Tag: Pers

  • Wabup Lamteng Minta Insan Pers Bekerja Sesuai Dengan KEJ

    Wabup Lamteng Minta Insan Pers Bekerja Sesuai Dengan KEJ

    Lampung Tengah (SL) – Wakil Bupati Loekman Djoyosoemarto, meminta kepada seluruh insan pers, untuk selalu menjunjung tinggi norma-norma dan aturan, yang terkandung dalam aturan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dengan mengutamakan kejujuran dan berimbang dalam pemberitaan.

    Harapan ini disampaikannya saat memberikan sambutan, pada acara pengukuhan Paguyuban Jurnalis Lampung Tengah (PJLT), untuk masa bhakti 2018-2021, yang berlangsung di Nuwo Balai, Gunungsugih, Selasa (4/9/2018).

    “Saya berharap, kepada semua teman-teman wartawan, agar dalam menyajikan berita yang berimbang dan sesuai fakta. Dan yang paling penting, beritanya harus sesuai fakta, jangan mengada-ada dengan data yang tidak akurat,” harapnya.

    Hadir dalam acara yang dimulai sekitar pukul 14.00 Wib, para asisten pembantu Bupati, para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kepala Lapas Gunungsugih dan beberapa Kepala SLTA se-Lamteng.

    Wabup menambahkan, karena berita yang tidak sesuai fakta, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, yang menjatuhkan martabat orang lain, hingga berimbas kepada istri dan anak-anaknya serta anggota keluarga lainnya. Karena pemberitaan media masa, mampu membentuk opini di masyarakat.

    Ada hal lain, tambah Loekman, yang juga mesti diperhatikan oleh para jurnalis, jangan sampai akibat pemberitaan, justru menimbulkan keresahan di masyarakat. Media harus menjadi sarana yang mendidik, pencerahan dan alat pemersatu di masyarakat.

    “Jangan sampai berita kita menjadi provokator, yang menimbulkan keresahan di masyarakat, sehingga memancing kekisruhan. Karenanya, penting bagi wartawan untuk menyajikan pemberitaan sesuai fakta dilapangan,” pungkasnya (Ersyan)

  • Selamat Jalan Pejuang Pers Indonesia Sabam Leo Batubara

    Selamat Jalan Pejuang Pers Indonesia Sabam Leo Batubara

    Jakarta (SL) – “Mohon dimaafkan Om. Ayah sudah tidak ada. Meninggal tadi sore,” suara lirih Astrid Batubara di telpon Rabu (29/8) malam. Astrid adalah istri Bobby Batubara, putera bungsu tokoh pers Sabam Leo Batubara (80 tahun). Sejak sore berita kematian tenaga ahli Dewan Pers itu sudah beredar di group- group WhatsApp.

    Pak Leo, demikian panggilan akrabnya, Rabu (29/8) sore tiba-tiba terjatuh di ruang kerjanya di lantai 7 Gedung Dewan Pers. Kepalanya berdarah membentur tembok. Ia pun  dilarikan ke RSPAD. Namun jiwanya tak tertolong. Dalam perjalanan ke RS itu ia menghembus nafas terakhir.

    Astrid menceritakan seluruh keluarga merasa terpukul saat dikabari ayah mertuanya telah tiada. Kepergiannya  terkesan amat mendadak. “ Tidak ada petunjuk beliau menderita sesuatu penyakit. Tadi pagi Bapak sempat jalan pagi di komplek rumah. Saya yang temani. Setelah  sarapan beliau ke kantor”, paparnya.

    Pak Leo meninggalkan lima anak dan tujuh cucu. Baru  tiga  hari lalu  merayakan ulang tahun ke 80. Esok tanggal 30 Agustus pas  sebulan  wafatnya Ibu Linton Tambunan,  isterinya.

    Pejuang Kebebasan Pers

    Sabam Leo Batubara biasa dipanggil Leo. Ia dikenal sebagai salah satu pembela  kebebasan pers. Pernah menjadi  Wakil Ketua Dewan Pers periode 2007-2010. Pada tahun 1999, ia ikut aktif terlibat dalam perumusan UU No. 40/1999 tentang Pers.

    Ginjal

    Satu-satunya penyakit yang Astrid ketahui diderita Pak Leo hanya satu, yaitu ginjal. “Ginjal tinggal satu. Operasinya memang terjadi 45 tahun lalu. Makanya, kami  sekeluarga fokus selalu menjaga itu,” ungkapnya.

    Leo memang dikenal oleh kalangan wartawan sebagai tokoh yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pers. Dalam diskusi-diskusi tentang pers suaranya sangat lantang dan menggelegar bicara tentang kebebasan pers. Leo pun terbilang produktif menulis di berbagai surat kabar. Dia  juga melahirkan banyak buku tentang teori pers.

    Leo tidak membela membabi buta korps  wartawan. Dia pun mengecam wartawan yang tidak bekerja professional. Wartawan yang tidak mematuhi kode etik professi dalam bekerja sering dilabraknya. Istilah wartawan abal-abal sering dia gunakan  untuk menjuluki wartawan yang tidak menaati aturan hukum dan kode etik.  “Wartawan abal-abal hanya mengotori dunia pers, tidak pantas dibela.” Begitu sikapnya. Selalu kukuh, tidak perduli risikonya dimusuhi wartawan yang dikritiknya.

    “Saya mengenal Pak Leo puluhan tahun lalu. Ketika almarhum masih bekerja sebagai pemimpin perusahaan di Harian Suara Karya. Semakin intens menjelang reformasi 1998 dan setelahnya.  Tidak selalu  sejalan. Kami pun  sering berbenturan pendapat,” kasa salah seorang karibnya.

    Baik dalam diskusi maupun polemik di media. Terakhir masalah rekomendasi almarhum dalam sengketa berita yang berakhir dengan kematian wartawan M Yusuf dalam masa tahanan di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Namun perbedaan  yang sering kontras  itu tidak mengurangi  rasa hormat kepada beliau sebagai senior, dan teman lama.

    “Ini foto bapak tadi pagi jam 8, kami temenin jalan pagi. Sehabis itu makan makanan kesukaannya yang saya masakin. Astrid mengirimi saya foto almarhum dengan teks itu. Wajah Pak Leo tampak sumringah. Tapi begitulah takdir.  Tidak ada yang bisa menduga. Sulit kita percaya tapi nyata,” katanya.

    Sabam Leo Batubara lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara 26 Agustus 1939. Selain di Dewan Pers, almarhum juga pernah memimpin organisasi penerbit Pers, SPS. Jebolan IKIP (sekarang Universitas Negeri Jakarta) ini juga ikut merumuskan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Leo disemayamkan di rumah duka RSPAD, dan akan  dikebumikanJumat jam 11  di Pemakaman Sandiego, Karawang.

    Selamat jalan Leo Batubara, Semoga Tuhan menyediakan tempat yang lapang, nyaman, indah disisiNya. Berdampingan dengan Ibu Linton. (net)

  • Protes dan Misteri Kematian Yusuf

    Protes dan Misteri Kematian Yusuf

    Kalimantan Selatan (SL) – Duka Cita dan rasa sesal masih menggantung di wajah komunitas pers Indonesia. Itu reaksi yang kemudian bermunculan setelah berpulangnya M.Yusuf, wartawan kemajuanrakyat.co. id di Kotabaru, Kalimantan Selatan, Minggu (10/6/18).

    Apa penyebab kematian  wartawan itu di sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kotabaru? Keterangan polisi sudah dirilis. Tapi, banyak wartawan tetap penasaran. Apakah pria berusia 42 tahun itu memang meninggal karena sakit, seperti kesimpulan sementara polisi. Atau ada sebab lain. Pengacara tenar Prof DR Yusril Ihza Mahendra yang ditanya wartawan ihwal itu, menyarankan sebaiknya segera dilakukan otopsi.

    Saran itulah sedang diikhtiarkan Pengacara Nawawi SH, yang mendapat mandat dari istri Yusuf, Tuo Arvaidah  untuk menangani kasus ini. “Saya  diundang via telepon untuk bertemu dengan Kasat  Reskrim AKP Surya Miftah,” kata Nawawi kepada Ceknricek.com, Rabu (13/6).

    Dalam pertemuan sekitar 10 menit itu, pihak Polres meminta agar jenazah Yusuf diotopsi. Cara ini akan memudahkan petugas untuk menentukan penyebab kematian Yusuf.

    Sepulang dari Polres, Nawawi memberitahu  istri Yusuf, Tuo Arvaidah soal rencana otopsi itu. Dan ibu empat anak itu sebenarnya sudah setuju. Dan otopsi pun sudah direncanakan akan dilakukan Kamis (14/6). Namun, belakangan, dia terpaksa menunda dulu langkah itu. “Karena keluarga suami saya, tidak setuju,” ujar wanita asal Bugis itu.

    Otopsi  akhirnya terpaksa diundur, kata Nawadi, setelah lebaran. Yakni, sekitar tanggal 25 sampai dengan 30 Juni 2018. “Hal ini karena pihak keluarga meminta ada dokter forensik lain yang mendampingi dokter dari kepolisian. Tujuannya agar ada pendapat pendamping supaya obyektif,” jelas Nawawi. Dalam kasus ini, ia dibantu tiga rekannya sesama pengacara. Yakni Erry Setyanegara, Tantri Maulana, dan Tonny Simamora.

    Nawawi menyatakan pelaksanaan otopsi tersebut sesuai dengan perintah Kapolda Brigjen Polisi Rachmat Mulyana agar masalah ini bisa dituntaskan secara obyektif.

    Nawawi berharap dengan adanya otopsi maka keluarga  bisa  mendapat kepastian penyebab kepergian Yusuf. “ Berdasar pengakuan keluarga, Yusuf memang memiliki riwayat jantung dan asma,” kata Nawawi, alumni Universitas Pamulang, Tangerang Selatan ini.

    Tapi keluarga masih curiga, Yusuf tidak meninggal karena serangan jantung. “Informasi keluarga menyebutkan Yusuf muntah-muntah setelah menerima makanan dari petugas,” imbuh Nawawi.

    Pengacara juga sedang mempertimbangkan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Polres, Kejaksaan dan Lapas. Sebab, seperti diceritakan isteri Yusuf, dia sebenarnya sudah meminta izin agar suaminya bisa dibawa ke rumah sakit untuk berobat. Tapi, permintaan itu ditolak. Makanya, Arvaidah meminta pengacaranya menuntut pihak yang menolak permintaan itu. “Namun kami masih mengumpulkan alat bukti terkait gugatan tersebut,” kata Nawawi.

    Pangkal Masalah

    M. Yusuf, koresponden yang tinggal di Jalan Batu Selira, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, itu berurusan dengan polisi karena pemberitaan. Ia menulis laporan berita di tiga media mengenai konflik antara warga Pulau Laut Tengah dengan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM). Bekerjasama dengan PT (persero) Inhutani II, PT MSAM memang berencana memperluas areal pekebunan sawitnya. Perusahan milik Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam— pengusaha kuat dan berpengaruh di Kalimantan— dengan demikian harus memindahkan penduduk yang sudah bermukim di areal yang dikuasai PT Inhutani itu. Berita Yusuf tajam dan bernada menggugat PT MSAM yang disebutkan mengabaikan ganti rugi yang sudah pernah dijanjikannya.

    Kapolres Kotabaru  AKBP Suhasto mengatakan, mereka menerima pengaduan dari PT MSAM.  Perusahaan itu kesal dengan ulah Yusuf yang berada di pihak masyarakat yang berjuang mendapatkan ganti rugi atas perluasan perkebunan PT MSAM tersebut. Yusuf dituduh mencemarkan nama baik perusahaan dan pemiliknya. Merespon pengaduan itu, polisi pun bertindak. Tapi, untuk itu, mereka berkonsultasi dulu dengan Dewan Pers.

    Tim Polresta Kotabaru, di antaranya  Kasat Reskrim Surya Miftah Tarigan sudah bertemu dengan Ahli Pers dan mantan anggota Dewan Pers Leo Batubara di Jakarta. Polisi membawa dua berita yang mula-mula diadukan pihak Polres. Leo Batubara mengatakan, kasus itu delik pers.

    Tim Polres kemudian datang lagi dan mengajukan 21  tulisan Yusuf yang lain di beberapa media on line. Setelah mempelajari semua tulisan tersebut, Leo  Batubara menilai, produk berita Yusuf memang beritikad buruk, melanggar kode etik jurnalistik dan tidak bertujuan untuk kepentingan umum, sesuai fungsi pers. Penilaian Leo itu kemudian dimasukkan dalam Berita Acara polisi. Inilah yang kemudian dipersoalkan komunitas pers. Sebab, Leo Batubara dan Dewan Pers ternyata tidak lebih dulu memangggil pemimpin redaksi media yang memuat berita itu. Padahal, menurut UU Pers 40/1999, sebuah berita yang sudah diterbitkan media adalah tanggung jawab pimpinan dan penanggung jawab media. Bukan tanggung jawab wartawan.

    Berbekal penilaian Ahli Dewan Pers, polisi akhirnya  menangkap Yusuf  di Bandara Banjarmasin ketika Yusuf akan berangkat ke Jakarta, Kamis (5/4). Dalam jumpa pers (6/4), Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto menjelaskan Yusuf dianggap melanggar undang-undang ITE. Yusuf pun ditahan. Kasusnya diberkas. Tak sampai dua minggu kasus itu naik ke kejaksaan negeri (P 21). Yusuf pun menjadi tahanan kejaksaan.

    Sempat disidangkan sekali, 15 hari dalam tahanan kejaksaan, wartawan yang dinilai teman-teman “suka menentang ketidakadilan” itu, meninggal dunia di Lapas Kotabaru.

    Berita kematiannya sontak menyengat komunitas pers. Banyak wartawan menyayangkan sikap Dewan Pers yang membuat pernyataan tanpa klarifikasi dulu  kepada media di mana. “Pemrednya kan ada. Kok wartawan yang ditangkap dan ditahan,” kata Halim, wartawan Vonis Tipikor, teman Yusuf di Kotabaru. Suara bernada protes seperti itu bermunculan di beberapa WA Group wartawan. Hampir semua menyesali Dewan Pers yang tidak melindungi wartawan di lapangan.

    Pihak Dewan Pers akhirnya  mengeluarkan keterangan pers, Senin (11/6) untuk menjelaskan duduk persoalan kasus ini.

    Keterangan pers yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo itu menjelaskan  hasil penilaian  terhadap dua berita yang dilaporkan dalam pertemuan pada 29 Maret 2018 dan 21 berita yang dilaporkan dalam pertemuan 2-3 April 2018. Ahli Pers dari Dewan Pers menilai:

    Pertama, berita-berita tersebut, secara umum tidak memenuhi standar teknis maupun Etik Jurnalistik karena tidak uji informasi, tidak berimbang dan sebagian besar mengandung opini menghakimi.

    Kedua, rangkaian pemberitaan yang berulang-ulang dengan muatan yang mengandung opini menghakimi tanpa uji informasi dan keberimbangan mengindikasikan adanya itikad buruk.

    Ketiga, pemberitaan berulang yang hanya menyuarakan kepentingan salah satu pihak, mengindikasikan berita tersebut tidak bertujuan untuk kepentingan umum dan tidak sesuai dengan fungsi dan peranan pers sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers.

    Keempat, pihak yang dirugikan oleh rangkaian pemberitaan tersebut dapat menempuh jalur hukum dengan menggunakan UU lain di luar UU No 40/1999 tentang Pers.

    Penjelasan Leo Batubara

    Ketika dihubungi Ceknricek.com, Leo Batubara mengakui telah membaca berita-berita hasil karya M Yusuf.

    “Sebagai ahli pers yang ditugasi saya jawab  dua  berita itu menghakimi karena tanpa narasumber yang jelas dan kredibel,  juga tanpa uji informasi,” katanya.

    Namun terhadap dua berita itu, Leo menilai masih berkategori perkara pers dan harus diselesaikan di Dewan Pers. “Sanksinya hak jawab dan minta maaf. Penyelesaiannya bukan di jalur hukum,” katanya menjelaskan.

    Kemudian, penyidik  datang lagi  dan menyerahkan 21 judul berita tambahan karya Yusuf yang dimuat di dua media. Lalu Dewan Pers menyampaikan penilaiannya seperti dimuat dalam keterangan pers tersebut.

    Di luar soal berita,  polisi pun  menyampaikan informasi lain. “Polisi menyatakan M Yusuf  juga penggerak demo. Dewan Pers berkesimpulan itu bukan pekerjaan wartawan?” kata Leo.

    Penyidik juga bilang  Yusuf  menyiarkan  beritanya di medsos.  “Itu semua bukan domain Dewan Pers, tapi domain penegak hukum,” kata Leo kembali.

    Dengan demikian, proses  hukum terkait hal-hal di luar kerja jurnalistik sepenuhnya wewenang penegak hukum.

    Kasus Serupa

    Zainal Hilmie, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan mengaku tidak mengenal secara pribadi M. Yusuf. “Beliau juga bukan anggota PWI. Tapi kami telah menyatakan sikap agar kasus ini diusut hingga tuntas,” katanya kepada Ceknricek.com.

    Menurut  Hilmie, kasus yang menimpa Yusuf juga pernah menimpa wartawan lain dari Obor Keadilan Maret 2018. Kasusnya juga melibatkan PT MSAM. “Wartawan juga dilaporkan, tapi kasusnya selesai begitu saja,” katanya.

    Sementara itu, Tuo Arvaidah, istri Yusuf menyatakan tetap berharap kasus kematian suaminya diselesaikan dengsn seadil-adilnya. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara soal proses hukumnya.

    Pelaksana Tugas PWI Pusat Sasongko Tejo tatkala merespon suara protes sejumlah ketua PWI Provinsi menyatakan, PWI Pusat akan membentuk Tim Pencari Fakta untuk bantu mengusut kematian wartawan M. Yusuf, meski wartawan tersebut bukan anggota PWI. “Kita akan bentuk Tim itu nanti setelah lebaran,” tukas Sasongko.

    Bagi Arvaidah, menuntut keadilan suaminya adalah seuatua yang harus dilakukan.  Kendati sang suami sudah meninggal dia dan anak-anaknya. Dia mengatakan masih terpukul dan berduka. Bagaimanapun Yusuf adalah tulang punggung keluarga. “Suami saya tidak punya gaji tetap. Dia sangat berarti buat keluarga,” kata wanita berusia 38 tahun itu. (Ceknricek.com)

  • Polres Tuba Gelar Olahraga Bersama TNI dan Insan Pers

    Polres Tuba Gelar Olahraga Bersama TNI dan Insan Pers

    Tulangbawang Barat (SL) – Kepolisian Resor (Polres) Tulang Bawang (Tuba) menggelar olahraga bersama dengan TNI dan Insan Pers, pada Rabu (25/4/18) sekira pukul 08.30 Wib di Lapangan Mapolres setempat.

    Ketua PWI (persatuan wartawan indonesia) Tulang Bawang Abdul Rohman, SH dalam sambutannya mengatakan, ucapan terima kasih kepada Kapolres Tulang Bawang dan jajarannya yang telah mengundang dalam pelaksanaan olahraga bersama.

    “Saya secara pribadi dan mewakili rekan-rekan insan pers, mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kapolres Tulang Bawang dan jajarannya karena telah mengundang kami, untuk melaksanakan olahraga bersama, sehingga sinergitas yang sudah terjalin dapat semakin ditingkatkan,” ujarnya.

    Lanjut Ketua PWI Tulang Bawang, dalam pertandingan olahraga bersama ini, kami bertanding pasti ingin menang dan kami juga siap menerima kekalahan, yang pastinya ini merupakan ajang silaturahmi yang sangat baik antara penegak hukum dengan insan pers.

    Ditempat yang sama, Kapolres Tulang Bawang AKBP Raswanto Hadiwibowo, SIK, M.Si dalam sambutannya mengatakan, tujuan dari acara ini adalah selain meningkatkan sinergitas antara Polri, TNI dan Insan Pers, juga untuk menciptakan situasi yang kondusif pada pelaksanaan Pemilukada tahun 2018 dan menyambut HUT (hari ulang tahun) Bhayangkara ke 72.

    “Yang dicari dalam pelaksanaan olahraga bersama ini, bukanlah mencari siapa yang menjadi pemenang, tetapi rasa kebersamaan dan solidaritas itu yang terpenting, sehingga tidak ada permasalahan antara Polri sebagai penegak hukum, dengan Insan Pers sebagai pembuat berita, karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya apabila dirapatkan dan duduk secara bersama-sama,” ujarnya.

    Lanjut Kapolres, adapun olahraga yang dipertandingkan meliputi tarik tambang, futsal dan badminton, walaupun cuaca yang kurang mendukung karena hujan, tidak akan mengurungkan niat dalam pelaksanaan olahraga bersama ini.

    Tampak hadir dalam acara ini, Kapolres Tulang Bawang, Dandim 0426 Tulang Bawang Letkol Arm Kus Fiandar, Ketua PWI Tulang Bawang, Ketua PWI Tulang Bawang Barat, Ketua IWO (ikatan wartawan online) Tulang Bawang, Ketua IWO Tulang Bawang Barat, Ketua IJTI (ikatan jurnalis televisi indonesia), Wakapolres Kompol Djoni Aripin, S.Sos, Para Kabag dan Kasat, personel Polres Tulang Bawang dan Rekan-rekan Insan Pers yang ada di Kabupaten Tulang Bawang dan Tulang Bawang Barat.

    (Robert/Efendi).

  • Bos Rakata Survei Ancam Kemerdekaan Pers

    Bos Rakata Survei Ancam Kemerdekaan Pers

    Bandarlampung (SL) – Viralnya undangan sebuah lembaga survey yang merilis hasil survey dengan membatasi peliputan pers, Dan menyebut diluar wartawan 7 itu tak berintegritas, Dewan Kehormatan PWI Lampung menyayangkan undangan tersebut. dan menilai lembaga survei tersebut bisa dipidana dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

    Hal itu sangat berkaitan dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, disebutkan pada Pasal 4 ayat 2 dan 3, Pasal 6 ayat 4 maka seseorang dikenai Pasal 18 ayat 1.

    Dalam Pasal 4 ayat 2 ditegaskan pers nasional tidak dikenakan pelarangan penyiaran, lalu ayat 3 disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.

    Kedua ayat dalam Pasal 4 itu dipertegas pula Pasal 6 ayat 4 tentang peranan pers menyebut bahwa pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

    Dengan dua pasal itu, jata Iskandar Zulkarnain, maka dapat dikatakan lembaga atau seseorang sudah melanggar UU Pers. Dalam UU itu ditegaskan pada Pasal 18 ayat 1 bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelarangan pada Pasal 4 ayat 2 dan 3 dalam UU Pers, maka ia dipidana paling lama dua tahun atau didenda Rp500 juta. (rls)