Tag: Pansus Lampung

  • Tidak Ada Kewenangan Pansus Memanggil Purwanti Lee

    Tidak Ada Kewenangan Pansus Memanggil Purwanti Lee

    Lampung (SL) – Pembentukan Pansus DPRD Provinsi Lampung terkait dugaan money politik Pilgub Lampung 2018 tampaknya tidak berjalan dengan mulus dikarenakan Pansus melampaui kewenangan Penyelenggara Pemilu yang telah diatur oleh Undang-Undang.

    Pansus yang terbentuk oleh DPRD Provinsi Lampung dalam sidang Paripurna pada tanggal 6 Juli 2018 tersebut hingga kini masih mengalami kebuntuan, bahkan Pansus yang didominasi anggota DPRD dari Parpol yang kalah dalam Pilgub Lampung tersebut mengusulkan untuk memanggil paksa Nyonya Purwanti Lee Vice Presiden PT. SGC untuk dimintai keterangan terkait dukunganya kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih Arinal-Nunik pada Pilgub Lampung 2018.

    Menanggapi hal tersebut, Anggota Pansus yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Lampung H. Tony Eka Candra saat diwawancarai awak media, mengaku heran dengan adanya upaya Pansus untuk memanggil paksa Purwanti Lee dan dinilai sudah keluar dari koridor Pansus dan diluar wilayah kewenangan DPRD.

    “Kehadiran Ibu Purwanti Lee dalam kampanye pasangan calon Kepala Daerah Arinal-Nunik merupakan hak politik, hak demokrasi, dan hak konstitusional dari yang bersangkutan, juga merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia yang bebas untuk memilih dan dipilih sesuai keyakinan politiknya yang dilindungi oleh Undang-Undang,” kata Tony, Rabu (8/8/2018).

    Menurut Politisi senior Partai Golkar Lampung tersebut menerangkan, hak politik setiap warga negara tercermin dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian dari Hak Asasi yang dijamin oleh Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 A ayat (1), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 22 C ayat (1) UUD 1945, dijelaskan dengan sangat jelas bahwa Negara wajib memenuhi segala bentuk Hak Asasi setiap warga negara dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia.

    Tidak hanya itu, Ketua PD VIII FKPPI Provinsi Lampung ini menambahkan, didalam International Convenant On Civil And Political Right (ICCPR 1996) Pasal 25 menyebutkan, setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk tanpa pembedaan apapun dan tanpa pembatasan yang tidak wajar untuk berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan umum baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas, selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada pemilihan berkala yang bebas dan dengan hak pilih yang sama dan universal serta diadakan melalui pengeluaran suara tertulis dan rahasia yang menjamin para pemilih untuk menyatakan kehendak mereka dengan bebas, dan untuk mendapatkan pelayanan umum dinegaranya sendiri pada umumnya atas dasar persamaan.

    “Ketentuan tersebut ditujukan untuk menegaskan bahwa, hak politik memilih dan dipilih merupakan hak asasi setiap warga negara,” terangnya.

    Kemudian Tony menjelaskan, didalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih.

    “Dari penjelasan tersebut sangat tegas menunjukan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk melaksanakan hak memilihnya,” imbuhnya.

    Pemegang Sabuk Hitam tertinggi DAN VI Karateka ini juga menerangkan, berdasarkan aturan Perundang-Undangan tersebut tidak ada dasar hukum sama sekali untuk melakukan pemanggilan terhadap Ibu Purwanti Lee.

    “Kehadiran Ibu Purwanti Lee dalam kampanye pasangan calon Kepala Daerah adalah hak asasi setiap warga negara yang dilindungi oleh Undang-Undang 1945, Peraturan Perundang-Undangan serta tidak ada larangan sama sekali untuk itu,” jelas Ketua Pengda BKC Provinsi Lampung ini.

    Tony yang juga Ketua DPD GRANAT Provinsi Lampung ini menambahkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara No. 16/PUU-XVI/2018 menerima gugatan inkonstitusional Pasal 73 ayat 3,4,5,6 tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR, UU Nomor 2 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD atau UU MD3, maka Tony menegaskan bahwa DPRD Provinsi Lampung tidak ada kewenangan untuk melakukan pamanggilan paksa.

    “Jadi saya tegaskan tidak ada kewenangan Pansus memanggil Ibu Purwanti Lee, dan tidak ada kewajiban sama sekali bagi ibu Purwanti Lee untuk menghadiri panggilan Pansus,” tegas Tony.

    Tony juga beberapa waktu lalu telah mengingatkan, bahwa penyelenggaraan Pilkada merupakan Rezim hukum yang berada diluar kewenangan DPRD. Karena kemandirian Penyelenggara Pemilu dalam pelaksanaan Pilkada dijamin didalam Undang-Undang Dasar 1945, Khususnya Pasal 22 E ayat (5): Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, serta Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Pasal 135 A ayat (2), yang memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menerima, meriksa, dan memutus pelanggaran administrasi. Sehingga fungsi dan kewenangan DPRD tidak boleh melampaui kewenangan penyelenggara pemilu, karna akan bertentangan dengan UUD 1945 dan UU tentang Pilkada.

    “Sehingga sekali lagi saya tekankan, tidak ada kewenangan Pansus memanggil apalagi sampai memanggil paksa Ibu Purwanti Lee, dan tidak ada kewajiban bagi Ibu Purwanti Lee menghadiri Panggilan Pansus, apabila upaya pemanggilan apalagi pemanggilan paksa tersebut terus dilakukan, maka Pansus telah melanggar peraturan Perundang-Undangan,” pungkas Tony.(*)

  • Massa Koalisi Peduli Daerah Tolak Keberadaan Pansus Money Politic di Lampung

    Massa Koalisi Peduli Daerah Tolak Keberadaan Pansus Money Politic di Lampung

    Bandarlampung (SL) – Puluhan massa Koalisi Peduli Daerah menolak keberadaan pansus money politic dengan menggelar aksi di DPRD Lampung Senin, 9 Juli 2018.

    Koordinator lapangan Koalisi Peduli Daerah Apriansyah mengatakan penetapan hasil pemilihan Gubernur Lampung tahun 2018 sudah ditetapkan oleh KPU Provinsi Lampung pada tanggal 8 Juli 2018.

    “Adapun yang memperoleh suara tertinggi dan dinobatkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih 2018-2023 yakni Ir. H. Arinal Djunaidi-Chusnunia. Meskipun Ir. H. Arinal Djunaidi-Chusnunia sudah ditetapkan oleh KPU Provinsi Lampung sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih 2018-2023, tetapi masih ada persoalan yang saat ini harus di waspadai dan diawasi agar tidak menambah rentetan panjang keruhnya persoalan demokrasi di Lampung yakni keberadaan pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 yang beberapa hari ini menjadi perdebatan baik mahasiswa, OKP/ORMAS/LSM, akademisi dan praktisi terkait keberadaan Pansus ini karena diduga bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”  bebernya.

    Oleh karenanya, lanjut dia, menjadi sangat penting sebagai bagian dari rakyat yang memilih para anggota DPRD Lampung sebagai wakil rakyat tersebut.  “Kita harus mengawal kinerja pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 yang terbentuk dipaksakan ini agar tidak terus-terusan menabrak peraturan perundang-undangan,” tuturnya.

    Apriansyah menjelaskan pansus ini akan menjadi sangat “liar” dan dapat menghambat proses demokrasi jika tidak dipantau dan diawasi karena rekomendasi yang akan diputuskan oleh pansus dapat saja bertentangan dengan apa yang diputuskan oleh KPU dan Bawaslu Lampung. “Saat ada perbedaan keputusan yang diambil antara pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 dengan KPU dan Bawaslu Lampung. Hal ini akan menjadi polemik baru di tengah masyarakat dan dapat berbuntut panjang yakni mengganggu keputusan-keputusan yang telah diambil secara hukum oleh KPU-Bawaslu Lampung,” jelasnya.

    Menurutnya, pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 akan mempersoalkan banyak hal, bukan saja hanya terkait isu praktik money politic yang diduga dipaksakan laporannya dari beberapa daerah yang seolah Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM).

    “Tetapi juga akan melakukan evaluasi atas pelaksanaan Pilkada Lampung Tahun 2018 secara menyeluruh mulai dari awal hingga akhir, termasuk dugaan pembiayaan terhadap salah satu pasangan calon di Pilkada Lampung yang akan dibongkar oleh Pansus Dugaan Pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018,” terangnya.

    Koalisi Peduli Daerah menyatakan sikap bahwa pada dasarnya tetap menolak keberadaan pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. “Oleh karena pansus dugaan pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 sudah terbentuk dan terkesan dipaksakan, maka kami sebagai elemen tetap akan mengawasi dan mengawal pansus ini agar tidak merusak tatanan demokrasi yang telah diputuskan oleh KPU-Bawaslu Lampung sebagai pelaksana Pilkada sebagaimana amanah undang-undang,” imbuhnya.

    Koalisi Peduli Daerah menolak segala bentuk dugaan rencana busuk Pansus Dugaan Pidana Pilkada Provinsi Lampung 27 Juni 2018 yang dapat menghambat proses demokrasi dan merusak citra sebagai lembaga yang bermartabat untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. (Rilis)