Tag: Penyampaian Visi-Misi

  • KPU Bawaslu Diam, Jokowi ‘Licik’ Paparkan Visi Presiden di TV

    KPU Bawaslu Diam, Jokowi ‘Licik’ Paparkan Visi Presiden di TV

    Oleh : M. Juhriyanto

    Seharusnya ‘kelicikan’ Jokowi (atau timnya) ini menjadi perhatian Bawaslu. Jokowi yang takut memaparkan visi misi nya ke publik secara langsung melalui fasilitasi KPU, ternyata telah menyiapkan paparan visi dengan tajuk “Visi & Misi Presiden RI 5 Tahun ke Depan” di berbagai stasiun TV lokal dan nasional.

    Jokowi ‘licik’ karena membungkus visi misi calon presiden (capres) dengan menjadikannya sebagai “Visi Presiden”. Visi presiden lima tahun ke depan itu, ya tidak lain visi calon presiden saat ini. ‘Licik’, karena dengan kekuasaannya (jabatan dan dana), membungkus visi capres seolah menjadi visi presiden, dengan menghilangkannya kata calon.

    Jauh-jauh hari pengamat dan banyak kalangan waras, mengkritik tidak cutinya capres petahana dalam masa kontestasi pilpres ini, karena besar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. ‘Kelicikan’-nya kali ini, menjadi bukti kekhawatiran kalangan waras itu. Bukti yang lain pun sudah banyak, bagi-bagi sembako, bagi-bagi sertifikat atas nama personal bukan institusi. Dan sehingga, publik tahu, pelanggaran apapun yang dilakukan oleh capres petahana tidak ada sanksi yang jelas.

    Kalau Prof Mahfud MD dalam suatu kesempatan di ILC mengatakan, bahwa KPU akan selalu dituduh curang oleh yang kalah. Apakah kecurangan dalam bentuk kelicikan seperti ini yang akan dipersalahkan adalah yang kalah? Bukankah yang kalah belum ada untuk pilpres 2019 ini. Tapi yang sudah mengklaim menang dengan tajuk “Visi Presiden” 5 tahun ke depan ini sudah jelas ada. Tanda-tanda kecurangan model ini diakui Mahfud ketika menjadi Ketua MK pada tahun 2012 (berbeda di ILC sepekan berselang), bahwa kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Kepala Daerah), bukan hanya melibatkan kontestan, tapi juga penyelenggara pemilu, bahkan pemerintah (daerah). Calon kontestan merangkap sebagai pemerintah.

    Penyampaian visi misi calon presiden dengan menganut prinsip keadilan sesuai amanat Undang-undang seharusnya difasilitasi oleh KPU sebagai penyelenggara. Agar kedua paslon mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama dan setara. Dengan demikian, negosiasi antara KPU dengan tim paslon tentang perlu tidaknya visi misi disampaikan oleh paslon langsung atau tidak langsung, dan kemudian menjadi polemik di publik adalah SANDIWARA. Maklum, ada satu pihak yang diakui oleh Ketua KPU takut dipermalukan itu memang suka berakting.

    Jokowi memang selalu pede, tapi publik melihatnya sebagai “ketidaktahu-dirian”, gampangnya tidak tahu diri. Penulis merekam, yang bersangkutan selalu mempertontonkan ketidaktahuan dirinya, dari pede memberikan review atas film Dilan–cari aja bagaimana kalimatnya yang pasti masih ada di medsos. Kepedean yang menggelikan adalah ketiga di forum resmi melagukan din assalam.

    Kepedean yang besar ini dari yang bersangkutan dan para “banci” cheer-nya dalam lima tahun telah membawa kehancuran bagi negeri ini. Dengan pede-nya, menjanjikan akan membesarkan Pertamina mengalahkan petronas yang memiliki dua menara kembar. Jangankan membangun menara kembar sebagai bukti kebesaran Pertamina, yang ada rugi trilyunan. Dengan pede-nya, menjanjikan tidak impor pangan, berakting sedih atas impor yang terjadi, tetapi tetap saja impor pangan besar-besaran di saat panen, atau produksi dalam negeri surplus. Dengan pede-nya, menjanjikan pertumbuhan 7-8% tercapai pada 2018, ternyata selama memimpin tidak beranjak dari 5%, plus minus. Kepedean yang seharusnya layak untuk PSI menyematkan sebagai “Raja Hoax” adalah soal Esemka, ikuti saja urutan pernyataannya langsung di video wawancaranya yang juga masih menyebar di Medsos.

    Tapi dari semua itu, publik paham akan “kelicikan”, hoax, pencitraan yang dilakukannya. Sehingga, hingga detik-detik ini, simpul-simpul perlawanan rakyat dengan salam dua jarinya itu masih terus bergairah, dan nampaknya akan bertahan hingga pencoblosan 17 April nanti. InsyaAllah Prabowo–Sandi menang, bukan hanya karena faktor personal Prabowo–Sandi yang menentukan, tapi karena faktor rakyat yang merasa sadar atas bius janji-janji, pencitraan dan propaganda keberhasilan semu yang selama ini dilakukan, sementara rakyat tidak beranjak dari kesulitan ekonomi yang harus dihadapi; kesulitan memperoleh penghasilan ditambah naiknya harga-harga kebutuhan.

  • Prabowo Subianto ‘What Is To Be Done’ Catatan Atas Pidato Prabowo

    Prabowo Subianto ‘What Is To Be Done’ Catatan Atas Pidato Prabowo

    Oleh : Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

    Pidato Prabowo Subianto menggelegar di bumi nusantara kemarin malam. Jutaan atau puluhan juta menyaksikan pidato visi-misi tersebut. Dari sisi pidato, Prabowo luar biasa, mampu sebagai ‘singa podium’, yang menjelaskan pikiran2nya seolah berinteraksi dengan suasana audiens dan seolah tanpa teks.

    Kita akan melihat dari sisi substansi, betapa hebatnya Prabowo dalam pikiran2nya. Pertama, tentang pembangunan. Prabowo menekankan reorientasi pembangunan. Reorientasi ini bermaksud mentransformasi pembangunan yang selama ini tergantung pada impor dan asing ke arah kemandirian atau kedaulatan. Kedaulatan yang disasar secara sektoral adalah sektor pangan, energi dan sektor air. Karena, ketiga ini adalah barang yang akan langka di masa depan, yang menjadi rebutan sengit antara bangsa-bangsa.

    Selain urusan sektoral, reorientasi pembangunan juga menyangkut Industrialisasi. Tema industrialisasi ini menyangkut riset para pakar yang menyatakan telah terjadi deindustrialisasi di Indonesia. Prabowo menjelaskan, industri otomotif, misalnya harus benar-benar kenyataan di tahun mendatang. Bukan otomotif bohong2an, melainkan dibangun sendiri oleh bangsa kita.

    Reorientasi juga menyangkut pembiayaan, efisiensi dan produktifitas. Dari sisi pembiayaan, hutang luar negeri harus dikendalikan bukan sebagai andalan, melainkan mendorong berputarnya uang di dalam negeri. Sedangkan efisiensi dan produktifitas, dengan membandingkan China dan Vietnam, Prabowo mendorong ICOR (Incremental Capital Output Ratio) per dollar akan dapat ditingkatkan menyamai negara tersebut.

    Selanjutnya, reorientasi juga diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi rakyat kita dan kemakmuran semua rakyat, bukan untuk segelintir pemilik modal dan para elit.

    Terakhir, reorientasi juga tidak menihilkan peranan pelaku usaha secara adil, baik swasta maupun BUMN. Namun, bagi BUMN, peranan BUMN sebagai institusi bisnis yang dikendalikandan mengemban misi negara, harus sehat, kuat dan besar.

    Kedua, tentang negara dan rakyat. Prabowo meyakini bahwa negara yang kuat diperlukan untuk mewujudkan reorientasi pembangunan tersebut. Negara harus hadir untuk menjalankan strategi besar (strategi dorongan besar big push) yang ditandai dengan institusi negara yang bersih dan bebas korupsi.
    Juga tak kalah pentingnya adalah negara yang melindungi. Negara harus pasti menjamin tidak ada warganya yang kurang gizi apalagi kelaparan. Negara harus menjamin keadilan yang berkelanjutan, yakni pro lingkungan, pro pendidikan dan bersifat lintas generasi. Terakhir, negara harus kuat dengan tentara yang kuat melindungi bangsanya dari ancaman asing.

    Dari perspektif rakyat, arah pembangunan ke depan harus berpusat pada rakyat. Berpusat artinya rakyat lah yang menjadi subek pembangunan. Rakyat bukan sekedar objek.

    Rakyat juga berarti pembangunan untuk semua bukan untuk segelintir orang, seperti yang terjadi selama ini. Lebih jelas lagi bahwa musuh utama Prabowo ke depan adalah kemiskinan itu sendiri. Prabowo akan berperang habis2an memusnahkan kemiskinan.

    Akhir cerita pembangunan adalah hilangnya secara drastis kesenjangan sosial di Indonesia.

    Ketiga, tentang Demokrasi. Prabowo menekankan bahwa kritik adalah bagian keseimbangan politik kekuasaan yang diperlukan (check and balance system). Tanpa kritik, sebuah rezim akan terjerumus pada kesewenang-wenangan. Dengan kritik, pemerintahan bisa dapat masukan yang baik.

    Tentu konsekwensinya adalah persekusi dan kriminalisasi terhadap oposisi tidak diperlukan, seperti yang sekarang ini terjadi. Intelijen negara tidak diperlukan untuk memata-matai lawan politik. Aparatur negara lainnya juga tidak perlu dikerahkan menjatuhkan musuh-musuh politik.

    “What is to be done”

    Ketiga pikiran substansial di atas tentunya memerlukan kerja keras negara dan rakyat semuanya. Meski Prabowo menekankan peranan negara, namun besarnya keingingan yang harus diwujudkan, membutuhkan kesadaran rakyat yang kuat untuk berbenah.

    Di sisi inilah sebenarnya Prabowo harus memastikan “What is to be done” dan sekaligus “what has to be done”. Karena, apa yang diinginkan Prabowo adalah sebuah revolusi kebudayaan. Sebuah “great leap forward”.

    Prabowo harus membangun kontrak-kontrak sosial dengan kekuatan rakyat seperti kekuatan Habib Rizieq, kekuatan ormas-ormas, kekuatan kampus dan mahasiswa, kekuatan rakyat lainnya untuk bekerja siang malam tanpa pamrih.

    Jika Prabowo bersandar hanyapada kekuatan birokrasi yang ada, bersandar pada kaum borjuis lokal, bersandar pada “pelacur-pelacur intelektual”, bersandar pada “kaum penjilat”, bersandar pada pemburu jabatan, bersandar pada kaum neoliberal, cita-cita Prabowo akan kandas tak bermakna. Strategi dorongan besar haruslah strategi membangun kekuatan rakyat secara sugguh-sungguh. Rakyat yang produktif, bekerja siang malam menghidupkan pabrik-pabrik, memakmurkan tanah-tanah pertanian, membangun kapal-kapal ikan dlsb.

    Kemenangan Prabowo haruslah menjadi kemenangan rakyat. Kemenangan Prabowo haruslah menjadi revolusi rakyat jelata. Ini ada spirit yang ditunggu, sehingga energi besar yang datang bersifat resultante kekuatan rakyat. Dan kekuasaan Prabowo adalah kekuasaan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

    Sambil ikhtiar menyongsong revolusi rakyat, ikhtiar terus dilakukan dengan doa kepada Allah SWT, agar kemenangan tercapai. Dan perjuangan Prabowo bersama rakyat diridhoi Nya.

  • Kubu Prabowo-Sandi Laporkan KPU ke DKPP Terkait Batalnya Penyampaian Visi-Misi

    Kubu Prabowo-Sandi Laporkan KPU ke DKPP Terkait Batalnya Penyampaian Visi-Misi

    Jakarta (SL) – Langkah Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandi DKI Jakarta menanggapi serius penyampaian visi misi calon presiden dan wakil presiden yang dibatalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Ketua Bidang Advokasi Hukum BPD DKI Jakarta, Yapen Hadi mengaku pihaknya dirugikan dengan keputusan yang sudah diambil KPU tersebut.

    Sebab, penyampaian visi misi itu merupakan haluan umum yang akan dilakukan para capres jika terpilih.

    Atas alasan itu, mereka melaporkan penyelenggara pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Kita nggak punya GBHN lagi selain dari visi misi calon. Nah kalau itu dihilangkan, rakyat tahunya darimana visi misi calon. Apa bedanya 01 dan 02,” jelasnya saat ditemui di Kantor DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (7/1).

    Padahal, kata dia, KPU sudah sepakat akan memfasilitasi penyampaian visi misi tersebut. Tapi hanya karena ada perbedaan antara TKN Jokowi-Ma’ruf dengan BPN Prabowo-Sandi, KPU malah mengambil jalan pintas dengan langsung membatalkan acara yang sedianya akan digelar pada tanggal 9 Januari itu. “Kenapa KPU sebagai penyelenggara tidak memaksakan saja kepada para pihaknya teknisnya harus seperti ini lho. Bukan menyederhanakan dengan membatalkan,” sesalnya.

    Yapen menilai keputusan itu telah merugikan masyarakat luas. Maka dari itu, dia meminta DKPP segera memproses laporan yang sudah mereka lakukan. “Pasal 274 ayat 2 (UU Pemilu) itu sudah jelas. KPU wajib memfasilitasi dan penyebarluasan visi misi dan program dari paslon. DKPP harus segera proses ini,” pungkasnya. (RMOLLPG)