengambil keuntungan politik dari berbagai alasan dalam upaya menciptakan dampak yang menguntungkan rakyatnya pada sisi manapun. Termasuk menyingkirkan berbagai upaya yang akan berdampak terhadap negara dan bangsa ini atas perilaku politik dari siapa dan kelompok apapun yang berpotensi merugikan keuangan negara. Tentu saja pada sikap ini publik akan menyepakati bahwa apa yang dilakukan Jokowi terhadap cawe-cawe politiknya dapat dibenarkan secara mutlak. Sebab pemahaman demokrasi dan aturan berdemokrasi sesungguhnya hanya berorientasi bagi kemajuan negara dan rakyatnya.

    Kebebasan memilih dan dipilih tidak berarti membiarkan pihak-pihak tertentu yang secara bebas mengadakan persekongkolan guna menghasut masyarakat sebagai upaya pengingkaran konstitusi bernegara dari sistem pemilihan “LUBER” yang selama ini diterapkan agar mengambil keuntungan bagi kelompok tertentu melalui terbukanya upaya dalam mengambil kekuasaan dari jalur pemilihan umum yang tersedia. Sebab, walau bagaimana pun suatu niat untuk melakukan kejahatan belum dapat ditindak secara hukum oleh karena tidak adanya dampak kerugian negara, serta tidak ada pula korban terhadap suatu perkara.

    Sinyal politik pun dimulai manakala beliau menyebutkan agar parpol jangan sembrono dalam memilih capres yang diusungnya. Hal itu disampaikannya agar setiap partai cermat dalam menentukan capres dan cawapres yang nantinya akan disajikan sebagai pilihan rakyat. Namun entah dasar pertimbangan apa, ada saja partai politik yang memilih seorang capres walau secara nyata sosok tersebut tidak memiliki prestasi, bahkan rekam jejaknya cenderung menghambur-hamburkan keuangan negara. Maka, sudah barang tentu ini mengindikasikan adanya potensi yang menghambat kemajuan negara dibalik terbukanya pilihan yang buruk melalui penerapan politik identitas yang dimainkan demi memenangkannya. Membiarkan hal itu terjadi akan berakibat pada penilaian publik atas kelalaian seorang Presiden yang dianggap tidak mampu mencegah dampak buruk bagi bangsa ini.

    Belum lagi dinamika politik yang saat ini mengemuka dari adanya perspektif pemikiran tentang seperti apa sosok pemimpin bangsa ini pasca berakhirnya masa jabatan Jokowi. Sebab dari kacamata elit politik saat ini, faktor kepemimpinan seorang Presiden mutlak ditentukan oleh loyalitas dan kontribusi dari koalisi yang mendukungnya. Oleh karenanya, langkah politik pemerintah yang akan berkuasa nanti harus memiliki wadah koalisi yang kuat dibalik pemimpinnya yang tegas pula. Pada strategi inilah gagasan koalisi besar itu menjadi solusi bagi kepastian penerapan atas langkah good government dan good governance. Dimana koalisi besar itu akan dibangun atas dasar keseimbangan hak dan kesetaraan terhadap peran dan fungsinya. Sehingga faksi-faksi koalisi memiliki kesamaan kedudukan, serta tidak ada satu partai pun yang mendominasi kewenangan dari kekuasaan pemerintah ke depan.

    Cara pandang terhadap eksistensi sebuah negara memang tergantung dari posisi mana prinsip seseorang itu meletakkan skala prioritas yang diutamakan.

    Pentingnya penegakkan ideologi memang sepatutnya menjadi landasan berbangsa dan bernegara. Artinya, walau negara mengalami goncangan seperti apapun, persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan kecintaan masyarakat terhadap bangsa ini tidak boleh pupus oleh kepentingan pragmatisme apapun. Apalagi menukarnya dengan sekedar kompensasi yang bersifat materil.

    Pada prinsip ini, semua orang akan paham bahwa Megawati merupakan sosok yang amat disiplin dalam menerapkan ideologi Pancasila terhadap para kader partainya guna menjadi pijakan terhadap berbagai persoalan yang melilit bangsa ini. Sebab bagaimana pun, bangsa yang kuat adalah bangsa yang mencintai negerinya sendiri.

    Namun, tanpa mengurangi betapa pentingnya ideologi negara sebagaimana penulis sebutkan diatas, bahwa kesejahteraan yang sering dicita-citakan harus pula menjadi komponen yang diutamakan pula. Sebab negara tidak boleh terus menerus berkamuflase atas janji-janji kesejahteraan bagi rakyatnya, di mana sejak masa orde baru hingga memasuki era reformasi sekalipun, kesejahteraan ini belum pernah terwujudkan, sekalipun Megawati pernah menjabat Presiden didalam masa waktu tersebut. Artinya, janji-janji ini tidak pernah mampu ditunaikan oleh presiden mana pun sebelumnya. Maka tak heran jika Jokowi yang memiliki background selaku seorang pengusaha bersikukuh untuk menciptakan kesejahteraan rakyat melalui strategi pembangunannya agar ekonomi Indonesia bangkit. Bahkan disebutkannya bahwa hanya dalam masa 13 tahun kedepan Indonesia berkesempatan menjadi negara maju.

    Tentu saja beliau memproteksi segala kemungkinan agar tujuan ini tidak menemui kegagalan, baik terhadap lawan politiknya, maupun bagi pihak yang menjadi mitra politiknya pula. Termasuk dinamika internal partainya sendiri.

    Pemikiran akan pentingnya membangun ekonomi yang kuat menjadi titik fokus beliau dalam menggapai kemakmuran negara dan kesejahteraan rakyat. Sebab banyak negara berkembang di mana rakyatnya yang miskin, mengalami kenaikan resistensi atas kejahatan publik. Di mana alasan utamanya adalah dempak kemiskinan serta minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Pada titik inilah cara pandang itu seolah-olah menjadi keretakan antara dirinya dengan Megawati yang sesungguhnya sama-sama peduli dengan nasib bangsa dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Tentu saja hal ini berimbas pada perbedaan prioritas serta corak komposisi kebinet seperti apa yang akan diwujudkan nantinya.

    Sesungguhnya isu keretakan mereka bukanlah hal yang bersifat ego pribadi, akan tetapi lebih kepada prioritas memajukan bangsa dan negara dari pentingnya ideologi bangsa ini yang harus terus menerus dipertahankan melalui disiplin penerapan kepada generasi bangsa ini.

    Akan tetapi, disisi lain negara pun harus memikirkan perut rakyatnya agar jangan sampai pesimis dari berbagai upaya pemerintah sebelumnya yang menjanjikan mereka terhadap kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat UU bahwa kekayaan alam dan segenap isinya sebesar-besarnya demi mewujudkan itu semua, namun hanya kandas oleh pemerintah yang tidak cakap dalam mengimplementasikan antara kewenangan dengan keuangan negara yang tumbuh secara signifikan saat ini. Termasuk pengendalian BUMN yang harus benar-benar pro kepada upaya itu serta politik anggaran yang tajam terhadap pengentasan kemiskinan.

  • Megawati Diam-diam Kerap Kirim ‘Bingkisan’ ke Ahok di Mako Brimob

    Megawati Diam-diam Kerap Kirim ‘Bingkisan’ ke Ahok di Mako Brimob

    Jakarta (SL) – Komunikasi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan elite politik nasional tidak terputus meski bekas Gubernur DKI Jakarta itu mendekam di jeruji Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Nyatanya, Ahok masih berkomunikasi termasuk dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

    Megawati bahkan disebut kerap memberikan ‘bingkisan’ kepada Ahok selama ia mendekam di Mako Brimob. “Dan Ibu Mega diam-diam ngirim makanan-makanan kecil seperti kue-kue (kepada Ahok),” kata sahabat Ahok, Djarot Saiful Hidayat di Jakarta, Selasa (22/1) malam.

    Kepada Djarot, Ahok bercerita memiliki kedekatan dengan Mega. “Dia menganggap Bu Mega kayak ibunya sendiri. Selama ini kan usianya sama kayak mama saya,” kata Djarot meniru ucapan Ahok.

    Namun Djarot mengatakan Megawati tidak pernah menemui Ahok langsung. Djarot juga tidak merinci secara detail terkait proses pengiriman bingkisan itu. Djarot hanya mengatakan bahwa sikap Megawati kepada Ahok memang murni karena kedekatan Ahok kepada PDI Perjuangan. Bahkan, dahulu Ahok sudah pernah ditawari oleh suami Megawati, almarhum Taufik Kiemas untuk bergabung dengan partai berlambang Banteng itu. “Pak Ahok sebetulnya sudah lama mau masuk PDIP sejak di Belitung Timur. Ingat enggak? Ditawari Pak Taufik, artinya kedekatan sudah lama,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

    Semasa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, PDI Perjuangan dan Megawati adalah salah satu pihak yang mendukung Ahok. Setelah tersandung kasus penistaan agama pun, Ahok tetap mendapat perhatian. Dia pernah mengaku ditegur Megawati agar menjadi ‘Basuki’ atau lebih menjaga tutur katanya.

    Ahok rencananya akan bebas murni besok. Dia telah menjalani vonis hukuman akibat kasus penistaan agama. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Ahok dua tahun penjara pada Mei 2017 karena terbukti bersalah melakukan penistaan agama. Selama menjalani hukuman dia mendapat tiga remisi. Pertama dia mendapat resmisi Natal 2017, lalu remisi hari kemerdekaan 17 Agustus 2018 dan remisi Natal 2018. (cnn)

  • Di Pengadilan Syafruddin Sebut Nama Megawati

    Di Pengadilan Syafruddin Sebut Nama Megawati

    Jakarta (SL) – Tersangka kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Sjamsul Nursalim yang juga mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsjad Temenggung, kembali menyebut nama Megawati Soekarnoputri dalam persidangan.

    Syafruddin mengaku saat itu Presiden Megawati Soekarnoputri sempat memanggilnya untuk diberi tugas khusus. Apakah serta merta posisi Presiden Republik Indonesia ke-5 itu bisa dikaitkan dengan penerbitan SKL?

    Seperti diketahui, Megawati pernah menerbitkan Inpres Nomor 8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham

    “Sebenarnya pada waktu kami diminta jadi Ketua BPPN, kami tanya pada Ibu Presiden,” kata Syafruddin memberikan keterangan disidang lanjutan perkara korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.

    Saat ditunjuk menjadi Ketua BPPN, Syafrudin mengaku saat itu masih menjabat Duta Besar World Trade Organization (WTO). Syafruddin awalnya sempat menolak jabatan tersebut, namun setelah mengetahui yang menunjuk adalah Megawati, ia menerima posisi tersebut.

    “Dia (Dorodjatun) bilang ‘you saya minta jadi Ketua BPPN’, tapi saya menolak. Lalu dipanggil presiden, saya diputuskan jadi Ketua BPPN. Saya terdiam, saya tanya siapa atasan saya, dikatakan saya melalui KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan),” demikian Syafruddin.

    Syafruddin mengaku meminta KKSK membuat dasar kebijakan BPPN. Dorodjatun yang saat itu menjabat sebagai Ketua KKSK menurut Syafruddin kemudian menyiapkan seluruh kebijakan untuk BPPN. “Waktu itu Pak Djatun bilang ‘oke akan kita siapkan’,” ujar Syafruddin.

    Selaku mantan Ketua BPPN, Syafruddin didakwa merugikan negara Rp4,58 triliun terkait BLBI. Kerugian negara itu berkaitan dengan penerbitan SKL dari BPPN terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim.

    Sebelumnya, Rachmawati Soekarnoputri gencar meminta KPK untuk memeriksa kakaknya Megawati Soekarnoputri yang dianggap bertanggung jawab penuh dalam kasus BLBI tersebut.

    “Menurut saya Syafruddin harus diperiksa, tapi siapa yang menerbitkan kebijakan Inpres Nomor 8/2002, itu pada waktu Presiden Megawati. Itu saudara saya. Tapi ini soal keadilan, kebenaran. Inpres itu kebijakan,” katanya di dalam acara dialog kebangsaan yang diselenggarakan Generasi Cinta Negeri (Gentari), Jumat (20/4) yang lalu.

    Persoalan SKL BLBI Sjamsul Nursalim masih meninggalkan jejak hukum yang pekat. Terutama persoalan misrepresentasi utang petambak udang yang dijamin oleh perusahaan Sjamsul Nursalim, membuat posisi Syafruddin dan Dorodjatun.

    Fenomena ini terungkap dari beberapa kali persidangan di Pengadilan Tipikor. Tentu saja siapa berperan apa, serta bagaimana proses pemberian SKL itu terjadi, termasuk bagaimana mungkin SKL bisa diberikan sementara masih ada utang Sjamsul Nursalim yang belum lunas.

    Seperti diungkap mantan Direktur Hukum BPPN, Robertus Bilitea yang menjelaskan bahwa Sjamsul telah melakukan misrepresentasi (membuat seolah-olah utang petambak sebagai piutang yang lancar) saat menampilkan piutang BDNI kepada petambak.

    Menurut Robert, Sjamsul tak mengungkap bahwa utang petambak kepada PT Bank Dagang Nasional Indonesia Tbk (BDNI) sebesar Rp4,8 triliun sebenarnya dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandiri (WM), perusahaan yang juga miliknya.

    “Yang tertuang di laporan tim bantuan hukum, memang tidak diungkap bahwa fakta material bahwa PT DCD sebagai penjamin kewajiban utang petambak pada BDNI,” ujarnya.

    Dari temuan tersebut, Robert mengungkapkan, pihaknya pernah memberitahu bos PT Gajah Tunggal Tbk itu soal misrepresentasi lewat surat yang dikirim oleh Kepala BPPN Glen Yusuf ketika itu. Namun, Sjamsul tetap tidak mengakui hal itu sebagai misrepresentasi.

    “Sjamsul mengatakan bahwa dia tidak mengungkapkan penjaminan itu karena piutang itu dikualifikasi sebagai utang kredit usaha kecil, jadi tidak perlu diungkap,” demikian Robert.

    Dalam perkara ini, mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsjad Temenggung didakwa bersama-sama dengan Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kunjorojakti yang juga selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim, merugikan negara sebesar Rp4,58 triliun.

    Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul, selaku pemegang saham pengendali BDNI sebesar Rp4,58 triliun. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

    Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT DCD dan PT WM. Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

    Dalam situasi yang dianggap belum lunas, Syafruddin dianggap telah melawan hukum karena menerbitkan SKL atas Sjamsul Nursalim. Proses persidangannya masih berlanjut. Presiden Megawati ketika itu hanya menerbitkan Inpres yang bersifat umum dan berlaku untuk semua debitor BLBI. Sementara untuk individual debitor BLBI tanggung jawabnya ada pada Kepala BPPN. (nusantaranews)