Lampung Selatan, sinarlampung.co Penderita lumpuh otak, Adnan Juliananda (10) warga Dusun Sakal, Desa Tanjung Baru, Kecamatan Merbau Mataram, Lampung Selatan membutuhkan uluran tangan dari para dermawan. Ekonomi yang terbatas, membuat orang tuanya tak mampu memberikan pengobatan untuk Adnan.
Apalah daya, Ayah Adnan Mashudi hanyalah pekerja buruh, sementara Marcelina ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Adnan tinggal bersama kedua orangnya di rumah geribik berukuran sekitar 5 kali 9.

Adnan menderita penyakit ini sejak lahir. Kondisi ini memaksa Adnan hanya bisa beraktivitas dan digendong ibunya di rumah.
Ibu Adnan, Mercelina mengatakan, buah hatinya itu didiagnosa Cerebral Palsy dan Mikrosefali atau lumpuh otak dari usia 7 bulan. Awalnya Marcelina dan suaminya mencurigai ada masalah pada mata Adnan di saat usainya 2 bulan. Sebab, mata Adnan tidak merespon benda maupun cahaya.
Kemudian Marcelina dan suaminya berinisiatif memeriksakan kondisi Adnan dengan meminta bantuan kepala desa setempat untuk dibuatkan BPJS. Setelah BPJS aktif, Adnan yang berusia 5 bulan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.
“Qadarullah Adnan tervonis pupil atrofi saat itu.Tetap kami belum puas dengan jawaban di RS kemarin. Kami kembali membawa Adnan ke RS lain. Ternyata di RS ini Adnan terdiagnosa Mikrosefali dan Cerebral palsy di usianya yang baru 7 bulan,” kata Marcelina kepada wartawan di Kantor media nusantara-online.co.id, Sabtu, 1 Juni 2024.
Setelah terdiagnosa Mikrosefali dan Cerebal Palsy, orang tua Adnan melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sesuai rekomendasi dokter. Hasil MRI menunjukkan, otak Adnan tidak berkembang dan saraf otaknya rusak. Dengan kondisi ini, Adnan, kemungkinan besar tidak bisa jalan. Orang tuanya yang tidak mampu melakukan pengobatan lebih lanjut, memutuskan Adnan di-fisioterapi.
“Kami hanya bisa melakukan fisioterapi sesuai anjuran dokter walau tidak tahu ke depannya apakah Adnan bisa seperti anak lainnya,” ucap Marcelina sedih.
Menurut Mercelina, buah hatinya itu hanya bisa terbaring di kasur. Adnan belum bisa duduk apalagi merangkak. Keadaan ini membuat perasaan Marcelina dan suami semakin berat.
“Keadaan semakin terasa berat untuk keluarga, apalagi kami harus bolak balik ke rumah sakit setiap minggu untuk fisioterapi adnan dengan biaya di luar BPJS,” keluhnya.
Marcelina mengatakan, adapun biaya yang dibutuhkan untuk pembelian vitamin, transportasi, dan alat bantu terapi yang akan dipakai Adnan di rumah yakni sekitar Rp20 juta.
“Setiap seminggu sekali tebus obat 500 ribu sampai 600 ribu. Baru bulan Mei ini tidak ketebus obat. Untuk kebutuhan makan sehari-hari saja sulit ditambah ujian cobaan ini sangat berat,” ucap Ibu Adnan seraya meneteskan air mata.
Saat ini, kata Marcelina, Adnan sangat membutuhkan alat bantu terapi di rumah untuk memaksimalkan stimulasi di rumah setiap harinya agar Adnan bisa mengejar segala ketertinggalannya. Orang tua dan keluarga Adnan sudah berupaya mencari biaya pinjaman. Namun sayang, upaya itu tetap nihil.
“Kami sekeluarga berharap terus berupaya agar adnan bisa seperti anak lainnya, bisa bermain berjalan bahkan berlari,” kata Marcelina lagi.
Saat ditanya apakah sudah ada pihak pemerintah yang datang atau menjenguk. “Belum-belum ada yang datang atau menjenguk,” ujar Marcelina Ibu Andan. (Tim)