Jakarta – Pasca diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melawan dengan menyampaikan pernyataannya, salah satunya menyebut putusan MKMK sebagai fitnah yang sangat keji.
Ia secara terbuka mengatakan ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Pernyataan itu disampaikan Anwar Usman dalam konferensi pers, Rabu (8/11) siang atau sehari setelah sidang pleno MKMK mengucapkan putusannya, yakni memutuskan Anwar terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat usia cawapres. Atas pelanggaran etik berat itu, MKMK memutuskan memberikan sanksi mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK.
“Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa jabatan adalah milik Allah SWT. Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua MK tidak sedikitpun membebani diri saya,” kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK, Rabu siang.
Ia juga menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka. Menurut dia, hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual maupun secara institusional.
“Penting untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahwa saya, adalah Hakim Konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung, yang telah meniti karier sejak 1985. Artinya, sudah hampir 40 tahun saya menjalani profesi hakim, baik sebagai Hakim karir di bawah Mahkamah Agung maupun Hakim di Mahkamah Konstitusi, sejak tahun 2011, dan telah saya jalani tanpa melakukan suatu perbuatan yang tercela. Saya tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial atau Badan Pengawas Mahkamah Agung, juga tidak pernah melanggar etik sebagai Hakim Konstitusi sejak diberi amanah pada tahun 2011,” katanya.
Selain itu ia merasa difitnah dalam menangani perkara nomor 90 terkait batas usia cawapres.
“Fitnah yang sangat keji dan tidak berdasar atas hukum dan fakta,” katanya.
Kenegarawan Anwar Usman Dipertanyakan
Menyikapi pernyataan Anwar Usman yang terang-terangan melawan, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan, perlawanan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terhadap sanksi etik berat yang ia terima sebagai bentuk tidak menghormati putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK).
“Kami melihat semakin terang Anwar Usman sebagai hakim konstitusi tidak menghormati putusan MK. Pandangan yang disampaikan lebih pada pembelaan dan perlawanan kepada putusan MKMK,” ujar Trisno, Rabu (8/11/2023).
Trisno menilai, Anwar Usman menunjukkan sikap yang jauh dari sikap kenegarawanan yang menjadi syarat utama seorang hakim MK.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (Pakar HTN UGM), Zainal Arifin Mochtar mengungkap sejumlah alasan mengapa Anwar Usman bertutur di luar nalar Majelis Kehormatan MK (MKMK). Menurut Zainal, Anwar tak diperiksa sendirian, melainkan bersama 8 Hakim Konstitusi lainnya. Hal ini menjadi bukti bahwa dalihnya soal pembunuhan karakter dan fitnah tidaklah valid.
(RED)