Tag: PDAM Way Rilau

  • Pematank Laporkan PUPR dan PDAM Way Rilau ke Kejati Lampung Karena Korupsi

    Pematank Laporkan PUPR dan PDAM Way Rilau ke Kejati Lampung Karena Korupsi

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank) Lampung melaporkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandar Lampung dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Senin (20/11/2023).

    Pematank melaporkan Dinas PU dan PDAM ke Kajati Lampung karena dicurigai terjadinya korupsi dan gratifikasi proyek pembangunan jaringan perpipaan tahun 2019-2023.

    Ketua Umum Pematank Lampung, Suadi Romli melalui rilisnya mengatakan, dari hasil kajian dan investigasi pihaknya menemukan sejumlah dugaan kejanggalan pada proyek pembangunan jaringan perpipaan oleh Dinas PU dan PDAM Way Rilau tahun 2019-2022.

    “Hasil temuan investigasi tersebut, kami laporkan kepada Kejati Lampung. Karena, diduga berpotensi merugikan keuangan negara. Bahkan, masyarakat selaku pengguna proyek jaringan perpipaan itu,” kata Romli sapaan akrab Ketum DPP Pematank itu.

    Romli mengungkapkan, sesuai hasil investigasi Pematank, pembangunan jaringan perpipaan di Dinas PU tahun 2022, diduga bermasalah sejak proses tender atau lelang proyek yakni, pembangunan jaringan perpipaan di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi yang dimenangkan oleh CV LMP dengan HPS Rp1,5 miliar dan kontrak Rp1,4 miliar.

    Kemudian pembangunan jaringan perpipaan di Kelurahan Bumi Kedamaian Kecamatan Kedamaian oleh CV LMP dengan HPS Rp1, 059 miliar dan kontrak Rp1,035 miliar.

    Selanjutnya, pembangunan jaringan perpipaan di Kelurahan Tanjung Agung Raya Kecamatan Kedamaian oleh CV AK dengan HPS Rp771 juta, dan kontrak Rp757 juta, dan pembangunan jaringan perpipaan di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian oleh CV GJS dengan HPS Rp995 juta, dan kontra Rp978 juta.

    “Berdasarkan hasil temuan di lapangan, meskipun proyek itu dengan kasat mata telah dilaksanakan oleh Dinas PU. Namun, kami meminta jajaran Kejati Lampung melakukan penyelidikan, dan penyidikan serta membentuk tim, untuk segera turun ke lokasi mengecek langsung proyek tersebut,” kata Romli didampingi Sekum Pematank, Andri Saputra.

    Kemudian, imbuhnya, meminta Kejati segera mengusut tuntas serta melakukan pemeriksaan internal, dan menarik semua berkas atau dokumen pengelolaan anggaran di Dinas PU Kota Bandarlampung.

    Romli mengatakan, dugaan aroma praktek KKN yang berimbas pada kejanggalan proyek pembangunan jaringan perpipaan di Dinas PU, diawali dari proses tender. Karena, panitia pengadaan barang/jasa Dinas PU diduga menentukan pemenangnya, walaupun secara kasat mata proses tender proyek tersebut digelar secara terbuka.

    “Kami menduga, proses tender proyek tersebut hanya sebagai pelengkap administratif, dan membohongi publik. Karena, sangat jelas terlihat nilai penawaran proyek jaringan perpipaan di Kelurahan Sukabumi hanya turun dibawah 2%, di Kelurahan Bumi Kedamaian 2%, di Kelurahan Tanjung Agung Raya 1,8%, dan Kelurahan Kedamaian 1,7%,” tukasnya.

    Dikatakan Romli, dugaan kejanggalan lain proyek jaringan perpipaan tahun 2022 di Dinas PU yakni, penggunaan bahan material merk pipa yang dipasang adalah merk tuff, sehingga terindikasi tidak standar kualitas untuk tekanan air minum.

    Kemudian, sejumlah titik pemasangan jaringan pipa, ditemukan kedalaman galian parit pipa tidak sesuai bestek dan spek. Karena, kedalaman galian parit papa hanya sekitar 40-50 cm untuk pemasangan pipa.

    Sedangkan, sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), penanaman pipa bawah tarsal, untuk kebutuhan Air Bersih (AB) yakni, pipa PVC diameter 200, dengan galian sedalam 150 cm, dan pipa berdiameter 300, kedalamannya minimal 180 cm.

    Bahkan, kata Romli, saat pemasangan pipa diduga tidak menggunakan lapisan pasir. Tapi, langsung ditimbun dengan tanah bekas galian, dan sekeliling pipa diberikan pasir urug.

    “Ada indikasi mark’up harga satuan dari RAB, dan spesifikasi proyek tersebut oleh pihak rekanan. Sehingga, ada indikasi proyek tersebut menabrak Perpres No: 16/2018, dan UU No: 5/1999,” ujarnya.

    PDAM Way Rilau

    Sementara itu, kata Romli, terkait proyek di PDAM Way Rilau tahun 2019 yaitu, pemasangan jaringan pipa distribusi sistem pompa SPAM Bandarlampung yang dilaksanakan secara multiyears (KPBU) sebesar Rp87 miliar, yang dikerjakan oleh PT KE dengan nilai penawaran sebesar Rp71 miliar.

    Dijelaskannya, pemasangan jaringan pipa distribusi sistem pompa SPAM tahun 2018 secara tahun jamak atau multiplayer KPBU Nomor Kontrak PU/2986/PDAM/08/XII/2019, dengan jangka waktu pekerjaan selama 18 bulan, dan lokasi proyek di Kecamatan Rajabasa, Kedaton, Tanjung Senang, Way Halim, Sukarame, dan Kecamatan Sukabumi.

    “Pekerjaannya proyek tersebut bermasalah, karena dari hasil investigasi di lokasi diduga dikerjakan asal-asalan oleh PT KE. Diantaranya, kedalaman galian parit pipa hanya 40 cm sehingga tidak sesuai bestek dan spek. Karena, standar galian pipa hdpe diameter 63 mm kedalaman 60 cm, pipa hdpe diameter umum kedalaman 85 cm, pipa hdpe diameter 110 mm kedalaman 110 cm, dan pipa hdpe diameter 160 mm kedalaman 130 cm,” kata Romli.

    Bahkan, lanjutnya, pemasangan pipa tidak menggunakan lapisan pasir, tapi langsung ditimbun dengan tanah bekas galian.

    “Seharusnya, di sekeliling pipa diberikan pasir urug, yang semmi sedemikian rupa sehingga terdapat pasir setebal 15 cm,” tandas Romli. (*)

  • Diduga Langgar Lelang Proyek,  KPPU Periksa PDAM Way Rilau

    Diduga Langgar Lelang Proyek, KPPU Periksa PDAM Way Rilau

    Bandar Lampung (SL)-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghadirkan Terlapor I yakni PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung pada pemeriksaan perkara Nomor 14/KPPU-L/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Pelelangan Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha terkait Sistem Penyediaan Air Minum di Kota Bandar Lampung.

    Dari laman kppu.go.id dijelaskan, persidangan perkara ini bergulir pada tingkat Pemeriksaan Lanjutan yang akan digelar Kamis, 12 Desember 2019.

    Untuk membongkar perkara ini, sebelumnya, KPPU sudah dua kali menggelar sidang di Jakarta. Sidang pertama 21 Agustus 2019, dengan ketua Majelis Komisi Ukay Karyadi dan anggota Chandra Setiawan serta Dinni Melanie dengan terlapor PDAM Way Rilau, PT Bangun Cipta Kontraktor, dan PT Bangun Tjipta Sarana.

    Sidang kedua, November lalu (6/11). Pada sidang ini, KPPU RI mendengarkan keterangan dua dari empat saksi.

    Keempat saksi tersebut adalah staf Bagian Adminstrasi Umum Litbang PDAM Way Rilau, Kota Bandarlampung Dadan Wardhana; pensiunan pegawai PDAM Wayrilau Kota Bandarlampung Siti Khoisiah; Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pola Pardede selaku kuasa hukum Wali Kota Bandarlampung; dan Ketua DPRD Bandarlampung Wiyadi.

    Lelang Proyek Tak Fair

    Perkara ini terkait pengadaan badan usaha pelaksana yang pada pelaksanaanya intinya diduga tidak fair, tandas salah seorang Investigator, Siswanto.

    “Setelah prakualifikasi, yang lulus hanya 5-7 rekanan, tapi yang menyerahkan dokumen penawaran hanya 3 rekanan, kemudian terpilih satu rekanan, itulah yang pada akhirnya kami menduga, ya ditengarai tidak fair, ” jelasnya, seperti dilansir Kantor Berita RMOL.

    Terkait Perda No.02 Tahun 2017, investigator melihat ada kerancuan pada pasal 6 ayat 4 Perda No. 02/2017, yang pada akhir tender mengharuskan ada izin persetujuan dari walikota.

    Sementara, Pasal 1 menerangkan bahwa penanggung jawab pelaksana kegiatan (PJPK) adalah Direktur Utama PDAM Wayrilau yang mengadakan badan usahan pelaksana (BUP).

    “Penanggung jawab pelaksana kegiatan adalah Dirut, mengapa sebelum PJPK ini menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BUP, kenapa harus mendapatkan persetujuan wali kota,” bebernya.

    Persetujuan Walikota

    Sementara itu Ketua DPRD Bandarlampung Wiyadi mengatakan kesaksiannya dalam sidang tersebut hanya sebatas memberi keterangan terkait proses pembuatan Perda tersebut. ”Kalau terkait teknis pembuatan adalah kewenangan pansus yang melakukan pembahasan, ” ungkapnya kepada wartawan.

    Terkait perlunya mendapatkan persetujuan dari walikota pada akhir proses tender, Wiyadi mengatakan tidak bisa menjawab hal tersebut, karena pertanyaan tersebut merupakan hak walikota untuk menjawab.

    “Terkait apa yang mendasari walikota perlu menyetujuinya, Itu walikota yang berhak untuk menjawab, saya tidak bisa menjawab itu,” ungkapnya kepada wartawan.(*/iwa)