Tag: penyelewengan dana desa

  • Inspektorat Benarkan Dugaan Penggelapan Dana Pajak Oknum Mantan Kades Aswanto

    Inspektorat Benarkan Dugaan Penggelapan Dana Pajak Oknum Mantan Kades Aswanto

    Lampung Selatan (SL) – Inspektorat Kabupaten Lampung Selatan, melalui Inspektur Pembantu (Irban) V, Khairul Anwar, membenarkan adanya dugaan penggelapan pajak PPH dan PPN tahun anggaran 2018 – 2019 sebesar Rp95.474.937.00, yang dilakukan oleh Aswanto Oknum Mantan Kades Gedung Agung, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Hal tersebut dikataknya ketika dikonfirmasi awak media ini di kantornya, Selasa, 03 Agustus 2021.

    Khairul Anwar mengatakan jika memang benar hingga saat ini, mantan Kades Gedung Agung, Aswanto belum mengembalikan dana pajak PPH dan PPN tahun 2018-2019 ke kas negara.

    Ia juga membenarkan nominal dana pajak PPH dan PPN tahun 2018-2019 yang belum dikembalikan oleh Aswanto tersebut.

    Dengan adanya hal itu, pihaknya memberikan waktu selama 60 hari kepada Aswanto untuk mengembalikan dana pajak tahun 2018-2019 itu.

    “Kalau tidak dikembalikan dalam waktu 60 hari maka akan jadi temuan,” ujarnya.

    Ia menjelaskan, permasalahan Desa Gedung Agung, Aswanto, ini memang belum selesai sejak zaman Inspektur Joko, lalu dilanjutkan ke zaman Aris dan finishingnya baru di zaman Edi sekarang ini.

    “Sejak tahun 2018 – 2019 pihak Inspektorat sudah melakukan pembinaan terhadap desa itu,” ujarnya.

    Dirinya juga menjelaskan, apa yang diberitakan merupakan materi hasil dari pembinaan dan pengawasan reguler dari pihak Inspektorat.

    “Yang punya Aswanto ini adalah hasil dari yang reguler, ini belum selesai dia terima LHP masih ada waktu selama 60 hari untuk menyelesaikan, kalau 60 hari belum diselesaikan baru bisa dilaporkan menjadi temuan,” jelasnya.

    Ia juga mengatakan telah melakukan koordinasi kepada pihak Kejari Kalianda.

    “Saya sudah berkoordinasi kepada pihak Kejari dan mereka membenarkan, menerima laporan terkait masalah tersebut. Inikan sudah ditangani oleh kejaksaan, sesuai dengan surat kerjasama kita dari pemda, polisi dan kejaksaan kita melakukan koordinasi, kemudian yang menerima pengaduan itulah yang memproses, kecuali jika sifatnya administrasi maka akan dikembalikan ke kita,” katanya.

    Dilain sisi, Julio, selaku anggota LSM TOPAN RI, yang juga telah melaporkan dugaan KKN mantan Kades Aswanto ke Kejari Kalianda setelah mendengar pengakuan dari pihak Inspektorat, langsung meminta aparat penegak hukum agar segera menindak lanjuti laporan yang telah disampaikan untuk diproses. (AMURI/Rzl)

  • Adanya Indikasi Penyelewengan Dana Desa di Lampung Barat, Lampung Analytica Minta KPK Turun Tangan

    Adanya Indikasi Penyelewengan Dana Desa di Lampung Barat, Lampung Analytica Minta KPK Turun Tangan

    Lampung Barat (SL) – Lampung Analytica (LA) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak lanjuti indikasi penyimpangan dana desa (DD) senilai Rp21 miliar di Kabupaten Lampung Barat (Lambar), serta mengawasi pengelolaan dan penggunaan dana desa.

    Hal itu disampaikan Koordinator Lampung Analytica M. Andrean Saefudin, menyusul temuan tentang maraknya kasus korupsi yang dilakukan melibatkan pejabat dari perangkat pekon (desa) di Kabupaten Lampung Barat.

    “Berdasarkan pengaduan masyarakat dan data yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2015 hingga 2020, terdapat 676 terdakwa kasus korupsi dari perangkat desa, salah satunya yang terbaru di Kabupaten Lampung Barat yang dilakukan oleh mantan Peratin Pekon Tebaliokh,” ungkap Andrean, Minggu (4/7/2021).

    Lalu lanjut Andrean, dari hasil Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK tercatat ada pengunaan dana desa (DD) dari total 131 pekon (desa) di Lampung Barat yang direalisasikan untuk penyertaan modal sebesar Rp21 miliar, yang membuka potensi terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyimpangan.

    “Data tersebut menunjukan bahwa praktik korupsi marak dilakukan oleh perangkat pekon (desa) selain itu kentalnya tradisi pungutan liar (Pungli) pada saat tahapan pencairan dana desa yang dilakukan oleh oknum tertentu di Lampung Barat juga menjadi catatan tersendiri bagi Lampung Analytica, ditambah minimnya keterbukaan terkait transparansi dan integritas sistem yang di lakukan olek Inspektorat di Lampung Barat,” tegasnya.

    Menurutnya, jika mengacu pada data dan fakta tersebut Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung RI dan KPK harus melakukan evaluasi kinerja dan pemantauan secara khusus pada penggunaan dana desa di Lampung Barat.

    “Belum lagi soal kegiatan Bimtek yang baru-baru ini di lakukan di Hotel Horison Bandar Lampung menghabiskan anggaran dana desa (ADD) kurang lebih Rp1,8 Miliar, jika Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat tidak maksimal dalam penyelidikannya tidak memanggil kepala dinas yang bersangkutan serta Ketua Apdesi Lampung Barat dia meminta Kejagung dan KPK turun langsung ke Lampung Barat,” ujar dia.

    “Ini menjadi penting dilakukan sebab data dari ICW menunjukan fakta bahwa kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan oleh aparatur desa mencapai total Rp111 Miliar, belum lagi isu-isu penyelewangan penggunaan dana desa dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum terhadap Kepala Desa (Peratin) marak terjadi di Lampung Barat,” lanjut Andrean.

    “Berarti ada isu pengelolaan dana desa yang luput dari perhatian publik dan Pungli di sana masih banyak terjadi lebih lanjut banyak aparatur pekon (desa) terutama Peratin (kepala desa) yang jadi korban “sapi perah” oknum,” kata dia.

    Andrean juga mengatakan, partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengunaan dana desa menjadi penting di lakukan selain itu pengawasan dari Lembaga Himpunan Pemekonan (LHP) di 131 Pekon Lampung Barat juga harus di perketat dan diperkuat secara kelembagaan untuk meminimalisir peyalahgunaan dan penyimpangan terhadap dana desa (DD).

    “Partisipasi masyarakat dan peran pengawasan dari LHP sangat dibutuhkan dalam pengelolaan dana desa (DD) agar peyalahgunaan dan penyimpangan bisa dinimalisir,” imbuh Andre.

    Sebagai informasi berdasarkan Surat Nomor : S-6/MK.7/2021 tanggal 07 Januari 2021 Menteri Keuangan, untuk 131 Pekon (desa) di Lampung Barat memberikan dana desa (DD) untuk Alokasi Dasar senilai Rp82.046.198.000 dan Alokasi Kinerja senilai Rp3.745.989.000 untuk TA. 2021. (Toha/AI)

  • 900 Kades Terciduk Aparat Akibat Penyelewengan Dana Desa

    900 Kades Terciduk Aparat Akibat Penyelewengan Dana Desa

    Jakarta (SL) – Pemerintah sudah mengucurkan dana desa sebanyak Rp 127,74 triliun sejak pertama kali digelontorkan pada 2015. Desa yang sudah menerima dana tersebut 74.910 dengan rincian pada 2015 sebesar Rp 20,76 triliun, 2016 Rp 49,98 dan 2017 Rp 60 triliun.

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan setiap desa pada tahun pertama kira-kira dapat Rp 300 juta, tahun kedua Rp 600 juta, tahun ketiga Rp 800 jutaan.
    Menurut Presiden Jokowi, dari sekitar 74.000 desa yang menerima Dana Desa, tahun ini ada kurang lebih 900 desa yang mempunyai masalah, kepala desanya ditangkap, karena menyelewengkan Dana Desa. Untuk itu, Jokowi meminta agar hatiati menggunakan dana ini.

    “Silakan dipakai untuk membangun infrastruktur silakan, jalan desa silakan, dipakai untuk embung silakan, dipakai untuk irigasi yang kecil-kecil silakan, dipakai untuk membendung sungai kecil silakan. Yang paling penting yang tidak boleh, hanya satu, jangan ada yang ngantongin untuk kepentingan pribadi, ini yang tidak boleh,” tegas Presiden Jokowi.

    Salah satu contoh kasus ialah Kun Hidayat (KH), pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai kasi pemberdayaan masyarakat, di Kecamatan Kedundung, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, ditangkap tim saber pungli Polda Jatim. Kun diduga kuat telah melakukan pemotongan uang alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) di wilayah Kecamatan Kedundung.

    Saat dilakukan penangkapan di halaman kantor Bank Jatim, cabang Sampang, Senin (5/12), tim saber pungli mengamankan uang sebesar Rp 1,5 miliar. Modus pungutan liar yang dilakukan tersangka adalah dengan melakukan pemotongan uang ADD dan DD, yang cair diperuntukkan 18 Desa di Kecamatan Kedundung, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

    Seperti di Desa Kramat, uang cair seharusnya Rp 118,6 juta, tapi oleh tersangka dipotong dan hanya diberikan sebesar Rp 65 juta. Kemudian, Desa Nyeloh pencairan sebesar Rp 139,3 juta, hanya diberikan hanya Rp 21,2 juta.

    Dalih tersangka ke desa, pemotongan itu diperuntukkan pembayaran pajak, pelatihan. Seharusnya tidak ada pemotongan, tapi itu dilakukan oleh tersangka, dengan untuk mencari keuntungan.

    Selain itu, ada kejadian penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada lima tersangka dalam kasus suap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan terkait penanganan perkara penyalahgunaan dana desa.

    KPK menetapkan Bupati Pamekasan, Achmad Syafii Yasin dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan, Rudi Indra Prasetya sebagai tersangka kasus suap senilai Rp 250 juta.

    Suap tersebut bertujuan untuk menghentikan penyelidikan serta penyidikan oleh Kejaksaan Negeri dalam kasus korupsi proyek infrastruktur. Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa.

    KPK juga menetapkan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo, Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

    Kenyataannya, tak semua kepala daerah senang wilayahnya mendapatkan jatah dana tersebut. Sebagian dari mereka justru resah menggunakan dana tersebut karena takut berurusan dengan hukum. (detaksatu)