Tag: Ombudsman RI

  • Ombudsman RI Minta Kemendagri Libatkan Publik dalam Pengadaan Calon Penjabat Kepala Daerah

    Ombudsman RI Minta Kemendagri Libatkan Publik dalam Pengadaan Calon Penjabat Kepala Daerah

    JAKARTA – Ombudsman RI meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melibatkan masyarakat dalam pengadaan calon Penjabat Kepala Daerah.

    “Kemendagri harus membuka data nama-nama yang bersangkutan kepada publik, dan berikan waktu kepada masyarakat untuk mencermati nama-nama yang diajukan. Kemudian ada kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan,” kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers, dipantau secara daring melalui kanal YouTube Ombudsman RI, di Jakarta, Rabu (9/8).

    Demi tegaknya keterbukaan publik dan demokrasi, lanjut Robert, nama-nama yang diajukan oleh DPRD jangan serta merja diproses Kemendagri.

    “Idealnya, jangan langsung diproses untuk pengajuan ke presiden, dibahas di TPA (tim penilaian akhir), tanpa melibatkan publik sama sekali,” ujarnya.

    Dia juga berharap nama-nama yang diajukan sebagai Pj kepala daerah itu adalah orang yang dapat dipastikan netral secara politik, sebab setelah diangkat mereka akan memimpin di masa-masa yang krusial yakni pada momentum Pemilu Serentak 2024.

    “Bukan karena kedekatan politik dengan faksi tertentu, atau bukan karena alasan-alasan yang sifatnya itu di luar pertimbangan kompetensi profesional, di luar pertimbangan merit sistem. Seorang kepala daerah atau seorang pejabat kepala daerah itu akan bertugas yang paling utama adalah menjaga kondusivitas dinamika politik di daerah, sekaligus juga menjaga netralitas birokrasi,” tuturnya.

    Adapun dari sisi latar belakang, dia mengatakan bahwa pihaknya menemukan masih adanya nama-nama perwira TNI aktif yang diajukan oleh DPRD sebagai calon Pj kepala daerah.

    “Kami sudah menegaskan agar pengangkatan penjabat kepala daerah di provinsi maupun di kabupaten/kota itu adalah pengangkatan dari kalangan sipil, kalaupun kemudian ada dari unsur yang berlatar belakang tentara maka dia harus pensiun dini atau tidak aktif lagi dari dinas keprajuritan,” katanya.

    Tak hanya TNI, ujarnya lagi, Ombudsman juga mencatat temuan adanya nama calon Pj kepala daerah yang berasal dari unsur Polri aktif. “Itu tanpa meminta persetujuan dari Kepala Polri (Kapolri), padahal diperintahkan, ditegaskan itu bahwa penugasan anggota Polri di luar struktur kepolisian itu adalah berdasarkan penugasan atau permintaan atau persetujuan dari pihak Kapolri,” terangnya.

    Untuk itu, Robert menilai temuan adanya kalangan TNI-Polri aktif tersebut bertolak belakang dengan poin kedua tindakan korektif Ombudsman RI yang sebelumnya sudah pernah disampaikan ke Kemendagri pada 2022, yakni untuk meninjau kembali pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif.

    Diketahui, saat ini Kemendagri masih menunggu usulan nama pejabat untuk menjabat sebagai penjabat kepala daerah di 85 daerah yang masa jabatan kepala-wakil kepala daerahnya berakhir pada September 2023.

    Mengacu pada Peraturan Mendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, bupati, dan wali kota, enam usulan nama kemudian dibahas Mendagri untuk dikerucutkan menjadi tiga nama.

    Setelah diputuskan tiga nama, nama-nama itu diserahkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara sebagai bahan pertimbangan Presiden. Pengangkatan Pj Gubernur nantinya ditetapkan dengan keputusan presiden.(red)

     

  • Novel Baswedan Ungkap Cerita Pertemuannya dengan Adrianus Meliala

    Novel Baswedan Ungkap Cerita Pertemuannya dengan Adrianus Meliala

    Jakarta (SL) – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menanggapi rilis Ombudsman RI terkait temuan maladministrasi yang dilakukan polisi dalam penanganan perkara penyiraman air keras terhadapnya pada Kamis (6/12/2018).

    Novel juga mengungkapkan kisah pertemuannya lewat pesan Whats App pada Kamis (6/12/2018). Ia mengatakan apa yang disampaikan sebagai laporan Ombudsman oleh anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tersebut sebenarnya adalah pernyataan Adrianus sejak sekira bulan Mei 2018. “Jadi saya tidak kaget dengan laporan sekarang ini,” kata Novel.

    Novel mengatakan, saat itu Adrianus bicara di media bahwa dirinya tidak kooperatif, tidak mau diperiksa, diperiksa irit bicara dan sebagainya. “Ternyata pernyataan Pak Adrianus tersebut berisi kebohongan, karena saya sudah diperiksa dan BAP nya 9 halaman,” kata Novel.

    Novel pun mengatakan prnyataan Adrianus tersebut dibantah sendiri oleh Humas Polda Metro Jaya. “Setelah itu Pak Adrianus akan melakukan pemeriksaan dengan Ombudsman yang adalah inisiatif sendiri,” kata Novel.

    Novel mengatakan setelah itu diadakan pertemuan yang difasilitasi oleh biro hukum KPK di kantor KPK. “Pada pertemuan dengan saya tersebut saya menanyakan semua hal yang disampaikan oleh Pak Adrianus tersebut. Dan Pak Adrianus sendiri menyatakan dalam forum tersebut bahwa apa yang disampaikan adalah tidak benar dan meminta maaf terkait dengan pernyataannya di media tersebut,” kata Novel.

    Ia mengatakan, oleh karena itu dirinya dan tim kuasa hukumnya menolak jika Adrianus yang memimpin pemeriksaan tersebut di Ombudsman. “Karena semestinya dilihat sebagai conflic of interest (CoI),” kata Novel.

    Namun menurut Novel, Adrianus tetap memaksakannya. “Pak Adrianus tetap memaksakan diri bahwa dirinya tidak ada CoI, sekalipun menyerang saya secara pribadi dengan fakta-fakta bohong,” kata Novel.

    Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala meminta Polri memeriksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terkait kasus penyerangan air keras terhadapnya 11 April 2017 silam. Permintaan tersebut dinyatakan usai memberikan konferensi pers terkait Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) di kantor Ombudsman RI, Jakarta yang menyatakan ada sejumlah maladminsitrasi oleh polisi yang memeriksa pada Kamis (6/12/2018).

    Dalam laporan tersebut memuat Ditreskrimum Polda Metro Jaya selaku supervisor pengendali penanganan perkara telah melakukan maladministrasi dalam aspek pengabaian petunjuk kejadian. Petunjuk kejadian yang dimaksud antara lain dua percobaan penabrakan terhadap Novel pada tahun 2016.

    Petunjuk lainnya adalah Kapolda Metro Jaya yang bertugas pada saat itu Irjen M Iriawan pernah datang ke rumah Novel dalam rangka menengok kelahiran putra Novel dan menyampaikan ada indikasi upaya-uapaya percobaan penyerangan terhadap Novel. “Maka melalui LAHP ini kami meminta dan memerintahkan kepada kepolisian untuk bertanya kepada Novel Baswedan perihal itu. Semoga setelah ini beliau kooperatif,” kata Adrianus saat konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarts pada Kamis (6/12/2018).

    Menurutnya, jika memang Novel bersedia dimintai keterangan terkait apa yang menimpanya maka itu akan menjadi jembatan bagi Polri untuk mendapatkan petunjuk baru. “Mengenai Irjen Pol Iriawan kami juga meminta itu ditanyakan lebih detil (ke Novel), apa sebetulnya, sehingga menjadi jembatan bagi Polri untuk bertanya kepada Pak Iriawan sendiri,” kata Adrianus. (trb)

  • Ketua Komisi II DPR RI Nilai Ombudsman RI Tidak “Bergigi”

    Ketua Komisi II DPR RI Nilai Ombudsman RI Tidak “Bergigi”

    Jambi (SL) – Ketua Perwakilan Ombudsman RI untuk Provinsi Jambi Taufik Yasak mengaku bahwa wewenang Ombudsman tidaklah “bergigi” dalam menangani aduan masyarakat terkait pelayanan publik.

    Pasalnya, pihaknya hanya bisa mengawasi dan memberikan teguran serta tidak bisa memberikan punishment (hukuman).

    Pernyataan Taufik ini keluar saat menerima kunjungan kerja 16 anggota DPR RI Komisi II di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jambi di kawasan Talangbanjar, Kota Jambi, Senin (23/7/2018).

    “Ombudsman ini beda dengan KPK, selain bisa pencegahan, KPK juga bisa melakukan tindakan. Kewenangan penindakan ini yang Ombudsman tidak miliki. Jadi ibarat tidak punya “gigi”,” ungkapnya.

    Selain itu, Taufik menyarankan agar Ombudsman juga diberikan kewenangan memberikan reward dan punishment kepada lembaga yang berprestasi dan yang melanggar.

    Nihayatul Wafiroh, Ketua Tim Komisi II DPR RI mengakui bahwa saat ini Ombudsman RI tidaklah “bergigi” sebagai mana yang disampaikan Taufik Yasak.

    Dia menilai, kewenangan yang ada di Ombudsman hanya sebagai pengawas dan hanya bisa merekomendasi tidak bisa melakukan tindakan.

    “Jadi intinya kurang tajam dan tidak “bergigi”. Temuan ini akan kita tindaklanjuti di pusat nantinya,” tukas Nihayatul. (net)