Tag: OTT KPK

  • Perburuan Harus Masiku, KPK Geledah Rumah Pengacara PDIP dan Dalami Penyandang Dana Pelarian DPO

    Perburuan Harus Masiku, KPK Geledah Rumah Pengacara PDIP dan Dalami Penyandang Dana Pelarian DPO

    Jakarta, sinarlampung.co-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terhadap rumah Advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah terkait penyidikan kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Hal itu disampaikan Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Johannes L Tobing saat melaporkan penyidik Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK hari ini, Selasa 9 Juli 2024.

    Baca: KPK Harus Tangkap Harun Masiku dan Madam?

    Baca: Buron KPK Harun Masiku Jadi Marbot Masjid di Malaysia?

    Menurut penjelasannya, penyidik KPK menggeledah rumah Donny yang berada di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Rabu, 3 Juli 2024. “Nah, jadi tanggal 3 Juli, hari Rabu kemarin, penyidik KPK yang dipimpin oleh saudara Rossa itu berjumlah 16 orang datang ke rumah Donny Tri Istiqomah,” kata Johannes di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Selasa 9 Juli 2024.

    Pihaknya menilai penggeledahan yang dilakukan penyidik tersebut melanggar hukum, pasalnya dari informasi yang didapat, upaya paksa tersebut dilakukan tanpa surat perintah dari pimpinan KPK. Atas tindakan penggeledahan tersebut, Tim Hukum DPP PDIP kemudian melaporkan penyidik Rossa ke Dewas KPK.

    Dalami Penyandang Dana Harun Masiku

    Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mendalami informasi soal adanya pihak yang diduga mendanai pelarian buronan kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024, Harun Masiku.

    “Informasi pemberi dana akan didalami oleh penyidik,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 27 Juni 2024.

    Informasi mengenai dugaan adanya pihak yang mendanai pelarian Harun Masiku itu disampaikan oleh Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute) M. Praswad Nugraha.

    Dalam keterangannya, Praswad mengatakan Harun Masiku butuh uang tunai dalam jumlah besar, karena selalu berpindah-pindah dan tidak bisa mengakses sistem keuangan perbankan, karena akan langsung ketahuan jika yang bersangkutan mengambil uang di ATM dan menggunakan jasa lembaga keuangan lainnya.

    “Buronan butuh terus berpindah-pindah, jadi tidak mungkin bisa bekerja, sehingga pasti butuh ada pihak yang back-up atau support kebutuhan keuangan Harun Masiku,” kata Praswad dalam keterangan teruliusnya.

    Dia juga menduga Harun Masiku selalu bergerak berpindah-pindah negara, sehingga butuh identitas palsu, paspor, dan butuh orang-orang yang membantunya setiap akan melintasi wilayah negara tertentu secara ilegal.

    Semua itu, kata Praswad, biayanya sangat besar, sehingga mustahil dilakukan Harun Masiku tanpa dukungan keuangan yang kuat.”Harun masiku tidak bisa bekerja, karena statusnya sedang buron, sehingga pasti tidak ada pemasukan, tanpa dukungan dari pihak tertentu, tidak mungkin dia bisa membiayai pelariannya selama 4,5 tahun terakhir ini,” ujar Praswad.

    Sebagai informasi, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

    Meski demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020. Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.

    Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah. (Red)

  • KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    Jakarta – Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap tersangka Bupati Labuhan Batu Erik Adtrada Ritonga (EAR) pada Jumat, 12 Januari 2024 mengisyaratkan bahwa komisi anti rasuah itu mengincar kepala daerah yang doyan menerima setoran fee proyek untuk memenangkan kontraktor dalam tender pengadaan barang dan jasa.

    Jangankan 20 persen, fee proyek 5 sampai 15 persen pun digaruk KPK, seperti yang terjadi dalam tender pengadaan barang dan jasa di Labuhan Batu itu.

    Gegara mensyaratkan fee 5 sampai 15 persen itulah Erik Adtrada Ritonga ditangkap.

    Ia mengondisikan besar fee itu kepada orang kepercayaannya anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu Rudi Syahputra Ritonga (RSR). Instruksinya juga disertai pengondisian menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.

    Proyek yang menjadi atensi di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek Jalan Sei Rakyat – Sei Berombang di Kecamatan Panai Tengah dan proyek jalan Sei Tampang – Sidomakmur di Kecamatan Bilah Hilir. Besaran nilai pekerjaan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar.

    Untuk dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Efendy Sahputra alias Asiong (ES) dan Fazar Syahputra alias Abe (FS).

    Kemudian sekitar Desember 2023, EAR melalui RSR meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan “kutipan kirahan” dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.

    Penyerahan uang dari FS dan ES pada RSR kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama RSR dan juga melalui penyerahan tunai.

    Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 Miliar.

    Praktik tindak pidana korupsi itu dengan mudah terdeteksi oleh penyidik KPK. Empat orang itu kena OTT KPK dan langsung ditangkap.(RED)

     

     

  • Luhut: Drama Penangkapan Oleh KPK Itu Ndeso

    Luhut: Drama Penangkapan Oleh KPK Itu Ndeso

    SINARLAMPUNG.CO , Jakarta – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marves) RI, Luhut Binsar Panjaitan sebut drama penangkapan perkara korupsi oleh KPK atau OTT itu kampungan alias ndeso.

    Menurutnya, masyarakat jangan hanya menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari jumlah orang yang ditangkap.

    “Strategi pemberantasan korupsi yang hanya berfokus pada penindakan dengan menangkapi orang adalah strategi yang kampungan, ndeso.” Kata Luhut pada kegiatan Diskusi Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi di KPK, selasa (18/7).

    Breaking News: Kejagung Akan Periksa Airlangga Hartarto Perkara Ekspor CPO

    Luhut mengatakan, KPK di bawah komando Firli Bahuri, berjasa membangun ekosistem ekonomi yang sehat.

    Menurutnya, KPK dengan menerapkan ekonomi digital (e-katalog) mampu mengurangi potensi orang melakukan korupsi.

    “Nah itu jangan tidak dihitung, dengan e-katalog penyalahgunaan dana di daerah berkurang signifikan. Ini termasuk Pencegahan.” Imbuh Luhut.

    Baca Juga: KPK Tahan Hasbi Hasan Perkara Suap Penanganan Perkara MA

    Dia mengatakan KPK memiliki 3 fungsi, yakni pendidikan, pencegahan dan terakhir baru penindakan. Menurut dia, selama ini lebih banyak orang yang berfokus pada fungsi penindakan.

    “Jika Penindakan yang dilakukan KPK berkurang, maka KPK dinilai gagal menjalankan tugasnya. Senangnya lihat drama penindakan seperti itu yang tidak boleh.” Kata Luhut.

    Luhut mengatakan, selama ini KPK telah membantu membuat sistem digital seperti e-katalog, Simbara, dan sistem logistik nasional. Yang membantu negara menghemat hingga ratusan triliun Rupiah dari potensi korupsi dan meningkatkan pajak.

    Baca Juga: LSI: Kepercayaan Publik Pada Polri Lampaui KPK

    Selain itu Luhut mengajak berpikir modern, dengan tindakan pencegahan artinya, semakin sedikit yang ditangkap dan menghemat anggaran dari potensi korupsi.

    “Itu tolong perhatikan (pencegahan oleh KPK), jangan drama-drama yang ditangkap KPK, kalau kurang jumlah yang ditangkap berarti enggak sukses, saya sangat tidak setuju, itu kampungan menurut saya,” Pungkasnya. (Red)

  • Rektor Universitas Lampung di OTT KPK, Jubir Unila Tarik Pernyataan Hoaks dan Ngaurnya

    Rektor Universitas Lampung di OTT KPK, Jubir Unila Tarik Pernyataan Hoaks dan Ngaurnya

    Jakarta (SL)-Penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada salah satu pejabat di Lampung. Dikabarkan OTT tersebut menjaring Rektor Universitas Negeri Lampung (UNILA) beserta enam orang lainnya di Bandung dan Lampung pada dini hari tadi, Sabtu 20 Agustus 2022.

    “Tujuh orang yang diamankan itu terdiri dari Rektor dan pejabat kampus di lingkungan Universitas Lampung (Unila),” jelas Plt juru bicara KPK Ali Fikri.

    Ali Fikri menambahkan penangkapan itu terkait dugaan korupsi suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Universitas Negeri Lampung tersebut, Ali juga mengatakan untuk perkembangan lainnya akan segera disampaikan.

    “Saat ini tim KPK masih menggali keterangan dan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang ditangkap,” kata Ali Fikri.

    Terpisah pada itu, pada sekitar 10:31 WIB Juru Bicara (Jubir) Unila Nanang Trenggono membantah kabar OTT KPK tersebut dan memastikan informasi penangkapan itu merupakan berita hoaks dan ngawur.

    “Beliau di Bandung, dalam kegiatan Indeks Kinerja Unila (IKU), sekaligus kegiatan kunjungan kerja dan rapat di sana. Jadi kabar (OTT) itu, ngawur, hoaks,”kata Nanang kepada wartawan.

    Saat kembali di konfirmasi awak media via telpon Jubir Unila menarik statmen sebelumnya yang dikeluarkan oleh dirinya. Nanang berdalih jika pernyataan sebelumnya dimaksud untuk memposisikan dirinya sebagai tim kerja rektor, sehingga untuk benar atau tidak informasi tersebut dirinya juga masih menunggu rilis resmi KPK.

    “Tadi pagi saya ditanya wartawan saya bilang hoaks karena memang saya belum tahu apa-apa. Tapi sekarang saya menunggu kepastian dari rilis KPK,”kata Nanang. (Red)

     

  • Terbukti Korupsi Agung Ilmu Mangkunegara Divonis 7 Tahun Dan Wajib Kembalikan Uang Negara Rp74 Miliar

    Terbukti Korupsi Agung Ilmu Mangkunegara Divonis 7 Tahun Dan Wajib Kembalikan Uang Negara Rp74 Miliar

    Bandar Lampung (SL)-Bupati Lampung Utara Non aktif, Agung Ilmu Mangkenegara di jatuhi hukuman tujuh tahun penjara, dengan dengan Rp750 juta subsider 8 bulan penjara, dan wajib mengganti uang kerugian negara Rp74 miliar lebih subsider dua tahun penjara, dengan dicabut hak politiknya selama empat tahun terhitung sejak Agung Ilmunegara selesai menjalani pidana pokok.

    Sidang putusan Bupati Lampung Utara Non aktif Agung Ilmu Mangkunegara

    Baca: Agung Ilmu Mangkunegara Dituntut 10 tahun Penjara Ganti Rugi Rp77,5 Miliar Syahbudin 7 Tahun Up Rp2,8 Miliar

    Baca: Bupati Agung Ilmu Mangkunegara Terjaring OTT Terkait Suap Dinas PUPR Dan Koperindag Lampung Utara?

    “Mengadili, menyatakan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan kepada terdakwa Agung Ilmu Mangku Negara dengan kurungan penjara selama tujuh tahun,” kata hakim ketua Efiyanto, SH, dalam sidang yang digelar secara online di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Kamis 2 Juli 2020.

    “Terdakwa diwajibkan membayar denda sebesar Rp750 juta subsider delapan bulan kurungan penjara, dengan membayar uang pengganti kerugian negara yang telah ditetapkan sebesar Rp74 miliar lebih, subsider dua tahun penjara. Terdakwa juga untuk hak politiknya dicabut selama empat tahun,” kata Epiyanto.

    Putusan majelis hakim lebih ringan 3 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara dan membebankan uang pengganti sebesar Rp77.533.566.000. Apabila tidak dikembalikan, maka harta benda akan diilakukan lelang. Jika tidak mencukupi maka dipidana penjara selama 3 tahun.

    Dalam pertimbangan hakim, hal yang meringankan bagi Agung Ilmu Mangkunegara adalah bersikap sopan selama persidangan, berstatus kepala keluarga, dan mempunyai tanggung jawab kepada anak-anaknya yang masih kecil, serta belum pernah dihukum. Sedangkan, hal yang memberatkan adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.

    Atas putusan itu, Atas putusan itu, terdakwa Agung dalam sidang online di Rumah Tahanan (Rutan), Way Hui mengaku masih akan berfikir-fikir terlebih dahulu.  Teramsuk kuasa hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu, menyatakan pikir-pikir, Hakim menanyakan kepada Jaksa KPK apakah merima atau pikir-pikir. “pikir-pikir yang mulia,” jawab Jaksa KPK.

    Terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf b No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 12 huruf b UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Red)

  • Fee Proyek 20-35 % Ke Bupati Nyiprat ke Dewan dan Oknum Wartawan Lampung Utara Sejak 2015?

    Fee Proyek 20-35 % Ke Bupati Nyiprat ke Dewan dan Oknum Wartawan Lampung Utara Sejak 2015?

    Bandar Lampung (SL)-Selain ada kode “Kopiko” dugaan korupsi fee proyek mengalir ke Pimpinan dan anggota DPRD dan Wartawan di Lampung Utara priode 2014-2019. Pimpinan dan anggota kecipratan proyek senilai Rp12 miliar APBD 2017 dan Rp 600 juta kepada oknum wartawan. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan keterang delapan saksi, dengan terdakwa Bupati Non aktif Agung Ilmu Mangkunegara, Senin 16 Maret 2020.

    Baca: Dugaan Fee Proyek Lampung Utara Mengalir Ke Petinggi Polda, JPU Akan Lapor ke Pimpinan KPK

    Baca: Fee Proyek Kepada Bupati 20%, Penarik Setoran Keluarga dan Kerabat Agung Ilmu Mangkunegara

    Dalam sidang lanjutan perkara korupsi bupati nonaktif Kabupaten Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, menghadirkan delapan orang saksi yakni Fria Afris Pratama, Kasi Pembangunan Jalan dan Bina Marga, Franstory mantan Plt Kadis PUPR.

    Kemudian Yuri Saputra PPTK Bidang Cipta Karya Dinas PUPR, Efiri Yanto PPTK Dinas PUPR 2015-2018, Kasi Promosi Dalam dan Luar Negeri Disdag A Rozie, Kabid Keamanan dan Ketertiban Disdag Riduan, Bendahara Disdag Sahroni, dan Bendahara Tugas Pembantu 2019 Disdag Arli Yusran.

    Kepala Seksi Pembangunan Jalan Dinas PUPR Lampura Fria Afris Pratama dalam kesaksiannya menyebutkan, ada jatah pekerjaan proyek senilai Rp12 miliar untuk DPRD Lampung Utara di APBD 2017. Jatah tersebut dibagi-bagi untuk Wakil Ketua DPRD Lampura Madri Daud (Fraksi Gerindra), Emir Kartika Candra (Fraksi PKB) dengan dua paket pekerjaan dan fee sebesar Rp147 juta.

    “Fraksi PDIP Rachmat Hartono, ketua DPRD fee-nya Rp597 juta, Nurdin Habim fraksi Gerindra Rp1,5 miliar. Itu semua pak Syahbudin yang atur,” kata Fria, yang juga menyebutkan nama aparat penegak hukum dan wartawan.

    “Pembagian proyek itu di tahun 2017. Apakah masih ada lagi,” timpal Jaksa KPK. “Fraksinya Mandri Daud itu apa? Jangan ada yang ditutupi, jika memang Saudara lupa, kami pegang semua bukti BAP Anda sebelumnya, biar kami ingatkan,” kata Jaksa KPK.

    Jaksa KPK menanyakan ada penyerahan uang terhadap aparat penegak hukum, dalam rangka apa. Saksi menjawab tidak tahu. Saat ditanya soal pengeluaran Rp600 juta tersebut diberikan kepada oknum wartawan dari media apa?. Saksi terdiam untuk menyebutkan wartawan dari media apa penerima anggaran itu. “Ini besar sekali anggaranya sampai Rp600 juta, biar lebih jelas media apa,” tanya Jaksa KPK.

    Saksi menjawab lupa, menurut saksi penyerahan uang kepada wartawan perorangan, untuk media dia tidak mengingatnya. Jaksa kembali mengejar mempertanyakan perorangan tersebut siapa. “Riduan, Sandi, Saya lupa pak medianya apa,” katanya.

    Aliran Fee Proyek 20-35% Sejak 2015 Ke Bupati

    Dalam kesaksiannya, Fria mengakui, bahwa dari tahun 2015 hingga 2017, puluhan miliar rupiah mengalir dari rekanan ke Kadis PUPR untuk Bupati. Aliran fee 20 persen sejak tahun 2015, untuk setiap paket proyek. “Jadi, sebelum ke Bupati, uang fee itu terlebih dahulu disetorkan ke Syahbudin,” kata Fria.

    “Jadi uang itu disetor ke saksi terlebih dahulu, kemudian ke Syahbudin, selanjutnya diberikan ke Agung?” kejar JPU KPK Taufiq, memastikan jawaban Fria. “Iya benar,” tegas Fria.

    “Jadi ini catatan anda dari 2015, yang mana total pekerjaan Rp184 miliar dan fee nya sebesar Rp36 miliar, benar ya?” tanya Taufiq memastikan BAP. “Benar, tapi fee itu perkiraan saja, dan saya hanya terima dari pengumpulan Rp1 miliar,” jawab Fria.

    Fria menjelaskan untuk tahun 2016, dirinya juga bertugas mengumpulkan fee dari rekanan sebesar Rp1 miliar, dan sisanya melalui Taufik Hidayat, Akbar Tandi Irian, dan Syahbudin. “Tahun 2016, ada di catatan semua, total pagu Rp336 miliar, total fee Rp67 miliar,” kata Fria.

    Uang-uang tersebut, kata Fria, setelah dikumpulkan kemudian disetorkan ke Syahbudin. “Saya catat dibuku agenda saya untuk mengingat saat plotingan, agar tidak kelewat, ada dua buku agenda, dari tahun 2015 sampai 2017. Dan ada paraf setiap penerimaan dan penyerahan,” terang Fria.

    Untuk tahun 2017, lanjut Fria ada total pagu proyek sebesar Rp407 miliar dengan total fee Rp81 miliar. “Dan saya hanya terima dari rekanan sebesar Rp7,61 miliar,” jelas Fria.

    Jaksa Taufik kembali menanyakan, selain Fria, siapa saja yang dikumpulkan?. “Seingat saya, Erzal sebesar Rp4,9 miliar, Mangku Alam Rp7,8 miliar, Helmi Jaya Rp4,7 miliar, Syahbudin Rp6,3 milar, Karnadni Rp784 juta, Susilo Dwiko Rp540 juta, Franstori Rp34 juta, Gunaido Rp200 juta, Amrul Rp106 juta, Ansabak Rp900 juta, Ika orang dinas PUPR Rp70 juta, Sairul Haniba Rp40 juta, Yulias Dwiantoro Rp569,5 juta,” beber Fria.

    Dari pengumpulan fee itu, Fria mengaku mengambil fee sebesar Rp1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018. “Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola Syahbudin,” kata Fria.

    Fria menambahkan tahun 2018, dirinya juga tidak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori. “Kalau 2019, total nilai Rp88 miliar, fee Rp11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulkan hanya Rp238 juta,” tandasnya.

    Apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran? tanya Jaksa. “Ada, Desyadi, Kepala BPKAD, meminta 5 persen,” jawab Fria.

    Fria mengaku, uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung. “Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor,” terang Fria. Yang menjelaskan pada tahun 2016, Dia menyetorkan fee Rp500 juta dan 2017 sebesar Rp700 juta. “Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola,” katanya.

    Fria kembali menjelaskan bahwa dirinya hanya bertugas mencatat pencairan dan membayarkan. Selain itu, ada tugas dari Syahbudin yakni, mencatat semua pekerjaan di Dinas PU dan membantu Syahbudin memploting semua rekanan yang dapat pekerjaan di Lampura dari 2015 sampai 2017. “Apakah ada mencatat lain, seperti penerimaan fee?” tanya JPU Taufiq.

    “Ada penerimaan fee, ada catatan dari 2015, tapi yang saya terima,” jawab Fria yang juga mengaku mencatat beberapa penerimaan fee yang diambil oleh anggota dinas PUPR di buku agendanya. “Seperti Helmi (Kasi Alat Berat), Eko Erzal (staf Cipta Karya), Mangku Alam (Kasi Perencanaan), Syahbudin juga,” ujar Fria.

    Sementara pada tahun 2018, Fria mengaku sudah tidak ikut campur dalam ploting proyek dan fee proyek lantaran diambil alih oleh Plt Bupati Lampura Sri Widodo. “Dan 2019, saya gak banyak, karena ada Helmi Jaya yang ngurus penerimaan fee,” katanya.

    Fria menyebutkan kalau potongan fee untuk proyek fisik sebesar 20 persen dan non fisik sebesar 35 persen. “Dan saya hanya mencatat, sedangkan yang mendekte pak Syahbudin. Di mana pengaturan fee dimulai dari nama teratas, misalnya nama rekanan nomor satu, dia menyerahkan fee Rp50 juta, maka itu mendapatkan nilai pekerjaan Rp250 juta,” sebutnya.

    Fria pun tak mengetahui terkait fee tersebut untuk siapa, dan ia hanya mengetahui untuk Syahbudin.”Atau pihak lain?” sahut JPU Taufiq. “Kemudian ke Pak Agung, itu dari keterangan Pak Syahbudin bahwa itu untuk pak Agung dan sebagian untuk aparat hukum,” jawan Fria.

    Kode Kopiko

    Selain itu, dalam sidang lanjutan tersebut, Jaksa KPK juga menyebut ada kode ‘kopiko’ hasil tangkap layar atau screenshot percakapan via WhatApps terkait operasi tangkap tangan (OTT) bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

    Jaksa KPK mengonfirmasi pernyataan saksi terkait ‘kopiko’ yang dimaksud ialah KPK. Menggunakan kode agar tidak ketahuan jadi menggunakan bahasa samaran. Di percakapan terungkap kode ‘kopiko’ yang digunakan aparat kepolisian.

    Saksi Fria Afris mengatakan bahwa di 6 Oktober 2019, dirinya dan kepala dinas (PUPR) Syahbudin bertemu dengan polisi di Hotel Grand Anugerah, Kota Bandar Lampung. “Sekitar pukul 12.30 WIB, Syahbudin bertemu di Hotel Grand Anugerah untuk memberikan uang tunai. Setelah menyerahkan uang, disebutkan bahwa ‘kopiko’ sudah tiba,” ujar saksi. (red/**)

  • Lidah Agung Lebih “Pahit” dari Mustafa

    Lidah Agung Lebih “Pahit” dari Mustafa

    Oleh: Ilwadi Perkasa

    Mustafa, akibat dari keterangannya, mampu menyeret sejumlah pengusaha, pejabat dan anggota dewan. Sebagian sudah ditangkap, sebagian lagi masih belum jelas nasibnya.

    Tapi, kasus Mustafa tak sampai menyeret istrinya, atau anggota keluarga besarnya. Beda dengan kasus AIM, banyak sekali yang diperiksa. Sebelumnya, telah diperiksa ayah kandungnya, Tamanuri bersamaan dengan Baktiar Basri, mantan wakil gubernur Lampung.

    Berikutnya, tersiar kabar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memeriksa keluarga besar Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (AIM). Mereka diantaranya Maria Mery ibu Kandung Agung, Istri Endah Kartika Prajawati, Gunaido Seketaris Inspektorat Bawasda, dan Taufik Hidayat. Termasuk beberapa pejabat hingga sejumlah direktur perusahaan. Mereka semua menjadi saksi kasus suap fee proyek Dinas PUPR Lampung Utara.

    Sejumlah media online mengabarkan pemeriksaan atas nama-nama itu sudah dimulai sejak Selasa (21/01/2020) dan akan berakhir pada 26 Januari 2019. Pemeriksaan meminjam tempat salah satu Kantor di Jalan Basuki Rahmat, Bandar Lampung, dengan jadwal pagi pukul 10.00 hingga selesai.

    Hari Selasa 21 Januari 2020, di periksa 7 saksi, yaitu Direktur CV MAHA KARYA ABUNG M Rot Atmajaya , Direktur CV PRABU NEGARA Yuman Erhan, Direktur Rumah Sakit Handayani dr Jauhari, dua Kabid PURP Fria dan Yulias, Sekertaris PUPR Susilo Dwiko, dan anggota DPRD Riko Picono.

    Lalu pada hari Rabu 22 Januari 2020, mulai pukul 10.00, KPK melanjutkan pemeriksaaan delapan saksi, yaitu Anggota DPRD Madri Daud, Sekda Lampung Utara Sofyan, Syahrizal Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, PNS Dinas PUPR Febri dan Mangku Alam, da tiga kontraktor, Indra Hamzah, Ansaba, dan Rodiana.

    Kamis, 23 Januari 2020, KPK kembali melanjutkan memeriksa enam kontraktor, dan satu PNS, mereka Fadly Akhmad (PNS), dengan para kontraktor, Zainuri, Amrullah, Andi Ahmad Jaya, Yan Tahlib, Eka Saputra, dan Herman Sungkai.

    Sementara Jumat 24 Januari 2019, KPK dijadwalkan memeriksa satu anggota KPU Lampung Utara, dan lima kontraktor, mereka Izal Komisioner KPU Lampung Utara, dengan lima kontraktor Organa Putra, Tohir Hasyim, Hadi Kesuma, Nico, dan Guntur Laksana.

    Sementara untuk hari Sabtu, 25 Januari 2020, KPK melanjutkan pemeriksaan kepada Ibu Kandung Agung, Maria Mery, istri anggota DPR RI Tamanuri, istri Agung, Endah Kartika Prajawati, Kepala BPKA Desyadi, Rina Febriana Dosen, lalu tiga kontraktor Gunaido, Taufik Hidayat, dan Darwis.

    Begitu banyak yang diperiksa, tapi kita belum tahu siapa yang akan menjadi tersangka berikutnya. Waktu akan menjawabnya. Publik, utamanya masyarakat Lampung Utara, tentu menunggu hasil pemeriksaan yang akan diungkap pada drama persidangan, dan berharap semua yang terlibat dihukum sesuai “dosa-dosanya”.  (*)

  • Puluhan Caleg PBB Deklarasi Akbar Dukung Prabowo-Sandi

    Puluhan Caleg PBB Deklarasi Akbar Dukung Prabowo-Sandi

    Jakarta (SL)-Sejumlah calon Legislatif Partai Bulan Bintang (PBB) mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan calon Prabowo-Sandi. Caleg PBB ini tergabung dalam Gerakan Nasional Caleg PBB Poros Makkah. Dilangsir detikcom di Gedung DDII, Jakarta Pusat, hari Sabtu (26/1/2019), acara deklarasi ini dihadiri oleh 85 caleg gabungan DPD dan DPR RI.

    Dalam deklarasi, para Caleg ini bersama sama membubuhkan tanda tangan di spanduk Deklarasi Akbar Pendukung Hasil Ijtima Ulama. “Ini deklarasi kita berbeda dengan deklarasi deklarasi sebelumnya karena kali ini ada kaitannya juga bahwa ada amanat khusus, ada kegelisahan, kekhawatiran, kecemasan di umat Islam,” kata Ketua Steering Commitee Poros Makkah, Ahmad Yani saat memberi sambutan.

    Ahmad mengungkap dukungan para calon legislatif ini disasari pada hasil Ijtima Ulama. Dirinya menjelaskan hasil tersebut menyatakan untuk memilih calon nomor 02, Prabowo-Sandi.”P BB tetap dukung Prabowo-Sandi, kenapa harus mendukung? Karena bentuk ketaatan, kecintaan kita kepada para ulama, para ulama telah berkumpul dua kali, dan memutuskan melalui musyawarah,” jelas Ahmad.

    “Keputusan para alim ulama nyatakan bahwa dukungan ulama adalah kepada pasangan calon no 2 Prabowo-Sandi tidak bisa ditawar tawar lagi,” sambungnya.

    Berikut 4 poin deklarasi akbar dukungan terhadap Prabowo-Sandi oleh Caleg PBB:

    1. Segenap Caleg PBB Poros Makkah menyatakan kesetiaan, ketaatan, dan kepatuhan terhadap komando Imam Besar Umat Islam Indonesia Yang Mulia Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab dan oleh karenanya mendukung hasil Ijtima Ulama yang telah menetapkan Prabowo-Sandi sebagai Capres dan Cawapres pada Pilpres tahun 2019.

    2. Segenap Caleg PBB Poros Makkah mengimbau dengan sangat kepada DPP PBB agar segera memberikan dukungan kepada Capres Cawapres Prabowo-Sandi pada Pilpres tahun 2019.

    3. Segenap Caleg PBB Poros Makkah akan senantiasa berjuang seoptimal mungkin guna pemenangan Pileg PBB tahun 2019 bersama alim ulama dan umat islam sepanjang keputusan DPP PBB sejalan dengan hasil Ijtima Ulama.

    4. Apabila hasil keputusan DPP PBB berdasarkan hasil rakornas ternyata bersebrangan dengan hasil Ijtima Ulama maka kami segenap Caleg PBB yang tergabung dalam Gerakan Nasional Caleg PBB Poros Makkah menyatakan kekecewaan yang mendalam kepada ketua umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra. (Dtk/*)

  • Ribuan Warga Cianjur Gelar Selamatan Usai Bupati Irvanto Rivano Terciduk OTT KPK

    Ribuan Warga Cianjur Gelar Selamatan Usai Bupati Irvanto Rivano Terciduk OTT KPK

    Cianjur (SL) – Ribuan warga dari berbagai wilayah di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memadati Alun-alun Cianjur, setelah waktu salat Jumat. Mereka meluapkan kegembiraannya karena Bupati Cianjur Irvanto Rivano Muchtar terciduk dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu, 12 Desember 2018.

    Siti Komariah, 35 tahun, warga Desa Maleber Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, sekitar 3 kilometer dari pusat kota, mengaku datang ke Alun-alun Cianjur karena ada selamatan ngaliwet 1.000 kastrol. Dia membawa keluarganya ikut berdesak-desakan masuk ke landmark alun-alun yang sedang dalam proses pembangunan. “Saya sekalian piknik saja karena ada taman alun-alun yang indah di depan Masjid Agung Cianjur. Katanya ada selamatan juga karena bupati ditangkap KPK,” ujar Siti di Cianjur, Jumat 14 Desember 2018.

    Bupati Cianjur ditetapkan sebagai tersangka. KPK menduga Irvan dan sejumlah pihak meminta, menerima, dan memotong pembayaran terkait Dana Alokasi Khusus Pendidikan Kabupaten Cianjur pada 2018 sebesar 14,5 persen dari total Rp 46,8 miliar. Dari jumlah itu, KPK menengarai Irvan mendapat jatah 7 persen.

    Ahmad Adnan, 30 tahun, sopir angkutan umum, mengaku sehari ini hanya bekerja setengah hari karena ingin ikutan selamatan ngaliwet di alun-alun. “Daripada narik tapi macet, mending ikutan ramai-ramai ke alun-alun. Ternyata ramai juga,” ujarnya. Ahmad mengaku mengikuti informasi soal ditangkapnya Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar, oleh KPK. Dia pun ikut merayakan kegembiraan bersama warga yang lain. “Ya, bersyukur kalau korupsi diberantas karena menyengsarakan rakyat, termasuk kami sopir angkutan umum,” tandas dia.

    Asep Toha dari Forum Gerakan Masyarakat Peduli Korupsi mengatakan, bahwa reaksi warga Cianjur dengan mengadakan selamatan ini sebagai refleksi dari ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah di bawah kepemimpinan Bupati Irvan. “Menurut saya ini reaksi yang wajar karena warga merasa tidak puas,” kata Asep.

    Asep menganggap bahwa ini momentum untuk melakukan bersih-bersih pejabat dan aparat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur dari praktek korupsi. “Momentum ini harus dimanfaatkan untuk membersihkan praktek korupsi di Kabupaten Cianjur,” tandasnya.

    Dilansi dari Tempo.com sejak bubar shalat Jumat, warga sudah mulai memadati lokasi sekitar alun-alun dan Masjid Agung Cianjur. Jalan Siliwangi pun macet. Warga yang membludak akhirnya menjebol pintu gerbang masuk alun-alun. Beberapa warga memanfaatkan landmark alun-alun untuk berswafoto. Ada juga yang merusak kandang ayam hiasan dan mengeluarkan ayamnya. Simbol Cianjur jago itu semula akan disembelih. Namun niat itu batal karena segera diamankan petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Cianjur. (tempo)

  • Total Kekayaan Bupati Pakpak Bharat Yang Kena OTT KPK Rp54 Miliar

    Total Kekayaan Bupati Pakpak Bharat Yang Kena OTT KPK Rp54 Miliar

    Sumatera Utara (SL) – Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolando Berutu, terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Terakhir kali melapor pada 2016, Remigo memiliki harta Rp 54 miliar.

    Berdasarkan laporan harta Remigo yang dikutip detikcom dari situs LHKPN KPK, Minggu (18/11/2018), Remigo terakhir melapor pada 23 Maret 2016. Dari laporan tersebut total harta Remigo sebesar Rp 54.477.973.711.

    Remigo memiliki yang yang terdiri dari harta bergerak dan tak bergerak. Untuk harta tidak bergerak, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pakpak Bharat itu memiliki tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa daerah di Sumatera utara di antaranya di Deli Serdang, Medan dan Simalungun, senilai Rp 52.332.915.000.

    Sementara harta bergerak Remigo terdiri dari satu unit mobil, logam mulia dan sejumlah harta bergerak lainnya. Nilai harta bergerak bupati yang diusung 8 partai itu sebesar Rp 855 juta.

    Remigo juga memiliki harta yang terdiri dari surat berharga senilai Rp 1.116.149.753. Tak hanya itu, bupati yang terpilih dalam Pilkada Pakpak Bharat 2015 itu juga memiliki harta berupa giro dan setara kas lainnya sebesar Rp 173.908.958.

    Remigo ditangkap di Medan. KPK menyebut penangkapan Remigo terkait dugaan suap proyek di Dinas PUPR Pakpak Bharat. “Ada dugaan suap terkait proyek dinas PU di Pakpak Bharat,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom, Minggu (18/11).

    KPK menyebut ada dugaan transaksi mencapai ratusan juta. “Ada dugaan transaksi ratusan juta,” terang Febri. (Restorasimedia)