Tag: Pendidikan

  • Wali Murid Keluhkan Program Biling Yang Masih Bayar SPP Diduga Ada Pengalihan Anggaran?

    Wali Murid Keluhkan Program Biling Yang Masih Bayar SPP Diduga Ada Pengalihan Anggaran?

    Bandar Lampung (SL)-Biling, salah satu program unggulan Pemkot Bandar Lampung di bidang pendidikan dikeluhkan Wali murid siswa regular atau Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang ada di wilayah setempat. Pasalnya, program yang selalu digaungkan disetiap momen itu, seperti tidak ada anggaran. Sebab, Wali murid merasa keberatan atas pembayaran sekolah seperti SPP atau seragam yang telah berjalan sejak tahun 2020 hingga 2022.

    Ketua DPW Informasi Sosial (Infosos) Lampung Ichwan memberi tanggapan keluhan wali murid terhadap program tersebut yang disebut-sebut menyentuh langsung masyarakat. Dia menilai anggaran pendidikan yang bersumber dari APBD tersebut diduga dialihkan. “Sebagaimana tercatat dalam RUP diduga dialihkan atau dialokasikan untuk kegiatan lain,” kata Ichwan. Selasa, 18 Oktober 2022.

    Ichwan juga menyampaikan, adanya pengalihan atau pemindahan alokasi anggaran Biling diduga sejak tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Disdik Bandar Lampung. Pos anggaran pendidikan yang seharusnya dialokasikan untuk program tersebut justru dikorbankan untuk kegiatan lain.

    Selanjutnya, menurut Ichwan program tersebut terkesan dipaksa, diadakan tanpa anggaran dan diduga mengintervensi pihak sekolah supaya pembiayaannya dimasukan dana BOS. Padahal sudah jelas program pemerintah pusat khusus dan penggunaanya untuk membiayai operasional sekolah bukan membiayai program pemerintah daerah. “Gak mungkin kan program Biling itu mau dimasukin dalam program BOS. BOS kan jelas untuk biaya operasional sekolah bukan untuk membiayai program pemerintah daerah,”  tegasnya.

    Terkait adanya dugaan tersebut, Ketua LSM KAKI Lampung, Lucky Nurhidayah mengatakan setuju dan sependapat dengan Ketua DPW Infosos dan menduga program Biling terkesan dipaksakan. “Diduga terkesan program yang dipaksakan dan terindikasi pembohongan publik, yang awalnya hanya untuk jualan politik saat pencalonan salah satu kepala daerah,” ujar dia.

    Sebelumnya diinformasikan, pihak sekolah tetap menggratiskan seragam dan perlengkapan sekolah. Namun selama 3 tahun ajaran para siswa baru, baik jalur Biling maupun Regular diwajibkan membayar dengan nominal kisaran Rp500.000 sampai dengan Rp1.050.000. Hal ini banyak dikeluhkan para orang tua khususnya dari keluarga kurang mampu.

    “Kami sangat keberatan biaya yang dibebankan kepada kami wali murid reguler, setiap tahun itu tidak masuk akal itukan ada dana Biling-nya, sekolah swasta aja biaya pendidikannya tidak seperti itu, “ujar RB salah satu wali murid SMPN.

    Diketahui, sejak tahun 2020, tahun 2021 sampai dengan tahun 2022 (tiga tahun) seluruh SMP Negeri se-Kota Bandarlampung tidak lagi mendapat bantuan program Biling baik dalam bentuk seragam dan perlengkapan sekolah maupun dalam bentuk dana dan pihak sekolah membebankan semua pembiayaan dari dana BOS yang berasal dari pemerintah pusat.

    “Alasannya gak ada anggaran, sementara untuk program Biling yang notabenenya sebagai program prioritas Pemerintah Kota Bandarlampung bidang pendidikan kenapa bisa berjalan tanpa anggaran,” pungkasnya.

    Sejak berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi dari pihak Dinas Pendidikan ataupun dari pihak Pemkot Bandar Lampung. (Red)

  • Sebuah Provokasi Bidang Pendidikan: Apakah Lampung Sudah Menegakkan Aturan 20 Persen Anggaran untuk Pendidikan?

    Sebuah Provokasi Bidang Pendidikan: Apakah Lampung Sudah Menegakkan Aturan 20 Persen Anggaran untuk Pendidikan?

    Oleh : Ilwadi Perkasa

    APAKAH Pemerintah Provinsi Lampung dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di provinsi ini sudah menganggarkan 20 persen pada APBD untuk pendidikan? Jawabnya, tentu sudah kalau pertanyaan itu disampaikan kepada gubernur, bupati atau walikota. Tapi, benarkah?

    Skeptis, jelas meragukan. Sebab, tidak pernah ada kajian atau audit yang mendalam terkait alokasi anggaran pendidikan saat pembahasan, apalagi pengesahan APBD.

    Belakangan, pengawalan masyarakat utamanya penggiat pendidikan soal keharusan anggaran 20 persen ini semakin jarang terdengar. Nyaris tak ada kritik yang tajam. Tak pernah ada lagi provokasi dari pemerhati pendidikan hingga mendorong orang untuk turun ke jalan. APBD, dengan mudah disahkan, loncong, tanpa kita tahu persis, berapa besar anggaran untuk pendidikan.

    Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4) disebutkan bahwa sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan.

    Anggaran minimal 20 persen itu untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

    Sekarang, mari tengok infrastruktur pendidikan di sini. Banyak sekali sekolah yang rusak dan kualitas kelas yang rendah. Jumlah kelas pun masih kurang banyak hingga satu kelas diisi melebihi ketentuan. Belum lagi ketersediaan toilet yang sangat terbatas dan rata-rata buruk dan busuk. Siswa dan guru harus antre menggunakannya.

    Berdasarkan data di laman website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), total ruang kelas yang mengalami rusak berat di SD, SMP, SMA, dan SMK pada tahun 2018 sebanyak 251.316.

    Data lain menyebutkan, banyak pemerintah daerah yang hanya mengalokasikan APBD untuk pendidikan tidak mencapai 20 persen. Bahkan ada beberapa daerah hanya mengucurkan hanya 7 hingga 9 persen saja untuk pendidikan.

    Kurang ajarnya, ada daerah yang “mencuri” anggaran pemerintah pusat (APBN) dengan menggabungkan anggaran pendidikan di daerah hingga mencapai 20 persen.

    Dan untuk diketahui, berdasarkan data Kemendikbud pada 2018, APBN 2018 mentransferkan sebanyak Rp279,4 triliun ke pemerintah daerah untuk alokasi dana pendidikan.

    Celakanya, anggaran APBN yang sudah melebihi 20 persen ini disulap oleh pemerintah daerah dengan memasukannya pada pos anggaran pendidikan daerah. Padahal, anggaran daerahnya tidak pernah full 20 persen.

    Kembali ke Lampung, di sini juga banyak sekolah yang rusak. Jumlah kelas juga masih sangat kurang. Kualitasnya pun masih jauh dari yang diharapkan. Apakah daerah ini sudah menegakkan anggaran 20 persen untuk pendidikan! Rasanya belum. Untuk soal ini semua pihak wajib skeptis!

    (iwa)

  • Hingga Kini, Dana BOS Triwulan 4 Tak Kunjung Cair

    Hingga Kini, Dana BOS Triwulan 4 Tak Kunjung Cair

    Bandarlampung (SL) – Sampai saat ini, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) triwulan ke 4 belum cair ke sekolah-sekolah. Diduga keterlambatan pencairan dana yang berguna bagi sekolah ini, dikarenakan sedari awal memang terjadi kelambatan pencairannya. “Ya, memang belum cair untuk triwulan 4 atau pencairan terakhir di tahun ini. Kemungkinan keterlambatan ini dikarenakan sedari awal dana BOS memang terlambat cairnya. Untuk triwulan 3 saja cairnya di bulan Oktober, jadi otomatis semuanya jadi terlambat,” terang Manager BOS Pelalawan,  Mahnizar, via selulernya, Selasa (27/11/2018).

    Mahnizar yang mengaku sedang berada di Jakarta dalam rangka mengikuti pelatihan ini mengatakan, bahwa meski terlambat namun diharapkan semoga saja tidak ada kendala yang berarti bagi sekolah dalam menjalankan operasionalnya. Dirinya juga berharap dana BOS ke 4 ini bisa cair dalam waktu dekat. “Ya kita harapkan dana BOS bisa cair di waktu dekat, paling tidak awal Desember sudah bisa dicairkan ke sekolah-sekolah,” ujarnya.

    Disinggung soal jumlah besaran dana BOS itu sendiri, Mahnizar menjelaskan, bahwa jumlah total dana BOS triwulan 4 ini jumlahnya sama yakni sebesar Rp 11.287.160.000, yang diberikan untuk siswa SD dan SMP yang ada di Kabupaten Pelalawan. “Tapi untuk syarat pengambilan dana, sekolah harus menyelesaikan SPJ sebelumnya, serta membuat rencana penggunaan dana BOS dan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS),” ujarnya.

    Dari jumlah dana BOS sebesar Rp 11 Milyar lebih itu, sambungnya, dialokasikan bagi 66.669 siswa tingkat SD dan SMP. Untuk tingkat SD, dengan jumlah siswa sebanyak 51.166 siswa, dana BOSnya sebesar Rp.8.186.560.000. Dan untuk tingkat SMP, dengan jumlah siswa sebanyak 14.437, dana BOSnya sebesar Rp 3.100.600.000.

    Dikatakannya, untuk implementasi dana BOS ini, maka dirinya mengharapkan agar para Kepsek dapat mempergunakan dana itu sesuai dengan juknisnya. Jangan sampai penggunaan dana BOS ini keluar dari koridor yang telah ditentukan. Artinya, jangan sekali-kali kepsek mempergunakan dana BOS yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. “Kepsek jangan main-main dengan penggunaan dana BOS ini, soalnya penggunaan dana ini akan diaudit oleh BPK. Jika ada penyimpangan-penyimpangan terkait penggunaan dana BOS ini, maka Kepsek harus bertanggung jawab akan hal ini,” tandas Mahnizar, seraya mengatakan jika ada sekolah yang masih belum mendapatkan juknis soal penggunaan dana BOS, maka bisa diunduh di situs www.bos.kemendikbud.go.id.

    Ditambahkannya, dirinya juga mengharapkan agar masyarakat dan Komite Sekolah untuk ikut mengontrol penggunaan dana BOS ini. Tak hanya itu, Kepsek juga diharapkan untuk tranparansi dalam penggunaan dana BOS ini. Jika perlu, gunakan transparansi pembukuan seperti di mesjid-mesjid dimana pembukuannya terpampang di dinding. “Sehingga dengan begitu, bukan hanya kami saja yang turut mengawasi, tapi juga masyarakat dan wali murid, juga ikut bersama-sama mengawasi,” tutupnya. (riaubernas)