Tag: PLN Lampung

  • PLN Bantah Pencopotan kWh Meter Tanpa Pemberitahuan, Pelanggan: Tidak Sesuai Fakta di Lapangan

    PLN Bantah Pencopotan kWh Meter Tanpa Pemberitahuan, Pelanggan: Tidak Sesuai Fakta di Lapangan

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Menanggapi pernyataan yang disampaikan Manajer Komunikasi dan TJSL PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Lampung, Elok Faiqoh Saptining Ratri prihal pencopotan meteran tanpa pemberitahuan, Indah (48), warga jalan Tamin, Padang Ratu mengatakan bahwa bantahan tersebut tidak sesuai fakta di lapangan.

    Menurut Indah, kenyataannya di rumah orangtuanya di jalan Tamin gang padang Ratu, pencabutan kWh meter oleh tiga orang petugas PLN dan satu orang aparat kepolisian tanpa surat pemberitahuan pemutusan atau pembongkaran kWh meter yang seharusnya diterima pelanggan.

    Hal tersebut telah dikonfirmasi kepada petugas Cater (catat meter-Red) melalui sambungan telepon dari kantor PT PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Tanjungkarang, pada Rabu (08/11),
    yang saat itu didengar secara loudspeaker oleh Supervisor Penagihan PT PLN, Dedi Kurniawan, bahwa benar petugas cater belum melakukan kunjungan untuk catat meter ke rumah orangtua Indah. Yang artinya, tidak ada surat apapun yang diterima oleh konsumen terkait pencabutan kWh meter di rumah tersebut.

    “Jangankan kasih surat pemberitahuan, mereka (petugas-Red) main cabut tanpa izin, tanpa permisi, dan main kabur saat ditanya surat tugasnya. Jadi seperti pencuri saja,” kata Indah, Selasa, 14 November 2023.

    Berita Sebelumnya : Selain Copot Paksa KWh Meter dan Disebut Bak Maling, Oknum Petugas PLN di Lampung Paksa Pelanggan Beralih ke Token?

    Menurut keterangan Indah, tidak hanya di rumah orangtuanya saja yang kWh meternya dicabut tanpa izin dan tanpa pemberitahuan. Di beberapa rumah pelanggan lain, seperti di rumah Reni, warga jalan Tamin, Balaidesa, Salwa, warga Kedaton, Sugin, warga Kemiling dan beberapa rumah warga lainnya juga mengalami hal yang sama, bahkan ada beberapa rumah yang main cabut kWh meternya meskipun tidak ada pemilik rumahnya, seperti rumah Vina, di Pinang Jaya.

    “Boro-boro mau izin, jelas-jelas rumah lagi kosong karena pemilik rumah lagi kerja, mereka (petuga PLN-Red) main copot aja kWh meter di rumah orang,” ujar Indah.

    Meskipun banyak warga yang protes perihal cara pencabutan kWh meter yang dinilai arogan dan tanpa izin oleh petuga PLN, namun tindakan dan cara yang dilakukan petugas PLN tersebut dibenarkan oleh Dedi.

    Menurut Dedi, apa yang dilakukan oleh petugas tersebut sudah sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku di PT. PLN.
    “Bahkan kalaupun harus lompat pagar, diperbolehkan. Selama yang diambil hanya kWh meter milik PT PLN,” ujar Dedi.

    Namun ketika Indah, yang saat itu didampingi oleh Doni, dan Destra Yudha, Ketua Laskar Lampung Indonesia, Kota Bandar Lampung meminta Dedi menunjukkan peraturan yang membenarkan tindakan para petugas PLN di lapangan tersebut, Dedi berkelit bahwa ia tidak bisa menunjukannya dengan alasan rahasia.

    Berita Terkait : Gawat ! Petugas PLN ULP Karang Bersama Aparat Kepergok Copot Meteran Warga

    Bahkan ketika Indah meminta nama-nama petugas yang saat itu mencopot kWh meter di rumah orangtuanya untuk membuat laporan kepolisian karena dianggap telah melakukan tindak pencurian di rumah orangtuanya, Dedi terkesan melindungi mereka (petugas PLN-Red). Dedi bahkan menantang dengan mempersilahkan untuk membuat laporan kepolisian dengan melaporkan PT PLN.

    PLN Diiduga Memanfaatkan Ketidaktahuan dan Kondisi Masyarakat untuk Paksa Pindah ke Meteran Token

    Terlepas dari cara dan tindakan petugas lapangan PT PLN yang dianggap arogan dan tidak profesional dalam pencopotan kWh meter, Indah juga menyampaikan keberatannya terhadap PT PLN yang mengatakan bahwa di rumah orangtuanya sudah menunggak 2 bulan pembayaran, bulan Oktober dan November 2023.

    “Untuk bulan Oktober memang benar ada tunggakan, namun tidak di bulan November. Karena tagihan biasanya baru keluar pertanggal 1 (satu) setiap bulannya, dan konsumen diberi kesempatan bayar mulai dari tanggal 1 (satu) ketika diterbitkan tagihan listriknya hingga tanggal 20 (dua puluh) batas akhir pembayaran setiap bulannya. Artinya, untuk tagihan bulan November masih merupakan tagihan bulan berjalan, belum merupakan tunggakan. Karena kWh meter dicabut tanggal 06 November, yang belum mencapai batas akhir pembayaran,” jelas Indah.

    Namun itu dibantah oleh Supervisor PT PLN Unit Pelaksana Lapangan (UPL) Tanjungkarang, Yuli pada saat ditemui Indah di ruang kerjanya , Senin (06/11) yang menegaskan bahwa seharusnya PT PLN memang sudah mencabut kWh meter pelanggan pada saat tunggakan 1 (satu) bulan.

    Ditambahkan Yuli, bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan surat perjanjian antara PT PLN dan konsumen pada saat pemasangan listrik di awal.

    Mengingat rumah orangtuanya adalah rumah tua yang pemasangan listriknya tahun 81 dan dilakukan oleh Alm. Ayah dari Indah, maka Indah meminta copy dari surat perjanjian seperti yang dikatakan Yuli.

    Yuli pun berdalih mengatakan tidak bisa menunjukkannya karena ada di kantor pusat. Menurutnya, setiap pelanggan pasti diberikan copy dari surat perjanjian tersebut. Termasuk semua pelanggan PT PLN yang menggunakan meteran token.

    “Kalau perjanjiannya aja nggak bisa ditunjukin, gimana kita mau tahu apa isi perjanjian itu. Artinya, perjanjian itu hanya sepihak, cuma PT PLN yang tau. Karena, setahu saya setiap perjanjian seharusnya disetujui oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajibannya,” kata Indah.

    Hal senada disampaikan Ramadhan, warga Beringin Raya, yang mengatakan bahwa dirinya tidak menerima salinan dari surat perjanjian seperti yang disampaikan Yuli. Karena pada saat ia menandatangani surat perjanjian pemasangan meteran token, dirinya tidak disarankan untuk membaca surat apapun, hanya disuruh tandatangan di atas materai.

    “Petugas pelayanan tidak menyarankan saya untuk membaca surat perjanjiannya. Mereka cuma Tanya saya punya materai atau tidak. Karena saya buru-buru, di rumah ninggalin anak saya yang masih bayi, jadi saya tandatangani aja. Yang penting listrik di rumah cepet dipasang,” ujar Ramadhan.

    Beberapa pelanggan lain yang ditemui Indah pada saat mengajukan keberatan atas pencopotan kWh meter di rumahnya, di kantor PT PLN ULP tanjungkarang. Mereka juga tidak menerima salinan surat perjanjian yang ditanda tangani di atas materai dari petugas layanan pada saat penggantian kWh meter pascabayar ke meteran token.

    Selain tidak disarankan untuk membaca perjanjian tersebut sebelun ditandatangani, surat perjanjian tersebut ditulis dengan huruf yang sangat kecil.

    Indah mengatakan, jika dilihat dari kasus di atas, jelaslah bahwa PT PLN memanfaatkan ketidaktahuan dan kondisi masyarakat untuk memaksa peralihan dari kWh meter pascabayar ke meteran token. (Red)

  • Selain Copot Paksa KWh Meter dan Disebut Bak Maling, Oknum Petugas PLN di Lampung Paksa Pelanggan Beralih ke Token?

    Selain Copot Paksa KWh Meter dan Disebut Bak Maling, Oknum Petugas PLN di Lampung Paksa Pelanggan Beralih ke Token?

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Setelah Mahesa, warga Kelurahan Sukajawa, Tanjung Karang Barat (TKB), ternyata ada pelanggan lain yang tak terima meterannya dicopot diam-diam oleh petugas PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Karang, Kota Bandar Lampung.

    Mereka tak terima lantaran pencopotan meteran listrik atau kWh meter dilakukan tanpa pemberitahuan dan peringatan terlebih dahulu. Warga juga menilai oknum petugas terkesan arogan dan tanpa etika karena asal copot lalu kabur.

    Bahkan oknum petugas yang dikawal aparat kepolisian sampai disebut bak pencuri. Sebab saat mencabut meteran, oknum petugas tidak memberitahu pelanggan. Parahnya lagi, pencabutan meteran dilakukan saat pelanggan tidak berada di rumah. Sehingga terkesan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

    Menurut pengakuan salah seorang pelanggan Indah (48), warga Sukajawa Baru, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung, sebagai pelanggan, dirinya sangat kecewa atas etika oknum petugas saat mencabut meter listrik di rumahnya.

    “Kami kagetlah tiba-tiba ada pencabutan dadakan tanpa adanya surat peringatan. Adalah yang diberikan surat peringatan, tetapi itu setelah mesin meteran dicabut,” ungkap Indah di kantor PLN ULP Karang, Senin, 6 November kemarin.

    Indah bercerita, pembongkaran meteran listrik dilakukan tiga oknum petugas PLN ULP yang dikawal satu aparat kepolisian. Mereka datang dan langsung membongkar mesin meter listrik kWh yang terpasang.

    “Sudah bongkar meteran kWh mereka (petugas) langsung pergi gitu aja. Terus ditanya kenapa ada pencopotan, mereka bilang langsung ke kantor aja,” ujarnya.

    Pasca pencopotan tersebut, Indah segera mendatangi kantor PLN ULP Karang untuk mengajukan komplain. Setibanya di Kantor PLN, rupanya ada puluhan pelanggan lain yang datang dengan tujuan sama, yakni memprotes adanya pencopotan meteran yang dilakukan secara diam-diam tersebut.

    “Saya ketemu sama pelanggan lain juga di sana. Tujuannya sama mau komplain prihal pencopotan kWh pascabayar juga,” tambah Indah.

    Lanjut Indah, di kantor PLN dirinya bertemu Yuli selaku Supervisor dan menanyakan alasan PLN mencabut kWh meter tersebut. Yuli mengatakan bahwa pencabutan kWh meter tersebut sudah sesuai SOP dan berdasarkan surat perjanjian pada saat konsumen hendak memasang listrik.

    Namun ketika diminta bukti perjanjian antara PLN dengan konsumen, kata Indah, Yuli tidak bisa menunjukannya.

    “Rumah saya itu rumah tua, pasang listrik mungkin tahun 80-an. Kalaupun ada perjanjian berarti dengan almarhum bapak saya. Makanya saya minta surat perjanjian yang kata ibu Yuli sudah diberikan kepada konsumen pada saat pemasangan. Tapi dia tidak bisa menunjukan surat perjanjian tersebut. Terus pencabutan alasannya karena tunggakan, kan saya nunggak juga belum dua bulan,” tegas Indah.

    Indah menambahkan, Yuli berdalih perjanjian tersebut ada di kantor pusat dan akan dimintakan. Namun setelah menunggu beberapa jam, surat perjanjian tetap tidak bisa ditunjukkan.

    “Sehingga saya enggak tau apa isi perjanjian tersebut, yang kata Yuli menjadi dasar atas tindakan dan perbuatan mereka (PLN-Red) dalam melakukan bongkar paksa kWh meter. Setelah didesak dan adu argumen, barulah ibu Yuli kasih surat perjanjian konsumen, tetapi untuk konsumen pemasangan kWh meter token bukan yang Pascabayar seperti yang saya minta,” jelasnya.

    Lebih lanjut, disambung pelanggan lain, Sugin (40) warga Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung, bahwa Yuli berkata semua konsumen dipastikan memegang surat perjanjian pada saat pemasangan baru.

    Namun faktanya, beberapa warga yang baru memasang dan beralih ke meteran prabayar (token), mengaku tidak diberikan surat perjanjian apapun dari PLN. Mereka hanya diminta tanda tangan tanpa disarankan membaca surat perjanjian terlebih dahulu.

    “Saya nggak sempet baca, saya cuma disuruh tanda tangan. Saya nggak dikasih fotokopi surat perjanjian yang saya tandatangani,” ujar Sugin.

    Hal senada disampaikan Ramadhan, warga kemiling. Sama halnya dengan Sugin, Ramadhan juga mengaku tidak pernah menerima surat perjanjian saat pemasangan meteran baru. Dia hanya diminta tanda tangan, kemudian diberi surat jawaban persetujuan perubahan tarif.

    “Petugas pelayanan tidak menyarankan saya untuk membaca surat perjanjiannya. Mereka cuma tanya saya punya materai atau tidak. Kemudian saya jawab tidak ada. Kesalahan saya memang tidak membaca surat perjanjiannya, karena kepikiran di rumah ada bayi. Jadi saya mau cepat dulu, yang penting bisa dipasang listrik hari ini,” ujar Ramadhan.

    Pelanggan Merasa Dipaksa Beralih ke Token?

    Menurut pengakuan warga Tanjung Karang Barat bernama Mahesa (25) yang kWh meternya dicabut seperti pemberitaan sebelumnya, pihak PLN terkesan memaksa pelanggan beralih dari pascabayar ke prabayar (token). Hal itu berdasarkan pernyataan dari pihak PLN saat dirinya mendatangi kantor PLN ULP Karang pasca pencopotan meteran di rumah neneknya.

    “Petugas di pelayanan mengatakan bisa pasang kembali tapi harus mengganti meteran listrik ke token. Jelas saya menolak. Dan petugasnya bilang bahwa pemasangan yang akan dilakukan yakni pemasangan meteran listrik token, tidak bisa lagi menggunakan kWh meter yang pascabayar,” jelas Mahesa, Senin (6/11).

    Berita Terkait: Gawat ! Petugas PLN ULP Karang Bersama Aparat Kepergok Copot Meteran Warga

    Semua Penunggak Dicabut, Kecuali Kerabat PLN

    Masih menurut Mahesa, bahwa pencabutan meteran bukan karena alasan menunggak saja, tetapi diduga ada upaya pihak PLN untuk mengalihkan pelanggan meteran pascabayar ke prabayar. Namun karena pelanggan mengajukan keberatan, maka pihak PLN kembali memasang kWh meter pascabayar.

    “Padahal tadi petugasnya jelas-jelas bilang bahwa semua yang kWh meternya dibongkar hanya bisa dipasang kembali dengan beralih ke meteran token, karena kWh meter yang pascabayar sudah tidak ada lagi. Nyatanya ada yang bisa dipasang menggunakan kWh meter yang pascabayar. Jadi bukannya nggak ada,” tambah Mahesa.

    “Pembongkaran kWh meter tidak berlaku bagi semua warga, karena nyatanya ada warga yang hanya diberi peringatan terlebih dahulu dan disarankan untuk mengurus tagihan ke kantor, hanya karena memiliki keluarga yang bekerja di PLN,” tandasnya.

    Beberapa warga yang datang ke kantor PLN terpaksa menerima penawaran pemasangan meteran token karena situasi dan kondisi mereka. salah satunya Indah yang akhirnya menerima pemasangan token karena memikirkan usaha ikan hiasnya, yang bergantung kepada energi listrik.

    Begitupun Vina warga Pinang Jaya, Kemiling, Bandar Lampung. Dia terpaksa menerima tawaran untuk pemasangan token karena ada subsidinya.

    “Kalau saya mau pasang token karena tadi petugasnya bilang dapat subsidi. Kalau tidak ada subsidi ya saya pasti nggak mau juga diganti meteran token. Soalnya tadi juga Bu Yuli bilang kalo pelanggan keberatan dengan pemasangan meteran token, berati sudah bukan pelanggan PLN lagi,” ujarnya.

    Vina juga menyesalkan adanya pencopotan meteran pascabayar tanpa sosialisasi atau peringatan dari pihak PLN terlebih dahulu.

    “Harusnya kan disosialisasikan dulu, atau minimal ada pemberitahuan kalau mau diganti ke meteran token. Karena penggunaan meteran token kan sudah pasti ada plus minusnya. Bagaimana kalau pas kita nggak di rumah, terus token habis. Kan bisa busuk makanan di kulkas,” ujar Vina.

    Hal senada, Lia, waga Kedaung juga mengeluhkan sikap PLN yang dianggap telah semena-mena kepada pelanggan.

    “Sebagai pelayan masyarakat harusnya ada solusi-solusi yang baik bagi kedua belah pihak. Pihak PLN hanya menjelaskan kepada konsumen untuk membayar tunggakan dan mengganti meteran ke token,” imbuhnya.

    PLN Bantah Pencopotan KWh Meter Tanpa Pemberitahuan

    Manajer Komunikasi dan TJSL PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Lampung, Elok Faiqoh Saptining Ratri membantah pencopotan meteran dilakukan tanpa pemberitahuan. Menurutnya, petugas PLN selalu memberitahu pelanggan soal tagihan dan informasi tunggakan setiap bulannya.

    “Terkait statement yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ini tidak benar ya. Informasi dari petugas baca meter, bahwa setiap bulan informasi tagihan dan informasi tunggakan selalu disampaikan dengan harapan pelanggan mengerti bahwa pembayaran rekening listrik itu wajib dibayar setiap bulan sebelum tanggal 21,” kata Elok melalui keterangannya, Rabu 8 November 2023.

    Menurut Elok pencabutan meteran oleh PLN merupakan sanksi bagi pelanggan yang menunggak tagihan pascabayar dengan ketentuan selama dua bulan.

    “Ini bagian dari hak dan kewajiban pelanggan ya, PLN sudah mengaliri listrik ke pelanggan tersebut dan pelanggan memiliki kewajiban untuk membayar energi listrik yang telah digunakan, pelanggan posisi sudah menunggak 2 bulan. Informasi ini sudah lumrah diketahui mas. Namanya menunggak ya pasti ada konsekuensinya,” jelasnya.

    Kebijakan PLN terkait pencabutan meteran pascabayar berlaku bagi pelanggan yang sudah nunggak dua bulan tagihan tersebut merupakan upaya antisipasi agar hal serupa tidak terulang.

    “Supaya hal yang sama tidak terulang kembali, pelanggan juga lebih nyaman tidak perlu didatangi petugas,” katanya.

    Sementara saat ditanya bagi pelanggan yang nunggak belum masuk dua bulan bahkan tidak ada tunggakan sama sekali namun kWh meternya tetap dicabut, Elok mengatakan hal tersebut sudah berbeda dengan kebijakan terkait tunggakan.

    “Ini beda hal mas, untuk penggantian kwh meter lama, memang ada programnya karena kwh meter tersebut usianya sudah tua, rusak, buram, macet. Jadi mohon pengertian dan kesediaan pelanggan juga untuk sama-sama kita menjaga aset milik PLN yg ada di rumah warga (kWh meter),” pungkasnya. (Tam/Idh)

  • Kembali Gelap, Masyarakat Lampung Diresahkan dengan Pemadaman Listrik

    Kembali Gelap, Masyarakat Lampung Diresahkan dengan Pemadaman Listrik

    Bandarlampung (SL) – Masyarakat Lampung kembali diresahkan dengan penyakit aliran listrik PLN yang byarpet.

    Setelah Senin lalu terjadi pemadaman total, Selasa (24/7/2018) sore hingga malam warga Lampung kembali disuguhkan dengan gangguan aliran listrik. Terjadi lagi pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Lampung termasuk Kota Bandarlampung.

    PT PLN Distribusi Lampung membuat broadcast melalui WA dan medsos lainnya, menyampaikan permohonan maaf kepada pelanggan di Lampung.

    Kami sampaikan bahwa sore ini terjadi gangguan di beberapa pembangkit di Lampung sehingga pasokan mengalami defisit, walaupun suply dari Sumatera Selatan sudah maksimal,” kata management PLN Distribusi Lampung.

    Dijelaskan, gangguan pada pembangkit merupakan dampak dari gangguan pengahantar tegangan tinggi 150 KV yang terjadi pada Senin malam. Sehingga malam ini (Selasa malam, red), listrik di Lampung mengalami defisit 150 MW. Karena itu, dengan terpaksa PT PLN Distrubusi Lampung melaksanakan pemadaman bergilir pada Selasa malam.

    Beberapa warga merasakan kekesalan akibat pemadaman listrik yang terjadi terus-menerus selama dua hari belakangan ini, karena mengganggu aktivitas dan kegiatan.

    “Iya udah dua hari ini listrik mati mulu, sampe muter-muter nyari tempat yang listrik nya idup buat ngerjain tugas, tadi jauh-jauh dari rumah ke McD sini buat nyari colokan listrik biar bisa ngerjain deadline tugas,” kata Ayung warga Pahoman yang ditemui wartawan Sinarlampung.com di McD (24/07).

    Hal serupa disampaikan juga oleh Rahmad salah satu warga BKP, ia mengatakan karena pemadam listrik seperti ini adalah kelalaian PLN sehingga dapat merugikan masyarakat.

    “Kelalaian PLN lah, kalo kerusakan apa selama ini ga ada pemeliharaan. Sangat merugikan, apalagi yang punya komputer, temen gua ke tempat service komputer rupanya banyak bener yang antri pada mau servis Mobo dan PSU nya rusak karena mati lampu terus-terusan”, ujarnya.

    Pemadaman listrik terjadi di seluruh area Tanjungkarang, Kotabumi, dan Metro. Pihak PLN belum bisa pastikan kapan perbaikan dan pemadaman bergilir akan berhenti di Lampung. (Ismadiah)