Tag: Pemalsuan Tanda Tangan

  • Palsukan Tanda Tangan Warganya, Oknum Kades Sukajaya Way Khilau Dilaporkan ke Polisi 

    Palsukan Tanda Tangan Warganya, Oknum Kades Sukajaya Way Khilau Dilaporkan ke Polisi 

    Pesawaran, sinarlampung.co Oknum Kepala Desa Sukajaya Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran diduga telah memalsukan tanda tangan warganya. Hal ini diungkapkan Humaidi warga Sukajaya yang tanda tangannya diduga dipalsukan oknum Kades Sukajaya saat menjadi saksi dalam jual beli tanah kavling di wilayah tersebut.

    “Iya mas benar adanya pemalsuan tanda tangan kami sebagai saksi dalam surat jual beli tanah kavling. Nama saya dan adik saya bernama Zainuri juga dipalsukan dengan Kades. Padahal kami tidak pernah merasa menandatangani surat jual beli tersebut, tapi tanda tangan kami ada di surat itu,” kata Humaidi kepada Sinarlampung, Sabtu 11 November 2023.

    Humaidi juga menceritakan kronologi awal mula terbongkarnya dugaan tanda tangan palsu yang diduga dilakukan oknum kades Sukajaya. Pada tahun 2021 lalu, Humaidi dan Suhairi adiknya ditunjuk menjadi saksi dalam transaksi jual beli tanah Kavling di Sukajaya.

    Transaksi jual beli tersebut melibatkan Rohimi warga Sukajaya dan Syafrawi warga Pagelaran, Pringsewu. Rohimi merupakan calon pembeli, sedangkan Syafrawi sebagai penjual atau pemilik tanah kavling yang lokasinya kebetulan berlokasi di Sukajaya, Way Khilau.

    “Kalau tidak salah itu pada tahun 2021 dengan harga 40 juta per kavling. Rohimi selaku pembeli dengan harga tersebut bersama penjual berkomitmen dan sepakat dengan harga yang dimaksud sudah beserta surat akta jual beli,” kata Humaidi.

    Tanda tangan saksi pada lembar akte jual beli tanah kavling yang diduga dipalsukan oknum Kades Sukajaya, Sabtu (11/11). (Foto : Mahmuddin).

    Lanjutnya, pada pertengahan Oktober Humaidi mendapat kabar jika surat akta jual beli sudah selesai lengkap dengan tanda tangan para saksi. Humaidi merasa kaget, ketika melihat tanda tangannya tiba-tiba sudah terlampir di lembar surat akta jual beli. Sebab, ia merasa tidak pernah bertanda tangan di akta jual beli kavlingan tersebut.

    “Jadi saya dan adik saya ditemui Rohimi (pembeli) untuk menanyakan benar atau tidaknya kebenaran tanda tangan tersebut. Setelah saya lihat surat tersebut, disitu tercantum nama dan tanda tangan saya. Sedangkan saya merasa tidak pernah menandatangani surat akta jual belinya,” beber Humaidi.

    Kades Sukajaya Dilaporkan, Tapi Mandek di Polsek Kedondong 

    Merasa dirugikan atas pemalsuan tanda tangannya, Humaidi terpaksa menempuh jalur hukum. Bahkan Humaidi mengaku telah membawa dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut ke pihak kepolisian.

    “Saya sudah berangkat ke Polres Pesawaran untuk melaporkan perbuatan kesewenang-wenangan dan pemalsuan tanda tangan. Tapi sesampainya di Polres, saya diarahkan terlebih dahulu datang ke kantor Polsek Kedondong,” tambahnya.

    Di Polsek Kedondong, Kamis (2/11), Humaidi mendapat arahan bahwa persoalannya akan diurus oleh Bhabinkamtibmas setempat untuk menggelar rembuk di balai desa. Tapi, kata dia, hingga kini tindak lanjut laporan dugaan pemalsuan tanda tangannya belum ada kepastian dari pihak Polsek.

    “Sampai saat ini belum ada kelanjutan apapun, yang pasti saya tidak terima mas dan persoalan ini. Kepala Desa Sukajaya terkesan meremehkan saya dan dalam hal ini saya akan tetap menempuh jalur hukum,” pungkasnya.

    Sementara wartawan Sinarlampung belum menerima keterangan apapun dari Kades Sukajaya selaku pihak yang dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut.

    Sampai berita ini diterbitkan, Kades Sukaraja belum merespon saat dihubungi via telepon. Meski begitu, media akan terus berupaya mendapat keterangan Kades Sukajaya yang diduga memalsukan tanda tangan warganya.(Mahmuddin)

  • BK DPRD Lampung : Ada Pelanggaran Staf dan Kelalaian Pimpinan

    BK DPRD Lampung : Ada Pelanggaran Staf dan Kelalaian Pimpinan

    Bandarlampung (SL) – Badan Kehormatan (BK) DPRD Lampung melihat ada pelanggaran dari staf dan kelalaian pimpinan sehingga terjadi pemalsuan tanda tangan Johan Sulaiman. Hal itu dikatakan Ketua BK DPRD Lampung Abdullah Fadry Auly setelah memeriksa selama dua kam Ketua Komisi I DPRD Lampung Ririn Kuswantari, Senin (29/10) soal pemalsuan wakil ketua DPRD Lampung itu.

    Menurut Ketua BK, meski ada ketidaksingkronan pernyataan Ririn dengan stafnya, Joko, namun BK tidak melakukan pemeriksaan lanjutkan pemalsuan tanda tangan undangan RPD Komisi I kepada Pansel Sekdaprov. BK rencana akan rapat internal dan akan menyampaikan rekomendasinya kepada pimpinan DPRD Lampung untuk ditindaklanjuti.

    Ririn, kepada awak media usai pemeriksaan, mengaku sudah menjelaskan dengan sebenar-benarnya sama seperti konferensi pers sebelumnya ke pada Majelis Badan Kehormatan. Johan Sulaiman tidak terima tanda tangannya ada dalam surat undangan Komisi I.

    Karena dia merasa tak pernah menandatangani dan tak setuju ada undangan tersebut karena pimpinan DPRD Lampung sepakat tak mengundang Timsel Sekdaprov mengingat situasi politik saat ini. (RMOLLPG)

  • Fraksi Golkar : Isu Pemalsuan Tanda Tangan Pergeseran Isu Utama

    Fraksi Golkar : Isu Pemalsuan Tanda Tangan Pergeseran Isu Utama

    Bandarlampung (SL) – Fraksi Golkar DPRD Provinsi Lampung mendukung upaya komisi I menjalankan fungsi pengawasan terhadap proses seleksi Jabatan Tinggi Madya Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung. Tuduhan terhadap anggota Fraksi Partai Golkar Ririn Kuswantari dibantahnya, dan dinilai isu pemalsuan tanda tangan yang berkembang dimedia sosial merupakan pergeseran isu utamanya.

    Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Lampung, H. Tony Eka Candra menjelaskan, adanya pemberitaan terkait pemalsuan tanda tangan yang diduga dilakukan anggota Fraksi Partai Golkar Ririn Kuswantari dengan tegas dibantahnya, dan dinilai isu pemalsuan tanda tangan yang berkembang dimedia sosial merupakan pergeseran isu utamanya, yaitu bagaimana DPRD melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD) melaksanakan fungsi pengawasan terhadap seleksi Jabatan Tinggi Madya Sekretaris Daerah Provinsi Lampung.

    “Hari ini kita sudah mendengar langsung keterangan dari Anggota Fraksi Partai Golkar yang saat ini duduk sebagai Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung Ririn Kuswantari, dan telah dijelaskannya secara gamblang dan detail, bahwa apa yang muncul dimedia sosial terkait pemalsuan tanda tangan adalah tidak benar, dan akibat dari isu tersebut Ibu Ririn Kuswantari merasa tersakiti, teraniaya, terdzolimi dan ini adalah fitnah, dan apa yang dirasakan Ibu Ririn juga dirasakan oleh Fraksi Partai Golkar, seharusnya isu utamanya adalah bagaimana DPRD melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD) melakukan fungsi pengawasan terhadap seleksi Jabatan Tinggi Madya (Sekda), karena sebagaimana aturan perundangan Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD,” tegas Tony saat menggelar Konfrensi Pers diruangan Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Lampung, Senin (15/10/2018).

    Tony yang didampingi Anggota Fraksi Partai Golkar Lainnya yakni Hj. Ririn Kuswantari, H. Riza Mirhadi, I Nyoman Suryana, FX. Siman, H. Thaib Husin dan H. Ali Imron juga menegaskan, terkait seleksi Jabatan Tinggi Madya yang dilakukan indikasinya terbuka tetapi tertutup, karena kepala daerah seyogyanya memberikan kesempatan sebesar-besarnya dan peluang yang sama kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sudah memenuhi peraturan perundangan-undangan untuk mengikuti seleksi tersebut, dan seleksi yang ada terindikasi tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Mangement Pegawai Negeri Sipil (PNS), Peraturan MENPAN-RB Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Di Lingkungan Instansi Pemerintah.

    “Pada hakekatnya aturan perundangan tersebut menyatakan bahwa, Pengisian Jabatan Tinggi Madya, baik itu di Kementerian, Kesekretariatan Lembaga Negara, Lembaga Nonstruktural dan Instansi Daerah, dilakukan secara terbuka, kompetitif, adil dan setara. Tidak boleh melakukan diskriminasi dan nepotisme. Pada awalnya sebanyak 9 orang yang memasukkan berkas untuk mengikuti seleksi, tetapi yang mendapat rekomendasi dari Gubernur ada 4 orang, dan ini perlu dipertanyakan oleh Anggota Dewan,” jelas Tony.

    Tony juga menjelaskan, beberapa nama yang tidak masuk dalam rekomendasi Gubernur Lampung seperti Kherlani dan Fahrizal Darminto yang dinilai berprestasi, dan tidak pernah memiliki permasalahan didalam menjalankan tugas dan pengabdian selama ini.

    “Saya mencontohkan Pak Kherlani, saat ini pangkatnya paling tinggi golongan 4-E dan dia tidak pernah ada permasalahan didalam menjalankan tugas dan pengabdianya selama ini tetapi tidak mendapat rekomendasi dari Gubernur, kemudian Pak Fahrizal Darminto yang saat ini pangkatnya golongan 4-D, juga sudah mengikuti Lemhanas dan tidak pernah ada permasalahan selama menjalankan tugas dan Pengabdianya dijajaran Pemerintahan Provinsi Lampung, juga tidak mendapatkan rekomendasi dari Gubernur, dan inikan salah satu contoh saja yang perlu dipertanyakan oleh Komisi I sebagai Alat Kelengkapan Dewan didalam menjalankan fungsi pengawasannya, belum lagi mekanismenya, apakah sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan, sehingga Partai Golkar dengan ini mendukung upaya komisi I untuk melakukan fungsi pengawasan didalam seleksi Jabatan Tinggi Madya dilingkungan Pemerintahan Provinsi Lampung,” pungkas Tony.

    Sementara Anggota Fraksi Partai Golkar H. Riza Mirhadi menambahkan, terkait persolan adanya pemalsuan tanda tangan yang diduga dilakukan oleh Ririn Kuswantari, berdasarkan hasil Rapat Fraksi Partai Golkar akan segera dilaporkan oleh Ririn Kuswantari kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Lampung, karena persoalan ini tidak hanya mencidrai nama baik pribadi Ririn, akan tetapi telah mencidrai nama baik Fraksi Partai Golkar.

    “Kami sudah mendengar secara langsung dan gamblang keterangan dari ibu Ririn dalam rapat Fraksi tadi, dan oleh sebab itu kita minta kepada Ibu Ririn yang saat ini merasa nama baiknya terusik, dan ini adalah perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik secara pribadi maupun kelembagaan Fraksi Partai Golkar, kita minta segera dilaporkan kepada Badan Kehormatan Dewan, dan langkah selanjutnya Fraksi Partai Golkar akan memikirkan dan mempertimbangkan hasil keputusan Badan Kehormatan apakah proses selanjutnya akan dilaporkan kepada Pihak Kepolisian, kita tunggu saja perkembangannya,” tegas Riza.

    Ditempat yang sama Anggota Fraksi Partai Golkar Ririn Kuswantari yang juga Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung menegaskan, terkait adanya tanda tangan yang discaning bukan dilakukan oleh dirinya, akan tetapi murni kelalaian staf yang perlu pembinaan.

    “Sekali lagi saya sampaikan dan tegaskan, bahwa saya tidak pernah melakukan atau memerintahkan siapapun untuk memalsukan tanda tangan Pak Johan Sulaiman selaku Wakil Ketua Dewan, dan saya juga sudah sampaikan kepada Fraksi Partai Golkar secara detail, dan persoalan ini akan segera saya laporkan kepada Badan Kehormatan Dewan, serta berharap proses seleksi Jabatan Tinggi Madya dilingkungan Pemerintahan Provinsi Lampung dapat berlangsung, terbuka, Kompetitif, Adil, dan setara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Ririn.(rls)

  • JAK Minta Polda Sidik Pemalsuan Tanda Tangan DPRD Lampung

    JAK Minta Polda Sidik Pemalsuan Tanda Tangan DPRD Lampung

    Bandarlampung (SL) – Menyikapi dugaan pemalsuan tanda tangan wakil ketua DPRD Johan Sulaiman oleh Komisi I pada Oktober 2018 ini, Ketua Jaringan Anti Korupsi (JAK) meminta Polda Lampung melakukan penyelidikan dan penyidikan.

    Menurut Didi Ketua JAK Lampung, Selasa (16/10/1018), dugaan tersebut masuk dalam ranah pidana sehingga pihak kepolisian harus sigap dan peduli guna mengambil langkah hukum dan berkoordinasi dengan pihak Badan Kehormatan DPR. “Dugaan ini masuk keranah pidana dan harus ada langkah tegas agar penegakan hukum jelas,” ujar Didi.

    Didi juga meminta agar pihak korban maupun BK DPR Lampung segera mengambil sikap karena sudah masuk keruang publik. “BK jangan menganggap ini hal biasa dan merupakan pelanggaran etika. Kalau seperti ini, mau dikemanakan penegakan hukum di Negara ini,” tandas Ketua JAK ini.

    Sebelumnya, BK DPRD Lampung memeriksa wakil ketua empat DPRD Johan Sulaiman pada Senin (15/10/2018) pagi. Johan Sulaiman diperiksa sehubungan dengan dugaan pemalsuan tanda tangan dirinya pada surat undangan rapat dengar pendapat.

    Ketua badan kehormatan DPRD provinsi Lampung, Abdullah Fadri Auli, memeriksa Johan Sulaiman sehubungan dugaan pemalsuan tanda tangan dirinya dalam surat undangan rapat dengar pendapat dari komisi satu ke tim panitia seleksi terbuka jabatan Sekda Provinsi Lampung.

    Dalam sidang pemeriksaan badan kehormatan, terungkap jika pemanggilan terhadap tim panitia seleksi tidak sesuai dengan mekanisme, dimana komisi satu dalam melakukan pemanggilan tim panitia seleksi tidak melalui pimpinan komisi I, Sekretariat dewan dan bagian persidangan.

    Di hadapan ketua badan kehormatan, Johan Sulaiman beranggapan bahwa untuk mengundang mitra maupun bukan mitra dalam sebuah rapat dengar pendapat seharusnya melalui rapat internal komisi I.

    Tim panitia seleksi menurut Johan Sulaiman tidak termasuk dalam mitra komisi satu karena bukan sebuah lembaga permanen. Untuk itu dalam rapat pimpinan bersama Pattimura, Imer darius, Ismet Roni, sepakat untuk menunda pertemuan dengan tim panitia seleksi.

    Untuk menindaklanjuti keterangan yang disampaikan oleh Johan Sulaiman, badan kehormatan DPRD provinsi lampung menjadwalkan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait tanpa merinci jadwal sidang pemeriksaan, dengan alasan untuk menghindari adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi tersebut. (Aan/red)

  • Suprapto Dicecar 25 Pertanyaan oleh BK DPRD Lampung

    Suprapto Dicecar 25 Pertanyaan oleh BK DPRD Lampung

    Bandarlampung (SL)  – Anggota Komisi 1 DPRD Lampung Suprapto dicecar 25 pertanyaan oleh majelis hakim Badan Kehormatan (BK) sebagai saksi pada sidang klarifikasi dugaan pemalsuan tandatangan pimpinan DPRD Lampung Johan Sulaiman, di ruang Badan Kehormatan DPRD Lampung, Selasa (16/10).

    “Saya diperiksa sekitar satu setengah jam lebih sebagai saksi dugaan pemalsuan tanda tangan pimpinan DPRD dan dicecar 25 pertanyaan yang di lontarkan semua majelis hakim. Alhamdulillah semua pertanyaan bisa saya jawab,” katanya, Selasa (16/10).

    Politisi PAN ini menjelaskan bahwa ada beberapa poin pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim yaitu. Misalnya saja, ia mencontohkan, saudara Prapto, seberapa tahu saudara tentang pemalsuan tanda tangan pimpinan DPRD dalam hal ini Johan Sulaiman. “Saya paparkan semuanya didepan majelis hakim, tetapi bukan kapasitas saya menjelaskan kronologisnya,” ungkapnya.

    Selain itu, Ketua Fraksi PAN Lampung itu mengapresiasi dari upaya Badan Kehormatan untuk menelusuri dan mendalami polemik pemalsuan tanda tangan pimpinan yang terjadi. “Ini bagus dan positif, dengan muncul dugaan tanda tangan palsu saja kami dan BK bekerja secara profesional dan aktif,” ujarnya.

    Saat disinggung adakah nuansa politis di dalam kasus yang terjadi, Prapto mengaku DPRD adalah lembaga politik. Artinya, ketika benar adanya merupakan hal yang wajar.(Fajarsumatera)

  • Terkait Pemalsuan Tandatangan di Gedung DPRD Lampung, Johan Sulaiman Desak BK Ungkap Pelaku

    Terkait Pemalsuan Tandatangan di Gedung DPRD Lampung, Johan Sulaiman Desak BK Ungkap Pelaku

    Bandarlampung (SL) – Wakil Ketua IV DPRD Lampung sekaligus Koordinator Komisi I Johan Sulaiman mendesak Unsur Pimpinan dan Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Lampung mengungkap dalam pemalsu tandatangannya. Sehingga staff Komisi tidak menjadi tumbal persoalan itu. Hal ini disampaikan Johan Sulaiman melalui surat yang dikirimnya ke Pimpinan DPRD dan Badan Kehormatan (BK) terkait permasalahan dugaan pemalsuan tandatangan untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama panitia seleksi (pansel) Sekdaprov Lampung. “Saya sudah kirim surat ke unsur pimpinan DPRD, seperti ketua dan empat wakil ketua serta di tembuskan ke BK,” jelasnya pada wartawan, baru-baru ini.

    Dalam surat tersebut terdapat tiga point. Pertama, bahwa dirinya tidak pernah menerima dan menandatangani surat tersebut. Kedua, dirinya tidak pernah menerima konfirmasi dari komisi I tentang surat yang ditujukan ke pansel tersebut. Ketiga, ia meminta unsur pimpinan untuk menindaklanjuti permasalahan ini agar tidak terulang lagi kedepannya.  “Kita minta agar permasalahan ini segera ditindaklanjuti. Karena menurut saya permasalahan ini sudah termaksud kedalam pelanggaran serius”, ungkapnya.

    Saat disinggung apakah dirinya akan menempuh langkah hukum untuk menindaklanjuti hasil pimpinan dewan dan BK, ia menyampaikan bahwa pimpinan dewan ini sifatnya kolektif kolegial. “Walaupun ini permasalahan pribadi saya. Tetapi saya termasuk dalam bagian pimpinan DPRD Lampung yang kolektif kolegial ini. Makanya saya surati pimpinan agar mengambil sikap tegas dengan ini. Jadi semua tergantung hasil dari rapat pimpinan. Kalau hasilnya nanti saya diminta untuk menindaklanjuti secara hukum. Maka nanti saya akan mengikuti keputusan itu. Karena saya bagian dari pimpinan yang kolektif kolegial dan kebetulan saya koordinator Komisi I, itu aja masalahnya”, ungkapnya.

    Diberitakan sebelumnya, surat undangan rapat dengar pendapat Komisi 1 DPRD Provinsi Lampung kepada Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) Sekretaris Daerah Provinsi Lampung diduga kuat menggunakan tandatangan palsu. Sebab tanda tangan dalam surat nomor 005/770/III. 01/2018 itu tercantum nama Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Johan Sulaiman sebagai penandatangan surat.

    Namun, Johan Sulaiman membantah menandatangani surat itu. Saat dikonfirmasi, Johan mengaku belum pernah menandatangani surat tersebut. “Surat? Nggak ada itu, saya nggak tanda tangan, ” tegasnya.

    Politisi PKS Lampung itu mengaku tidak pernah menandatangani surat undangan hearing untuk Timsel Sekdaprov. “Kalau saya nggak pernah tandatangan undangan surat ke pansel, gak pernah tandatangan. Saya masih di Jakarta”, ungkapnya.

    Menurutnya, jika ada surat dengan tandatangan atas nama dirinya berarti ada oknum yang tidak bertanggung jawab dan dirinya akan menelusuri hal tersebut. “Kalaupun ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Coba nanti saya telusurin dulu dari mana itu surat”, tandasnya.

    Diketahui, DPRD Provinsi Lampung melalui Komisi I DPRD Provinsi Lampung mengundang Tim Pansel Pengisian Jabatan Sekdaprov untuk hearing bersama Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Sekretaris Daerah Provinsi Lampung di ruang Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Selasa (09/10/2018) pukul 14.00 WIB. Komisi I mempersoalkan proses pengisian jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung yang kini tengah berjalan. Para wakil rakyat itu mempersoalkan dua nama yang tidak mendapatkan restu dari Gubernur Lampung, M. Ridho Ficardo untuk mengikuti proses seleksi jabatan tersebut. (Harian Pilar)

  • Polda : Pemalsu Tanda Tangan Johan Diancam Pasal 263 Dan 255 KUHP

    Polda : Pemalsu Tanda Tangan Johan Diancam Pasal 263 Dan 255 KUHP

    Lampung Selatan (SL) – Wakapolda Lampung Brigjen Angesta Romano Yoyol mengatakan pemalsuan tanda tangan Wakil Ketua DPRD Lampung Johan Sulaiman diancam Pasal 263 dan 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Menurut Brigjen Angesta Romano Yoyol, kepolisian akan melihat apa tujuan dan kerugian yang dialami pemilik tanda tangan atau pelapornya. Pemalsuan tanda tangan bisa dilaporkan selama ada yang merasa dirugikan, ujarnya.

    Polda Lampung siap memeroses pemalsuan tandatangan Johan Sulaiman. Kamis (11/10), media siber di Lampung, ramai memberitakan soal pemalsuan surat undangan rapat dengar pendapat (RDP) antara Konisi I DPRD Lampung dengan Timsel Sekdaprov Lampung yang ternyata palsu.

    Johan Sulaiman protes dan minta ketegasan pimpinan DPRD Lampung menyikapi pemalsuan tanda tangannya. Dia menegaskan tak pernah tanda tangan surat undangan atau surat keluar untuk pansel.(rmollampung)