Tag: Palu

  • Warga Palu Berharap Rendang 1,6 Ton Bantuan Sumatera Barat Yang Tak Kunjung Diterima?

    Warga Palu Berharap Rendang 1,6 Ton Bantuan Sumatera Barat Yang Tak Kunjung Diterima?

    Palu (SL) – Sejak ramai pemberitaan warga Sumatera Barat mengirimkan rendang sebanyak 1,6 ton untuk korban bencana alam di sejumlah daerah Sulawesi Tengah (Sulteng), para korban di tenda-tenda pengungsian pun berharap mendapatkan daging lezat itu. Namun, sejumlah warga Kota Palu yang menjadi korban gempa dan tsunami pada 28 September 2018 lalu mengeluh tidak mendapatkan bantuan dari warga Sumbar tersebut.

    “Dimohon kepada seluruh warga masyarakat kota Palu, jangan berharap banyak dengan rendang yang 1 ton lebih itu, kecuali ada keluarga di Dinsos, ” tulis Mell Lahadado di akun Facebooknya, Rabu (10/10/2018).

    Menurutnya, pengungsi bencana alam di Palu jangan berharap mendapatkan makanan lezat yang terbuat dari daging itu, sebab rendang sudah habis sebelum sampai ke warga korban.

    Mell malah memposting screenshot percakapan WhatsApp yang menyebutkan bila daging rendang itu sudah dibagi-bagikan dan yang mendapatkan hanya kalangan Aparat Sipil Negara (ASN). “Saya juga dapat (rendang), tapi dari iparku yang kerja di Dinsos,” dalam percakapan WhatsApp itu.

    Di sejumlah grup-grup Facebook warga Palu dan sekitarnya pun lagi ramai membahas daging rendang yang dianggap raib entah kemana.

    Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho pun ikut membahas keberadaan rendang ini akun twitternya. “Rendang 1 ton bantuan Pemda Sumbar sudah dibagikan kepada pengungsi bencana di Palu dan sekitarnya. ” tulis Sutopo di akun Twitternya @Sutopo_PN, pada Rabu.

    Dia mengatakan, jumlah rendang sekitar 1000 kilogram itu sebenarnya sangat terbatas untuk dibagikan kepada semua korban pengungsi yang berada di Palu, Donggala, Sigi dan daerah sekitar yang terkena dampak gempa dan tsunami.

    Sutopo juga membantah bila kiriman warga dan pemerintah Sumatera Barat itu hanya untuk kalangan pejabat pemerintahan di Sulteng. “Tentu tidak semua mendapat rendang karena jumlahnya terbatas. 1 ton itu tidak mencukupi untuk semua pengungsi. Tidak benar juga jika rendang tersebut buat pejabat di sana.” tulisnya lagi.

    Sebelumnya, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat mengirim 1.600 kg atau 1,6 ton rendang untuk korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Rendang yang sudah dikemas tersebut diberangkatkan dari kantor BPBD Sumatera Barat pada Kamis, 4 Oktober 2018. (gs/net)

  • Kapolri dan Panglima TNI Dampingi Presiden RI Tinjau Korban Gempa Tsunami Palu Donggala

    Kapolri dan Panglima TNI Dampingi Presiden RI Tinjau Korban Gempa Tsunami Palu Donggala

    Palu (SL) – Kapolri Jenderal Polisi Prof.H. Muhammad Tito Karnavian, Ph,D dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto bersama menteri terkait dampingi Presiden RI Ir. H. Joko Widodo tinjau korban Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala, Rabu (3/10/2018).

    Setibanya di Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri, Kota Palu, Presiden RI langsung meninjau sejumlah daerah terdampak bencana. Mulai dari Kelurahan Petobo, Rumah Sakit Wirabuana, Hotel Roa-Roa dan mengunjungi

    sejumlah hunian terdampak bencana dan juga lokasi pengungsian yang ada di Kabupaten Donggala.
    Kunjungan Presiden kali ini merupakan kunjungan yang kedua setelah kunjungan pertamanya pada Minggu, (30/9/2018).

    Sejumlah menteri turut mendampingi Presiden Jokowi, yakni Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahtanto, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Sosial Agus Gumiwang, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

    Disela sela kunjungan Presiden RI juga menyempatkan melakukan rapat internal di teras bandara Mutiara Palu untuk menekankan kembali agar aktivitas masyarakat dan perekonomian daerah yang Terdampak Gempa Bumi an Tsunami segera berjalan dengan normal dengan jaminan keamanan dari aparat, fokus utama adalah pasokan listrik, BBM dan penyaluran bantuan pangan.
    Seluruh rangkaian kegiatan peninjauan selesai Presiden RI dan rombongan kembali ke Jakarta. (fn/net)

  • Palu

    Palu

    Oleh: Dahlan Iskan

    Selasa kliwon 02 October 2018

    Akhirnya saya dapat sambungan telepon ke Palu. Ke pemilik hotel Roa Roa. Yang hancur akibat gempa. Pak Denny Lim.

    Pukul 11.50 kemarin pak Denny sibuk. Cari alat berat. Tapi masih bisa melayani telepon saya. Ada info baru. Beberapa menit sebelum menerima telepon dari saya itu: ditemukan ada penghuni hotel yang hidup. Tapi masih di bawah reruntuhan hotel. Tahunya dari SMS. Yang dikirim penghuni hotel itu. Mengaku dari kamar 317. Bersama istrinya. Pejabat PLN dari Makassar.

    Berarti 2,5 hari orang itu berada di bawah reruntuhan. Entah mengapa baru kirim SMS pukul 10 an pagi hari Senin kemarin. Kepada anaknya. Lalu anaknya info ke Kompas TV. Pingsan? Baru sadar? HP-nya masih belum lowbatt?

    Itu tidak penting. Yang penting segeralah bertindak. Tapi alat berat amat sedikit di Palu. Mobilisasinya juga tidak mudah. Banyak jalan hancur akibat gempa.

    Hotel Roa Roa tergolong baru. Sekitar tiga tahun. Salah satu yang terbaik di Palu. Bintang tiga. Delapan lantai.

    Roa Roa adalah bahasa Kaili. Artinya: teman-teman.

    Dari hotel ini terlihat jembatan Palu yang baru. Yang jaraknya hanya sekitar lima kilometer. Jembatan terpanjang di sana. Baru tujuh tahunan umurnya. Jadi icon kota Palu. Banyak yang berfoto dengan background jembatan itu.

    ”Saya lihat dari jauh jembatan itu hancur,” ujar Adi, fotografer Fajar Makassar. Yang saat saya hubungi lagi di atas reruntuhan hotel Roa Roa. Adi baru tiba di Palu Minggu siang. Naik Hercules tentara.

    Sebagai pemilik hotel, fokus Danny mengerahkan alat berat. Ia sendiri sedang di Surabaya saat gempa terjadi. Meski lahir di Palu, Danny sudah tinggal di Surabaya. Sesekali saja ke Palu mengecek bisnisnya. Kemarin ia mendadak ke Palu untuk ikut mengatasi akibat gempa ini.

    Saat membangun hotel itu Danny sadar sepenuhnya: ini daerah gempa. Kontraktornya sudah membangun sesuai dengan daerah gempa.

    Tapi gempa Jumat petang lalu itu memang luar biasa: 7,7 Scala Richter.
    ”Masih sekitar 40 orang yang tertimbun di bawah reruntuhan hotel,” katanya.

    Kebetulan, sambungnya, lagi banyak tamu. Lagi ada kejuaraan paralayang. Beberapa atlet nasional bermalam di situ. Ada juga atlet dari Korea. Yang akan bertanding keesokan harinya.

    Di dekat hotel itu, di water front city, juga lagi ada gladi resik. Untuk acara pembukaan festifal Nomoni. Festival budaya. Untuk ulang tahun kota. Nomoni artinya bunyi. Atau nada. Atau tetabuhan.

    Akan ada juga marathon. Dan banyak lagi.

    Gempa itu terjadi tepat di senjakala. Bertepatan dengan surupnya matahari senja. Hampir menginjak waktu maghrib.

    Banyak warga sudah sadar gempa. Berkat rentetan bencana serupa di Lombok belum lama. Warga desa Marowola misalnya. Warga Perumnas itu segera berlarian ke lapangan terbuka. Mereka berkumpul di situ. Tidak jauh dari jembatan icon. Dengan penuh ketakutan.

    Setelah warga berkumpul, tanah di situ ternyata membelah. Lenyap masuk bumi. Di lapangan Perumnas itu salah satu korban terbanyak.
    Danny menceritakan semua itu. Dengan sedihnya.

    Saya sendiri tidak menyangka. Gempa Palu separah itu. Informasi awal begitu lambat. Tentang keadaan pasca gempa.

    Saya sendiri mengalami kesulitan. Untuk cepat menulis. Bahan yang tersedia sangat terbatas. Bagi saya tidak ada artinya. Kalau hanya menulis sama dengan yang sudah ada.

    Saya coba hubungi teman-teman wartawan di sana. Di hari pertama. Tidak bisa. Saya coba lagi di hari kedua. Tidak bisa juga. Saya ulangi di hari Senin pagi. Hari ketiga. Juga belum bisa. Semua saluran telepon masih terputus.

    Saya hubungi jaringan saya di barongsai. Juga tidak bisa. Saya hubungi seorang doktor universitas di sana. Yang saya ikut mengujinya saat meraih gelar doktor. Sama saja.

    Saya coba lewat jaringan keluarga. Adik menantu saya kawin dengan orang Palu. Ia sendiri tidak berhasil menghubungi sang istri. Dan anaknya. Padahal ia lagi kerja di Banjarmasin.

    Hatinya terus gundah. Ia putuskan ke Palu. Lewat Makassar. Kini masih dalam perjalanan darat. Bisa 12 jam.

    Ketika pertama disebut: tsunami terjadi di Donggala. Saya tidak khawatir. Donggala itu dataran tinggi. Paling hanya bagian-bagian kecil pantai yang terkena.

    Tapi begitu disebut Palu saya ingat: wilayah padat penduduknya berupa dataran rendah. Dekat pantai. Terutama di sekitar muara sungai Mutiara.

    Tapi saya juga belum terlalu khawatir. Kawasan muara sungai itu jauh dari laut lepas. Pantainya berada di ujung paling jauh sebuah teluk. Teluk Palu. Teluk yang sangat panjang. Bagian padat penduduk itu benar-benar jauh dari laut terbuka. Terlindung gunung Donggala.

    Teluk ini begitu panjangnya. Sering jadi petunjuk arah pendaratan pesawat. Landasan bandara Palu memang searah dengan teluk Palu.

    Saya tidak menyangka yang meninggal begitu banyaknya: lebih seribu orang. Data Senin pagi mencapai 1.100 orang. Innalillahi wainnailaihi rajiun.

    Mungkinkah itu karena tsunami terjadi di senja hari? Ketika pantai di teluk itu lagi ramai?

    Teluk itu memang kian cantik belakangan ini. Dipercantik. Dengan jalan baru di sepanjang pantai. Taman Ria. Water front city.

    Kian banyak juga hotel. Di pantai sini. Maupun di seberang sana. Ada Mercure. Ada Swissbel. Diperkirakan juga masih banyak korban di bawah reruntuhannya. Seperti di Roa Roa.

    Saya pernah di satu hotel bersama istri. Hotel baru. Yang kamarnya sangat menarik. Menyentuh air laut. Saya ingin tahu nasib hotel itu. Pasca gempa ini.

    Kawasan teluk ini kian populer sejak ada jembatan. Di muara sungai. Jembatan terpanjang di Palu. Orang sana menyebutnya Golden Gate-nya Palu. Begitu banyak orang berfoto dengan background jembatan ini.

    Saya sedih lihat di media sosial: jembatan ini roboh. Bangkainya masih berada di tempat asalnya. Tapi sudah dalam keadaan membujur seperti mayat.

    Lalu saya perhatikan. Titik gempa itu di daratan. Searah dengan bentuk teluk. Berarti tsunami itu datang dari teluk. Bukan dari arah laut lepas.
    Sampai tulisan ini saya edit jam 18.00 kemarin belum ada kabar baru. Tentang penghuni 317 itu. Berarti sudah tiga hari tiga malam suami-istri ini berada di bawah reruntuhan.

    Dua alat berat lagi bekerja di situ. Tapi terlalu sedikit untuk mengejar waktu.

    Korban-korban lainnya berarti juga punya nasib serupa. Puluhan. Ratusan.
    Akhirnya saya bisa menghubungi putri kamar 317 itu. Namanya Erika. Alumni elektro Univeritas Hasanuddin.

    ”Bukan saya menerima SMS bapak saya,” ujar Erika. ”Tapi menerima SMS dari kakak saya,” kata Erika lagi.

    Kakaknya itu juga lagi ke Palu. Bersama bapak dan ibunya. Akan menghadiri kawinan sepupunya. Sehari setelah gempa. Rencananya.

    Ayah-ibunya di kamar 317. Sang kakak di kamar sebelahnya. Selamat. Berhasil keluar dari reruntuhan. Lalu kirim SMS ke Erika. Adiknya. Yang kini bekerja di PLN itu.

    Erika ingin nekat ke Palu. Mencari bapak-ibunya. Tapi semua keluarga melarangnya.

    Dan pernikahan itu sendiri diurungkan.

    Melihat kacaunya keadaan di Palu, ada baiknya disediakan kapal Pelni yang besar. Di pelabuhan. Kalau masih bisa disandari. Kapal itu bisa jadi tempat pengungsian yang aman. Untuk 3 ribu orang. Perkapal.

    Air bisa cukup di kapal itu. Kalau perlu dilayarkan ke Balikpapan. Hanya perlu waktu satu malam.

    Saya sedih mendengar penjarahan di mana-mana. Pun rebutan mau naik Hercules. Rebutan ingin selamat. Akibat gempa susulan. Yang terus terjadi.

    Juga akibat fenomena baru: rumah berjalan, jalan bergeser, tanah tiba-tiba membelah…

    Kita tidak tahu jenis apa tanah di bawah Palu. Yang ketika diguncang gempa di bagian bawahnya, terkibas bagian atasnya. Seperti tikar yang mengambang di atas tanah bergoyang. Yang bisa pindah-pindah posisi. (dahlan iskan)

  • Surat Saksi Korban Bencana Palu “Rumah Berjalan, Tanah Terbelah”

    Surat Saksi Korban Bencana Palu “Rumah Berjalan, Tanah Terbelah”

    Palu (SL) – Sering saya rasakan gempa, tapi kali ini berbeda. Akibat gempa beberapa ruas tanah Kel. Petobo, Kec. Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, bergeser ratusan meter, beberapa rumah daerah perumnas tenggelam dalam tanah sekitar 5 meter, dan ada gundukan besar setinggi rumah terjadi begitu saja. Banyak BTN Petobo hancur, berpindah posisi dan tenggelam ke dalam tanah.

    Mohon maaf saya menulis, bukan berkeluh kesah, tapi jiwa menulis saya memaksa untuk itu. Setidaknya jika terjadi gempa susulan dan waktu saya telah tiba, biarlah ini jadi update terakhir dari saya.

    Saya sulit percaya, ilmu alam saya tak sampai di tingkat ini. Ini fenomena alam langka bagi saya. Hujan sangat deras, malam tadi (30/9) saat gempa susulan, tanah di Kelurahan Petobo terbelah, beberapa rumah tenggelam dan berjalan terguling seperti terseret banjir sejauh puluhan meter. Beberapa rumah berpindah posisi.

    Saya yakin setelah ini BPN kesulitan mematok tanah sesuai sertifikat. Ada gadis remaja sedang mengendarai motor di daerah Petobo, tiba-tiba tanah terbelah, Dia teggelam dalam tanah tertimbun sampai bagian leher, beruntung warga segera menolong.

    Tanah terbelah dan ambruk lumayan lebar, sekitar 10 meter dengan kedalaman sekitar 5 meter. Setelah gempa susulan lagi, tertimbun lagi menjadi rata.

    Rumah paman saya di sekitar Islamic Center Kel. Petobo hilang tak berbekas. Paman saya masih melihat rumahnya berjalan sendiri. Yang mengherankan, tiba-tiba paman saya sudah berada di dekat Terminal Petobo yang jaraknya hampir 1 kilometer. Padahal dia hanya tiarap.

    Saya sering baca artikel tentang gempa, namun keanehan ini di luar batas pikiran saya. Kira-kira Anda tiarap berlindung di halaman rumah, rumah berjalan, tiba-tiba kita sudah berada di tempat lain. Tapi itulah adanya.

    Malam ini di RS. Bhayangkara, lebih 700 mayat sudah dikumpulkan, masih ada ratusan lagi tertimbun reruntuhan dan lumpur. Kehilangan kerabat ternyata menyakitkan. Banyak kawan saya meninggal dunia, lainnya masih belum ditemukan termasuk ponakan saya.

    Hujan malam ini cukup deras disertai angin kencang. Semoga hari ini belum kiamat, bukan hari akhir bagi kami. Jika ini adalah takdir akhir bagi kami, izinkan saya memohon maaf sebesar-besarnya, atas segala canda atau apa saja yang tidak berkenan di hati seluruh keluarga, sahabat, rekan bisnis dan teman-teman. (rls)

  • Sampai Saat Ini Korban Meninggal Bencana Palu – Donggala Capai 1200 Orang

    Sampai Saat Ini Korban Meninggal Bencana Palu – Donggala Capai 1200 Orang

    Palu (SL) – Bencana gempa dan tsunami yang memporakporandakan tanah Kaeli Sulawesi Tengah ( Sulteng ). Jumat kemarin ( 28/9 ). Membuat masyarakat masih sibuk mencari keluarganya yang dinyatakan masih hilang.

    Data sementara yang dilansir dari pojokcelebes.com, oleh Penerangan Kodam ( Kapendam ) Merdeka Kolonel Muh. Thohir di Posko penanggulangan gempa dan tsunami Palu. Menyebutkan, data Per 1 Oktober 2018 Pukul 18.00 Wita Gempa dan Tsunami Palu.

    – Pengungsi 59.450 di 109 titik
    – Korban meninggal dunia 1200 orang.
    – Luka 799 orang
    – Korban hilang 99
    – Korban tertimbun 152
    – Rumah rusak 65.733

    Infrastruktur yang dipastikan rusak diantaranya :

    1. Jembatan Kuning putus
    2. Bandara MJ, tower ATC, terminal retak
    3. Hotel roa roa
    4. Mall Tatura
    5. Hotel De syah
    6. Jalan 12 titik
    7. RS Anetapura Roboh
    8. Anjungan Talise
    9. Stasiun TVRI

    Sementara kuburan masal TPU Poboya 53 mayat. (wb/net)

  • Ketua AJI Palu Dianiaya Oknum Polisi, Join Minta Tak Ada Kata Maaf

    Ketua AJI Palu Dianiaya Oknum Polisi, Join Minta Tak Ada Kata Maaf

    Palu (SL) – Pelecehan profesi dan penganiayaa terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini dialamatkan ke Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Muhammad Iqbal, Sabtu (23/06/18) kemarin sore.

    Keakraban jurnalis dan polisi tercederai oknum terentu di Korps baju coklat. Sebelumnya,terkhusus anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu tidak pernah bermasalah dengan pihak polisi. Polisi dan jurnalis selalu menjadi mitra yang baik selama ini.

    Liputan-liputan tandem mengejar teroris Poso juga kerap dilakukan bersama. Bahkan, kantor AJI Palu di Jalan Rajawali Nomor 28 Palu, selalu menjadi tempat nongkrong bersama dengan polisi.

    Tempat bermain gaple bersama, kadang ngopi bersama, namun dalam batas-batas profesionalisme yang jelas. Tapi kemarin para jurnalis di Palu dibuat kecewa oleh tindakan tidak profesional oknum anggota di Polres Palu. Kecewa, karena polisi yang selama ini disebut-sebut harus dekat dengan masyarakat. Harus melindungi dan mengayomi masyarakat, justeru kesewenangan dialami
    Ketua AJI Palu saat berlangsung razia.

    Ketua AJI Palu, Muhammad Iqbal, leher ducekik, diintimidasi, hampir dianiaya bahkan diteriaki wartawan kemarin sore oleh oknum anggota Polsek Palu Timur ketika itu.

    Padahal Ketua AJI Palu yang juga Pemred Radar TV Palu sudah tidak melawan dan berupaya meminta kebijakan saat dirazia, karena lupa memambawa surat-surat kendaraannya.

    Mengakui kelalaian, Iqbal bahkan sengaja tidak mengaku sebagai wartawan dan menyerahkan kendaraannya untuk dibawa ke kantor polisi. Tapi tetap saja mendapat intimidasi.

    Bahkan intimidasi itu berlanjut makin brutal saat mereka tahu Iqbal adalah jurnalis. Atas perlakuan kasar itu malam hari sejumlah jurnalis melapor di Bidanf Propam Polda Sulteng.

    Jurnalis tergabung AJI Palu minta petingi Polri tidak boleh tinggal diam, karena di saat institusi Polri berusaha berbaik-baik dengan rakyat, tapi ada oknum di lapangan justru berlaku sewenang-wenang dan tidak profesional.

    Menangapi kejadian tersebut, Penasehat Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Pusat, Rifai Manangkasi minta agar kasus ini dapat diproses secara hukum jika memenuhi unsur delik terhadap oknum terebut.”Jangan jadi kebiasaan buruk setelah dilecehkan dan digebuk, Kapolres cukup minta maaf selesai persoalan“ ujar Rifai.

    Pengurus JOIN Sulteng, ujar Rifai diminta untuk terus memantau dan mengikuti progress kejadian ini. “Tak boleh ada intimidasi apalagi penganiayan trrhadap jurnalis,“ ujar Rifai lagi. (IR/Lis/Amk)

  • Surat Terbuka Untuk Kapolri

    Surat Terbuka Untuk Kapolri

    Kepada Yang Terhormat
    Kepala Kepolisian Republik Indonesia
    Bapak Jenderal Tito Karnavian
    Di –
    Jakarta

    Salam hormat teriring doa, semoga kita semua dalam lndungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

    Selama ini, para jurnalis, khususnya anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu tidak pernah bermasalah dengan pihak polisi. Polisi dan jurnalis selalu menjadi mitra yang baik selama ini.

    Liputan-liputan tandem mengejar teroris Poso juga kerap dilakukan bersama. Bahkan, kantor AJI Palu di Jalan Rajawali Nomor 28 Palu, selalu menjadi tempat nongkrong bersama dengan polisi. Tempat bermain gaple bersama, kadang ngopi bersama, namun dalam batas-batas profesionalisme yang jelas.

    Tapi hari ini para jurnalis di Palu dibuat kecewa oleh tindakan tidak profesionalnya anggota Bapak di Polres Palu. Kami kecewa, karena polisi yang selama ini disebut-sebut harus dekat dengan masyarakat. Harus melindungi dan mengayomi masyarakat. Tapi hari ini, Ketua AJI Palu diperlakukan sewenang-wenang oleh anggota Bapak saat razia.

    Ketua AJI Palu, saudara Muhammad Iqbal, dicengkeram di leher, diintimidasi, hampir dianiaya bahkan diteriaki wartawan kemarin sore oleh anggota Bapak yang diduga dari Polsek Palu Timur.

    Padahal Ketua AJI Palu yang juga Pemred Radar TV Palu sudah tidak melawan saat dirazia, karena lupa memambawa surat-surat kendaraannya. Bahkan dia juga sengaja tidak mengaku sebagai wartawan, karena memang merasa dia salah dan menyerahkan kendaraannya untuk dibawa ke kantor polisi. Tapi tetap saja mendapat intimidasi.

    Bahkan intimidasi itu berlanjut makin brutal saat mereka tahu iqbal adalah wartawan.
    Atas perlakuan kasar itu malam ini para jurnalis melapor di Propam Polda Sulteng.

    Oleh karena itu, Bapak Kapolri tidak boleh tinggal diam, karena di saat Bapak sedang berusaha berbaik-baik dengan rakyat, tapi anggota Bapak di lapangan justru berlaku sewenang-wenang dan tidak profesional. Maka anggota Bapak itu harus ditindak tegas.

    Salam
    Para Jurnalis di Palu