Tag: Mogok Kerja

  • Ratusan Buruh Gelar Aksi Mogok Kerja Tolak PHK Sepihak

    Ratusan Buruh Gelar Aksi Mogok Kerja Tolak PHK Sepihak

    Lampung Selatan (SL) – Ratusan pekerja yang tergabung dalam Serikat Buruh Karya Utama Sumber Batu Berkah (SBKU SBB) menggelar aksi mogok kerja didepan kantor PT Sumber Batu Berkah (SBB) pada Senin (14/1). Aksi ini sebagai bentuk penolakan Terhadap PHK sepihak, mutasi kerja sewenang-wenang dan segala bentuk pemberangusan serikat pekerja (Union Busting).

    Aksi yang digelar SBKU SBB yang merupakan Serikat Buruh Anggota dari Federasi serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) Wilayah Lampung ini dihadiri oleh beberapa organisasi lain sebagai wujud Solidaritas diantaranya FSP2KI, SPK3P2, FSBMM, FPBI, SPRI, LMND dan SMI.

    Ketua SBKU SBB – FSBKU, Edi menyampaikan bahwa Buruknya perlindungan hak buruh menjadi salah satu permasalahan akut di Indonesia pada akhir 2018 lalu. Bahkan, berdasarkan penilaian dari Internasional Trade Union Confederation (ITUC) Global Rights Index menyebut bahwa Indonesia merupakan salah satu tempat terburuk di dunia untuk bekerja.

    Alasannya, tidak terjaminnya hak pekerja mencakup standar ketenagakerjaan utama yang diakui secara internasional. ”Buruknya penilaian itu disebabkan karena permasalahan kriminalisasi terhadap buruh dan massifnya pemberangusan hak untuk berserikat pleh pemilik modal melalui kaki tangannya ditingkat pabrik atau unit kerja menjadi realita di PT Sumber Batu Berkah,”kata Edi, Senin (14/1).

    Ia mencontohkan buruknya perlindungan hak buruh disana digambarkan dengan mutasi kerja terhadap salah satu pekerja bernama Hermansyah yang merupakan anggota sekaligus pengurus FSBKU-SBB sekaligus salah satu inisiator terbentuknya serikat. “Mutasi Herman ini tidak mendasar dan cacat administratif. Karena tidak sesuai dengan pasal I angka I Jo pasal 50 UU nomor 13 yahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Bahkan tindakan ity dapat dikategorikan sebagai wujud PHK sepihak,”tegasnya.

    Oleh karena itu, ia menilai bahwa perusahaan telah bersikap arogan dengan mengesampingkan kekuatan hukum dan nasehat Negara untuk mewujudkan hubungan kerja yang berkeadilan.

    Mirisnya lagi, kata dia, sikap ini ditunjukan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap lima pekerja sekaligus pengurus FSBKU-SBB dengan alasan subyektif, seperti tidak loyal, efisiensi, meningkatkan produktifitas perusahaan dan tuduhan provokator bahkan ada ancaman kriminalisasi terhadap beberapa pengurus serikat oleh perusahaan. “Jika perusahaan berbicara tidak loyal, maka ini terbantahkan dengan sendirinya mengingat selama bertahun-tahun sistim kerja di PT SBB menerapkan sistim lembur wajib di hari Minggu dengan kata lain mengharuskan pekerjanya bekerja setiap hari. Tetapi, semua itu berbanding terbalik dengan upah lembur yang sesuai dengan UU ketenagakerjaan,” tegasnya.

    Selain itu, minimnya jaminan perlindungan hak kesehatan dan keselamatan kerja yang diberikan perusahaan ke pekerjanya. Sehingga, tidak sedikit pekerja harus bekerja mengoperasikan alat berat, kendaraan dalam keadaan tidak baik di lokasi tambang, seperti rem blong. “Kita menyayangkan perusahaan tetap melalukan tindakan arogansinya kearah PHK para pekerja yang mogok kerja, padahal mogok kerja ini secara sah memenuhi semua unsure yang diamanatkan UUD ketenagakerjaan pasal 144 UU Ketenagakerjaan, dimana pengusaha dilarang mengganti pekerja atau buruh yang mogok kerja. Selain itu, pengusaha juga dilarang member sanksi dalam bentuk apapun ke pekerja selama dan sesudah melakukan aksi mogok kerja,” ucapnya.

    Oleh karena itu, pihaknya menyatakan beberapa desakan ke PT SBB tersebut. Pertama, menolak PHK secara sepihak. Kedua, pekerjakan kembali lima pekerja yang di PHK sepihak, diantaranya Jeky Modelo Barus, M.Jahri, Ribut Apriansyah, Junaidi dan Dadan Masdan.

    Ketiga, jalankan anjuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lamsel nomor 568/257/IV.07/XII/2018  tanggal 12 Desember 2018 lalu dengan mempekerjakan kembali Hermansyah. Keempat, memberikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi pekerja. (net/amir)

  • Puluhan Dokter RSUD Salewangang Maros Mogok Kerja Lantaran Manajemen Rumah Sakit Tidak Transparan

    Puluhan Dokter RSUD Salewangang Maros Mogok Kerja Lantaran Manajemen Rumah Sakit Tidak Transparan

    Makassar (SL) – Puluhan dokter dan perawat RSUD Salewangang Maros, menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk protes kepada manajemen, yang dinilai buruk, pada Senin (17/12/2018).

    Manajemen rumah sakit dinilai tidak transparan dan akuntabel. Manajemen dinilai curang pada pembagian BPJS hingga dugaan penyelewengan anggaran kesehatan. “Kami sudah beberapa kali ingin berkominikasi dengan pihak manajemen. Tapi kami dicueki dan tidak pernah direspon baik. Sebenarnya kami tidak mau aksi, tapi karena manajemen yang tidak transparan,” ungkap koordinator aksi, Syahruni Syahrul.

    Meski aksi tersebut melibatkan sebagian besar dokter, namun pelayanan masih tetap dilakukan.

    Hanya pelayanan konsultasi di Poliklinik lumpuh total. Hal itu disebabkan semua dokter spesialis ikut dalam aksi mogok kerja tersebut. “Semua pelayanan terhadap pasien tetap berjalan seperti biasa. Kecuali Poliklinik. Dokternya ikut semua untuk aksi untuk meminta kejelasan transparansi,” kata Syahrul.

    Dokter akan melakukan aksi mogok tersebut sampai pihak manajemen RS memberikan kejelasan memaksimalkan layanan kesehatan. Menurutnya, sarana dan prasarana kesehatan juga sangat minim. Manajemen selama ini juga tidak pernah transparan saat mendata rekap pasien yang terlayani.

    Manjemen juga tidak pernah transparan terkait status pembayaran baik tunda maupun belum terbayarkan. Hal tersebut berimbas pada olah data pasien yang salah masuk kamar hingga lost record. “Akibat ulah manajemen, kami kesulitan untuk mendapat rekap data pasien yang telah dilayani, status pembayarannya tidak jelas. Lalu lintas proses coding, klaim dan verifikasi BPJS hingga aliran dana klaim, sangat kacau,” beernya. (harapanrakyat)

  • PHK Ribuan Pekerja, PT. FI Diminta Hormati Hukum Indonesia

    PHK Ribuan Pekerja, PT. FI Diminta Hormati Hukum Indonesia

    Papua (SL) –  Menyikapi penyelesaian kasus sengketa Ketenagakerjaan antara PT. Freeport Indonesia dan ribuan pekerja yang terkena kebijakan furlough dan di PHK karena menjalankan mogok kerja menuai sorotan dari berbagai elemen masyarakat termasuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

    Diantaranya, Aser Gobai, AnggotaDPRD Kabupaten Mimika yang membidangi pengawasan Ketenagakerjaan mengatakan bahwa yang membuat rekomendasi atau memberikan izin AKAD adalah Dinas Tenagkerjaan Bidang Penempatan dan ditanda tangani oleh Kepala Dinas Tenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Mimika.

    Maka, seharusnya Dinas hentikan semua proses rekrutmen sebelum penyelesaian kasus sengketa ketenagakerjaan antara PT. Freeport Indonesia dan ribuan pekerja yang terkena kebijakan furlough dan di PHK karena menjalankan mogok kerja.

    “Setelah pegawai pengawas provinsi papua menyatakan mogok kerja SAH, Kepala Dinas tenagakerja kabupaten mimika ikut bertanggung jawab dalam tuntutan hukum dan HAM pembayaran hak-hak normatif dan tunjangan pekerja mogok kerja dan tempat kerja mereka diisi dengan tenaga kerja baru direkrut dari Perusahaan PT.Freeport Indonesia sendiri, Kontraktor dan Subkontraktor,”kata Gobai melalui press releasenya yang diterima, Rabu (31/10/2018).

    Padahal, lanjut dia, PT. Freeport Indonesia wajib menghormati rekomendasi-rekomendasi dan keputusan-keputusan tersebut diatas. Namun, manajemen PT. FI terus menantang para pekerja untuk menempuh upaya hukum. “Kami perlu tegaskan bahwa keputusan Dinas Tenaga Kerja mengenai status sahnya pemogokan para pekerja merupakan bentuk penyelesaian atas dugaan pelanggaran hak-hak perburuhan yang diatur dan dilindungi UU Ketenagakerjaan,”tegasnya.

    Oleh karena itu, Gobai menyebutkan, tidak ada alasan bagi PT. FI untuk terus membantah dan menantang para pekerja untuk melakukan upaya hukum. Dikemukakannnya bahwa pada tahun 2017 lalu, Komnas HAM telah mengeluarkan hasil telahannya dan merekomendasikan kepada PT. FI untuk mempekerjakan kembali para pekerja.

    Kemudian, pada 31 Agustus 2017, Dewan Jaminan Sosial Nasional telah menyelesaikan verikasi dan kajian yang menyimpulkan bahwa belum ada PHK terhadap para Pekerja PT. Freeport Indonesia. Maka, dengan demikian tindakan sepihak PT. FI yang menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan para pekerja adalah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS Kesehatan.

    “Sebagai perusahaan yang mengaku berkomitmen terhadap hak asasi manusia (HAM) dan hak-hak para pekerja, kami mendesak PT. Freeport Indonesia untuk menghormati hukum Indonesia dan sejumlah keputusan dan rekomendasi tersebut,”sebut Gobai. Manajemen PT. Freeport Indonesia harus segera menindaklanjuti keputusan dan anjuran tersebut diatas dengan segera membatalkan keputusan PHK sepihak terhadap para pekerja yang melakukan mogok kerja dan mengalami furlough.

    “Kami juga mendesak Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kepolisian Resort Mimika untuk melanjutkan penyidikan atas laporan tindak pidana anti pemogokan (pasal 143 jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yang diduga dilakukan oleh manajemen PT. Freeport Indonesia,”pungkasnya.

    Gobai menambahkan, mengenai persoalan tersebut pihaknya menilai Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika belum serius melakukan kordinasi kerja dengan Pemprov Papua melalui Dinas terkait dalam menjalankan penegakkan aturan bidang penempatan kerja, bidang PHI dan bidang pengawasan provinsi.

    Seperti diketahui, sebelumnya Kepala Dinas terkait sudah menyatakan Furlough belum diatur dalam undang undang ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 dan ketentuan lain. sebelum surat anjuran dengan Nomor : 565/26/ANJU/IX/2018 Anjuran Perselisihan PHK, tertanggal 20 September 2018 terlebih dahulu surat hasil pemeriksaan pegawai pengawas provinsi Papua, Nomor : 560/1271 Penjelasan Penanganan Kasus PT. Freeport Indonesia, tertanggal 12 September 2018.(brainid)

  • 8000 Tenaga Honorer di Kabupaten Pandeglang Lakukan Aksi Mogok Kerja

    8000 Tenaga Honorer di Kabupaten Pandeglang Lakukan Aksi Mogok Kerja

    Pandeglang (SL) – Buntut kekecewaan para tenaga Honorer yang berlangsung lama tanpa solusi dan seakan selalu menjadi komoditas politik, para guru honorer dan honorer OPD lainnya se-Kabupaten Pandeglang merencanakan aksi massal mogok kerja selama dua pekan.
    Dilansir dari SBNews.co.id Rodeni Sebagai Ketua FPHI Kecamatan Kroncong Sabtu (13/10/2013) mengatakan, “Sesuai edaran yang kami sampaikan ke Kapolres Pandeglang dan instansi pemangku kebijakan ketenaga kerjaan kami akan melaksanakan kegiatan aksi mogok kerja seluruh honorer Se-kabupaten Pandeglang.
    honorer Pandeglang saat aksi damai beberapa minggu lalu
    Dalam surat edaran mogok kerja kami akan melaksanakan sekitar 2 minggu yang dimulai pada tanggal 15 Oktober sampai dengan tanggal 30 Oktober 2018″, katanya.
    “Aksi ini kami lakukan atas dasar belum adanya kebijakan pemerintah baik daerah  maupun pusat terhadap tenaga  honorer,” lanjutnya.
    “Aksi ini dilakukan secara Nasional, sebelum aksi ini dilakukan kamipun sudah melakukan jalur sowan pada Bupati, Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) dan yang lainnya, bahkan jalur aksi damai (turun kelapangan/demo) kami lakukan tapi belum ada solusi terbaik bagi kami”, ujarnya.
    Adapun pihaknya menuntut  saat aksi damai sebelum aksi mogok kerja ini menuntut pada pemerintah pusat atau daerah :
    1. Cabut permenpan RB No. 36 Tahun 2018 yang tidak berpihak pada honorer.
    2. Batalkanperekrutan CPNS umum atas dasar merugikan honorer seluruhnya.
    3. Terbitkan aturan baik Perda atau Perbub yang menaungi honorer yang ada di kabupaten Pandeglang, tentunya aturan itu berpihak pada honorer seutuhnya, ungkap Ketua FPHI.
    Sementara terpisah dikatakan oleh Moh. Iqbal Ajie Sekjen DPP Ormas Laskar Garda Banten yang juga sekaligus Caleg DPRD Prov. Banten dari Partai Hanura Dapil Pandeglang.
    Aksi damai honorer Pandeglan
    “Saya sangat berharap pemerintah tidak menutup mata akan keberadaan para honorer ini,  seharusnya Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara  Reformasi Birokrasi (PAN RB) dapat mengedepankan hati nuraninya dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya banyak honorer yang sudah mengabdikan hidupnya menjadi pekerja diberbagai bidang kegiatan pemerintah khususnya pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
    “Saya sangat kagum dengan kegigihan mereka mengabdi bertahun-tahun bahkan mungkin ada yang separuh hidupnya menjadi honorer, saya sangat berharap mudah-mudahan pemerintah bisa lebih memberikan peluang kepada para honorer untuk bisa diterima menjadi ASN dilingkungan pekerjaan mereka,” pungkasnya. (Sbnews.co.id)