Tag: Pencemaran Lingkungan

  • Limbah Cairan Aspal Cemari Pinggir Pantai Pesisir Teluk Pedada

    Limbah Cairan Aspal Cemari Pinggir Pantai Pesisir Teluk Pedada

    Pesawaran (SL) – Terjadinya pencemaran lingkungan yang melanda di pantai Teluk Pidada Desa Sukarame Kabupaten Pesawaran tepatnya di wilayah pesisir pulau Tanjung Putus.

    Pencemaran ini diakibatkan adanya cairan  aspal di sepanjang pesisir pulau Tanjung Putus dan pantai sekitar Teluk Pidada Kecamatan Punduh Pedada. Banyak masyarakat yang heran kenapa ada cairan aspal di pinggir pantai tersebut.

    Berdasarkan laporan dari kepengurusan Pimpinan Anak Cabang Pemuda Pancasila (PAC PP ) Kecamatan Punduh Pedada, bahwa mereka menemukan cairan aspal di pinggir pantai.

    “Kita menemukan adanya cairan seperti aspal yang mengotori sepanjang pesisir pantai Teluk Pidada, terutama yang terjadi di Pulau Tanjung Putus Desa Sukarame”, kata Ketua Adi Sundari selaku sekertaris PAC PP Punduh Pedada, Kamis, 02 September 2021.

    Menurut Adi Sundari pencemaran pantai ini terjadi sejak kemarin (Rabu red). Sampai saat ini, masih banyak limbah berupa cairan aspal yang tercecer di sepanjang pesisir yang menyebabkan sepanjang pantai dipenuhi oleh limbah cairan aspal.

    “Sejauh ini kita tidak tau dari mana sumber keberadan aspal ini, tapi ini jelas mencemari lingkungan pantai Kecamatan Punduh Pedada dan berharap dinas terkait seperti DLH kabupaten dan provinsi segera turun tangan”, ucapnya.

    Sementara itu selaku Ketua PAC PP Kecamatan Punduh Pedada Yudi Indrawan mengatakan bahwa pihaknya memang telah menemukanan limbah cairan aspal di sepanjang pantai di Kecamatan Punduh Pedada terutama di pantai Janjung Putus, dan belum jelas dari mana limbah tersebut berasal.

    “Ya, tentunya dengan adanya hal ini kita PAC PP Kec Punduh Pedada akan melaporkan masalah ini kepada dinas terkait agar segera mengatasi masalah ini dan hal ini juga akan kita laporkan kepada pihak Polsek Padang Cermin agar menyelidiki sumber tumpahan cairan aspal ini karena sudah mencemari pantai Teluk Pidada. Dan bila hal ini dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab maka sudah pasti ada pelanggaran Hukum karena setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin”, paparnya.

    Terhadap orang yang melakukan dumping limbah tanpa izin dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 104 UU 32/2009, yakni: setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. (Mahmudin)

  • KPK Geledah Kantor Sinar Mas Terkait Suap Anggota Dewan

    KPK Geledah Kantor Sinar Mas Terkait Suap Anggota Dewan

    Jakarta (SL) – Kantor PT Sinar Mas Agro Resources And Technology (SMART) Tbk dan PT Bina Sawit Abadi (BSA) di Plaza Sinar Mas Land Menara II, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, digeledah KPK.

    Penggeledahan terkait kasus suap kepada anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) berkaitan dengan terjadinya dugaan pencemaran lingkungan oleh salah satu anak perusahaan perkebunan Sinar Mas. “Tim KPK menggeledah kantor PT SMART Tbk dan PT BSA yang ada dalam satu gedung,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah Rabu (31/10)

    Tim Penyidik KPK menyisir kantor tersebut sejak pukul 11.00 WIB Senin (29/10) sampai pu­kul 04.00 WIB, Selasa (30/10). Febri mengatakan penyidik KPK menyita dua dus barang bukti berupa dokumen terkait dengan perizinan dan dokumen korporasi lain.

    Selain itu, tim penyidik KPK juga mengangkut barang bukti elektronik, seperti laptop dan hardisk.”Penggeledahan ini dilakukan secara paralel dengan kegiatan penggeledahan di tiga lokasi Kalimantan Tengah,” ungkapnya.

    Menurut Febri, saat ini pihaknya tengah mempelajari bukti-bukti yang didapat dari kantor anak usaha Golden Agri-Resources (GAR) itu, dan tiga lokasi lainnya di Kalteng.

    Febri menyatakan pihak-pihak yang diduga memberikan suap kepada anggota DPRD Kalteng dan proses persetujuan di da­lam korporasi menjadi perha­tian KPK. “Kepentingan pihak-pihak yang diduga memberikan uang pada sejumlah anggota DPRD Kalteng, proses persetujuan di dalam korporasi sertai fakta lain yang relevan akan menjadi perhatian KPK,” kata dia.

    Dalam kasus ini, KPK men­duga pengurus PT BSA mem­berikan uang sebesar Rp 240 juta kepada anggota Komisi B DPRD Kalteng. Perusahaan itu diduga meminta anggota Dewan Kalteng membantu masalah dugaan pencemaran lingkungan yang melilitnya.

    Petinggi anak usaha Sinar Mas yang ditetapkan sebagai ter­sangka di antaranya Edy Saputra Suradja selaku Direktur PT BSA yang juga Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk, Willy Agung Adipradhana selaku CEO PT BSA Wilayah Kalteng Bagian Utara, serta Teguh Dudy Zaldy selaku Manajer Legal PT BSA.

    KPK juga menetapkan 4 ka­langan DPRD Kalteng sebagai tersangka. Yakni Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding LH Bangkan, dan dua anggota Komisi B DPRD Kalteng: Arisavanah dan Edy Rosada.

    KPK menduga pemberian uang Rp 240 juta itu bukanlah yang pertama kali. Saat ini lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo tengah mendalami pem­berian lain dari PT BSA kepada legislator Kalteng tersebut.

    Bersamaan dengan penggele­dahan kantor PT SMART dan PT BSA, penyidik memeriksa Teguh Dudy Syamsuri Zaldy. Manager Legal PT BSA itu akhirnya menyerahkan diri pada 29 Oktober 2018.

    Ia sempat menghilang dua hari setelah KPK melakukan op­erasi tangkap tangan 27 Oktober 2018. Sehari kemudian, komisi antirasuah mengumumkan Teguh termasuk salah satu ter­sangka kasus ini, dan diminta menyerahkan diri.

    Kilas Balik
    Bakar Lahan, Anak Usaha Sinar Mas Dihukum Bayar Ganti Rugi Rp 78 M. Anak usaha Sinar Mas, PT Bina Sawit Abadi Pratama (BSA) membuang limbah ke Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan. Pembuangan limbah ini dipersoalkan Komisi B DPRD Kalimantan Tengah. Namun akhirnya anggota Dewan “dibungkam” dengan pemberian rasuah. Kasus ini pun diusut KPK.

    Bukan kali ini, anak usaha Sinar Mas merusak lingkungan.Sebelumnya, PT Bumi Hijau Mekar (BHM), digugat karena membuka lahan dengan mem­bakar. Tak tanggung-tanggung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menuntut PT BHM membayar Rp 7,9 triliun.

    Rinciannya, ganti rugi sebesar Rp 2.687.102.500.000. Kemudian ganti rugi untuk pemulihan lingkungan terhadap lahanyang terbakar sebesar Rp 5.299.502.500.000. Kementerian LHK menemu­kan pembakaran lahan 20 hek­tar di area PT BHM di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, pada 2014.

    Gugatan perdata dilayang­kan setelah Kementerian LHK melakukan kalkulasi atas biaya perbaikan dan kerugian dari lahan yang terbakar. Dalam gugatan tersebut, PT BHM diminta mengganti biaya perbaikan lingkungan dan ganti rugi kerusakan kondisi alam, kepada pemerintah. Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan pada 3 Februari 2015.

    “Kami tidak melihat siapa di balik perusahaan tersebut. Kalau memang benar terbukti salah, ini bisa jadi pembela­jaran bagi pihak lain bahwa pemerintah tidak main-main,” tegas Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian LHK, Eka W Soegiri.

    Gugatan yang dilayangkan Kementerian LHK kepada pe­rusahaan dibuat berdasarkan klasifikasi kategori kebakaran lahan, yakni ringan, sedang dan berat. Untuk kategori berat, perusahaan akan digugat ke penga­dilan, seperti PT BHM.

    Sinar Mas menyatakan akan mengikuti seluruh proses hukum atas PT BHM di Pengadilan Negeri Palembang. “Kami ikuti saja proses hukumnya. Kalau bersalah, silakan dihukum. Tapi kalau belum divonis, jangan dihakimi ramai-ramai,” pintaManaging Director Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto, Selasa (13/10).

    Ia meminta pemerintah tak tebang pilih dalam mengusut kasus. “Bagaimana dengan perusahaan lain? Jangan ada diskriminasi,” pintanya lagi.

    Majelis hakim PN Palembang yang diketuai Parlas Nababan menolak gugatan Kementerian LHK. “Menolak gugatan peng­gugat seluruhnya. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara,” putus Parlas pa­da sidang 30 Desember 2015.

    Tak terima gugatannya dito­lak, Kementerian LHK mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan. Upaya ini membuahkan hasil.

    Pengadilan Tinggi menyatakan PT BHM terbukti melakukanperbuatan melawan hu­kum. “Menghukum tergugat/ terbanding (PT BHM) untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 78.502.500.000 kepada peng­gugat/pembanding melalui rekening kas negara,” putus majelis hakim banding yang diketuai Mabruq Nur pada sidang 10 Agustus 2016.

    Besarnya ganti rugi yang dika­bulkan hanya 1 persen dari tun­tutan Kementerian LHK. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo menyarankan, Kementerian LHK mengajukan kasasi.

    Menurutnya, nilai ganti rugi yang dikabulkan hakim tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Juga tak memberi efek jera bagi pelaku pembakar lahan. “Sebaiknya kasasi,” kata Bambang yang kerap diminta menjadi saksi ahli perkara keru­sakan lingkungan. (Rmollampung)