Tag: Pansus Bawaslu Lampung

  • Pansus Langgar Konstitusi Anggota Dewan Bisa Terancam Pidana

    Pansus Langgar Konstitusi Anggota Dewan Bisa Terancam Pidana

    Bandarlampung (SL) – Akademisi Universitas Lampung Satria Prayoga, S.H., M.H. menuturkan terbentuknya pansus dugaan pidana pilkada 27 Juni 2018 Provinsi Lampung melanggar konstitusi. Dan dewan tidak bisa memberikan rekomendasi kepada penyelenggara karena UU Pilkada adalah lex spesialis.

    “Tidak bisa DPRD memberikan rekomendasi kepada penyelenggara (KPU dan Bawaslu) untuk mengikuti atau menjalankannya. Pelaksanaan Pilkada berdasarkan undang-undang yang khusus (lex spesialis),” ungkap Pengajar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, saat dihubungi Jumat, 6 Juli 2018.

    Terkait deadlocknya rapat paripurna kemarin (Kamis) dalam pembentukan pansus, kata dia, disebabkan adanya penolakan dari 3 partai PAN, PKB dan Golkar. “Itu merupakan suatu bentuk nyata terhadap penegakan hukum, karena paripurna untuk membentuk pansus dalam menanggapi pelaksanaan pemilukada tidak memiliki Legal Standing. Sekali lagi kita harus samakan persepsi terlebih dahulu. Bahwa dalam penyelenggaraan pilkada ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, sedikitpun tidak menyebutkan terhadap adanya kewenangan legislatif dalam pilkada,” katanya.

    Yang menjadi pertanyaan bagi masyarakat sekarang adalah output atau produk putusan yang akan dihasilkan nanti sebenarnya untuk apa, sambungnya. “Kalau memang tujuannya hanya untuk memenuhi hasrat politik, ya buat apa? Tidak akan memiliki kekuatan hukum mengikat secara umum,” terangnya.

    Masih kata dia, kalau tujuannya sengaja menghalang-halangi penyelenggara pemilu melaksanakan tugasnya dalam mengambil keputusan akan masuk ke ranah pidana. “Saya rasa akan berkonsekuensi ke ranah pidananya. Untuk itu saya juga berharap aparat penegak hukum dalam hal ini gakkumdu harus jeli dalam melihat permasalahan ini. Agar permasalahan ini tidak terus berlarut-larut,” ujarnya.

    Ketentuan dalam pilkada itu lex spesialis yang ditangani sentra gakkumdu, lanjut dia, terdiri dari Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan. “Sudah memenuhi unsur pidana kalau memberikan rekomendasi (pembatalan) kalau misalkan dalam diatas kertas membatalkan,” jelasnya.

    Prayoga menegaskan semua yang tergabung dalam pansus dugaan pelanggaran Pilkada 27 Juni 2018 Provinsi Lampung dapat terancam hukuman pidana. “UU No 10 tahun 2016 pasal 198 a setiap orang dengan sengaja menghalangi penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) dalam melaksanakannya dapat dipidana penjara paling rendah 12 bulan dan paling lama 24 bulan. Itu sudah jelas dalam UU jadi silahkan saja bila ingin dilaporkan ke kepolisian. Kita ini negara hukum jadi jangan melakukan cara-cara premanisme yang diluar koridor hukum. Jangan karena hal ini gaduh dan membuat masyarakat antipati,” tandasnya. (red)

  • Pembentukan Pansus Terkesan Dipaksakan

    Pembentukan Pansus Terkesan Dipaksakan

    Bandarlampung (SL) – Penolakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) money politik Pilgub Lampung terus bergulir. Setelah berbagai aksi massa yang menolak terbentuknya Pansus dan penolakan sesama Fraksi DPRD, kini wacana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung tetap akan dibahas.

    Sejatinya Pilgub Lampung tahun 2018 telah usai pada 27 Juni lalu, namun serangkaian aksi dan sikap beberapa Fraksi DPRD Lampung yang mendorong terbentuknya Pansus money politik.

    Anggota DPRD Lampung Lampung dari Fraksi Golkar, Riza Mirhardi menyatakan, lembaganya tidak memiliki kewenangan dalam pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018.

    “Pembentukan Pansus tersebut merupakan sikap yang melampaui batas kewenangan yang diamanahkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,” kata Riza Mirhardi, Kamis 5 Juli 2018.

    Politisi Golkar Lampung ini memaparkan,
    ide pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 ini adalah sikap wakil rakyat yang terlalu premature dan apabila diteruskan dapat dikategorikan sebagai “pemaksaan kehendak”, alasannya kata Riza, mengingat di dalam pasal 135 A ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 2016 tentang Pilgub, Bupati, dan Wali Kota, Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administrasi.

    “Sebagai lembaga politik, seharusnya (DPRD) lebih memahami peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bukan sebaliknya, karena hawa nafsu politik. Kami menduga memiliki dan membawa kepentingan pasangan calon yang kalah dalam Pilgub 27 Juni 2018, lalu lembaga yang bermartabat ini dibawa secara “membabi buta” seolah tidak ada regulasi yang membatasinya,” ujarnya.

    Mantan aktivis ini menyatakan, harusnya semua kalangan sadar bahwa Bawaslu Lampung sebagai lembaga yang diberikan peran, tugas, fungsi dan tanggungjawab oleh Undang-undang untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Pilkada, yang harus diberikan kesempatan sepenuhnya dan tidak diganggu oleh siapapun dan pihak manapun agar dapat melaksanakan tugas dengan benar.

    “Baik dan penuh rasa tanggungjawab, sehingga tercipta proses Pilkada yang memiliki kredibilitas di mata masyarakat,” imbuhnya.

    “Rencana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada kata Riza, merupakan cara sadis yang dilakukan oleh DPRD Lamoung untuk merampas kewenangan tugas dan kinerja lembaga lain yakni Bawaslu Lampung,” tambahnya.

    Alasannya kata dia, saat ini Bawaslu sedang bekerja untuk memenuhi apa yang menjadi tugasnya sesuai perintah Undang-undang, hal ini dapat dibuktikan dengan proses persidangan penetapan pendahuluan yang dilakukan oleh Bawaslu Lampung, pada Selasa, 3 Juli 2018 yang telah menetapkan bahwa laporan pasangan calon, baik nomor 1 M. Ridho-Bachtiar Basri maupun nomor 2, Herman HN-Sutono telah diregistrasi dalam laporan pelanggaran administrasi TSM dengan Nomor Register 001/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018 dan laporan pelanggaran administrasi TSM Nomor Register 002/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018.

    “Serta telah memenuhi syarat formiil dan syarat materiil dari suatu laporan, meskipun pembuktiannya masih dalam proses,” ungkapnya.

    Riza menambahkan, deharusnya DPRD Lampung sebagai lembaga politik, lebih cermat dalam membaca situasi dan kondisi ini, sehingga usaha dalam mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat lebih pada keadaan yang memiliki integritas.

    “Dapat dibayangkan apabila rencana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 terlaksana, maka kita harus bertanggungjawab atas cideranya proses demokratisasi di Lampung serta lembaga ini akan dianggap telah melakukan penghianatan terhadap amanah Undang-undang,” paparnya.

    Untuk itu konteks idealnya, keputusan apapun yang dihasilkan oleh Bawaslu Lampung harus dikawal secara bersama. Kemudian, jika forum (DPRD) ini tetap memaksa akan membentuk Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung dan bekerja mendahului lembaga lain yang berwenang dalam hal ini Bawaslu Lampung, maka keputusan apapun yang akan diambil kedepan oleh DPRD Lampung terkait dugaan pidana Pilkada Lampung dengan mendahului Bawaslu Lampung sebagai lembaga yang melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Pilkada.

    “Maka keputusan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung akan dapat menjadi polemik baru yang berkepanjangan dan sangat bias serta akan cacat dan batal demi hukum,” ujarnya.

    Dengan kata lain kata dia, bahwa rencana pembentukan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung ending-nya akan sia-sia dan menjadi sesuatu hal yang mubazir apabila Bawaslu Lampung memutuskan hal yang berbeda.

    “Akhirnya, kami menyatakan tidak setuju dan menolak sekeras-kerasnya rencana embentukan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 dan apabila tetap dipaksakan harus terbentuk, maka kami tidak ikut bertanggungjawab,” tandasnya. (Rel)

  • Dinilai Menodai Nama Baik Lembaga DPRD, Fraksi PKB Menolak Pembentukan Pansus

    Dinilai Menodai Nama Baik Lembaga DPRD, Fraksi PKB Menolak Pembentukan Pansus

    Lampung (SL) – Fraksi PKB DPRD Provinsi Lampung dengan tegas menolak pembentukan Pansus Money Politik karena dinilai melanggar hukum, menodai nama baik DPRD, dan berpotensi merusak esensi demokrasi yang bebas dari intervensi.

    Ketua Fraksi PKB DPRD Provinsi Lampung Khidir Ibrahim mengatakan, Lemvaga DPRD tidak memiliki dasar konstitusional dan dasar hukum yang kuat untuk membentuk panitia khusus yang bertugas untuk melakukan investigasi terhadap politik uang yang terjadi di Pilgub Lampung 2018.

    “Pilgub merupakan salah satu sarana demokrasi lokal. Penyelenggara Pilgub termasuk di dalamnya Bawaslu Provinsi merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengawal pelaksanaannya. Salah satu sifat penting dari kelembagaan penyelenggara pilkada adalah sifat mandiri. Sifat mandiri berarti bebas dari segala bentuk pengaruh atau intervensi pihak lain, yang dapat mengurangi kemampuan penyelenggara pilkada dalam melaksanakan pilkada yang luber dan jurdil. Sifat mandiri juga sering disebut dengan sifat independen. Hanya dengan kemandirian penyelenggaralah, pelaksanaan pilkada yang jujur dan adil dapat dijamin dan terhindar dari kemungkinan arus kuat konspirasi pemilu.” Kata Khidir, Kamis (5/7/2018).

    Pembentukan Pansus dugaan money politic pada Pemilihan Gubernur Lampung dalam Pilkada Serentak tahun 2018 merupakan penyalahgunaan kewenangan yang tidak mempunyai landasan hukum dan jika kita telaah lebih jauh merupakan bentuk intervensi terhadap pelaksanaan pemilhan gubernur yang adil.

    “Oleh karena itu kami dengan tegas menolak pansus dugaan politik uang karena akan melanggar hukum, menodai nama baik DPRD, dan berpotensi merusak esensi demokrasi yang bebas dari intervensi” Tegas Khidir.(TL/*)