Tag: PB

  • PT PSI Sandera Hak Karyawan?

    PT PSI Sandera Hak Karyawan?

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Belasan mantan pekerja perusahaan Philips Seafood Indonesia (PT PSI) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mendatangi Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Rabu (25/10/2023).

    Sambil membawa spanduk bertuliskan tuntutan, mereka berteriak minta keadilan di depan Pengadilan Hubungan Industrial PN Tanjung Karang. Mereka adalah para buruh harian lepas yang rata-rata sudah bekerja 22-24 tahun sebagai pengupas udang di PT PSI.

    Para buruh yang mayoritas wanita itu meminta hak-hak normatif mereka sebagai karyawan atas PHK sepihak yang selama ini disandera PT PSI. Mereka menanggap perusahaan berlaku semena-mena kepada karyawan.

    Berita Terkait : Di PHK PT PSI, Puluhan Karyawan Sanggongi Kantor Disnaker

    Ketua LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan ada sekitar 17 buruh perempuan yang ingin haknya dikembalikan. Mereka merupakan bagian dari 40 buruh perempuan yang juga di-PHK. Mereka juga pengurus sekaligus anggota Serikat Buruh Phillips Seafood Indonesia (SBPSI).

    “Mereka menuntut untuk dijadikan pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sejak 2009. Namun, pada tahun 2010 hanya sebagian buruh perempuan secara bertahap yang diangkat menjadi pekerja tetap,” kata Sumaindra.

    Sumaindra menjelaskan, pada 3 Agustus 2022, para buruh bersama 87 anggota dan pengurus SBPSI meminta dijadikan pekerja tetap, namun tidak direspon PT PSI. Pada September 2022, bukan diangkat menjadi pekerja tetap, 40 buruh malah diberhentikan tanpa alasan yang jelas.

    Pasca pemberhentian, pada 4 November 2022 para buruh dipanggil perusahaan kembali bekerja. Namun, pemanggilan tersebut rupanya untuk menilai kinerja para 40 buruh perempuan secara sepihak. Penilaian tersebut dijadikan dasar untuk melakukan PHK dengan mengajukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial ke Disnaker Bandar Lampung tertuang dalam anjuran Nomor: 568.40.III.06.05.IV.2023, tertanggal 12 April 2023.

    Sumaindra menduga tindakan pihak perusahaan ke para buruh perempuan mengindikasikan adanya upaya pemberangusan serikat buruh (union busting). “Karena buruh perempuan tersebut merupakan pengurus sekaligus anggota serikat yang selama ini cukup gencar menyuarakan hak-hak pekerja,” jelasnya.

    Padahal, kata Sumaindra, pekerja bebas untuk berserikat. Hal ini dijamin konstitusi dan UU 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

    Kendati demikian, upaya pemberangusan serikat buruh yang diduga dilakukan perusahaan bentuk tindak pidana kejahatan.

    Sementara itu terkait dengan hak-hak normatif para buruh, jelas 40 buruh perempuan tersebut berhak atas perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Serta berhak atas perlindungan dari kehilangan pekerjaan yang layak, berdasarkan pasal 28 D ayat (2) UUD 1945.

    “Setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Persamaan kesempatan untuk setiap orang untuk dipromosikan pekerjaannya ke tingkat yang lebih tinggi, tanpa pertimbangan lain kecuali senioritas dan kecakapan,” ucapnya.

    Demi kepastian hukum dan mencari keadilan, 17 buruh perempuan ini mengajukan gugatan ke PT. PSI meminta hak-haknya. Seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, hak cuti, hak perumahan, pengobatan dan transportasi serta uang proses yang memang merupakan hak para pekerja. (*)