Tag: Natalius Pigai

  • Marape Jenius: Papua Dibingkai Segitiga Triangle

    Marape Jenius: Papua Dibingkai Segitiga Triangle

    Sekian lama Jakarta menganggap sebelah mata Papua New Guinea (PNG) hanya sebagai Pemain Kawasan Melanesia. Hari ini Marape membawa PNG sebagai pemain global khususnya Konflik Indo Pasifik, Pasifik dan penetrasi Tiongkok, Rusia dan USA.

    Ada yang ingat 21 tahun silam? ketika Perdana Menteri Australia Jhon Howard berkunjung Ke Indonesia pada tanggal 7-9 Februari 2002. Muncul reaksi pro dan kontra terhadapnya. MPR/DPR melalui Amin Rais menolak menerima kedatangannya, berbagai elemen mahasiswa, masyarakat berdemonstrasi di istana negara maupun juga di kedutaan besar Australia, demikian pula Mahasiswa UGM menolak menerimanya hingga akhirnya aksi bentrokan yang menyebabkan Wakapolres Sleman berdarah.

    Penolakan terhadap Perdana Menteri Australia disebabkan oleh sikap Australia atas konflik di Papua. Sejak saat itu Indonesia mulai merintis untuk membentengi diri dengan sebuah agreement antara Indonesia dan Australia di bidang Pertahanan.

    Namun demikian, perjanjian pertahanan tersebut tidak mampu membungkam Australia dalam menyikapi berbagai persoalan di Papua. Beberapa laporan dari lembaga-lembaga NGO maupun pihak gereja telah melaporkan bahwa di Papua sedang terjadi pemusnahan etnik secara perlahan-lahan (slow motion genocide), atau Partai Hijau Australia tetap juga menyuarakan sikap kritisnya atas Papua.

    Demikian pula Selandia Baru, baik pemerintah maupun berbagai NGO dan Gereja senantiasa bersuara atas jeritan kemanusiaan yang diderita di Papua Barat. Pada saat ini juga, di saat Pilot Susy Air berkebangsaan Selandia Baru disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional OPM pimpinan Egianus Kogoya, Australia dan Selandia Baru belum menunjukkan respons. Bahkan terlihat semacam melihat dan menguji apakah Indonesia mampu membebaskan tawanan OPM tersebut.

    Seringkali Indonesia cenderung reaktif (parno) melihat Australia sebab Australia selalu gencar menyuarakan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi bahkan telah mendorong bebagai elemen di Timor-Timur untuk melepaskan diri dari Indonesia. Sedangkan Papua New Guinea di samping merupakan sebuah negara yang berbatasan dengan ujung timur kartografis negara Indonesia.

    PNG juga memiliki hubungan pertalian etnis yang sangat kuat dengan penduduk asli masyarakat Papua. PNG adalah negara satelitnya para aktivis politik Organisasi Papua Merdeka baik di sayap diplomasi maupun sayap militer TPN (Tentara Pembebasan Nasional). Di mana wilayah perbatasan dijadikan garis terdepan (front liner) para aktivis menuju daerah sasarannya maupun juga front liner menuju tempat proteksi.

    PNG didukung oleh Australia juga memberikan publisitas internasional bagi perjuangan Papua Barat, melalui masalah-masalah; pelintas batas, penyanderaan, pengungsian, gerilya dll. Maka secara geopolitik PNG memiliki posisi yang strategis bagi labilitas integrasi bangsa ini.

    Harus dipahami pula bahwa PNG merupakan salah satu negara yang paling besar dan terluas di kawasan Pasifik Selatan, baik jumlah penduduk, perekonomian, pertahanan keamanan juga memiliki sumber daya alam yang berlimpah ruah.

    Namun demikian, secara ekonomi PNG dan Indonesia belum dapat berpengaruh dan pendapatan negaranya tidak ada signifansi dalam APBN Indonesia. Demi stabilitas politik itulah maka ada kecendrungan dari pihak Depatemen Luara Negeri RI dan Dephankam membuka kasat mata ke PNG dan Kawasan Pasifik Selatan dalam intensifikasi Diplomasi dan Intelijennya. Yang menjadi persoalannya adalah sejauhmana suksesnya dari upaya yang dibangun oleh DEPLU, apakah PNG telah menerima bujukan Indonesia? Dimanakah posisi PNG dan bagaimana realisasi hubungan diplomatik PNG-Indonesia selama ini? Dan bagaimana dampak positif dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke PNG?.

    Papua Dibingkai Melanesia, Marape: Joko Widodo Asian Leader, Me Pasific Leader

    Mungkin dalam surat kabar Indonesia tidak muncul, namun jika membaca media berbahasa Inggris sebenarnya kata-kata Perdana Menteri Marape adalah batas demarkasi secara tegas tentang posisi Papua sebagai rumpun Melanesia dan Indonesia (minus Papua) sebagai Asia.

    Namun Sikap politik cukup dilematis bagi Australia dan PNG saat ini, sebagai sebuah negara modern dan terdepan di kawasan Pasifik Selatan. Mereka berdiplomasi untuk mempertahankan keharmonisan hubungan dengan Indonesia. Di samping memperoleh keuntungan bagi negara dan menjaga stabilitas kawasan, suara kedua Negara ini pun berpengaruh dan mencerminkan representasi kawasan Pasifik Selatan baik di forum PBB maupun fora internasional lainnya. Tetapi, pertimbangan sosial kultur juga amat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan baik di Departemen Luar Negeri (ekternal security) maupun kebijakan dalam negeri termasuk soal ketertiban negara (internal order).

    Bagi Pemerintah PNG, mereka sadar bahwa mereka adalah orang Melanesia yang terdiri dari Kep, Bismark, Salomon, Santa Cruz, New Hebriden, Fiji, Luasiade dan New Carolina karena itu dapat disebut juga “Kawasan Air” (Aquatic Zone) dan orang Melanesid yang hidup di Pulau Papua dalam kapasitasnya sebagai penduduk terbanyak dan pulau terbesar di antara kepulauan Melanesia.

    Mereka adalah sebagai kesatuan individu yang memiliki rasa saling atas dasar ikatan budaya. biasanya kombinasi agama, bahasa, ras, adat istiadat, dan suatu perasaan demi nenek moyang yang sama.

    Kesamaan itu diakui pula oleh seorang Teolog PNG Simeon Samunu bahwa cara-cara hidup tradisional masyarakat Melanesia berkisar sekitar dunia roh, kehidupan sosial, emosi, pendidikan, politik dan religi didasarkan atas sikap serta perasaan dan kepercayaannya terhadap roh-roh, di dalam tradisi ini membentuk atau mempengaruhi dan mengendalikan arah tingkah laku masyarakat. (Sprits in Melanesia and Sprits in Cristianity, Giay, 1996).

    Pertalian etnis Papua-Melanesid antara orang Papua Barat sebagai Melanesia nampak dalam ungkapan-ungkapan tertentu, misalnya rakyat PNG sering menyapa kepada orang Papua dengan sebutan Wantok sebuah sapaan yang diberikan oleh orang PNG kepada orang yang dianggap saudara terdekatnya. Ada istilah lain di kawasan itu yang menyatukan mereka misalnya Vaka i Taukei yang berarti “Cara Hidup Orang Fiji”, kalau di Samoa di sebut Fa’a Samoa artinya “dunia orang Samoa”. Istilah-istilah ini menunjukan sikap komunal dan kebersamaan mereka yang disebut “The Melanesian Way” atau “Pasific Way” . Di PNG perjuangan OPM ini mendapat simpati karena beberapa hal:

    Pertama, ada ikatan kebersamaan etnis yang sangat kuat sebagai orang Melanesid. Kedua di PNG terdapat ribuan orang yang sudah terlebih dahulu lari dan menjadi warga negara PNG serta menduduki posisi strategis di pemerintahan pusat Port Moresby sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah demi kepentingan tanah leluhur mereka.

    Ketiga, pihak oposisi di parlemen PNG yang dulu tahun 1980-an dimotori oleh Iambkey Okuk dan Ted Diro mantan Panglima AB PNG memberikan tekanan dengan berbagai tuduhan kepada para penguasa untuk menarik simpati dan suara dari para masyarakat di kawasan perbatasan pada pemilihan umum misalnya yang dilakukan oleh Jhon Tek Wie Gubernur Sandaun Province yang juga anggota Parlemen PNG. Demikian pada saat ini Gubernur Metropolitan Port Moresby ikut memberi dukungan atas perjuangan Papua Merdeka.

    Dalam kondisi ini, PNG berada pada posisi yang dilematis, Keberpihakan pada Indonesia musti meninggalkan saudaranya (moyangnya) yang telah lama terjalin tali persahabatan mereka. Begitu pula menempatkan kepentingan pertalian etnis dengan meninggalkan stabilitas kawasan menjadi tantangan utama bagi negaranya. Karena itu netralitas politik luar negeri sangat dibutukan, namun sebagai negara dominiun Australia, PNG tidak dengan otoritas menentukan misi yang jelas dan tegas dalam politik luar negeri mereka.

    Australia sebagai kulit putihnya ada muatan-muatan politik yang seringkali menggoncangkan Indonesia membuat Indonesia mesti memandang Papua New Guinea dengan profil politik yang sama. karena itu yang paling penting adalah bagaimana menentukan formula yang tepat, cermat dan menentu untuk mencari alternatif penyelesaiannya, bukan memaki-maki dengan sikap yang emosional yang justru memperburuk hubungan diplomatik kedua negara, seperti yang di lakukan ketika kedatangan Jhon Howard atau juga kata-kata rasis yang ditujukkan kepada Perdana Menteri Marape dan rombongan Ketika kunjungan Kenegaraan ke Indonesia tahun 2022.

    Marape Jenius

     

    Berubahnya visi perjuangan OPM dari konfrontatif dan gerilya ke politik diplomasi seperti yang dirintis dan dimainkan awal tahun 2000 oleh Thom Beanal dan Theys Eluay (Almarhum) serta Presidium Dewan Papua lainnya ini, dalam 2000-2014 PNG kurang berpengaruh bagi perjuangan Papua Bagian Barat. Sebab pengaruh PNG selama ini adalah seputar perlindungan terhadap pelarian politik, para pengungsi politik, aktivitas gerilya, latihan militer, penyanderaan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari profil perjuangan orang Papua pada masa silam. Berubahnya model perjuangan OPM yang semula dari Hutan ke Kota dengan cara berdiplomasi lewat kampanye HAM dan gugatan atas keganjilan integrasi politik (pelurusan sejarah politik) kelihatannya mendapat simpati, baik dari negara-negara lain maupun juga lembaga-lembaga internasional yang bergerak masalah hak asasi manusia, termasuk lembaga lembaga keagamaan dunia.

     

    Namun sejak 2014 dan terlebih sejak Marape menjadi Perdana Menteri Papua New Guinea diplomasi yang dimainkannya sedikit menggoncang sanubasi politisi, pengamat militer dan pertahanan di Indonesia. Apalagi Marape dalam Sidang Umum PBB di New York dalam pidatonya menyatakan bahwa “kami memiliki masalah keluarga kami yang ada di sebelah barat di wilayah perbatasan negara kami”. Pernyataan Marape tersebut bukan tanpa akar dan alasan tetapi mengerti betul persoalan Papua Barat termasuk berbagai pelanggaran HAM dan Deployment militer secara berlebihan di Papua akhir-akhir ini. Oleh karena itu semula Joko Widodo menganggap PNG bukan apa-apa dan siapa-siapa tetapi dengan Kunjungan Jokowi baru baru ini menindikasikan bahwa dimasa yang akan datang PNG akan memainkan peran penting baik di Kawasan Pasifik Selatan, Indo Pasifik juga soal Papua yang akan menjadi ancaman perubahan kartografi Indonesia. Bagaimana tidak mungkin kehadiran militer Amerika di Port Moresby telah membentuk segitiga triangle Darwin di Selatan, Philipina/Okinawa di Utara dan Port Moresby di Timur terlihat semacam membentengi Papua.

     

    Hubungan Diplomatik Yang Tak Menentu

     

    Kenyataan menunjukan bahwa hubungan diplomatik Indonesia dan Australia/PNG hingga kini masih tidak menentu, hal ini disebabkan oleh berbagai peristiwa yang terjadi secara sporadis maupun bersama diwilayah perbatasan. Peristiwa besar dengan memberikan gaung internasional bagi OPM terjadi di tahun 1984, ketika pelarian besar-besaran warga masyarakat Irian ke wilayah PNG. Pada bulan Desember 1984 sebanyak 7640 dari wilayah perbatasan bagian selatan sedangkan dari daerah utara sebanyak 3360 orang. Mereka ditampung di kamp-kamp pengungsi di Vanimo.

     

    Ada upaya dari Departemen Luar Negeri kedua negara untuk menyelesaikan ketidakpahaman ini dengan beberapa kali menagdakan pertemuan antara Menteri Luar Negeri kedua negara Prof Mochtar Kusumaatmaja dan Rabie Namaliu di Jakarta, tahun 1984 sesudah itu dilanjutkan dengan pertemuan intersif antar kedua negara, dengan menagadakan Border Liaision Meeting (BLM) yang diadakan setiap tahun secara bergantian. Konflik selubung antara Indonesia dan PNG ini berlanjut terus, sehingga untuk menyelesaikan secara tuntas sehingga tahun 1986 mengagas upaya penyelesaian masalah-masalah keamanan maka Jendral Benny Meoerdani dan Jendral Toni Huai mengadakan pertemuan di Jayapura. Hasilnya mengambil garis keras terhadap para aktivis Organisasi Papua Merdeka.

     

     

    Kemudian pertemuan dengan hal yang sama dilanjutkan di Jakarta anata kedua Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmaja dan Levu Vagi, menghasilkan Treaty of Mutual Respect, sesudah itu hubungan kedua negara mulai membaik, mulai memulangkan para pelintas batas dan pengungsi itu dengan prosedur yang normal. Walaupun demikian apakah persoalannya usai? Tentu ada sekat-sekat konflik tetap timbul sebab para aktivis politik OPM selalu dilindungi demi keselamatan mereka sebab Indonesia telah memberikan stigma sebagai kelompok kriminal.

     

    Walaupun hingga tahun 1992 hubungan Indonesia dan PNG dianggap baik yang ditandai dengan penandatanganan beberapa perjanjian seperti Treaty of Mutual Respect and Cooporation dan Status of Force Agreement (SOFA). Namun persoalan di wilayah perbatasan belum kunjung usai, para aktivis OPM terutama sayap militer leluasa gerilya di wilayah perbatasan. Medan yang cukup berat dan persediaan dana dan yang terbatas dan teknologi yang kurang memadai di Papua New Guinea membuat para militer sulit melacak keberadaan mereka. Adanya pro dan kontra bagi para penentu kebijakan dalam menyikapi keberadaan OPM di PNG mengakibatkan tiadanya keputusan yang tegas dan dimungkinkan persoalan ini berlanjut terus dikemudian hari.

    Adanya misi moril Australia dan PNG untuk membebaskan wilayah-wilayah di kawasan Pasifik Selatan sesuai dengan tujuan pembentukan South Pasific Comission (SPC) Forum Pasifik Selatan yang saat ini dikenal dengan nama Melanesian Spreadhead Group (MSG).

    Di sini kita mesti memahami bahwa Papua Bagian Barat merupakan wilayah yang termasuk dalam Kawasan Pasifik Selatan. Hingga kini hanyalah Papua Barat dan beberapa wilayah yang masih merupakan daerah koloni. Misalnya Polinesia Perancis, Willis & Futuna dan Kaledonia Baru, masih merupakan wilayah seberang lautan (Frenc Overseas Territories), sementara Samoa Amerika, Guam dan Mariana Utara, Rep. Palau merupakan Commonwealth of the US, Tokelau dengan Selandian Baru, Pitcairn dengan Inggris dan Norfolk dengan Australia. Dan sesuai dengan perjanjian (South Pasific Commision) 1947, Papua masih dihitung sebagai daerah koloni Indonesia.

    PNG masih terkait dengan imajinasi kartografis kawasan melanin dengan konsep segitiga “Triangle” yakni Port Numbay (nama lain Jayapura), Port Moresby Ibu Kota PNG dan Port Villa ibu kota Vanuatu yang disebut “Micro Melanesia”. Karena itu PNG dan disokong oleh Australia kini berada pada posisi yang dilematis. Meskipun Departeman Luar Negeri bisa mamahami kebijakan Luar Negeri Australia maupun juga PNG secara cermat, namun persoalan tidak akan berkesudahan kalau tidak disertai dengan pemahaman terhadap Pandangan hidup orang Melanesia (the Melanesian Way), Religi Melanesia (Cargoistic Ideas), Kebudayaan Melanesia (Melanesian Culture), Demokrasi bergaya Melanesia (The Melanesian Political Way) yang hampir mirip dari Sorong ujung Barat hingga ujung timur kepulauan Papua ini.

    Pada akhirnya saya sarankan, tetap bersuara dan tetap anjurkan agar Indonesia mesti membuka diri untuk Dialog yang bermartabat dan demokratis untuk mencari penyelesaian masalah Papua Barat.

  • Jokowi Mendadak Dikecam Lantaran Masuk Gereja saat Misa

    Jokowi Mendadak Dikecam Lantaran Masuk Gereja saat Misa

    Jakarta (SL)-Kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di sebuah Gereja saat perayaan Ekaristi Maha Kudus di Altar Kudus kemarin mendadak dikecam Aktivis Papua Natalius Pigai. Dia menganggap kedatangan Presiden Jokowi di momen tersebut tidak etis.

    “Sebagai orang Katolik saya mengecam Presiden Jokowi,” tulis Natalius Pigai pada akun twitter @NataliusPigai2 sembari memposting sebuah video berdurasi 2 menit 20 detik yang memperlihatkan kedatangan Presiden Jokowi masuk ke dalam gereja, Selasa, 27 Desember 2022.

    Tampak dalam cuplikan video yang diunggah Pigai, Presiden Jokowi datang berjalan menuju ke arah Altar Gereja yang di situ telah ada Pastur. Di kesempatan ini, Jokowi di sambut tepuk tangan Jemaat yang hadir.

    Terkait hal itu, Pigai menganggap sikap jokowi tidak elok sebagai seorang muslim apalagi sampai memasuki gereja di saat Misa terkecuali di halaman gereja.

    “Datang perayaan Ekaristi Maha Kudus di Altar Maha Kudus. Bagaimanapun Jokowi orang Islam tidak elok masuk Gereja saat Misa kecuali di halaman Gereja, Anda bukan Tuhan Allah. Ini Rumah Allah Yang Kudus,” tegasnya.

    Terkait kecaman Pigai tersebut, salah satu pengguna juga turut menanggapi di kolom komentar yang menegaskan jika Jokowi masuk ke dalam gereja setelah rangkaian Misa usai dilaksanakan.

    “Kalo lu beneran Katolik, pasti tau, kalo masih misa ga mungkin Pastor-nya ga pake Kasula & Stola. Lu liat kan semua Pastor cuma pake jubah? Artinya perayaan udah selesai, & Presiden juga tau diri, nunggu 15 menit sampai perayaan selesai,” tulis pengguna @KaptenKikuk.

    Terhadap unggahan Natalius Pigai yang mengecam Presiden Jokowi datang saat Misa itu, mendapat beragam komentar dan menjadi prokontra dari pengguna twitter lainnya. (Red)

  • KPK Di Mata Saya

    KPK Di Mata Saya

    Dalam pidato kemenangan Presiden Jokowi di Sentul 14 Juli 2019 belum menyinggung pemberantasan korupi. Isi Pidato Kemenangan Presiden yang minus soal korupsi dan demokrasi tersebut sontak ditanggapi negatif oleh kami aktivis anti korupsi, demokrasi dan HAM.

    Namun demikian membangun pemerintah yang bersih dan berwibawa tentu merupakan kebijakan yang permanen. Mengapa? Karena tindakan korupsi adalah suatu perbuatan yang tidak disukai oleh umat manusia di dunia (hostis humanis generis), maka sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan korupsi selain patut dijerat dengan delik yang pantas, juga wajar dilabeli hukuman sosial (social punishment).

    Indonesia terbelenggu dalam lingkaran korupsi yang semakin lama membudaya, itulah satu satu problem terbesar bangsa ini. Sejak 2002, KPK telah bekerja keras mengeliminasi tindakan korupsi yang dilakukan dengan pengawasan, pencegahan, dan juga penegakan hukum secara tegas.

    Namun demikian harus disadari bahwa korupsi telah lama dilakukan secara terencana, terstruktur, dan masif karena tata laksana dan tata praja pemerintah telah memberi ruang bagi para pelaksana pemerintah untuk korupsi.

    Tindakan korupsi tidak hanya cermin dari rendahnya mental dan moral individu, tetapi juga sebuah patologi sosial yang menyebabkan kerusakan nilai-nilai elementer seperti nilai kejujuran dan integritas. Saya mengapresiasi berbagai usaha KPK untuk membendung kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan dan memperlambat kemajuan bangsa dan negara akibat kebocoran anggaran Negara.

    Pada masa yang akan datang, membangun kesadaran untuk hidup bersih dan membangun pemerintah yang berwibawa tidak boleh hanya menjadi beban penegak hukum, tetapi mesti menjadi perhatian semua komponen bangsa.

    Kemitraan startegis KPK dan instansi pemerintah serta elemen masyarakat sipil (civil society) untuk membangun kesadaran tentang bahaya korupsi menjadi urgent. Selain KPK membangun mitra startegis dengan institusi penegak hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Untuk memperbaiki lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK tidaklah muda, tentu membutuhkan strategi dan taktik baru secara lebih maju. Sudah waktunya KPK menemukan hambatan, melakukan perbaikan dan memantapkan kebijakan yang lebih progresif dan komprehensif. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada masa yang akan datang KPK perlu memantapkan 4 aspek perioritas dan 1 aspek strategis terpenting, yaitu:

    1. Manusia (Moral Hazard)

    a). KPK mesti membangun kesadaran secara terencana, sistematis, dan masif kepada aktor pemerintah baik Aparat Sipil Negara (ASN) vertikal maupun horizontal dan rakyat Indonesia. KPK mesti memberi pesan kepada semua komponen bangsa bahwa Korupsi tindakan kejahatan yang tidak disukai oleh umat manusia di dunia (hostis humanis generis) karena dampaknya sama dan sebanding lurus dengan tindakan narkotika dan kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga orang merasa takut untuk berbuat korupsi.

    b). Memperkuat kapasitas; pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan mental dan moral (attitute) bagi pegawai penegak hukum yang terkait dengan korupsi. Salah satu aspek yang terpenting adalah mentalitas penegak hukum terkait penanganan kasus secara professional, objektif, berimbang dan berkeadilan.

    2. Regulasi dan tata kelola

    Mencari, menemukan, dan menutup pintu-pintu atau kran-kran korupsi baik dari segi regulasi, pelaksanaan teknis dan operasional, serta nomenklatur dan tata kelola baik pemerintah (state) dan swasta (non-state) yang memberi ruang korupsi selama ini. Korupsi tidak hanya semata-mata dilakukan hanya karena mental dan perilaku individu, tetapi juga berbagai regulasi yang dibuat oleh pemerintah memberi kemudahan.

    Upaya mencegah korupsi mesti dimulai dengan memotret berbagai peraturan perundangan baik UU, PP, hingga keputusan-keputusan pimpinan instansi pemerintah baik vertikal maupun horizontal. Dalam konteks ini di dalam buku berjudul Negara Gagal (Falls of Nations) yang ditulis oleh Daren Acemoglu secara tegas mengatakan bahwa: Suatu negara gagal bukan karena adanya perbedaan infrastruktur, tetapi karena sekelompok elite oligarki ekonomi dan politik menguasai sebagain besar kekayaan, dan keputusan politik dan hukum hanya dibuat untuk memperkuat pemupukan kekayaan bagi sekelompok oligarki tersebut”.

    Persolaan yang serius dalam konteks ini adalah bahwa berbagai regulasi yang dibuat pada masa orde baru sebagain besar dibuat atau dirancang untuk memperkuat punggawa politik dan ekonomi tetapi ketika reformasi pemerintah kurang melakukan amandemen atau perubahan peraturan perundangan tersebut. Dalam rangka pencegahan, KPK mendorong pemerintah secara serius agar melakukan amandemen atau perubahan berbagai perundang-undangan tersebut.

    3. Penegakan hukum progresif

    Menegakkan hukum secara profesional, objektif, imparsial, jujur dan adil melalui peradilan pidana (criminal justice system) termasuk memasukan pejabat negara yang memperdagangkan pengaruh atau dagang pengaruh (trading in influences) sebagai tindakan korupsi yang harus dikenahkan sebagai delik kejahatan pidana. Gagasan munculkan dagang pengaruh sebagai penegakan hukum di bidang korupsi yang lebih progresif.

    Dagang pengaruh atau tindakan memperdagangkan pengaruh demi keuntungan pribadi, rekan bisnis atau golongan merupakan perilaku koruptif yang menyimpang dari etika dan moralitas. Perdagangan pengaruh yang dilakukan oleh sang pemangku jabatan, sanak saudara atau kerabat dekatnya adalah para aktor (actor of crimes) yang kita jumpai dalam negara-nagera dunia ketiga yang pemerintahannya cenderung otoriter, koruptif, dan miskin.

    Kejahatan dagang jabatan sebagai sebuah tindakan perbuatan korupsi yang secara nyata tumbuh dan berkembang di Indonesia, kita lihat saja banyak pejabat negara baik di eksekutif, legislatif dan judikatif seperti Setya Novanto, Taufik Kurniawan, Irman Gusman bahkan hari ini Nama Azis Syamsudin disebut-sebut terlibat memperdagangkan pengaruh Dana Desentralisasi.

    Namun sampai saat ini pemerintah belum menerapkan jenis delik trading in influence di dalam Undang-undang tindak pidana korupsi, padahal Undang-Undang Tipikor diadakan sejak tahun 1999 dan revisi terbatas di tahun 2001, seharusnya ketika Indonesia ratifikasi UNCAC tahun 2003 atau selanjutnya harusnya pemerintah melakukan penyesuaian melalui revisi terbatas UU Tipikor, termasuk memasukkan dagang pengaruh sebagai delik kejahatan dengan ruang lingkup yang jelas .

    4. Penguataan kapasitas kelembagan KPK secara komprehensif.

    Pada masa yang akan datang KPK perlu membangun kapasitas kelembagaan secara modern, membangun sistem manajemen secara rasional dan mampu menjawab berbagai kebutuhan dan tuntutan adanya kesadaran rakyat dan birokrasi yang bersih serta pemberantasan korupsi secara masif. Ada 5 pilar penting yang harus dikebangkan oleh KPK dalam rangka membangun kapasitas kelembagaan KPK, yaitu:

    a. Menyusun nomenklatur struktur organisasi dan kelembagaan KPK yang mampu menampung atau mewadahi kebutuhan dua substansi utama sebagai tujuan lahirnya KPK, yakni pencegahaan dan pemberantasan serta sistem pendukung (supporting system).

    b. Membangun sistem kerja secara jelas dan profesional. Sistem kerja yang dimaksud mengatur tata laksana (Pimpinan, Deputi, Penyidik, dan Sekretariatan) dan tata praja baik komisioner, sekteraris dan staf, pejabat struktural pelaksana substansi dan pejabat fungsional.

    c. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai dan modern.

    d. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik pendudukan (knowledge), keterampilan (skils) dan juga mental dan moral (attitude).

    e. Peningkatan anggaran KPK secara signifikan.

    Pentingnya penguatan kapasitas kelembagaan KPK agar tidak muda diterpa berbagai persoalan akibat kelemahan pengendalian manajemen telah menjadi fakta bahwa KPK ibarat momok yang menakutkan bagi para penguasa, pengusaha dan koruptor. Karena itu lembaga ini rentan dipenetrasi oleh berbagai komponen eksternal baik pemerintah, legislatif, aparat penegak hukum, birokrat, pengusaha, maupun juga orang-orang yang bermasalah hukum.

    5. Kedepankan Bangun Budaya Anti Korupsi. Penegakan hukum sebagai Ultimum Remedium.

    Membangunan budaya anti korupsi yang dapat menghapus praktek-praktek korupsi di Indonesia. menyebarkan, memajukan, dan melembagakan prinsip-prinsip budaya anti korupsi. Budaya Anti Korupsi harus dihidupi oleh seluruh masyarakat Indonesia pada seluruh bidang kehidupan, di dalam keluarga, masyarakat maupun pemerintahan.

    Korupsi merupakan variabel Patologi Sosial atau penyakit sosial maka kesadaran budaya anti korupsi merupakan daya tahan terpenting. KPK mesti membangun nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat agar korupsi yang membudaya tidak menjadi penyakit sosial di rakyat. Membangun kesadaran itu tidak mesti dengan menangkap, menahan dan memenjarahkan orang karena bukan tidak mungkin akan digunakan oleh orang orang yang berkuasa ataupun pihak-pihak yang berkepentingan seperti yang dialami oleh beberapa orang termasuk Brigita Manohara seorang pekerja media (Wartawati) yang saban hari banting tulang, bekerja tanpa lelah, tanpa digaji oleh negara tepati tercoreng namanya. Demikian beberapa daerah yang menganut pemimpin jadi tumpuhan harapan kehidupan rakyat bisa mengedepankan penegakan hukum sebagai jalan akhir (ultimum remedium).

    Saya mengusulkan agar pada periode yanga datang, KPK perlu melakukan menguatan (revitalisasi yang dititikberatkan pada 5 aspek yaitu sasaran kebijakan yang diarahkan pada sumber daya manusia baik penegak hukum, ASN dan membangun kesadaran atau gema budaya antikorupsi, pembenaan penguatan regulasi dan tata kelolanya tidak beri ruang korupsi, membangun budaya anti Korupsimendorong adannya tindakan dagang pengaruh dalam delik hukum, serta penguatan kapasitas kelembagaan KPK. ****

    Natalius Pigai adalah Komisioner Komnas HAM 2012-2017

  • Natalius Dorong Vaksin Halal, Jika Tidak Terpenuhi Pemerintah Mengabaikan HAM

    Natalius Dorong Vaksin Halal, Jika Tidak Terpenuhi Pemerintah Mengabaikan HAM

    Jakarta (SL) – Mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai mendorong Pemerintah terutama Menteri Kesehatan (Menkes) untuk mendengar dorongan masyarakat menyediakan vaksin Halal. Pigai mengatakan bahwa penyediaan kebutuhan kesehatan bagi masyarakat merupakan amanat Konstitusi Hak Asasi Manusia serta amanat UUD 1945.

    “Sesuai dengan amanat konstitusi Hak Asasi Manusia (HAM) pada pembukaan dan amanat Konstitusi UUD 1945 pasal 28 maka negara memiliki kewajiban menyediakan vaksin halal,” ucapnya saat dihubungi aktual.com, Jumat 14 januari 2022.

    Selain itu, Pigai mengatakan berdasarkan Konsensi Deklarasi Kairo tahun 1991, PBB telah mengesahkan Hak Asasi Manusia (HAM) Partikular tentang HAM berbasis pada Islam. Salah satu yang diadobsi yaitu berbicara tentang menghormati kebutuhan Umat Islam. “PBB mengesahkan HAM Particular berdasarkan konsensi deklarasi Kairo tahun 1991 tentang hak asasi manusia berbasis pada Islam hukum-hukum kitab suci.

    Menurutnya Salah satu yang diadobsi itu adalah bagaimana HAM menghormati kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan umat Islam dan itu sudah diadobsi, oleh karena itu jika pemerintah tidak memenuhi kebutuhan Umat Islam tentang vaksin halal maka pemerintah telah mengabaikan HAM. “Kalau Negara tidak menyediakan vaksin halal, sudah pasti negara mengabaikan Hak Asasi Manusia dan warga negara khususnya umat Islam,” ungkapnya. (/Red)

  • Natalius Pigai Sebut Wiranto Bertanggungjawab atas Peristiwa 1998

    Natalius Pigai Sebut Wiranto Bertanggungjawab atas Peristiwa 1998

    Jakarta (SL) – Mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyebut capres Prabowo Subianto bukanlah pelaku pelanggaran HAM saat peristiwa kerusuhan pada 1998. Menurut Pigai, penyelidikan Komnas HAM menyatakan Prabowo sebagai saksi. “Hasil penyelidikan Komnas HAM itu tidak menyatakan tegas bahwa Prabowo itu adalah pelaku dan saksi pelaku. Prabowo itu saksi, bukan pelaku dan saksi pelaku,” kata Pigai di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/1/2019).

    Pigai menjelaskan, sesuai dengan hukum HAM internasional dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Prabowo bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM saat peristiwa pada 1998. Dia menyebut pihak yang bertanggungjawab adalah commander responsibilities. “Siapa bertanggung jawab? Commander responsibilities peristiwa ’98 adalah Wiranto sesuai dengan hukum HAM internasional dan hukum HAM nasional UU 26 Tahun 2000,” terang Pigai.

    Pigai menuturkan kerusuhan pada 1998 merupakan peristiwa nasional. Karena itu, tanggung jawab atas peristiwa tersebut, menurutnya, ada di pundak Wiranto. “Kenapa commander responsibilities? Karena huru-hara peristiwa ’98 itu bukan hanya dilokalisir pada tugas dan kewenangan satu kesatuan saja. Huru-hara peristiwa adalah huru-hara nasional. Karena itu, tanggung jawab pimpinan keamanan dan pertahanan nasional, yaitu Angkatan Bersenjata RI dan Wiranto, Wiranto patut diduga sebagai orang yang sangat bertanggung sebagai pelakucommander responsibilities. Berdasarkan UU 26 Tahun 2000. Patut diduga,” imbuh Pigai.

    Pigai lalu menjelaskan dasar pemecatan Prabowo sebagai prajurit TNI. Menurutnya, capres nomor urut 02 itu dipecat bukan hanya karena kerusuhan 1998. “Karena itu penetapan terhadap Prabowo, saya ingin sampaikan salah satu penetapan terhadap Prabowo itu adalah berdasarkan pengerahan pasukan terhadap pembebasan Soeharto di Kanada, jadi Prabowo itu dipecat, salah satunya dipecat karena pengerahan pasukan pembebasan Soeharto di Kanada. Jadi jangan kita lokalisir ke peristiwa ’98,” Ujar Pigai.

    Pigai lalu menyinggung soal sikap Prabowo yang diam terkait peristiwa 1998. Menurutnya, Prabowo diam karena menyimpan rahasia tentang peristiwa tersebut. “Sekarang pertanyaannya kenapa Prabowo selama ini diam? Seorang jenderal menyimpan sebuah rahasia karena semua perintah itu selalu berdasarkan surat perintah tertulis, apalagi perintah jenderal tidak ada perintah lisan, seluruh itu dokumen kok, selalu, dengan visual juga ada, catatan-catatan juga ada, perintah tertulis juga ada,” kata Pigai.

    Menurut Pigai, pemecatan seorang jenderal itu tidak bisa hanya karena satu kasus. Karena itu, untuk membuktikan kesalahan Prabowo, berkas penyidikan Komnas HAM selalu dikembalikan oleh kejaksaan. “Tidak semata-mata itu. Karena penetapan seorang jenderal itu harus ada tiga kesalahan tidak bisa hanya satu kesalahan. Lalu waktu peristiwa ’98, Prabowo itu pengerahan pasukan, pengamanan ibu kota negara. Karena itu mengapa penyelidikan Komnas HAM selalu bolak-balik kejaksaan, dikembalikan lagi. Karena ini buktinya memang harus kuat kalau mau dilimpahkan ke pengadilan,” jelasnya.

    Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 itu justru mempersoalkan sikap pemerintahan Jokowi yang menurutnya tidak mengusut pelanggaran HAM saat kerusuhan 1998. Pigai menuding pemerintah saat ini tidak mengusut kasus itu karena orang-orang di pemerintahan Jokowi sekarang adalah orang-orang yang melakukan pelanggaran. “Sebenarnya pemerintah bisa saja kan ada sarana rekonsiliasi dan perdamaian. Bisa. Tidak mesti di pengadilan, bisa. Tapi kenapa pemerintah Jokowi tidak mau? Karena yang melingkari Jokowi itu adalah mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, berbagai pelanggaran kejahatan. Jadi yang melingkari Istana Jokowi itu mereka yang melakukan pelanggaran,” tuding Pigai.

  • Natalius Pigai Nilai Pernyataan Ketua DPR RI Membuat Rakyat Papua Takut

    Natalius Pigai Nilai Pernyataan Ketua DPR RI Membuat Rakyat Papua Takut

    Papua (SL) – Tokoh nasional asal Papua Natalius Pigai tidak sepakat dengan pernyataan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo tentang operasi militer selain perang di Papua. “Saya harus respons bahwa pernyataan tersebut adalah pernyataan sampah. Karena itu pernyataan di luar mekanisme ketatanegaraan atau extra parlementary,” kata Pigai, Jumat (14/12).

    Menurutnya, ada mekanisme untuk pernyataan perang dan operasi militer, yaitu Presiden mengirimkan surat ke DPR, dibahas di Komisi I selanjutnya persetujuan operasi militer di sidang paripurna dan presiden keluarkan Kepres. “Kalau operasi militer selain perang itu sudah dijalankan sejak orde baru melalui sistem binomial yaitu militer sebagai panglima dalam perang dan militer sebagai panglima dalam pembangunan, jadi bukan hal baru dan tidak akan ada berpengaruh pernyataan ketua DPR RI,” tutur Pigai.

    Jelas dia, ketua DPR hanya membuat rasa ketakutan publik yaitu rakyat Papua baik orang asli maupun pendatang dan bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu freedom of fears. “Ketua DPR dianggap melakukan ancaman kekerasan verbal terhadap rakyatnya sendiri yaitu menciptakan rasa ketakutan publik,” ujar Pigai.

    Ditambahkan mantan komisioner Komnas HAM ini, ketua DPR boleh berbicara demi kepentingan nasional tetapi tidak berarti nalar publik tergiring dalam opini yang jauh dari akal sehat dan esensi bernegara.

    Papua hari ini tersorot mata dunia sebagai daerah tragedi terlupa yang masih tersisah di abad ini. Karena itu akan berpotensi memancing intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention), merugikan bangsa. “DPR justru menekan Presiden Jokowi karena kebijakan pembangunan integrasi politik di Papua melalui politik pendudukan dan tingginya ekskalasi kejahatan negara di Papua telah mengurasi rasa kebangsaan dan simpati rakyat Papua terhadap Indonesia. Itulah yang membuat kami semua meminta Presiden Jokowi harus diganti di 2019,” tutup Pigai. (rml)