Tag: Pengadilan Militer II-08

  • “Namaku Mata Hari” di Pledoi Terdakwa Praka Heri Sandi

    “Namaku Mata Hari” di Pledoi Terdakwa Praka Heri Sandi

    “Ada kongkalikong jaksa dan hakim untuk memberlakukan tuntutan. Aku dinyatakan bersalah sebagai pengkhianat. Aku tidak terima. Aku meronta-ronta. Keputusan hakim yang menyatakan aku harus mati sudah selesai. Tinggal tunggu waktu, kapan dieksekusi. Aku tidak tahu.” (Novel Namaku Mata Hari).

    Itulah sepenggal kalimat yang ditulis oleh Remy Sylado, dalam novel “Namaku Mata Hari” yang terbit pada Oktober 2010 lalu.

    Sepenggal kalimat itu dibacakan oleh Penasehat Hukum Mayor Chk Daulay, dalam sidang pembelaan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Imam Masykur di Pengadilan Militer II-08, Cakung, Jakarta Timur, pada Senin, 4 Desember 2023.

    PH Mayor Chk Daulay sepertinya sengaja memilih penggalan kalimat itu untuk menegaskan pembelaannya, bahwa tuntutan hukuman mati dan pemecatan militer kepada terdakwa Heri Sandi oleh Oditur Militer tidak obyektif dan sangat memberatkan kliennya.

    Lewat kutipan singkat novel “Namaku Mata Hari” itu pula, Mayor Chk Daulay meminta Majelis Hakim membebaskan terdakwa Praka Heri Sandi dari segala dakwaan.

    Menurut dia, kisah dalam novel itu relevan dengan yang dialami terdakwa Praka Heri Sandi. Alih-alih demi keadilan, katanya, Oditur Militer terkesan memojokkan terdakwa. “Ada kekhawatiran dari kami penasihat hukum, apakah ini jadi kisah Matahari kedua,” ujarnya.

    Novel “Namaku Mata Hari” adalah cerita fiksi yang mengisahkan seorang perempuan bernama Mata Hari.

    Mata Hari adalah wanita Belanda berdarah Indonesia yang begitu bangga ber-ibu keturunan Jawa, berasal dari Prancis yang mengikuti suaminya yang dikenal lewat iklan pencarian jodoh di surat kabar, Rudolph MacLeod, orang Skotland yang bekerja sebagai opsir untuk ketentaraan Belanda di Indonesia.

    Perasaan sakit hati kepada suaminya yang gemar melacur sehingga menyebabkan kedua anaknya tertular sifilis (dan kemudian mati) dan juga perlakuannya yang kasar kepada dirinya membuatnya memberontak membalas dendam pada suaminya dengan nekat membuka celana dan mengangkang untuk senang-senang dengan sejumlah lelaki terutama dari kalangan perwira dan pejabat tinggi negara sampai akhirnya dia menjadi sundal kelas tinggi, sembari terus menari telanjang sampai kemudian menjadi mata-mata double agen untuk Prancis dan German. Dua pihak bangsa yang sengit berperang dalam Perang Dunia I.

    Sambil menunggu vonis pengadilan militer, sorang rahib Jesuit yang dipanggilnya Père dan biarawati yang dipangilnya Soeur selalu datang untuk berdoa dan memberi kekuatan kepada Mata Hari meskipun sudah lama matahari meninggalkan gereja dan lebih sering bersumpah demi ibuku, bukan demi Tuhan.

    Mata Hari akhirnya dieksekusi pada tanggal 15 Oktober 1917, tanpa ikatan kain hitam di mata, tanpa sehelai benang di tubuh karena ingin tubuhnya bebas dari segala beban peradaban Barat yang dianggapnya palsu.

    Mata Hari sudah mati, maunya memang demikian. Dia mati dalam keadaan telanjang, dengan menyebut nama Tuhan.

    Tapi kisah sidang Praka Heri Sandi masih berlanjut. Ia belum dieksekusi, begitu pula dengan dua temannya yang juga menjadi terdakwa dalam perkara yang sama, yakni Praka Riswandi Manik (Paspampres), dan Praka Jasmowir.

    Ketiganya masih harus menjalani persidangan pada Senin, 11 Desember 2023. Agendanya, langsung sidang putusan.

    Dalam sidang sebelumnya, Oditur Militer berkesimpulan bahwa ketiga terdakwa anggota Paspampres dan dua anggota TNI telah terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Imam Masykur, yang tertuang di Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.(iwa)

     

  • Tiga Anggota TNI Terdakwa Kasus Penculikan dan Pembunuhan Imas Masykur Dituntut Hukuman Mati

    Tiga Anggota TNI Terdakwa Kasus Penculikan dan Pembunuhan Imas Masykur Dituntut Hukuman Mati

    Jakarta – Oditur Militer II-07 Letkol Upen Jaya Supena menuntut hukuman mati 3 anggota TNI, salah satunya seorang Paspampres yang menjadi terdakwa kasus penculikan dan pembunuhan berencana terhadap Imam Masykur

    “Hal-hal yang meringankan (tuntutan) nihil,” kata Supena saat membacakan tuntutan di Pengadilan Militer II-08, Cakung, Jakarta Timur, Senin, 27 November 2023.

    Tiga terdakwa tersebut yakni anggota Paspampres Praka Riswandi Manik, anggota Direktorat Topografi TNI AD Praka Heri Sandi, dan anggota Kodam Iskandar Muda Praka Jasmowir.

    Letkol Upen Jaya Supena meminta hakim menjatuhkan hukuman mati dan memecat ketiganya dari militer.
    Mendengar tuntutan para terdakwa terlihat menundukkan kepala, kecuali terdakwa Riswandi Manik terlihat beberapa kali menggelengkan kepalanya.

    Dalam sidang pembacaan tuntutan ini, Oditur Militer menyimpulkan bahwa ketiga terdakwa terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana terhadap Imam Masykur, yang tertuang di Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Ketiga terdakwa juga dinyatakan secara sah dan terbukti secara bersama-sama melakukan penculikan, yang tertuang di Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

    Menjawab tuntutan oditur Kuasa hukum ketiga terdakwa akan mengajukan pleidoi yang akan disampaikan pada Senin, 4 Desember 2023.

    Diketahui kasus ini bermula saat Imam Masykur diculik di toko kosmetiknya kawasan Ciputat, Tangerang Selatan pada Sabtu, 12 Agustus 2023 sekitar pukul 17.00.

    Dia berjualan kosmetik di sebuah rumah toko atau ruko di Jalan Sandratek, Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangsel. Imam dibunuh di hari yang sama ketika ia diculik.

    Sebelumnya, Pengadilan Militer II-08 telah memeriksa total 14 saksi dalam kasus penculikan, penganiayaan dan pembunuhan Imam Masykur. Dua di antaranya disebut sebagai saksi kunci, yakni Khaidar, korban penculikan dan penganiayaan yang selamat, serta Zulhadi Satria Saputra, kakak ipar anggota Paspampres yang terlibat dalam penculikan Imam Masykur.(RED)