Tag: Pembakaran Bendera Kalimat Tauhid

  • Pembawa dan Pembakar Bendera Kalimat Tauhid Ditetapkan Tersangka

    Pembawa dan Pembakar Bendera Kalimat Tauhid Ditetapkan Tersangka

    Jakarta (SL) – Polisi telah menetapkan dua tersangka pembakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid pada Senin (22/10/2018) lalu. Dua orang tersebut, satu berinisial M dan satunya berinisial F. Keduanya diduga yang melakukan pembakaran.

    “Iya sudah jadi tersangka. Penetapan tersangka berdasarkan pemeriksaan saksi dan juga alat bukti. Termasuk, pemeriksaan terhadap penyusup pembawa bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebut,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol. Umar Surya Fana saat dihubungi, pada Senin (29/10/2018).

    Dengan demikian, Polisi telah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang digelar di Alun-Alun Garut, Jawa Barat. Mereka yakni dua orang pembakar bendera, F dan M, serta U yang membawa bendera tersebut. Sehingga menimbulkan kegaduhan.

    “Tiga orang tersangka, satu orang yang membawa bendera, dua orang yang membakar bendera,” lanjut Umar.

    Pembawa Bendera juga ditetapkan sebagai tersangka atas pelanggaran Pasal 174 KUHP. Pada Jumat (26/10/2018). Bunyi Pasal 174 adalah, “Siapa pun yang mengganggu rapat umum dengan mengadakan huru-hara atau membuat gaduh dihukum paling lama tiga minggu dan denda Rp. 900”. Karena ancamannya di bawah lima tahun, maka Polisi tidak melakukan penahanan terhadap U.

    Kasus yang mengakibatkan penetapan tiga orang tersangka tersebut, bermula dari beberapa oknum anggota Banser Garut yang melakukan pembakaran bendera hitam yang bertuliskan Kalimat Tauhid berwarna putih, yang mirip dengan bendera HTI.

    Pembakaranbendera tersebut terjadi pada saat perayaan Hari Santri Nasional (HSN) Ke-3, di Alun-Alun Blubur Limbangan, Kabupaten Garut. Minggu (21/10/2018).

    Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH. Melalui tulisannya yang diterima oleh redaksi. Menyatakan bahwa, “Kalimat Tauhid demikian mulia dan agung menurut agama Islam. Penghinaan terhadap kalimat Tauhid dalam berbagai bentuknya, menurut Pasal 156a huruf a KUHP tergolong tindak pidana penghinaan (penodaan) agama. Terhadap siapapun yang melakukan penghinaan tersebut harus ditindak, tanpa kecuali (equality before the law).”

    Dr. Abdul Chair juga menjelaskan. Pada diri pelaku terdapat adanya kehendak yang tentu pula didalamnya sudah terkandung adanya niat. Kehendak itulah yang telah mendorong dirinya untuk mewujudkan perasaannya. Untuk menentukan adanya kehendak, tolok ukurnya adalah kesengajaan sebagai wujud penggunaan pikiran yang diarahkan untuk terjadinya tindak pidana. Rumusan Pasal 156a huruf a KUHP tidak mensyaratkan adanya akibat tertentu dari perbuatan pelaku (delik formil), maka teori kehendak dapat digunakan. Sebab, apakah pelaku mengetahui atau tidak akan adanya akibat tidaklah dipersoalkan. (Fokusberita)

  • Kapolda Banten Minta Masyarakat untuk Tidak Terprovokasi

    Kapolda Banten Minta Masyarakat untuk Tidak Terprovokasi

    Banten (SL) – Kapolda Banten Brigjen Pol Teddy Minahasa Putra, meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi ataupun terpecah belah.

    Persatuan bangsa dan keutuhan NKRI, kata dia, harus diutamakan.

    Upaya ini disampaikan saat mendatangi kiai dan ulama sepuh se-Banten, pada Jumat (26/10/2018).

    “Bangsa ini dibangun dibesarkan atas kesepakatan ulama, ada paham lain, ideologi lain yang ingin merubah Pancasila itu jadi ancaman terbesar Indonesia,” ujarnya, Jumat (26/10/2018).

    Di kesempatan itu, dia menyampaikan hasil pengungkapan kasus Polda Jawa Barat mengenai insiden pembakaran bendera.

    Menurut dia, peristiwa pembakaran bendera dengan kalimat tauhid di Garut adalah bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

    Kepolisian meyakini bendera yang dibakar adalah milik HTI berdasarkan hasil pemeriksan kepolisian. Dia tidak ingin akibat peristiwa tersebut bergejolak sehingga mengancam persatuan umat.

    “Saya tegas yang dibakar di Garut itu bukan bendera tauhid. Itu bisa dipastikan dari pemeriksaan, saksi, pelaku yang mengibarkan bahwa itu adalah bendera HTI,” kata dia.

    Dia menegaskan, pemerintah telah menetapkan HTI sebagai organisasi yang dilarang di Indonesia.

    Sementara itu, Ulama Provinsi Banten sepakat tidak terprovokasi insiden pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat.

    Pernyataan sikap itu disampaikan di depan Masjid Agung Banten, tempat Sultan Maulana Hasanuddin dimakamkan di Kasemen, Kota Serang, Banten, Jumat (26/10/2018).

    “Kepada umat muslim di Indonesia agar saling menahan diri dan tidak terprovokasi,” kata AM Romli, yang diikuti puluhan ulama di Kasemen, Kota Serang, Banten, Jumat.

    Para ulama itu, antara lain Ketua MUI Banten AM Romli, Kiai Matin Syarqawi, Kiai kharismatik Abuya Muhtadi, tokoh pendiri sekaligus ulama Banten Embay Mulya Syarief, dan para pengurus MUI kabupaten/kota.

    Di kesempatan itu, disampaikan tiga pernyataan sikap. Pertama, bendera yang dibakar milik HTI.

    Kedua, para ulama di Banten mengajak sesama umat Islam menahan diri dan tak terprovokasi. Ketiga, para ulama di Banten mengajak semua pihak berkomitmen menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. (ahmad suryadi/red)

  • MUI: Bendera Tauhid yang Dibakar Anggota Banser Bukan Lambang HTI

    MUI: Bendera Tauhid yang Dibakar Anggota Banser Bukan Lambang HTI

    Garut (SL) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bendera dengan lafaz Tauhid yang dibakar oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama di Garut, Jawa Barat, bukan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). MUI menganggap bendera tersebut adalah bendera berkalimat Tauhid.

    Disampaikan oleh Wakil Ketua MUI, Yunahar Ilyas, dalam video yang beredar tidak terlihat ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia dari bendera yang dibakar itu.

    “Karena tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia, maka kita menganggap itu kalimat tauhid. Jadi memang dalam sejarah ada versi kalimatnya yang latarnya putih dan ada yang hitam. Dua-duanya itu adalah bendera Rayah dan Liwa di zaman Rasulullah SAW,” kata Yunahar, di Kantor MUI, Selasa, 23 Oktober 2018.

    Maka dari itu, MUI menyayangkan peristiwa pembakaran bendera dengan tulisan Tauhid tersebut. Menurut Yunahar, semestinya bendera Ar Rayah dan Liwa ini tidak digunakan sebagai identitas kelompok tertentu.

    “Karena ini menjadi milik umat Islam sedunia. Saya tadi ngomong-ngomong mestinya ini organisasi kerja sama Islam atau OKI mempatenkan, sehingga di manapun menjadi milik kita bersama, tidak boleh menjadi milik partai,” ujarnya.

    Menurut Yunahar, jika sebuah kelompok ingin menggunakan bendera tersebut, maka harus di desain secara berbeda. Tidak boleh sama persis dengan Ar Rayah atau Liwa.

    “Kalau menjadi milik partai atau kelompok, harus ada desain yang berbeda atau warna yang berbeda. Tidak persis mengkopi seperti di dalam sejarah,” kata Yunahar. (Viva)

  • Polisi: Tiga Pembakar Bendera Tak Memenuhi Unsur Pidana

    Polisi: Tiga Pembakar Bendera Tak Memenuhi Unsur Pidana

    Jakarta (SL) – Polda Jawa Barat dan Polres Garut telah melakukan gelar perkara terbuka kasus dugaan pembakaran bendera bertuliskan lafaz kalimat Toyyibah, atau yang dinyatakan polisi sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hasil gelar perkara polisi itu akhirnya menyatakan tidak bersalah kepada tiga orang pelaku pembakar bendera di Garut itu.

    “Terhadap tiga orang anggota Banser yang membakar tidak dapat disangka melakukan perbuatan pidana karena salah satu unsur yaitu niat jahat tidak terpenuhi,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada Republika.co.id pada Kamis (25/10).

    Karena itu lanjut dia, status tiga orang yang diamankan polisi pascakejadian ini tetap berstatus saksi. Ketiganya yakni ketua panitia dan pelaku pembakaran bendera diduga milik HTI.

    Ia menuturkan alasan memutuskan tidak bersalah kepada tiga orang tersebut karena tidak ditemukan niat jahat. Ketiganya melakukan aksi pembakaran karena spontanitas melihat adanya bendera HTI di tengah-tengah acara peringatan Hari Santri Nasional (HSN).

    “Sejak awal mereka melarang peserta membawa atribut lain selain bendera merah putih, tidak boleh membawa bendera HTI dan ISIS,” kata Dedi.

    Namun yang terjadi justru ada orang yang dengan sengaja mengeluarkan bendera HTI dan mengibar-ngibarkan. Sontak saja mereka yang hadir langsung menarik mundur laki-laki tersebut dan meminta keluar dari acara HSN.

    Sedangkan bendera HTI tersebut kata Dedi, langsung dibakar. Karena mereka tahu bahwa HTI merupakan organisasi yang telah dilarang di Indonesia.

    “Tiga orang anggota Banser secara spontan membakar bendera tersebut dengan pertimbangan bendera tersebut adalah bendera HTI dan agar tidak digunakan lagi,” jelas Dedi.

    Karena itu, terangnya, tindakan pembakaran tersebut adalah respon terhadap tindakan dari pembawa bendera. Sehingga polisi sekali lagi menyatakan tidak menemukan niat jahat terhadap tindakan pembakaran yang dilakukan anggota banser tersebut.

    “Karena perbuatan dilakukan spontan maka tidak ada niat jahat dari ke tiga orang anggota Banser tersebut saat melakukan pembakaran, karena sebelumnya sudah ada larangan membawa bendera selain bendera merah putih,” kata Dedi.

    Seperti diketahui, insiden tersebut terjadi pada saat peringatan HSN Senin (21/10) lalu. Aksi pembakaran bendera diduga milik HTI memicu kekecewaan umat  dan mendapatkan banyak kecaman.

    Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, bendera yang dibakar dalam insiden pembakaran merupakan bendera tauhid. MUI tidak menjumpai adanya lambang Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) di bendera tersebut.

    “Memang itu tidak ada HTI-nya, jadi itu kalimat tauhid. Kami melihat yang dibakar kalimat tauhid karena tidak ada simbol HTI,” kata Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas, di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (23/10). (Republika)

  • Meredam Perpecahan Umat Akibat Pembakaran Bendera Tauhid

    Meredam Perpecahan Umat Akibat Pembakaran Bendera Tauhid

    JAKARTA (SL) – Insiden pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid di Garut mulai menimbulkan riak-riak di masyarakat. Atas hal itu, berbagai tokoh dan ormas Islam meminta umat Islam Indonesia menahan diri dari tindakan-tindakan yang justru bisa memecah persatuan.

    “MUI (Majelis Ulama Indonesia) memohon kepada seluruh pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing, dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu agar ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan di kalangan umat serta bangsa tetap terjaga dan terpelihara,” kata Pelaksana Tugas Ketua Umum MUI Zainut Tauhid saat menyampaikan konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (23/10).

    Kepolisian melansir, insiden pembakaran bendera tersebut terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10) pagi. Sejumlah anggota Barisan Serbaguna Anshor Nahdlatul Ulama (Banser NU) melakukan pembakaran dengan dalih bendera hitam bertuliskan Lailahailallah Muhammadur Rasulullah dalam kaligrafi Arab tersebut merupakan bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah tahun lalu.

    Video pembakaran tersebut kemudian beredar di dunia maya dan memicu kecaman berbagai pihak. Pada Selasa pagi, kepolisian telah mengamankan tiga orang saksi dan mengejar seorang pembawa bendera. Zainut Tauhid mengatakan, MUI meminta pelaku untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya secara terbuka.

    “Dalam pandangan MUI, karena bendera itu tidak ada tulisan HTI dan murni bertuliskan kalimat tauhid, maka ini sangat kami sayangkan,” ujar Zainut Tauhid.

    MUI mendorong dan mengimbau seluruh pihak untuk menyerahkan masalah ini kepada aparat hukum. Selain itu, MUI meminta kepada pihak ke polisian untuk bertindak cepat, adil, dan profesional. Para pimpinan ormas Islam, para ulama, kiai, ustaz, dan ajengan juga diminta ikut membantu mendinginkan suasana dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

    Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, sangat wajar apabila sebagian umat Islam marah terhadap aksi pembakaran kalimat tauhid. Ia menuturkan, bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid memang tidak bisa disempitkan sebagai bendera ormas tertentu saja.

    “Jadi, maknanya tentu sangat kuat, baik dalam konteks misi perjuangan Islam maupun dalam konteks akidah Islam, karena berkaitan dengan kalimat tauhid,” kata dia di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.

    Walaupun demikian, masyarakat, khususnya umat Islam, tidak perlu menanggapi persoalan pembakaran bendera secara berlebihan. “Penyelesaian di jalan itu akan lebih memantik lagi ketegangan dan itu sejauh mungkin harus kita hindarkan. Karena, dalam situasi politik seperti sekarang, kita perlu ketenangan dan situasi yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia, kemarin. Semisal ada elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa, ia mengingatkan agar semua pihak yang akan melakukan itu tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

    Persatuan Islam (Persis), ormas Islam dengan pengaruh signifikan di Jawa Barat, meminta kasus pembakaran bendera diselesaikan secara hukum. Menurut pihak Persis, pembakaran itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan membakar bendera yang diduga milik HTI.

    “Selesaikan saja secara damai, jangan sampai membakar bendera yang ada kalimat tauhidnya. Tidak bisa dengan dalil ini hubungannya dengan HTI,” kata Ketua Umum Persis KH Aceng Zakaria.

    Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas juga menyayangkan kejadian pembakaran bendera di Garut. Menurut dia, kader yang melakukan hal itu telah melanggar prosedur tetap yang sudah diinstruksikan pengurus pusat.

    Meski begitu, ia mengatakan, yang dilakukan kader-kader tersebut karena terprovokasi pihak-pihak yang menurut mereka mengibarkan bendera HTI di tengah peringatan Hari Santri Nasional. Pengibaran tersebut, kata dia, terjadi di Bandung Barat, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, dan Cianjur. Namun, hanya di Garut terjadi pembakaran.

    “Ini negara hukum, jadi kalau memang ada yang melaporkan, ada yang merasa terganggu, merasa dirugikan, silakan dilaporkan saja,” ujar pria yang akrab disapa Gus Tutut.

    Mantan juru bicara HTI Ismail Yusanto membantah bendera hitam yang dibakar di Garut adalah bendera HTI. “Tidak pernah HTI mengklaim itu bendera HTI,” kata Ismail, kemarin. Ismail mengatakan, selama ini yang kerap dibawa HTI adalah Liwa’ dan Rayyah, panji putih dan hitam bertuliskan kalimat tauhid yang mereka yakini digunakan Rasulullah shallallahu ala muhammad dalam sejumlah peperangan. (republika.co)

  • Prabowo Curiga Pembakaran Bendera Tauhid Untuk Adu Domba

    Prabowo Curiga Pembakaran Bendera Tauhid Untuk Adu Domba

    Jakarta (SL) – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto curiga dengan aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang identik dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat. Prabowo menduga ada yang memerintahkan pembakaran tersebut untuk mengadu domba masyarakat.

    “Karena itu saudara-saudara sekalian, saya mohon, marilah kita sabar, marilah kita hati-hati,” kata Prabowo dalam acara Hari Santri Nasional dan Milad Front Santri Indonesia ke-1, di Masjid Amaliyah, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10).

    “Jangan-jangan orang yang bakar-bakar itu, bakar-bakar tulisan tauhid, jangan-jangan memang dia disuruh, dia disuruh untuk bikin kita marah dan dia adu domba,” ujarnya melanjutkan.

    Prabowo menduga aksi bakar bendera bertuliskan kalimat tauhid itu dilakukan lantaran kelompok tersebut telah mengetahui akan ada perubahan besar usai pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Dia meminta para pendukungnya bersabar dan tak terpancing hingga pemungutan suara pada 17 April 2019.

    “Kita mau jangan ada lagi penistaan, penghinaan dan upaya untuk meruntuhkan dasar-dasar keyakinan agama kita. Harus ada perubahan pada 17 April yang akan datang,” ujarnya.

    Prabowo mengaku memiliki pengalaman sebagai tentara untuk melihat upaya adu domba. Mantan Danjen Kopassus itu mengklaim mengetahui kerja-kerja fitnah yang dilakukan kelompok tertentu untuk memecah belah masyarakat.

    “Saya dulu diperintah macam-macam, jadi saya paham kerja-kerja fitnah semacam itu, saya mengerti. Jangan-jangan juga ada bangsa asing yang ingin Indonesia selalu ribut,” tuturnya.

    Oleh karena itu, Prabowo mengajak para pendukungnya untuk tetap tenang dan fokus selama masa kampanye ini. Dia meminta agar para pendukungnya menjaga suara rakyat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing.

    “Kita lakukan perubahan besar mulai dari kotak suara, dan kita kerja dari hari ini. Bersama-sama kita perbaikan kehidupan bangsa kita,” ujarnya. (eramuslim)

  • Wakil Ketua MPR Prihatin dengan Pembakaran Bendera Tauhid

    Wakil Ketua MPR Prihatin dengan Pembakaran Bendera Tauhid

    PALEMBANG (SL) – WakilWakil  Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid sangat prihatin dengan pembakaran bendera tauhid bersamaan dengan peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat. Dia berharap kejadian itu tidak terulang lagi.

    “Bendera yang dibakar bukanlah bendera HTI. Bendera yang dibakar adalah bendera yang berisi kalimat tauhid,” kata Hidayat usai berbicara di depan peserta Indonesia Creative Leadership Camp II 2018, Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang, Selasa (23/10) lalu.

    Kementerian Dalam Negeri sudah membedakan antara bendera tauhid dan bendera HTI. Yang tidak diperbolehkan adalah bendera yang ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

    “Bendera yang dibakar kemarin tidak ada tulisan HTI. Seharusnya pimpinan organisasi itu (Banser) mencegah. Kalau dianggap ada masalah dengan bendera itu seharusnya jangan dibakar,” ujar Hidayat seperti dalam siaran persnya.

    Dia mengingatkan bahwa bendera dengan kalimat tauhid itu sangat sakral bagi umat Islam. Hari Santri itu terkait dengan peran santri dalam kemerdekaan dengan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945. Saat resolusi jihad terbentuk lasykar santriatau lasykar hizzbullah. Lasykar itu punya bendera dengan tulisan kalimat tauhid.

    “Kok sekarang kita memperingati hari Santri, ada yang membawa bendera tauhid tanpa tulisan HTI kok malah dibakar,” tutur Hidayat heran.

    Hidayat meminta peristiwa pembakaran bendera tauhid itu jangan terulang kembali dan harus dilakukan koreksi secara mendasar. Peristiwa ini menurutnya, tak perlu dibesar-besarkan untuk menghindari konflik sesama ormas Islam, sesama anak bangsa. Kasus ini harus didudukan dalam porsi yang sebenarnya. Jangan dilebih-lebihkan dan jangan diplintir sebagai pembakaran bendera HTI.

    Peristiwa pembakaran bendera tauhid ini, lanjut Hidayat, justru mengingatkan kembali pada organisasi HTI. “Padahal kita sudah melupakan HTI,” ucapnya. (republica.co)

  • Mabes Polri: Pembakar Bendera Kalimat Tauhid Kami Tindak secara Hukum

    Mabes Polri: Pembakar Bendera Kalimat Tauhid Kami Tindak secara Hukum

    Jakarta (SL) – Mabes Polri bergerak cepat merespons viralnya video Banser Nahdlatul Ulama membakar bendera hitam berisi kalimat tauhid. Bendera itu digunakan organisasi terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prastyo, menyampaikan, polisi langsung mengambil langkah-langkah antisipatif untuk mencegah konflik imbas dari video tersebut.
    “Kami tindak secara hukum agar dapat menenangkan sekaligus menetralkan situasi kondusif secara umum,” kata Brigjen Pol Dedi Prastyo dalam keterangan kepada pers, Senin (22/10). Selain itu, kepolisian juga telah menekan peredaran video itu di media sosial. Guna menjaga suasana kondusif, Polri telah meminta tokoh-tokoh agama di Kabupaten Garut untuk membuat pernyataan yang bisa mendinginkan masyarakat.
    “Ketua MUI dan PC NU segera membuat statement dan segera diviralkan. Dari Ketua Banser Garut juga memberikan klarifikasi kasus tersebut,” jelas Dedi. Kasus pembakaran bendera HTI yang berisi kalimat tauhid oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna alias Banser di Garut juga dikecam oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
    Lewat twitter dan instagram resminya, apapun alasannya, Ridwan menyebut pembakaran bendera itu menimbulkan tafsir berbeda-beda di tengah masyarakat. “Mari biasakan menyampaikan pesan dengan adab yang baik. Bangsa kita butuh itu,” kata Ridwan Kamil.
    Sudah ada klarifikasi dari Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU), Yaqut Cholil Qoumas. Ia mengklaim, pembakaran bendera itu justru untuk menjaga kalimat tauhid dari penistaan. Dia katakan, hal sama juga akan dilakukan jika anggota Banser menemukan sobekan naskah kitab suci Alquran. (nt)

     

  • Ribuan Umat Islam Garut Gelar Aksi Bela Tauhid Kutuk Aksi Banser

    Ribuan Umat Islam Garut Gelar Aksi Bela Tauhid Kutuk Aksi Banser

    Garut (SL) – Ribuan orang yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam Bela Tauhid menggelar aksi unjuk rasa mengutuk keras pembakaran bendera tauhid oleh anggota Barisan Ansor Serba Guna (Banser), salah satu organisasi sayap Nahdlatul Ulama di Garut, Jawa Barat, Selasa 23 Oktober 2018.

    Pembakaran bendara tauhid itu terjadi usai dilaksanakan upacara peringatan Hari Santri Nasional di Alun-alun Limbangan Garut, Jawa Barat, Senin, 22 Oktober 2018 kemarin. Aksi pembakaran tersebut direkam dan videonya langsung viral melalui media sosial.

    Terkait dengan kejadian itu, ribuan orang berkumpul di Bundaran Simpang Lima, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat. Para peserta aksi sebagian berjalan kaki, menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.

    Massa juga membawa dan mengibarkan panji perang Rasulullah berwana hitam dan bendera Rasulullah berwarna putih. Mereka rencananya akan melaksanakan longmarch dari Bundaran Simpang Lima menuju Lapangan Oto Iskandar Dinata (Alun-alun) Garut.

    Sementara aparat Kepolisian terlihat melakukan penjagaan cukup ketat terhadap iring-iringan massa. Ini untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, terutama melakukan pengaturan arus lalu lintas di lima ruas jalan yang mengarah Bundaran Simpang Lima.

    Sebelumnya wakil Bupati Garut, Helmi Budiman meminta agar semua pihak menahan diri tidak melakukan aksi anarkis. “Soal aksi silahkan tetapi tetap bisa menjaga agar Garut tetap kondusif,” katanya. (Viva)