Tag: Pelanggaran TSM

  • Satria Prayoga : Pernyataan Margarito Dalam Sidang Sengketa Pelanggaran TSM Bisa “Bias”

    Satria Prayoga : Pernyataan Margarito Dalam Sidang Sengketa Pelanggaran TSM Bisa “Bias”

    Bandarlampung (SL) – Penyataan Margarito, saat menjadi saksi ahli dalam sidang sengketa pelanggaran politik uang terstruktur, sistematif, dan masif (TSM) di Gakkumdu Lampung, ditanggapi akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Satria Prayoga.

    Dalam sidang yang dipimpin Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah, didampingi Iskardo P. Panggar dan Adek Asya’ari, pada Rabu, 12 Juli 2018, Margarito menjadi saksi ahli bersama mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan, mantan anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak dan mantan Ketua Bawaslu RI Bambang Eka Cahya Widodo.

    Menurut Satria, menjadi hak majelis yang memeriksa dalam persidangan, apakah pernyataan saksi ahli, terutama yang disampaikan Margarito Kamis, dipakai atau tidak.

    Namun, pengajar Hukum Administrasi Negara, itu mengingatkan bahwa materi yang sedang dibahas dalam persidangan di Bawaslu ini mengenai dugaan pelanggaran pemilihan dan pelanggaran adminstrasi. Sementara Margarito Kamis seorang ahli bidang Hukum Tata Negara.

    Kemudian, Satria menjelaskan, rujukan penyelesaian sengketa administrasi atau pelanggaran pemilihan harus melihat ketentuan Pasal 135 Ayat 1 huruf B dan C.

    Menurut dia, yang berhak menerima laporan pelanggaran adalah panwas kabupaten/kota dan dilanjutkan oleh Bawaslu sebagaimana diatur pada Pasal 29 Ayat 1 sampai dengan 4 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 bahwa panwas memiliki kewenangan untuk meminta melengkapi laporan jika dianggap laporan belum memenuhi syarat formil dan materil.

    Kemudian Pasal 30 dan seterusnya, merupakan hukum acara penyelesaian sengketa dalam pilkada. “Peraturan Bawaslu RI ini yang menjadi aturan main dalam pelaporan dan penerimaan terhadap pelanggaran, terhadap adanya aturan tenggang waktu sudah menjadi aturan yang baku dalam hal si pelapor mau melakukan pelaporan,” kata Yoga.

    Sehingga tim sukses, relawan atau kuasa hukumnya yang akan melakukan pelaporan harus benar-benar mempelajarinya. Pelaporan dan penyelesaian sengketa melalui persidangan Bawaslu semuanya dilakukan secara maraton (cepat).

    Untuk itu, ketika pelapor tidak siap untuk melengkapi semua syarat pelaporan, maka akan dikatakan daluarsa menurut hukum. Bukan berarti sebuah pembiaran.

    “Yang menjadi pertanyaan saya, dalam sidang ini yang dilaporkan masalah apa dulu. Sebab dari hasil pengamatan saya, sudah lari dari pokok laporan awal,” katanya.

    Menurut kandidat Doktor Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Sumatera Selatan ini, kalau yang dilaporkan masalah pelanggaran adminstrasi atau pelanggaran pemilihan, Panwaslu dan Bawaslu bersifat pasif.

    “Mereka (panwaslu dan Bawaslu) baru aktif jika (yang dilaporkan) pelanggaran pidana. Bisa kacau negara kita ketika menayakan aturan hukum kepada orang-orang yang belum mengetahui hukum acara penyelesaian sengketa pilkadanya secara khusus,” katanya.

    Lalu menanyakan sengketa administrasi dan sengketa pemilihan, dijawabnya pemenuhan unsur pidana. Kemudian menyelesaikan dugaan pidana pemilihan, diselesaikannya oleh pembentukan pansus. “Jangan dicampur aduk, nanti yang terjadi, ya, kekacauan hukum,” tegas Satria.

    Kandidat doktor yang sedang menulis penelitian untuk disertasinya masalah penyelesaian sengketa pilkada, ini lalu mengajak untuk sama-sama membaca dan memahami terlebih dahulu aturan secara khusus dalam sengketa pilkada. “Karena Panwas dan Bawaslu adalah lembaga yang paling berwenang dalam penyelesaian sengketa ini,” katanya.

    Menurut Satria, mungkin pendapat ahli bisa menjadi bahan pertimbangan Bawaslu dalam memberikan putusan. Tapi yang perlu diingat, jangan Bawaslu dituding dan dintervensi.

    Karena, dalam memutus perkaran ini, harus memegang teguh hukum formil dan materil, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Jo. Undang-Undang No 8 Tahun 2015 Jo. undang -undang No 10 Tahun 2016 Peraturan Bawslu Nomor 13 Tahun 2017.

    “Mari ciptakan demokrasi yang bersih dan santun, dengan menaati semua aturan yang ada,” ajak Satria Prayoga. (rls).

  • Hamdan Zoelva : Pembuktian TSM harus 50 % Kabupaten/Kota di Lampung

    Hamdan Zoelva : Pembuktian TSM harus 50 % Kabupaten/Kota di Lampung

    Bandarlampung (SL) – Selama diterbitkan UU Nomor 10 tahun 2016 belum terdapat pelanggaran money politic terstruktur, sistematis dan masif yang terbukti.

    Hal ini disampaikan oleh Hamdan Zoelva kepada awak media Kamis, 12 Juli 2018.

    Menurutnya, UU No 10 tahun 2016 diundangkan belum pernah ada TSM ini yang terbukti. “Terakhir di Kota Mobago Sulawesi Utara itu kan putusan tidak ada masalah,” ucapnya.

    Masih kata dia, pembuktian TSM harus 50 persen dari masing-masing kabupaten/kota. “Pertanyaan pokoknya adalah untuk yang harus dibuktikan apakah terstruktur gak. Terstruktur itu melibatkan aparat dengan komando dari atas. Terorganisir sistematis itu, terorganisir dari atas gak. Ada gak orientasinya memenangkan itu dengan cara money politic,” jelasnya.

    Mantan Ketua MK ini menerangkan bahwa TSM itu meluas dalam kabupaten kota atau tidak money politicnya. “Itu masif gak, meluas untuk di 50 kabupaten/kota itu masing-masing TSM. Jadi 50 persen kabupaten/kota itu harus memenuhi TSM gak,” tutupnya. (red)

  • Kuasa Hukum Arinal-Nunik Apresiasi  Majelis Hakim dalam Sidang Pelanggaran  Admistrasi TSM

    Kuasa Hukum Arinal-Nunik Apresiasi Majelis Hakim dalam Sidang Pelanggaran Admistrasi TSM

    Bandarlampung (SL) – Kuasa hukum Arinal Djunaidi-Chusnunia mengapresiasi Bawaslu Lampung dalam menjalani proses persidangan pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

    Andi Syafrani mengatakan majelis hakim yang diketuai oleh Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah sangat baik dalam memimpin jalan sidang. “Hingga hari keempat ini kami sangat apresiasi meskipun semalem sempat menyesalkan langkah majelis yang memberikan kesempatan saksi pelapor untuk menyampaikan keterangannya karena tidak berkorelasi dalam sidang ini,” ungkap dia Selasa, 11 Juli 2018.

    Masih kata dia, majelis juga lebih aktif dalam melakukan pemeriksaan saksi. “Hari pertama memang belum begitu aktif tapi hari kedua dan seterusnya majelis banyak menggali lebih keterangan saksi. Bahkan dari pelapor (kuasa hukum cagub-cawagub M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri dan kuasa hukum Herman HN-Sutono) tidak aktif bertanya,” ujarnya.

    Menurutnya, hal ini juga menjadikan terang benderang keterangan saksi banyak yang tidak mengetahui uang pemberian tersebut asalnya. “Majelis kan sudah menanyakan kalau yang menerima uang tidak ada saksinya dan tidak tahu uangnya dari mana asalnya,” tuturnya.

    Kuasa hukum Arinal-Nunik lainnya, Abdul Kodir menegaskan bahwa kemampuan majelis hakim dalam menggali fakta dari saksi menjadi semakin jelas keterangannya mengada-ada. “Saksi yang kita tolak sempat dihadirkan kembali dan ini juga memberikan kesempatan kepada saksi dari pelapor tapi tidak berkorelasi. Jadi majelis sudah lebih cermat dalam menjalani sidang ini,” tuturnya.

    Abdul menerangkan bahwa majelis hakim selalu konsisten dalam sidang. “Keaktifan Ketua bersama kedua anggotanya juga menjadikan fakta dan keterangan jadi lebih dalam dan jelas. Kami sangat apresiasi proses sidang ini,” imbuhnya.

    Mellisa Anggraini menambahkan pelapor diberikan kesempatan untuk menggali lebih dalam namun tidak dilakukan. “Majelis hakim yang aktif membuat sidang jadi terlihat faktanya bahwa saksi tidak bisa melakukan pembuktian. Sidang yang dilakukan maraton juga memberikan kesempatan kepada pelapor dalam menghadirkan saksi tapi banyak yang tidak sesuai dan majelis bertindak cermat,” ucapnya.

    Mellisa menambahkan pelaksanaan sidang ini diharapkan sesuai dengan fakta persidangan. “Majelis hakim sudah paham dalam menjalankan sidang meskipun baru pertama kali melakukannya. Jadi jangan sampai diluar dalil dan aturan,” harapnya. (Red)