Tag: MUI

  • MUI Rilis Maklumat Aliran Sesat Hakikinya Hakiki yang Sangat Bertentangan dengan Syariat Islam

    MUI Rilis Maklumat Aliran Sesat Hakikinya Hakiki yang Sangat Bertentangan dengan Syariat Islam

    Makassar (SL)-Aliran Hakikinya Hakiki sempat menghebohkan dan membuat resah masyarakat terutama umat muslim di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pasalnya, aliran tersebut sangat bertolak belakang dan bisa merusak orisinilitas ajaran agama Islam. Selain itu, di dalam aliran ini (Hakikinya Hakiki) para pengikut mengklaim memiliki keistimewaan dapat bertemu nabi, malaikat, bahkan Allah SWT. Parahnya lagi, dalam aliran ini para pengikut telah dijamin masuk surga.

    “MUI Makassar mencermati aliran Hakikinya Hakiki sudah meresahkan umat Islam di Kota Makassar. MUI Makassar melihat ada beberapa poin kesesatan pada ajaran aliran Hakikinya Hakiki,” ujar Sekretaris MUI Sulawesi Selatan, KH Muammar Bakry melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 01 Januari 2022.

    Ia memaparkan kesesatan ajaran aliran Hakikinya Hakiki yakni menjamin kepada pengikutnya masuk surga oleh Karaengnya. Selain itu, aliran Hakikinya Hakiki menyalahi rukun iman yang ditetapkan Al-Qur’an dalam surah An-nisa ayat 59.

    Kendati demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel) merilis maklumat tentang kesesatan aliran Hakikinya Hakiki sesuai dengan Rakernas MUI Tahun 2007. Menurut MUI, terdapat 10 poin kesesatan ajaran Hakikinya Hakiki yang sangat bertantangan dengan syariat Islam.

    Adapun maklumat MUI Kota Makassar tentang kesesatan ajaran aliran Hakikinya Hakiki yang tertuang dalam Makmumat-01/MUI/.MKS/XII/2022, dikutip liputan6.com, Jumat, 06 Januari 2022 sebagai berikut,

    1. kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah mengakui bahwa Allah sebagai manusia. Salah satu pengikutnya mengatakan pernah bertemu langsung dengan Allah dan sebenarnya Allah itu manusia.

    2. Mempercayai bahwa rukun Islam sebenarnya ada tiga belas (13).

    3. Melakukan Haji Tanpa ke Mekkah. Salah satu pengikutnya mengaku sudah melakukan ibadah haji berkali-kali walaupun belum pernah berhaji ke Mekkah. Ini karena ibadah hajinya sudah dihajikan oleh gurunya secara hakiki.

    4. Mengaku Bertemu dengan Sawerigading. Kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah ada yang mengaku sudah pernah bertemu dengan Sawerigading yang dikenal sebagai seorang putera raja Luwu dari Kerajaan Luwu Purba, Sulawesi Selatan, Indonesia.

    Akan tetapi, pengikut Hakikinya Hakiki yang mengaku pernah bertemu, mengucapkannya dengan salah, yakni Sarewigading.

    5. Mengaku Bertemu Nabi Muhammad SAW Secara Langsung. Poin kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah menjamin surga bagi para pengikutnya setelah gurunya mengaku sudah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Pertemuan dengan Rasulullah ini pun tidak melalui mimpi tetapi secara langsung.

    6. Menyembah Guru Tetapi Berdoa kepada Allah SWT. Poin kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah mereka menyembah guru aliran ini bukan kepada Allah. Akan tetapi, meski sesembahannya bukan Allah mereka tetap berdoa atau meminta kepada Allah SWT.

    7. Menunaikan Sholat dengan Niat Berbeda. Kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah mereka mengaku menunaikan sholat dengan niat yang berbeda. Niat sholat berbeda seperti aliran ini menyalahi syariat Islam.

    8. Mengaku Bertemu dengan Malaikat Jibril. Mereka mengaku telah bertemu dengan malaikat Jibril yang membuat pengikutnya akan dijamin surga jika mengikuti ajarannya.

    9. Mengobati Orang Sakit dengan Kain Kafan. Poin kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah pengikutnya mengaku belajar Hakiki untuk menjadi suci. Adanya kesucian ini, dipercaya bisa membuat mereka mampu menyembuhkan atau mengobati orang sakit dengan media atau wadah kain kafan.

    10. Masuk Surga dengan Mahar Emas 5 Gram. Poin kesesatan aliran Hakikinya Hakiki adalah ada ajaran yang mengatakan bahwa syarat masuk surga yang lain harus dengan mahar emas 5 gram.

    Adanya maklumat MUI terkait kesesatan aliran Hakikinya Hakiki tersebut, diharapkan menjadi rekomendasi pihak berwenang untuk melakukan pembinaan bahkan penindakan jika dibutuhkan. (Liputan6/Red)

  • Antisipasi Intoleransi, MUI Minta Kapolri Pastikan Pekerja Muslim Tak Dipaksa Pakai Atribut Natal

    Antisipasi Intoleransi, MUI Minta Kapolri Pastikan Pekerja Muslim Tak Dipaksa Pakai Atribut Natal

    Jakarta (SL)-Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo agar memantau dan memastikan tidak munculnya potensi intoleransi antar umat beragama dengan adanya pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non muslim kepada pekerja muslim, seperti di Mall, pusat perbelanjaan, hotel, pabrik, dan aktivitas usaha lainnya.

    Menurut MUI, hal tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan toleransi dan penghargaan terhadap keyakinan keagamaan masyarakat. Permintaan MUI itu disampaikan secara resmi kepada Kapolri melalui surat bernomor B-3676/DP-MUI/XII/2022 tertanggal 15 Desember 2022 yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud dan Sekjen MUI, Buya Amirsyah Tambunan.

    Kapolri juga diminta memerintahkan jajarannya untuk melakukan pembinaan kepada pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non muslim kepada karyawan muslim.

    “Kapolri diminta untuk melakukan pengawasan dan/atau penindakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pemaksaan penggunaan atribut agama lain karena mencederai prinsip prinsip toleransi beragama,” pinta MUI dalam surat resminya yang diterima redaksi, Selasa, 20 Desember 2022.

    Sebelumnya, MUI menyatakan hak beragama dan menjalankan agama sesuai keyakinannya adalah hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi. Kendati demikiam, Kapolri diharapkan dapat menjamin pelaksanaan ibadah umat beragama dengan khusyuk dan aman, pada saat yang sama agar tidak boleh ada paksaan, baik secara terang terangan maupun terselubung, untuk mengikuti aktivitas keagamaan kepada orang yang berbeda keyakinan.

    Masyarakat, khususnya Umat Islam, kata MUI, berkewajiban untuk turut serta mewujudkan situasi yang harmonis dengan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama tanpa menodai ajaran agama, tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.

    Dalam surat tersebut, MUI juga melampirkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 56 tahun 2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non Muslim.
    Selain kepada Kapolri, surat MUI juga ditembuskan ke sejumlah lembaga, di antaranya Menteri Dalam Negeri, Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata, Menteri Ketenagakerjaan, Gubernur se-Indonesia, pimpinan MUI se-Indonesia, PHRI APPBI dan APINDO. (Red)

  • Maulid Nabi Muhammad SAW, MUI Ajak Umat Islam Tetap Harmonis Dan Jaga Toleran

    Maulid Nabi Muhammad SAW, MUI Ajak Umat Islam Tetap Harmonis Dan Jaga Toleran

    Jakarta (SL) – Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak seluruh umat Islam untuk menciptakan kehidupan yang damai, harmonis dan toleran antarumat beragama dalam rangka perayaan Maulid Nabi.

    Dikutip dari Antara News, disebutkan MUI melalui Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Selasa pagi (20/11/2018), bahwa hal itu merupakan spirit aktualisasi dari visi Islam rahmatan lil alamin.

    “Spirit tersebut harus diwujudkan melalui sikap dan perilaku keberagaman yang santun, rukun, toleran, saling menghormati dan menerima perbedaan keyakinan,” kata Zainut Tauhid Sa’adi.

    Selan itu juga MUI juga mengajak seluruh umat Islam untuk menjadikan perayaan Maulid Nabi tahun ini sebagai kesempatan meningkatkan ketakwaan dengan berbuat kebajikan dan beramal shaleh.

    Selain itu, MUI berharap agar umat Islam juga dapat mewarisi semangat pembebasan dari berbagai bentuk ketertindasan, baik itu kemiskinan, kebodohan maupun keterbelakangan.

    “Karena hakikat dari misi risalah Nabi Muhammad SAW adalah melakukan pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, dengan berempati merasakan beratnya penderitaan mereka, memberikan rasa aman dan sentosa, serta memberikan rasa belas kasih terhadap sesama umat manusia,” jelasnya.

    Peringatan Maulid Nabi kali ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan hidup damai dan harmonis di kalangan umat Islam, sehingga tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan yang dapat merusak silaturahmi antarumat Islam.

    MUI juga mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga dan merawat kesatuan bangsa dengan menjaga perdamaian dan kerukunan di antara masyarakat, mengingat kemerdekaan bangsa Indonesia diraih dengan perjuangan dan pengorbanan seluruh rakyat.

    “Dengan demikian, momentum Maulid Nabi SAW hendaknya dimaknai dalam rangka peneguhan sikap dan aktualisasi nilai-nilai perdamaian, apresiasi terhadap kebhinnekaan dan penghormatan terhadap nilai demokrasi, hukum dan HAM,” ujar Zainut. (Bukamata)

  • MUI: Bendera Tauhid yang Dibakar Anggota Banser Bukan Lambang HTI

    MUI: Bendera Tauhid yang Dibakar Anggota Banser Bukan Lambang HTI

    Garut (SL) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bendera dengan lafaz Tauhid yang dibakar oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama di Garut, Jawa Barat, bukan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). MUI menganggap bendera tersebut adalah bendera berkalimat Tauhid.

    Disampaikan oleh Wakil Ketua MUI, Yunahar Ilyas, dalam video yang beredar tidak terlihat ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia dari bendera yang dibakar itu.

    “Karena tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia, maka kita menganggap itu kalimat tauhid. Jadi memang dalam sejarah ada versi kalimatnya yang latarnya putih dan ada yang hitam. Dua-duanya itu adalah bendera Rayah dan Liwa di zaman Rasulullah SAW,” kata Yunahar, di Kantor MUI, Selasa, 23 Oktober 2018.

    Maka dari itu, MUI menyayangkan peristiwa pembakaran bendera dengan tulisan Tauhid tersebut. Menurut Yunahar, semestinya bendera Ar Rayah dan Liwa ini tidak digunakan sebagai identitas kelompok tertentu.

    “Karena ini menjadi milik umat Islam sedunia. Saya tadi ngomong-ngomong mestinya ini organisasi kerja sama Islam atau OKI mempatenkan, sehingga di manapun menjadi milik kita bersama, tidak boleh menjadi milik partai,” ujarnya.

    Menurut Yunahar, jika sebuah kelompok ingin menggunakan bendera tersebut, maka harus di desain secara berbeda. Tidak boleh sama persis dengan Ar Rayah atau Liwa.

    “Kalau menjadi milik partai atau kelompok, harus ada desain yang berbeda atau warna yang berbeda. Tidak persis mengkopi seperti di dalam sejarah,” kata Yunahar. (Viva)

  • Meredam Perpecahan Umat Akibat Pembakaran Bendera Tauhid

    Meredam Perpecahan Umat Akibat Pembakaran Bendera Tauhid

    JAKARTA (SL) – Insiden pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid di Garut mulai menimbulkan riak-riak di masyarakat. Atas hal itu, berbagai tokoh dan ormas Islam meminta umat Islam Indonesia menahan diri dari tindakan-tindakan yang justru bisa memecah persatuan.

    “MUI (Majelis Ulama Indonesia) memohon kepada seluruh pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing, dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu agar ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan di kalangan umat serta bangsa tetap terjaga dan terpelihara,” kata Pelaksana Tugas Ketua Umum MUI Zainut Tauhid saat menyampaikan konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (23/10).

    Kepolisian melansir, insiden pembakaran bendera tersebut terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10) pagi. Sejumlah anggota Barisan Serbaguna Anshor Nahdlatul Ulama (Banser NU) melakukan pembakaran dengan dalih bendera hitam bertuliskan Lailahailallah Muhammadur Rasulullah dalam kaligrafi Arab tersebut merupakan bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah tahun lalu.

    Video pembakaran tersebut kemudian beredar di dunia maya dan memicu kecaman berbagai pihak. Pada Selasa pagi, kepolisian telah mengamankan tiga orang saksi dan mengejar seorang pembawa bendera. Zainut Tauhid mengatakan, MUI meminta pelaku untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya secara terbuka.

    “Dalam pandangan MUI, karena bendera itu tidak ada tulisan HTI dan murni bertuliskan kalimat tauhid, maka ini sangat kami sayangkan,” ujar Zainut Tauhid.

    MUI mendorong dan mengimbau seluruh pihak untuk menyerahkan masalah ini kepada aparat hukum. Selain itu, MUI meminta kepada pihak ke polisian untuk bertindak cepat, adil, dan profesional. Para pimpinan ormas Islam, para ulama, kiai, ustaz, dan ajengan juga diminta ikut membantu mendinginkan suasana dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

    Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, sangat wajar apabila sebagian umat Islam marah terhadap aksi pembakaran kalimat tauhid. Ia menuturkan, bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid memang tidak bisa disempitkan sebagai bendera ormas tertentu saja.

    “Jadi, maknanya tentu sangat kuat, baik dalam konteks misi perjuangan Islam maupun dalam konteks akidah Islam, karena berkaitan dengan kalimat tauhid,” kata dia di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.

    Walaupun demikian, masyarakat, khususnya umat Islam, tidak perlu menanggapi persoalan pembakaran bendera secara berlebihan. “Penyelesaian di jalan itu akan lebih memantik lagi ketegangan dan itu sejauh mungkin harus kita hindarkan. Karena, dalam situasi politik seperti sekarang, kita perlu ketenangan dan situasi yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia, kemarin. Semisal ada elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa, ia mengingatkan agar semua pihak yang akan melakukan itu tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

    Persatuan Islam (Persis), ormas Islam dengan pengaruh signifikan di Jawa Barat, meminta kasus pembakaran bendera diselesaikan secara hukum. Menurut pihak Persis, pembakaran itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan membakar bendera yang diduga milik HTI.

    “Selesaikan saja secara damai, jangan sampai membakar bendera yang ada kalimat tauhidnya. Tidak bisa dengan dalil ini hubungannya dengan HTI,” kata Ketua Umum Persis KH Aceng Zakaria.

    Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas juga menyayangkan kejadian pembakaran bendera di Garut. Menurut dia, kader yang melakukan hal itu telah melanggar prosedur tetap yang sudah diinstruksikan pengurus pusat.

    Meski begitu, ia mengatakan, yang dilakukan kader-kader tersebut karena terprovokasi pihak-pihak yang menurut mereka mengibarkan bendera HTI di tengah peringatan Hari Santri Nasional. Pengibaran tersebut, kata dia, terjadi di Bandung Barat, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, dan Cianjur. Namun, hanya di Garut terjadi pembakaran.

    “Ini negara hukum, jadi kalau memang ada yang melaporkan, ada yang merasa terganggu, merasa dirugikan, silakan dilaporkan saja,” ujar pria yang akrab disapa Gus Tutut.

    Mantan juru bicara HTI Ismail Yusanto membantah bendera hitam yang dibakar di Garut adalah bendera HTI. “Tidak pernah HTI mengklaim itu bendera HTI,” kata Ismail, kemarin. Ismail mengatakan, selama ini yang kerap dibawa HTI adalah Liwa’ dan Rayyah, panji putih dan hitam bertuliskan kalimat tauhid yang mereka yakini digunakan Rasulullah shallallahu ala muhammad dalam sejumlah peperangan. (republika.co)

  • Dewan Pertimbangan MUI Minta Ma’ruf Amin Mundur Jika Terpilih Jadi Wapres

    Dewan Pertimbangan MUI Minta Ma’ruf Amin Mundur Jika Terpilih Jadi Wapres

    Jakarta (SL) – Rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memutuskan agar Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin melepas jabatannya jika terpilih di Pilpres 2019. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, sesuai aturan organisasi, jabatan ketum dan sekretaris umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan di eksekutif dan legislatif.
    Aturan mundur itu tertuang dalam pedoman Rumah Tangga Pasal 1 Ayat 6 butir (f) tentang posisi rangkap jabatan. Dengan demikian, jika terpilih menjadi wakil presiden, Ma’ruf Amin harus mundur dari posisi Ketum MUI. “Jabatan ketua umum dan sekretatis umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan eksekutif dan eksekutif. Inilah peraturan MUI dalam pedoman rumah tangga MUI,” kata Din di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (29/8).
    Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didit Wahyudi menambahkan keputusan penting lainnya adalah meminta Ma’ruf tidak menggunakan MUI sebagai kendaraan atau sarana politik di pilpres nanti, demi menjaga marwah kelembagaan MUI. “Untuk menjaga marwah dan jati diri MUI sebagai pelayan umat dan mitra dari pemerintah, harus berada di atas dan untuk semua golongan umat Islam dan bangsa Indonesia,” ungkapnya.
    Ia berharap, di pilpres nanti, semua pihak termasuk elite politik bisa menahan diri dan menunjukkan etika peradaban sesuai karakter bangsa Indonesia. “Kepada pelaku dan elite politik untuk menunjukan etika peradaban dengan tidak menunjukan kebencian,” pungkasnya.
    Sebelumnya, Ma’ruf Amin sudah mengajukan nonaktif dalam jabatannya sebagai ketua umum MUI karena berlaga di Pilpres. Kekosongan itu sementara diisi oleh pelaksana tugas. (kumparan)
  • MUI Menyatakan Vaksin Measles Rubella Haram

    MUI Menyatakan Vaksin Measles Rubella Haram

    Jakarta (SL) – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF menyampaikan hasil rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penggunaan vaksin measles rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk imunisasi di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (20/8/2018) malam.

    “MUI memutuskan vaksin tersebut haram untuk digunakan karena mengandung unsur babi,” ungkapnya.

    Meski haram, lanjutnya, penggunaan vaksin tersebut saat ini diperbolehkan atau dengan kata lain mubah karena ada kondisi keterpaksaan. “Belum ditemukan vaksin pengganti yang halal dan suci,” ujarnya.

    Penggunaan vaksin MR, tambah Hasanuddin, hukumnya menjadi mubah karena menurut ahli yang kompeten dan dipercaya ada resiko besar yang bisa terjadi bila tidak diimunisasi. “Tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci,” demikian Hasanuddin. (rls/nt)

  • MUI: Pernyataan Jokowi Bisa Dibawa Ke Ranah Hukum

    MUI: Pernyataan Jokowi Bisa Dibawa Ke Ranah Hukum

    Jakarta (SL) – Presiden Joko Widodo meminta para relawan untuk melakukan kampanye dengan cara yang baik dan tidak mencari musuh pada Pilpres 2019 mendatang. Kendati demikian, Jokowi juga meminta relawannya tidak takut apabila mendapat serangan dari lawan politik serta harus siap bila harus terlibat dalam perkelahian.

    Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Irjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo, menyebut pernyataan Jokowi itu bisa diseret ke ranah hukum karena sama dengan menghasut.

    “Juga bisa kena pidana, apalagi omongan pejabat bisa masuk katagori penganjur untuk melakukan tindak pidana (bila terjadi apa yang dianjurkan). Ini terkena KUHP Pasal 55 ayat 1 dan 2,” kata Anton saat dihubungi, Minggu (5/8).

    Anton menjelaskan, tidak ada pembenaran bagi ucapan Jokowi tersebut dengan mengimbau relawannya siap berkelahi jika ada yang mengajak.

    “Karena itu Sangat heran presiden ko sembarangan berbicara, apalagi tidak ada fakta sama sekali ada pihak yang mengajak berkelahi. Seandainya ada fakta pun tidak bisa menghalangi unsur pasal tersebut, apalagi tanpa fakta,” paparnya.

    Pernyataan Jokowi itu yakni  meminta barisan relawan pendukung tidak mencari musuh, tapi harus siap bila harus terlibat dalam perkelahian. (rmol.co)