Tag: Pembangunan Infrastruktur

  • DPRD Lampung: Pembangunan Infrastruktur Salah Satu Penunjang Pertumbuhan Ekonomi

    DPRD Lampung: Pembangunan Infrastruktur Salah Satu Penunjang Pertumbuhan Ekonomi

    Bandar Lampung (SL) – Pembangunan infrastruktur yang bagus menjadi salah satu hal yang penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.

    Mardiana Anggota DPRD Provinsi Lampung fraksi NasDem mengatakan, insfratruktur di Lampung Utara harus menjadi salah satu prioritas untuk dapat membantu percepatan ekonomi di provinsi Lampung. “Jalan semilir raya yang menjadi prioritas ruas provinsi di Kabupaten Lampung Utara menjadi infrastruktur yang mesti di prioritaskan mengingat kondisi keadaan jalannya memang sangat parah,” ujar Mardiana, Senin 20 September 2021.

    Anggota komisi IV DPRD provinsi Lampung ini menambahkan bahwa telah berkoordinasi bersama Dinas Bina Marga Bina Kontruksi (BMBK) Provinsi Lampung untuk perbaikan jalannya. “Karena jalan tersebut adalah jalan provinsi yang menjadi tembusan ke Kabupaten Tulang Bawang Barat,” tuturnya.

    Kemudian, tidak hanya infrastruktur jalan di Kabupaten Lampung Utara masalah irigasi perairan juga menjadi perhatian oleh anggota DPRD fraksi Partai NasDem ini. “Dinas irigasi pengairan di Provinsi Lampung harusnya lebih maksimal sehingga dapat berjalan selaras dengan program pemerintah pusat yang sudah berjalan dalam pemanfaatan sumber air,” tegasnya. (red)

  • Bank Dunia Soroti Pembangunan Infrastuktur Pemerintahan Jokowi

    Bank Dunia Soroti Pembangunan Infrastuktur Pemerintahan Jokowi

    Jakarta (SL) – Bank Dunia memberikan sorotan pada pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu sorotan mereka berikan terkait penugasan yang diberikan pemerintahan Jokowi terhadap BUMN dalam pembangunan infrastruktur.

    Dalam laporan berjudul “Infrastructure Sector Assesment Program” edisi Juni 2018, Bank Dunia menyatakan untuk menjalankan penugasan yang diberikan, tak jarang pemerintah memberikan keistimewaan kepada perusahaan pelat merah.

    Keistimewaan diberikan dalam beberapa bentuk. Pertama, pemberian suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Tercatat, pada 2015 lalu pemerintah memberikan suntikan modal Rp41,4 triliun untuk 36 BUMN, yang setengah di antaranya digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

    Pada 2016, suntikan modal dinaikkan menjadi Rp53,98 triliun yang 83 persen di antaranya untuk pembangunan infrastruktur. Selain suntikan modal, BUMN juga sering diberikan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman dari bank BUMN tanpa uji kelayakan yang jelas dengan suku bunga rendah. Bank Dunia dalam laporan tersebut menyatakan pemberian penugasan dan insentif tersebut telah menimbulkan masalah. Masalah berkaitan dengan peningkatan jumlah utang BUMN.

    Untuk menjalankan penugasan dan membiayai pembangunan infrastruktur, BUMN yang tidak mempunyai dana operasional harus mencari pinjaman. Data Bank Dunia, tingkat utang tujuh BUMN infrastruktur yang ditugaskan pemerintah membangun infrastruktur, pada September 2017 lalu mencapai Rp200 triliun. Jumlah utang BUMN tersebut naik tiga kali lipat dari tiga tahun sebelumnya atau sebelum mendapatkan penugasan. Utang berpotensi bertambah terus kalau mereka tetap menjalankan penugasan.

    Masalah lain, berkurangnya kesempatan investasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Bank Dunia menyatakan suntikan modal, insentif dan kemudahan yang diberikan kepada BUMN dalam menjalankan penugasan telah membuat perusahaan pelat merah di atas angin dalam tender dan lelang proyek infrastruktur. Fasilitas tersebut telah mengurangi daya saing sektor swasta terhadap BUMN, sehingga membatasi kesempatan mereka untuk dapat memenangkan proyek.

    Bank Dunia Klarifikasi 'Kritik' Pembangunan Proyek Jokowi EMBIlustrasi. (Anadolu Agency)

    Selain penugasan BUMN, Bank Dunia juga memberikan perhatian kepada pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema pemerintah badan usaha (KPBU). Bank Dunia dalam laporan setebal 344 halaman tersebut menyatakan sebenarnya pemerintah melalui Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sudah membuat kemajuan yang bagus dalam menetapkan institusi, instrumen dan proses agar proyek berskema KPBU bisa dijalankan.

    Dengan kemajuan tersebut, selama 2015 sampai dengan 2017, 13 proyek berskema KPBU dengan nilai total investasi US$8,94 miliar berhasil dijalankan. Tapi menurut mereka, masih ada sejumlah hambatan yang harus diselesaikan pemerintah agar skema tersebut bisa ditingkatkan.

    Salah satu hambatan berkaitan dengan kualitas persiapan proyek. Mereka menilai kemauan dan kapasitas yang dimiliki oleh agen pemerintah dalam merencanakan proyek masih kurang. Permasalahan tersebut diperparah oleh keengganan Bappenas dalam menolak setiap proposal yang perencanaannya masih kurang tersebut. Selain kualitas persiapan, mereka juga menyoroti buruknya manajemen koordinasi dalam pelaksanaan proyek berskema KPBU.

    Dalam pemberian dukungan kepada sektor swasta yang ingin masuk ke dalam proyek berskema KPBU, koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait cukup lemah. Untuk pemberian dukungan berbentuk dana dukungan tunai infrastruktur (Viability Gap Fund) maupun pembayaran layanan ketersediaan (availibility payment) misalnya, sering instansi yang terlibat banyak dan memiliki suara berbeda.

    VGF dan Instrumen AP diatur serta dikelola oleh direktorat jenderal yang berbeda di dalam Kemenkeu, dan juga Kementerian Dalam Negeri (Depdagri). Sedangkan ketentuan jaminan untuk dukungan tersebut dikelola terutama oleh PT PII. Selain Bank Dunia, sorotan terhadap pembangunan infrastruktur era Jokowi sebelumnya juga disampaikan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.

    Sandiaga saat menghadiri Dialog dan Silaturahim Tokoh-tokoh dan Pengusaha se-Jawa Timur mengatakan pembangunan infrastruktur saat ini tidak tepat sasaran. Secara gamblang Bank Dunia sudah mengatakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur RI tidak dilakukan dengan baik, sehingga akhirnya tidak tepat sasaran dan tidak memberikan dampak yang baik ke masyarakat.

  • 73 Triliun Uang Buruh BPJS-TK Digunakan Untuk Pembangunan Infrastruktur

    73 Triliun Uang Buruh BPJS-TK Digunakan Untuk Pembangunan Infrastruktur

    Oleh : Jumhur Hidayat, Mantan Kepala BNP2TKI dan pimpinan DPP KSPSI bidang Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.

    Beberapa  hari lalu, 21 Maret 2018, Direktur Utama BPJS-TK akan menyisihkan dana sekitar Rp 73 Triliun untuk mendukung program pembanguan infrastruktur melalui penerbitan surat utang.

    Dana itu tentu besar sekali, atau sekitar 23% dari dana titipan kaum buruh/pekerja berupa uang iuran jaminan sosialnya yang sekarang berjumlah Rp. 320 Trilyun. Artinya, bila saja pelaksanaan penerbitan surat utang itu tidak hati-hati, maka akan menggoncangkan dana titipan kaum buruh/pekerja  Indonesia.

    Sebagai salah seorang pimpinan DPP KSPSI yang membidangi Peningkatan Kesejahteraan Pekerja yang jumlah anggotanya sekitari 4 juta orang yang rutin membayar iuran BPJS-TK, kita belum bisa menerima begitu saja pernyataan Direktur Utama BPJS-TK di atas.

    Menurut akal sehat, dana titipan kaum buruh/pekerja itu hanya boleh diputarkan atau dikembangkan untuk suatu kegiatan yang tingkat spekulasinya sangat rendah. Sementara itu, program infrstruktur yang sekarang dibangun, masih rancu alias belum jelas mana yang bakal untung dan mana yang bakal rugi.

    Sementara untuk mengelola dana buruh/pekerja di BPJS-TK haruslah menguntungkan. Karena itu seperti selama ini dilakukan, sebagian besar dana itu dikembangkan melalui pembelian obligasi pemerintah atau deposito di bank-bank negara.

    Dengan kata lain, pengelolaan dana BPJS-TK pada kedua cara itu hanya bisa merugi bila NKRI menuju bubar  atau bank-bank negara menuju bangkrut, yang mana hal tersebut sangat kecil kemungkinannya karena banyak entitas resmi yang mengawasi APBN maupun perbankan.

    Secara umum memang baik bahkan perlu mengembangkan dana BPJS-TK agar mendapatkan yield atau perolehan pengembangan yang besar termasuk mengembangkannya dalam pembangunan infrastruktur.  Namun sekali lagi, bahwa proses pengembangan itu harus dilakukan dengan tingkat resiko yang sangat kecil.

    Terkait perolehan yang besar dengan tingkat resiko yang sangat kecil ini sesungguhnya bisa dilakukan walau harus terlebih dulu membuat dasar hukumnya. Tentunya itu semua bisa terjadi kalau ada kemauan politik dari penguasa.

    Membangun infrastruktur dengan tingkat risiko pengembalian langsung yang kecil harus dihindari. Sebaliknya, bila merujuk kepada Presiden Joko Widodo yang mengatakan infrastruktur yang sudah untung, bisa dijual dan hasil penjualannya bisa membangun infrastruktur lainnya, maka sudah seharusnya BPJS-TK diarahkan untuk membeli infrastruktur model seperti itu.

    Contoh gampangnya adalah kita mendukung bila BPJS-TK membeli jalan tol dalam kota Jakarta atau membeli Tol Cikampek Purwakarta atau membeli konsesi pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta atau Bandara Ngurah Rai atau membeli konsesi Pelabuhan JICT  Tanjung Priok atau Pelabuhan Belawan Medan dan sebagainya yang secara kasat mata saja sudah pasti untung besar karena pasarnya captive dan sudah jelas.

    Sebaliknya bila dana BPJS-TK dipakai untuk membiayai Tol Trans Sumatera dan berbagai ruas Tol lainnya yang belum jelas tingkat pengembaliannya atau membangun pelabuhan laut  yang belum jelas berapa kapal yang akan melabuh dan sebagainya maka kita jelas menolak karena ini bersifat spekulatif  dan berisiko tinggi yang bisa merugikan kaum buruh/pekerja Indonesia.

    Hal ini perlu ditegaskan lagi karena menjual konsesi pengelolaan infratruktur yang sudah jelas sangat menguntungkan kepada swasta murni apalagi asing sepertinya lebih didahulukan dari pada dijual dengan menggunakan dana-dana masyarakat yang terkumpul.

    Memaksakan memberi konsesi pengelolaan  JICT Tanjung Priok ke asing diduga kuat karena ada dana yang bisa diberikan kepada pembuat keputusan. Sementara kalau dijual ke masyarakat luas misalnya melalui dana di BPJS-TK,  Taspen, ASABRI dan sebagainya akan sulit mendapat danakickback atau “kongkalikong “ yang jumlahnya sangat besar karena pengawasannya yang ketat.

    Jadi jelas bahwa dalam soal beli-membeli konsesi infrastruktur yang sudah untung ini telah terjadi kerendahan moral dalam prosesnya, kecuali bila itu dijual menggunakan dana masyarakat luas.

    Sementara itu, terkait dengan penerbitan surat utang untuk  pembangunan infrastruktur, ini sama halnya dengan menjadikan BPJS-TK selayaknya bank yang meminjamkan kredit. Ini bisa juga diartikan bahwa perbankan tidak mau memberi pinjaman pada pembangunan infrastruktur tertentu karena memang kelayakannya yang diragukan.

    Kalau tidak diragukan, tentunya perbankan akan memberi pinjaman itu karena perbankan memiliki banyak dana. Ekspansi kredit yang beberapa tahun sebelumnya di atas 10% per tahun nyatanya dalam 2 tahun terakhir selalu di bawah 10%, yaitu 9% pada 2016 dan 8,24% pada 2017. Artinya perbankan memiliki cadangan dana yang cukup besar untuk berekspansi.

    Atas dasar ini,  maka kita harus sangat berhati-hati dalam menggelontorkan dana BPJS-TK untuk pembangunan infrastruktur ini, kecuali memang pembangunan infrastruktur itu secara kasat mata pasti menguntungkan sekaligus tingkat resikonya sangat kecil, jadi jangan korbankan dana buruh/pekerja untuk kegiatan spekulatif, sebaliknya kerjakan saja dulu penjualan infrastruktur yang sudah menguntungkan agar mendapatkan dana segar.

    Tapi sekali lagi harus diingat, jangan sembarang jual ke swasta atau asing, tapi jual ke dana titipan milik masyarakat seperti BPJS-TK atau sejenisnya. Kalau peraturan perundang-undangan belum mendukung, maka bisa dibuat aturan baru yang mendukung.

    Sudah selayaknya aturan yang akan menguntungkan rakyat banyak, dibuat dengan seksama dan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

  • Pembangunan Infrastruktur yang Dikelola PT Waskita Karya Terkesan ‘ugal-ugalan’

    Pembangunan Infrastruktur yang Dikelola PT Waskita Karya Terkesan ‘ugal-ugalan’

    Jakarta (SL) – Meminjam istilah para politikus oposisi rivalitas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK), yaitu bahasa ugal-ugalan, sepertinya pengelolaan uang negara dari sumber APBN yang dikelola PT Waskita Karya untuk pembangunan infrastruktur, memang terkesan ‘ugal-ugalan’.

    Kesan yang menguatkan itu ialah dengan banyaknya produk hukum atau peraturan perundang-undangan yang ditabrak oleh PT Waskita terutama pada saat proses lelang terjadi demi memenangkan paket proyek triliunan rupiah tersebut, atau angka tepatnya Rp 4.386.386.067.000,-.

    Proyek bernilai lebih Rp 4,3 triliun yang dimenangkan PT Waskita namun diduga sarat permasahan ini, berdasarkan pengamatan RadarOnline.id yang tayang di LPSE Kementerian PUPR dan LPSE Kementerian Agama, yang pembiayaannya melalui APBN Tahun Anggaran 2018.

    Terdapat 5 paket proyek yang dimenangkan PT Waskita, hasil dari pantauan, dalam proses lelangnya bahwa Sertifikat Badan Usaha (SBU) PT Waskita Karya ( Persero) Tbk, diduga cacat hukum karena menabrak aturan-aturan, sehingga dalam tahap penetapan pemenangannya terkesan melalui ‘kerjasama hitam’.

    Ke lima paket proyek tersebut antara lain: 1. Pembangunan Bendungan Komering II / Tiga Dihaji Kab. Oku Selatan, dengan harga penawaran Rp 1.345.921.604.000,-.; 2. Pembangunan Bendungan Jlantah di. Kab. Karanganyar, Jawa Tengah;1 Bendungan;8,3 juta M3; F;K;MYC, dengan harga penawaran Rp 965.055.206.000,-.; 3. Pembangunan Bendungan Martatiga dengan harga penawaran Rp 813.707.950.000,-.; 4. Pembangunan Bendungan Temef di Kabupaten Timur Tengah Selatan (Paket-1), dengan harga penawaran Rp 899.088.942.000,-.; 5. Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Gedung Rektorat, Gedung Fakultas dan Kawasan 3 Pilar Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) (Paket 1).

    Untuk diketahui urutan nomor 1 sampai nomor 4 dibiayai dari APBN Kementerian PUPR sementara untuk nomor 5 sumber dananya dari APBN Kementerian Agama.

    Terkait dugaan tindak pidana pelanggaran hukum penentuan pemenangan lelang ini, RadarOnline.id sudah mencoba melayang surat konfirmasi kepada Direktur Utama PT Wsakita Karya (Persero) Tbk. Namun, hingga berita ini terbit belum ada jawaban dari pihak PT Wsakita.

    Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Waskita saat mengikuti tahapan lelang adalah, bahwa Tenaga Ahli Tetap (PJT/PJK)-nya, sedang Rangkap Jabatan di perusahaan jasa konstruksi berbeda yaitu PT FIC, berinisial MR.

    Selain itu saat proses lelang berlangsung, lelang tersebut juga diikuti oleh PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero Tbk, sementara untuk diketahui bahwa antara PT Waskita dan PT PP memiliki anak perusahaan yang sama, yaitu PT Prima Multi Terminal, yang mana dua orang pengurusnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan inisial AB dan DHS.

    Menurut data, kepemilikan bersama mengenai anak perusahaan PT Prima Multi Terminal ini, telah dinotariskan pada tanggal 26 September 2014, dan telah mendapat SK Kemenhunkam 29 September 2014.

    Sehingga dengan adanya kerancuan tersebut telah terjadi Pertentangan Kepentingan dan juga terafiliasi.

    Dalam hal ini PT Waskita juga menabrak Dokumen Kualifikasi di Bab II angka 3 terkait, Larangan Pertentangan Kepentingan, juga pada isian Kualifikasi Lembar Depan angka 4, serta pasal 6 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, termasuk Peraturan Menteri PU No.31/PRT/M/2015 dalam pasal 4 huruf (e). (radaronline.com)

  • Presiden Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Bukan Hanya Urusan Ekonomi, Tapi Juga Persatuan Bangsa

    Presiden Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Bukan Hanya Urusan Ekonomi, Tapi Juga Persatuan Bangsa

    Yogyakarta (SL) – Pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Nusantara dilakukan dengan harapan agar keterhubungan antarwilayah menjadi lebih meningkat. Keterhubungan antarwilayah itu pada gilirannya akan menyatukan seluruh daerah di Tanah Air sehingga meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan.

    Hal itu dikemukakan Presiden Joko Widodo yang memberikan penjelasan mengenai pentingnya pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam acara peringatan Milad Satu Abad Madrasah Mu’allimin-Mu’allimaat Muhammadiyah, di Yogyakarta, Kamis, 6 Desember 2018. “Kenapa harus sambung menyambung? Supaya persatuan kita sebagai sebuah negara besar itu bisa disatukan. Jadi yang namanya membangun infrastruktur bukan hanya urusan ekonomi tetapi juga urusan persatuan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa besar,” ujarnya.

    Persoalan keterhubungan di negara Indonesia yang memiliki belasan ribu pulau memang menjadi persoalan tersendiri. Terlebih masih banyak wilayah yang belum menikmati infrastruktur yang sebaik di Pulau Jawa.

    Di Papua misalnya, ketiadaan infrastruktur jalan yang baik menyebabkan lamanya waktu tempuh. Tak jarang, perjalanan yang semestinya dapat ditempuh hanya dalam beberapa jam saja dapat memakan waktu hingga berhari-hari. “Di Indonesia bagian timur, di Papua, jalan (rusak) seperti ini banyak sekali. Masak hanya 120 kilometer memakan waktu dua atau tiga hari baru sampai. Harus menginap, harus masak di jalan. Inilah pentingnya infrastruktur,” tuturnya.

    Kepala Negara mengatakan, meski baru-baru ini pembangunan di Papua sempat terhambat dengan adanya kelompok kriminal bersenjata, hal itu tak menyurutkan langkah pemerintah untuk terus membangun Papua dan wilayah-wilayah lain di Indonesia agar dapat saling terhubung. “Orang Aceh harus kenal orang Papua, orang Papua harus kenal orang Kalimantan, orang Kalimantan harus kenal orang Jawa, orang Jawa harus kenal orang Sulawesi karena memang negara ini adalah negara besar,” ucapnya.

  • Presiden Targetkan Beberapa Infrastruktur Selesai di Akhir Tahun

    Presiden Targetkan Beberapa Infrastruktur Selesai di Akhir Tahun

    Jakarta (SL) – Selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, fokus pembangunan diarahkan pada bidang pembangunan infrastruktur. Saat berbicara pada acara Kompas100 CEO Forum, Presiden Joko Widodo mengungkapkan, sejumlah proyek infrastruktur yang sedang berjalan akan mulai diresmikan dan beroperasi pada akhir 2018. “Pada akhir tahun ini, mungkin awal bulan depan, kita akan meresmikan infrastruktur-infrastruktur yang telah kita bangun selama empat tahun ini. Sebentar lagi, nanti di bulan Desember, tol Jakarta-Surabaya akan sambung. Untuk Merak-Banyuwangi masih akhir tahun 2019,” ujar Presiden di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa, 27 November 2018.

    Untuk tol Trans Sumatra, ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140,8 kilometer juga akan diresmikan pada Desember 2018. Sementara, ruas Bakauheni-Palembang sepanjang 350 kilometer akan selesai pada tahun depan. “Insyaallah. Saya tanya ke kontraktornya, katanya bulan Juni. Saya tawar ke kontraktornya, mbok April. Agak maju sedikit ke April gitu. Biar ada manfaatnya. Manfaat untuk berlebaran. Jangan berpikir ke mana-mana,” katanya.

    Selain proyek jalan tol, proyek Pelabuhan Kuala Tanjung di Provinsi Sumatra Utara akan selesai akhir tahun ini. Sementara, proyek pelabuhan lain akan menyusul pada 2019. “Makassar New Port, nanti Januari 2019, juga insyaallah akan selesai,” lanjutnya.

    Sementara untuk bandara, Presiden masih menunggu pembangunan landasan pacu (runway) ketiga di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta untuk selesai. Dengan tambahan landasan pacu ini, diharapkan lalu lintas pesawat untuk terbang maupun mendarat tidak mengalami antrean panjang. “Sebetulnya yang saya tunggu akhir 2018 selesai itu runway ketiga di Bandara Soekarno-Hatta. Tapi, karena pembebasan lahan yang sedikit terhambat, mungkin masih mundur di pertengahan tahun di 2019. Karena kita merasakan, mau naik (pesawat) saja ngantre setengah jam di Soekarno-Hatta. Mau turun juga mutar-mutar dulu di atas karena terlambat membangun runway yang ketiga,” ujarnya.

    Tidak hanya landasan pacu, east cross taxi way di sebelah timur pun diakui Presiden sedikit terlambat. Hal ini mengakibatkan permintaan-permintaan slot pesawat datang ke Indonesia, baik dari Qatar, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Thailand, hingga Singapura, menjadi terlambat. “Keterlambatan infrastruktur inilah yang saya sampaikan pada Menhub, Menteri PU, Menteri BUMN, agar kejar cepat. Pagi, siang, malam. Kita enggak bisa menunggu-nunggu dalam berkompetisi dengan negara-negara lain,” pungkasnya. (rls)

  • Bagaimana Nasib Dana Haji Indonesia Yang Sudah Dipakai Pemerintah Jokowi Untuk Infrastruktur?

    Bagaimana Nasib Dana Haji Indonesia Yang Sudah Dipakai Pemerintah Jokowi Untuk Infrastruktur?

    Oleh : Salamuddin Daeng

     Hal yang harus diperhatikan dalam hal penggunaan dana haji untuk infrastruktur ini adalah bahwa dana ini menurut UU harus dikelola secara nirlaba, yakni semua keuntungan hasil pengelolaan dana haji harus dikembalikan kepada jamaah haji sebagai pemilik dana.

    Apakah selama ini jamaah haji telah menerima bagi hasil sebagai keuntungan atas penempatan dana mereka dalam instrumen investasi dan surat utang negara? kalau belum, kemana keuntungan hasil pengelolaan dana ini mengalir ? semoga ini segera disampaikan kepada pemilik sah uang tersebut.

    Selama ini dana Sukuk haji telah digunakan dalam jumlah yang sangat besar untuk membangun infrastruktur. Masyarakat tidak mengetahui secara persis berapa dana yang tersisa di badan pengelola dana haji yang baru-baru ini dibentuk oleh pemerintah.

    Namun, yang jelas dana haji tidak lagi utuh, akan tetapi telah dialokasikan untuk macam-macam kepentingan termasuk membangun infrastruktur.

    Pertanyaannya setiap tahun pemerintah memberangkatkan jamaah haji menggunakan dana apa? Jangan jangan skema ponzi? Ibarat investor, Jamaah haji yang baru mendaftar membayar jamaah haji yang telah menunggu puluhan tahun.

    Mengapa dapat disimpulkan demikian ? karena calon jumlah jamaah haji yang mendaftar setiap tahun hanya separuh dari jumlah jamaah haji yang berangkat setiap tahun. Dengan demikian dana haji yang terkumpul setiap tahun sangat besar, jauh lebih besar dari kebutuhan biaya haji yang dialokasikan pemerintah.

    Jumlah dana haji ini terus bertambah, karena meningkatnya jumlah pendaftar haji setiap tahun. Pada 2018 ini, BPKH juga menargetkan jumlah pendaftar baru 550 ribu orang.

    Jika masing-masing jamaah haji menyetorkan uang sebesar Rp. 25 juta rupiah, maka setiap tahun akan ada tambahan dana sebesar Rp.13,75 triliun. Sementara setoran keseluruhan jamaah haji sebesar Rp. 35 Juta.

    Biaya ini mengalami peningkatan jika dibandingkan biaya haji tahun 2017 yakni sebesar Rp 34.890.312 (kompas, 22/1/2018). Dengan demikian maka setoran keseluruh jamaah setahun mencapai Rp. 19.189.671.600.000 setiap tahun.

    Sementara kuota calon haji Indonesia 2017 sebesar 221.000 orang. Jumlah itu terdiri dari 204.000 orang calon haji reguler dan 17.000 calon haji khusus. (kompas, 22/3/2017).

    Kepala Biro Perencanaan Kementerian Agama RI, Ali Rahmat mengatakan bahwa total biaya yang dikeluarkan untuk penyelanggaraan ibadah haji tahun ini sebesar Rp 12,6 triliun. (Kompas, 7/9/2017). Sedangkan penerimaan dana haji setiap tahun mencapai Rp. 19.189.671.600.000.

    Dengan membandingkan antara penerimaan dana haji dengan alokasi dana haji setiap tahun, Maka terdapat tambahan dana haji yang secara otomatis berakumulasi ditangan pemerintah setiap tahun sebesar Rp. 6,6 triliun. Angka yang sangat besar. Itulah mengapa pemerintah dengan sangat leluasa menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

    Pertanyaannya jika dana haji yang ada ditangan pemerintah telah habis untuk infrastruktur dan investasi macam-macam, jangan-jangan jamaah diberangkatkan ke tanah suci menggunakan skema Ponzi? Jika demikian maka ini akan menjadi bahaya yang terakumulasi setiap tahun dan akan ada jamaah haji yang menjadi daftar tunggu hingga akhir hayatnya.

    Dari total dana haji yang tersedia telah digunakan Rp 39.93 triliun, dan yang telah digunakan selama pemerintahan Jokowi Rp. 37.56 triliun. (telusur)

  • Tiyuh Panaragan Jaya Utama Tingkatkan Pembangunan Infrastruktur Desa

    Tiyuh Panaragan Jaya Utama Tingkatkan Pembangunan Infrastruktur Desa

    Tulangbawang Barat (SL) – Tiyuh Panaragan Jaya Utama, Kecamatan Tulangbawang Tengah, Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba),terus berupaya meningkatkan pembangunan serta Insfratruktur dalam mengedepankan kemajuan Tiyuh setempat guna kenyamanan masyarakat yang ada.

    Iwan Syofian Kepalo Tiyuh Panaragan Jaya Utama(PJU)mengatakan bahwa dalam pembangunan yang menggunakan Dana Desa (DD) tahap Ke-1, pada tahun 2018 ini pihaknya terus memprioritaskan pembangunan fisik yang saat ini masih dalam tahap lanjutan atau tahap pengerjaan  tarmin ke-II.

    “Untuk dana desa tarmin ke-II kami fokuskan pada pembangunan fisik berupa dreianase dengan panjang 1000 meter, dan masih dalam tahap pengerjaan, dengan harapan agar kedepannya masyarakat Tubaba khususnya warga Panaragan Jaya Utama dapat menikmati kenyamanan fasilitas yang sudah kita siapkan, yaitu dengan adanya drainase kita dapat menimalisir banjir yang akan datang,” terangnya saat memantau lokasi pekerjaan Drainase, Jum’at(27/07/2018).

    Namun dalam pembangunan drainase ini, pihaknya membagi dua tempat pengerjaan yaitu, untuk tahap pertama dikerjakan di RK 01/RT02 dengan panjang drainase 600 meter dan dilanjutkan lagi di pembangunanya di RK04/RT01 dengan panjang drainase yang dibangun 400 meter.

    Tidaksampai disitu, pada anggaran dana desa tahap ke-3, kepala tiyuh berserta aparatur tiyuh setempat telah berkoordinasi akan membangun gedung Posko Pelayanan Terpadu (Posyandu) agar masyarakat lebih mudah untuk melakukan imunisasi atau pengobatan anak untuk warga sekitar.

    “Ya dana desa selanjutnya rencananya akan kita bangun posyandu, yang akan kita letakan lokasinya di RK01, tapi itu juga belum kita pastikan karena takutnya ada perubahan,” jelasnya.

    Ia berharap dalam pembangunan yang masih dalam pelaksanaan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, serta memberikan kemajuan dalam kabupaten yang berjuluk Bumi Ragem Sai Mangi Wawai ini sehingga masyarakat sekitar dapat merasakan manfaatnya. (An).

  • Proyek Pembangunan RSUD Pesawaran, Tanpa Plang

    Proyek Pembangunan RSUD Pesawaran, Tanpa Plang

    Pesawaran (SL)  Pengadaan gedung rawat inap lantai 2 dan lantai 3, kategori pekerjaan konstruksi yang menelan dana yang sangat fantastis yaitu, mencapai Rp33,3 milyar bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018, diduga bermasalah.

    Pasalnya,  pekerjaan yang dimulai dari awal bulan Mei tersebut hingga saat ini belum memasang papan proyek.

    Setelah di konfirmasi, PPTK Raden Inten yang merupakan  pejabat KUPT Puskesmas  Tegineneng melalui  via telepon mengatakan, bahwa tender proyek sudah selesai dari akhir bulan april 2018, setelah aplikasi menyatakan pemenang lelang proyek harus sudah mulai di kerjakan.

    Dalam aplikasi e-lelang Pesawaran pemenang tender yaitu PT. Asri Fariz Jaya,  yang beralamat di JL. Sam Ratulangi Gg. Mawar I No.1 Bandar Lampung dengan nomor NPWP. 02.707.565.4-322.000

    Menurut peraturan presiden (PerPres), nomor 54 Tahun 2010 dan PerPres nomor 70 tahun 2012, Perkerjaan bangunan fisik yang dibiyai negara wajib memasang papan nama proyek, (papan nama) tersebut di antaranya memuat jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, waktu pelaksanaan proyek dan nilai kontrak serta jangka waktu atau lama pengerjaan proyek.

    Dari pantauan wartawan ketika dilapangan,  menjumpai pengawas dari pihak kontraktor Edwar mengatakan “memang belum ada papan proyek dan rencana pengerjaan sejak berjalannya proyek ini, kami juga bingung kalau ditanya mengerjakan apa saja,” jelasnya.

    Selain itu juga dengan tidak di pasang papan proyek melanggar UU KIP, yang ancaman bagi pejabat yaitu penjara 1 tahun.

    Selain itu, pembangunan gedung rawat inap belum kelihatan sangat di perlukan karena kondisi gedung-gedung yang lain juga masih banyak kosong tak terawat dan belum dipergunakan, mengapa pemerintah daerah sudah menganggarkan gedung baru yang sangat mahal. (KF/Ahsannuri)