Tag: Pemerintah Provinsi Lampung

  • LHP BPK 2016, Dinas PUPR Lampung Wajib Kembalikan Rp1,7 miliar

    LHP BPK 2016, Dinas PUPR Lampung Wajib Kembalikan Rp1,7 miliar

    Kadis PUPR Lampung Budhi Darmawan, ST., MT

    Bandarlampung (SL)-Hasil laporan hasil pemeriksaan keuangan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) Tahun 2016, merekomendasikan tujuh perusahaan yang mengerjakan proyek di Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang diwajibkan mengembalikan uang ke negara senilai Rp1,7 miliar lebih. Jelang akhir tahun pengembalian harus sudah rampung.

    Dalam rekomendasi itu menyebutkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang diminta meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan, dan menginstruksikan PPK, PPTK, Pengawas 1apangan dan konsultan pengawas lebib cermat  melakukan pengawasan pekerjaan fisik di lapangan. Juga diminta menginstruksikan PPHP lebib cermat memeriksa basil pekerjaan, dan mempertanggungjawabkan kelebiban pembayaran dan menyetor ke kas daerab sebesar Rp 1. 708.706.163,10.

    Ketujuh perusahaan itu adalah PT MPP sebesar Rpll3.583.390,44, PT DT sebesar Rp114.324.538,56; PT RCF sebesar Rp115.748.386,96; PT BI sebesar Rpl59.062.107,65; PT NSM sebesar Rp322.492.228,41; PT RBS sebesar Rp464.386.645,60; PT KSS sebesar Rp419.108.865,48;  Laporan basil pemeriksaan dimaksud, tertuang da;aj hasil Laporan Nomor 27/LHP/XVIII.BLP/05/2017 tanggal 26 Mei 2017.

    Kepala Dinas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Lampung  Budhi Darmawan, ST., MT belum memberikan keterangan terkait realisasi pengembalian uang tersebut.

    Sementara untuk Dinas Perumahan, Kawasan Pennukiman dan Pengelolaan Sumber Daya Air, diintruksiakn meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan; Menginstruksikan PPK, PPTK, Pengawas lapangan dan konsultan pengawas lebib cermat melakukan pengawasan pekerjaan fisik di lapangan; Menginstruksikan PPHP lebib cermat memeriksa basil pekerjaan;

    Dan diminta mempertanggungjawabkan kelebiban pembayaran dan menyetor ke kas daerab sebesar Rp313.650.020,60,  dengan rincian CV MR sebesar Rp17.250.000,00, CV MS sebasar Rp61.385.876,39; PT SOT sebesar Rp40.788.217,66; CV TK sebesar Rp 142.696.298,21; CV GL sebesar Rp51.529.628,34. (Juniardi)

  • Ombudsman Lampung Beri Rapor Merah Pelayanan Publik Pemerintahan

    Ombudsman Lampung Beri Rapor Merah Pelayanan Publik Pemerintahan

    ilustrasi pungli (foto/dok/net)

    Bandarlampung (SL)-Pelayan publik di kantor Pemerintahan di Lampung jauh dari kata baik, terutama menyangkut pelayanan administrasi kependudukan.

    Kantor Ombudsman RI perwakilan Lampung mencatat dalam kurun bulan Juli-September 2017, keluahan pelayanan masih didominasi pembuatan E-KTP. Urutan kedua pelayanan yang dikeluhkan masyarakat adalah pelayanan di kepolisian.

    Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung Nur Rakhman Yusuf mengatakan, dari 114 laporan yang diterima lembaganya terdapat 5 substansi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Kelima itu, kata Nur Rakhman yakni administrasi kependudukan sebanyak 49 laporan (43%).

    Kemudian disusul pelayanan kepolisian sebanyak 16 laporan atau (14%). Lalu, layanan pendidikan sebanyak 14 laporan (12%). Infrastruktur 8 laporan (7%) dan Pertanahan 5 laporan (4%). “Banyaknya laporan masyarakat mengenai administrasi kependudukan disebabkan karena ketersediaan blangko KTP-el yang mengalami kekosongan,” kata Nur Rachman, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2017).

    Nur Rakhman menjelaskan, berkenaan dengan keluhan masyarakat terkait KTP-el tersebut, Ombudsman Republik Indonesia membuka kanal pengaduan di laman website Ombudsman di dengan alamat www.ombudsman.go.id,

    Selain itu, adanya ketidakpastian informasi dari penyelenggara layanan tentang kapan KTP-el jadi dan belum proaktifnya penyelenggara dalam memberikan pelayanan. “Jadi apabila masyarakat ingin mengadukan permasalahan terkait KTp-el bisa langsung mengunjungi website tersebut,” ujar Nur Rakhman.

    Mall Administrasi

    Sementara itu, dugaan maladministrasi yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman berupa penundaan berlarut sebanyak 76 laporan (67%), disusul tidak memberikan pelayanan sebanyak 14 laporan (12%), penyimpangan prosedur sejumlah 12 laporan (11%), tidak kompeten sebanyak 6 laporan (5%), permintaan imbalan uang, barang dan jasa sebanyak 4 laporan (3%), tidak patut dan penyalahgunaan wewenang sebanyak 1 laporan (1%).

    Dari berbagai dugaan maladministrasi tersebut, lanjutnya kelompok instansi terlapor yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat kepada Ombudsman adalah Pemerintah Kabupaten/Kotamadya yaitu sebanyak 77 laporan (68%), selanjutnya dari Kepolisian sebanyak 16 laporan (14%), Instansi Pemerintah /Kementerian 8 laporan (7%).

    Lalu diikuti BUMN/BUMD, Rumah Sakit Pemerintah, dan Komisi Negara/Lembaga Negara Non Struktural masing-masing sebanyak 3 laporan. “Untuk Lembaga Pendidikan Negeri sebanyak 2 laporan (2%), kemudian Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Peradilan masing-masing sebanyak 1 laporan (1 %),” katanya.

    Menurut Nur Rakhman, masih banyaknya pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelayanan publik cukup tinggi dan hal ini patut diapresiasi.

    Disisi lain, kata dia, hal itu juga menunjukan masih banyaknya praktik maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung. “Maka dari itu, diperlukan juga komitmen dari penyelenggara layanan untuk mewujudkan pelayanan publik berkualitas,” katanya.

    Nur Rakhman, menegaskan untuk mencegah terjadinya praktik maladministrasi, Ombudsman juga berperan dalam memberikan pemahaman kepada penyelenggara layanan danmasyarakat mengenai apa itu maladministrasi dan dampaknya bagi masyarakat dan penyelenggara layanan.

    Kegiatan pencegahan maladministrasi tersebut dilakukan dalam bentuk Sosialisasi, Monitoring, Kerjasama, Pengembangan Jaringan dan Partisipasi Publik. (rls/jun)