Tag: Pemerintah

  • Natalius Dorong Vaksin Halal, Jika Tidak Terpenuhi Pemerintah Mengabaikan HAM

    Natalius Dorong Vaksin Halal, Jika Tidak Terpenuhi Pemerintah Mengabaikan HAM

    Jakarta (SL) – Mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai mendorong Pemerintah terutama Menteri Kesehatan (Menkes) untuk mendengar dorongan masyarakat menyediakan vaksin Halal. Pigai mengatakan bahwa penyediaan kebutuhan kesehatan bagi masyarakat merupakan amanat Konstitusi Hak Asasi Manusia serta amanat UUD 1945.

    “Sesuai dengan amanat konstitusi Hak Asasi Manusia (HAM) pada pembukaan dan amanat Konstitusi UUD 1945 pasal 28 maka negara memiliki kewajiban menyediakan vaksin halal,” ucapnya saat dihubungi aktual.com, Jumat 14 januari 2022.

    Selain itu, Pigai mengatakan berdasarkan Konsensi Deklarasi Kairo tahun 1991, PBB telah mengesahkan Hak Asasi Manusia (HAM) Partikular tentang HAM berbasis pada Islam. Salah satu yang diadobsi yaitu berbicara tentang menghormati kebutuhan Umat Islam. “PBB mengesahkan HAM Particular berdasarkan konsensi deklarasi Kairo tahun 1991 tentang hak asasi manusia berbasis pada Islam hukum-hukum kitab suci.

    Menurutnya Salah satu yang diadobsi itu adalah bagaimana HAM menghormati kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan umat Islam dan itu sudah diadobsi, oleh karena itu jika pemerintah tidak memenuhi kebutuhan Umat Islam tentang vaksin halal maka pemerintah telah mengabaikan HAM. “Kalau Negara tidak menyediakan vaksin halal, sudah pasti negara mengabaikan Hak Asasi Manusia dan warga negara khususnya umat Islam,” ungkapnya. (/Red)

  • Uji UU OJK Ditunda Lantaran Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan

    Uji UU OJK Ditunda Lantaran Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan

    Jakarta (SL) – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) terhadap UUD 1945 pada Selasa (22/1/2019). Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 102/PUU-XVI/2018 ini dimohonkan oleh para dosen yang terdiri dari Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitosari, Bintara Sura Priambada, dan Ashinta Sekar Bidari.

    Para Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU OJK, terutama frasa “penyidikan”. Awalnya, agenda sidang dijadwalkan untuk mendengar keterangan Pemerintah, namun sidang tersebut ditunda karena Pemerintah menyatakan belum siap memberikan keterangan.

    Hal ini disampaikan Kepala Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan Tio Serepina Siahaan menyatakan Pemerintah sudah mengirim surat untuk penundaan. “Kami masih perlu meminta perpanjangan waktu. Sebab memerlukan koordinasi di internal pemerintah,” ujar Serepina.

    Menanggapi hal tersebut, Ketua MK Anwar Usman pun menjelaskan sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 7 Februari 2019 pukul 11.00 siang dengan agenda mendengar keterangan DPR, Pemerintah, serta OJK sebagai Pihak Terkait.

    Dalam permohonan sebelumnya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 49 ayat (3) UU OJK. Pemohon mendalilkan dalam menjalankan wewenangnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.

    Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Namun menurut Pemohon, menerangkan bahwa terhadap wewenang penyidikan yang diberikan UU OJK kepada PPNS OJK, sama sekali tidak ada ketentuan norma yang secara eksplisit menyatakan: “Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang hukum acara pidana”, atau setidak-tidaknya menyatakan: “Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Pemohon mempermasalahkan wewenang penyidikan  dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK tidak mengaitkan diri dengan KUHAP. Isinya menyebut PPNS OJK berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum.

    Artinya, lanjut Pemohon, jika tidak dibutuhkan, maka PPNS OJK dapat melakukan penyidikan tanpa berkoordinasi ataupun meminta bantuan penegak hukum lainnya yakni penyidik Polri.

    Pemohon menegaskan, apabila melihat wewenang Penyidik OJK yang termuat dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK, terdapat beberapa ketentuan norma yang melanggar asas due process of law dan dapat menimbulkan kesewenangan-wenangan dari penyidik OJK. Pemohon berpendapat Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU OJK, terutama frasa “penyidikan”, yang memberikan wewenang penyidikan bertentangan dengan asas due process of law dalam sistem penegakan hukum pidana (criminal justice system), serta tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi seseorang yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan. (MKRI)

  • Pemerintah Tahun 2019 Bakal Rekrut 150.000 PPPK

    Pemerintah Tahun 2019 Bakal Rekrut 150.000 PPPK

    Jakarta (SL) – Proses seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tahap pertama bakal dilaksanakan akhir Januari. Pemerintah tahun ini bakal merekrut 150.000 PPPK yang diprioritaskan dari honorer kategori II (K2).

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin mengungkapkan hal tersebut seusai rapat kerja (raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR dan Badan Kepegawaian negara (BKN) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

    Untuk rekrutmen tahap pertama prosesnya sudah dimulai dengan alokasi 75.000 PPPK. Dari jumlah itu, 50.000 PPPK dikhususkan untuk posisi guru. Sedangkan rekrutmen tahap kedua sebanyak 75.000 PPPK yang akan dilakukan pada akhir April atau awal Mei 2019. “Kenapa dua tahap, supaya tidak mengganggu proses pemilu,” katanya.

    Syafruddin menjelaskan, rekrutmen PPPK ini umumnya dilakukan di daerah karena untuk posisi guru honorer umumnya ada di daerah sehingga jarang ditemukan ada di pusat. Hari ini, Rabu (23/1), Kemenpan-RB akan melakukan rapat dengan para kepala daerah guna memutuskan skema anggarannya. “Bukan tenaga honorer saja, PNS juga (dibebankan) pemda. Kementerian lembaga itu dari Kementerian Keuangan, kemudian gaji-gaji dari PNS itu yang di daerah di tingkat dua tingkat satu, ya pemerintah daerah. Memang itu skemanya,” kata Menpan-RB.

    Kepala BKN Bima Haria Wibisana menjelaskan rekrutmen CPNS memang belum ada pembahasan terperinci. Bahkan, hal itu baru akan dibicarakan karena perlu diidentifikasi kebutuhan di daerah-daerah. Alokasi 100.000 formasi itu baru perkiraan. “Itu angka (100.000) perkiraan kita karena kan masing-masing gubernur, bupati itu punya kuota berbeda, kita perlu identifikasi dulu,” tutur Bima.

    Karena itu, Bima menegaskan, rekrutmen CPNS 2019 belum pasti diselenggarakan pada Maret. Kemungkinan bisa juga dilaksanakan setelah pemilu. “Belum pasti Maret, intinya kemungkinan (buka pendaftaran CPNS) itu sebelum pemilu dan sesudah pemilu,” katanya.

    Wakil Ketua Komisi II DPR Nihayatul Wafiroh (Ninik) menilai rekrutmen honorer K2 dalam PPPK ini menjadi solusi luar biasa. Sebab selama ini pengangkatan honorer K2 terbentur aturan Undang-Undang Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) karena syarat minimal usia adalah 35 tahun.

    Sementara para honorer K2 kebanyakan sudah lebih dari 35 tahun. “Dengan PPPK ini, saya pikir ada solusi baik untuk kita semuanya. Termasuk buat teman-teman honorer, teman-teman yang sudah mengabdi lama, bukan hanya tenaga kesehatan tapi juga tenaga teknis,” kata Ninik seusai rapat.

    Namun yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya adalah seperti apa skemanya, karena dalam rapat belum dijelaskan secara rinci. Dia menjelaskan, sudah ada komitmen antara Komisi II DPR dengan Menpan-RB bahwa rekrutmen PPPK tidak boleh menggunakan standar rekrutmen CPNS, karena usia honorer K2 kebanyakan sudah paruh baya. “Nah, ini menjadi PR bagi kita bagaimana skemanya benar-benar kualitasnya tetap terjaga, tetapi standarisasinya tidak sama dengan CPNS kemarin. Karena tadi banyak komplain juga mengenai soal tes (CPNS). Itu menjadi persoalan bagi kita,” ujarnya.

    Selain itu, kata Ninik, PPPK bertujuan agar seluruh tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan tenaga teknis yang sudah mengabdi selama puluhan tahun ini mendapatkan hak mereka. Meskipun 150.000 formasi ini dinilai masih sangat sedikit untuk mengakomodasi honorer K2 tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan lainnya. “Kita berharap pemerintah bisa membuat skema lagi supaya ini lebih diperbanyak lagi. Sehingga seluruh tenaga kesehatan dan tenaga guru (honorer K2) yang bisa terakomodasi di situ,” katanya.

    DPR Usul Diakomodasi di CPNS 2019

    DPR meminta Kemenpan-RB mengakomodasi mereka dalam rekrutmen CPNS 2019 karena terbatasnya formasi dalam rekrutmen PPPK.

    Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, Komisi II mendorong Kemenpan-RB dan BKN agar segera mengisi 59.458 formasi CPNS yang belum terisi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat bisa berjalan optimal.

    DPR juga mendorong pelaksanaan seleksi kompetensi dasar (SKD) di 48 instansi daerah yang tertunda pelaksanaannya agar formasi CPNS di daerah itu terpenuhi. “Komisi II mendorong Kemenpan-RB memberikan afirmasi dalam sistem pengadaan CPNS tahun berikutnya bagi tenaga honorer K2 agar bisa mengikuti seleksi dan menjadi CPNS,” kata Mardani saat membacakan simpulan raker dan RDP.

    Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhadjir Effendy menjelaskan, khusus untuk seleksi PPPK sekarang ditujukan untuk guru honorer K2 yang jumlahnya sekitar 159.000 orang. “Itu bagi yang mau (ikut seleksi). Kalau tidak mau juga nggak apa-apa,” katanya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (11/1) lalu.

  • Petani Sawit Masih Menanti Janji Jokowi Menjelang Akhir Periode Pemerintahannya

    Petani Sawit Masih Menanti Janji Jokowi Menjelang Akhir Periode Pemerintahannya

    Jakarta (SL) – Harga sawit yang terus-menerus terpuruk dalam kancah perdagangan internasional menjadi salah satu sumber keresahan Jokowi. Bagaimana tidak, Presiden RI ke-7 itu jelas tak bisa menutup mata membiarkan persoalan itu menggerus popularitasnya di kalangan petani sawit yang semestinya menjadi lumbung suara pada Pilpres 2019.

    Bahkan hal itu telah disadari benar sudah menurunkan elektabilitasnya secara sementara misalnya di Sumatera Selatan di kampung-kampung petani sawit di wilayah OKU dan sekitarnya. Jokowi sudah mencatat dari survei terakhir yang dilakukan timnya, di Sumsel suara yang memilihnya hanya 37 persen yang disadarinya lantaran citra pemerintahannya yang dianggap belum memihak petani sawit.

    Presiden menolak untuk tinggal diam, ia pun mencari cara untuk bisa menemukan solusi ambruknya harga sawit di pasar dunia. Sawit dan karet diakui mantan gubernur DKI itu sebagai dua problem besar di Sumatera. Namun ia menegaskan bahwa urusan sawit dan CPO ini bukan urusan mudah.

    Ia menambahkan sudah empat tahun ini pemerintahannya berupaya mengurus dan melobi Uni Eropa agar produk sawit Indonesia tidak dicegat sehingga bisa masuk ke pasar kawasan tersebut. Jokowi kemudian menemukan fakta bahwa persoalan sawit adalah masalah perang dagang dan bisnis yang kompleks dan rumit.

    Sawit selama bertahun-tahun silam dijebak dalam kampanye hitam yang tak berkesudahan membuatnya tak bisa menembus pasar Eropa dengan leluasa. Usut punya usut, negara-negara di kawasan itu mengembangkan bahan baku lain seperti minyak biji bunga matahari, canola, kedelai, jagung, dan lain-lain untuk menyaingi popularitas sawit.

    Presiden Jokowi tak kehilangan semangat untuk terus mengirimkan tim pelobi ke Uni Eropa agar sawit Indonesia bisa diterima di kawasan itu, meski beberapa kali kembali tanpa hasil sebagaimana yang diharapkan.

    Curhat petani

    Sulit bagi Jokowi untuk tinggal diam, bukan melulu karena kepentingan politik atau keinginannya agar terpilih kembali pada periode berikutnya sebagai Presiden RI. Dalam beberapa kali kunjungan kerjanya, Presiden Jokowi selalu mendapati curahan hati (curhat) petani sawit yang mengeluhkan suramnya masa depan mereka lantaran harga sawit yang begitu rendah.

    Saat kunjungan kerjanya beberapa waktu lalu ke Palembang, Sumatera Selatan, misalnya, sejumlah petani sawit mengeluhkan keinginan mereka agar Pemerintahan Jokowi menemukan solusi bagi persoalan yang mereka hadapi. Presiden Jokowi pun menjelaskan betapa persoalan sawit tidak bisa diatasi dengan intervensi kebijakan pemerintahan domestik. Sebab sawit merupakan komoditas perdagangan internasional yang harganya mengikuti mekanisme yang berlaku di pasar dunia.

    Namun ia menegaskan rezimnya tak pernah tinggal diam mendapati persoalan tersebut sudah menyeret petani-petani sawit ke jurang kerugian yang memiskinkan. Presiden Jokowi mengaku sudah secara khusus menemui Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang untuk meminta tambahan kuota impor sawit dari negara itu ke Indonesia.

    Tiongkok pun setuju untuk menambah kuota hingga 500.000 ton. Hanya saja angka sebesar itu belum juga mampu mempengaruhi serapan dan harga sawit Indonesia di pasar dunia. Presiden mengatakan kebun kelapa sawit di seluruh Indonesia berada pada posisi yang sangat besar dengan luasan 13 juta hektare atau peringkat satu di dunia.

    Sementara produksinya setiap tahun 42 juta ton, sebuah angka yang amat besar dimana jika diangkut menggunakan truk berarti membutuhkan sekitar 10 juta unit truk.

    Mandatori biodiesel

    Indonesia saat ini bersaing dengan Malaysia dan Thailand dalam hal pasar sawit namun tetap saja Indonesia merupakan produsen sawit terbesar. Oleh sebab itu Presiden menegaskan bahwa mengendalikan hal ini tidak mudah.

    Ia terus saja mencari cara di antaranya di dalam negeri sejak 1 September 2018, pemerintah menerapkan kebijakan perluasan mandatori biodiesel 20 persen (B20) untuk menyerap kelebihan pasokan CPO.

    Meskipun, menurut Kepala Negara, kebijakan perluasan mandatori B20 itu memerlukan waktu sekitar satu tahun sejak diterapkan untuk mencapai tingkat keberhasilan yang diinginkan.
    Melalui kebijakan tersebut, diharapkan harga sawit perlahan akan terdongkrak naik seiring dengan kesejahteraan petani-petaninya.

    Presiden memang senantiasa menegaskan tidak mudah menyelesaikan hal seperti ini karena menyangkut produksi yang sangat besar namun ia berjanji Pemerintah akan mengupayakan berbagai hal agar persoalan tersebut dapat teratasi dengan baik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Darmin Nasution, mengatakan pemerintah berupaya keras mencari solusi persoalan harga sawit.

    Untuk jangka pendek Pemerintah telah resmi menghapus pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari sebelumnya 50 dolar AS perton lantaran harga sedang anjlok.

    Ia menjelaskan, keputusan penghapusan pungutan ekspor CPO dan produk turunannya itu lantaran harga di pasar internasional anjlok ke level 420 dolar AS perton. Padahal beberapa hari sebelumnya, harga CPO masih pada kisaran 530 dolar AS perton.
    Upaya itu dilakukan semata untuk menyelamatkan harga CPO Indonesia yang terus saja anjlok dan merugikan petani.

    Memang petani menanti janji Presiden Jokowi menjelang akhir periode Pemerintahannya pada 2019, sebelum Pilpres digelar. (megapolitan)

  • Habib Bahar Dipolisikan, Fadli Zon: Pemerintah Memperlihatkan Kedzaliman yang Sempurna

    Habib Bahar Dipolisikan, Fadli Zon: Pemerintah Memperlihatkan Kedzaliman yang Sempurna

    Jakarta (SL) – Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon menanggapi pernyataan Habib Bahar yang menyebut Jokowi banci. Ia menilai hal itu hanya metafora, sehingga tak perlu dibawa perasaan. Habib Bahar bin Smith dilaporkan ke polisi karena dianggap melakukan orasi yang mengandung unsur ujaran kebencian hate speech. Laporan ini dibuat di Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.

    Dia pun berpendapat, kalau persoalan hukum yang mendera Habib Bahar diproses secara cepat, maka hal itu merupakan kedzaliman yang sempurna. “Tetapi kalau itu maksudnya metafora, pengandaian ya enggak usah baper lah. itu biasa lah demokrasi gitu,” kata Fadli di gedung DPR, Jakarta, Kamis 29 November 2018.

    Sebelumnya, Habib Bahar bin Smith dilaporkan ke polisi karena dianggap melakukan orasi yang mengandung unsur ujaran kebencian hate speech. Laporan ini dibuat di Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya. “Jadi ini kedzalimannya sempurna. Pemerintah sedang memperlihatkan kedzaliman yang sempurna, dan ini  tentu semakin menimbulkan masyarakat menginginkan satu pemerintahan yang bisa membawa kepada keadilan, adil makmur, jadi ya pak Prabowo,” kata Fadli.

    Ia mengatakan yang penting yang disampaikan bukan hoax atau fitnah. Sebab, kritik dianggap sah saja karena orang punya cara dan gaya berbeda. “Ada yang gayanya orator, ada yang gayanya biasa-biasa saja, ada yang caranya menyindir, ada yang memakai metafor gitu ya. Penceramah-penceramah ini kaya dengan diksi juga, jadi enggak usah dikriminalisasi, nanti akan rugi sendiri kalau dikriminalisasi,” kata Fadli.

    Lebih lanjut dia pun menilai Habib Bahar merupakan sosok yang cerdas, tajam, dan kritis. Karena itu, sangat disayangkan jika pemikirannya dikait-kaitkan dengan kasus hukum. “Artinya pemerintah ini memang mengalami Islamophobia. Dan menurut saya memang terjadi sekarang karena mereka seperti panik. Ada ceramah ya biasa saja,” kata Fadli. (policeline)