Tag: PN Tanjung Karang

  • PN Tanjung Karang Eksekusi Rumah Warga, Pemilik Kaget dan Histeri Karena Punya Sertifikat Sejak 1998

    PN Tanjung Karang Eksekusi Rumah Warga, Pemilik Kaget dan Histeri Karena Punya Sertifikat Sejak 1998

    Bandar Lampung, sinarlampung.co- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang Kelas IA melaksanakan eksekusi terhadap bangunan di atas sebidang tanah seluas 686 m2 di Kelurahan Sukarame Baru, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, pada Kamis pagi, 24 Oktober 2024. Pemilik rumah Arsiya Erlinda menolak keras dan merasa keberatan atas eksekusi bangunannya miliknya yang dibangun dilahan bersertifikat miliknya, sejak tahun 1998. Pemilik rumah menilai eksekusi sepihak dan tak manusiawi.

    Bangunan termohon saat dihancurkan. (Dok. Heny)

    Dalam agenda eksekusi tersebut, petugas PN Tanjung Karang datang bersama kuasa hukum pemohon, Sri Aryani, Badan Pertanahan Negara (BPN) Bandar Lampung, Anggota Polsek Sukarame, Babinsa, dan pamong setempat. Di lokasi bangunan yang akan dieksekusi juga tampak pemilik rumah Arsiya Erlinda, didampingi pihak keluarga.

    Dalam pantauan, terjadi beberapa kali ketegangan antara petugas dengan pihak termohon hingga terjadi perdebatan. Termohon dan keluarga menolak pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan. Pemilik rumah menolak pelaksanaan eksekusi lantaran merasa memiliki sertifikat asli atas lahan dan bangunan yang saat ini ia tempati.

    Selain itu, pemilik dan keluarga juga merasa terkejut dengan pelaksanaan eksekusi karena dilakukan secara tiba-tiba. Dihadapan pemilik rumah, M. Rizal selaku petugas dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang mengatakan bahwa pelaksanaan eksekusi tersebut berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA Nomor 19/Pdt.Eks.PTS/PN Tjk. Juncto Nomor 177/Pdt.G/2022/PN Tjk.

    “Hari ini adalah kita melaksanakan keputusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang terkait gugatan melawan hukum nomor 177 Tahun 2022. Keputusan ini telah berkekuatan hukum tetap, dan atas permohonan pemohon eksekusi yang meminta untuk dilaksanakan eksekusi terhadap isi putusan perkara tersebut. Setelah ditelaah oleh pimpinan kami, bahwa permohonan itu cukup beralasan untuk dibuatkan penetapan dan pelaksanaan eksekusi,” ujar Rizal.

    Usai membacakan surat penetapan tersebut, Rizal kemudian memberikan kesempatan kepada pihak termohon untuk berbicara. Dalam pernyataannya, termohon dengan tegas menolak dan merasa keberatan dengan tindakan pengadilan. Sehingga, termohon akan mengajukan permohonan gugatan bantahan atas eksekusi tersebut.

    “Saya mempunyai sertifikat asli, nomor 12717/08.0109/12717/S.I. Saya akan melakukan surat gugatan bantahan atas eksekusi dan keputusan itu (PN Tanjung Karang). Karena saya tidak pernah menerima panggilan sidang. Pernah satu kali (hadir) dan saya datang lagi, saya mengecek ternyata sudah dicabut perkara itu,” ujar Arsiya Erlinda pemilik rumah.

    Kemudian petugas menanyakan alasan termohon tidak hadir panggilan-panggilan sidang berikutnya. Termohon Arsiya Erlinda menjawab, “Saya hadir pertama, kemudian saya tidak pernah lagi menerima surat panggilan-panggilan (sidang) apapun. Tiba-tiba saya mendapat surat eksekusi lewat pesan whatsapp dari saudara saya,” katanya.

    Terkait sertifikat yang Termohon sampaikan tersebut, Rizal mengatakan bahwa hal itu sudah ada dalam putusan dan sudah menjadi bahan pertimbangan Pengadilan Negeri dalam membuat keputusan perkara. Dia menegaskan, sertifikat dan bantahan termohon tidak bisa menghentikan proses eksekusi pada hari ini.

    “Sayangnya, ibu tidak aktif mengikuti persidangan itu. Jadi surat sertifikat itu tidak bisa menangguhkan dalam pelaksanaan ini (eksekusi). Kedua, terkait panggilan, ibu pernah hadir ya, berarti mekanisme persidangan menganggap sudah layak dan patut. Kalau ibu ingin mengajukan gugatan bantahan kami persilakan. Pengadilan tidak pernah melarang proses seperti itu,” katanya.

    Mendengar penjelasan petugas, pihak keluarga keukeh meminta eksekusi ditunda, menunggu surat permohonan gugatan bantahan dibuat yang kini dalam proses. Selain itu, eksekusi ditunda sementara, supaya termohon dapat membereskan barang-barang yang ada di dalam rumah.

    Namun, petugas menolak mentah-mentah permintaan tersebut dan tetap melakukan penggusuran terhadap bangunan milik termohon yang berada di lahan tersebut. “Ibu terlambat untuk mengajukan bantahan silahkan. Jadi, ini tetap kita laksanakan (eksekusi). Kalau pun nanti ibu ada ketidakpuasan silakan ajukan gugatan atau bantahan,” kata Rizal.

    Namun, permohonan termohon untuk mengajukan bantahan serta penundaan eksekusi, tidak digubris, petugas tetap melanjutkan eksekusi bangunan milik termohon. Hal ini membuat situasi semakin menjadi-jadi. Keluarga termohon terlihat emosi bahkan sampai menangis histeris, karena eksekusi dianggap tidak manusiawi.

    “Tidak ada eksekusi hari ini, saya menolak. Hak kami ini gimana? BPN gimana? Mohon pak kemanusiaan pak, tolong, surat permohonan sedang diproses. Kami orang bodoh, terzolimi pak. Saya punya sertifikat ini pak,” kata termohon sembari menangis.

    “Ini bangunan hasil saya kerja, keringat darah hasil saya nabung pak. Sertifikat dan bangunan ini saya beli dari uang halal. Mohon pak. Saya tidak mengerti putusan hakim, saya orang bodoh, senjata saya sertifikat ini. Lalu apa gunanya sertifikat ini. Mohon pak, demi kemanusian,” pinta termohon lagi.

    Permintaan keluarga tersebut tidak meluluhkan hati para petugas dan tetap melanjutkan eksekusi. Mereka sempat mendobrak paksa pintu rumah termohon yang sebelumnya telah dikunci. Lalu petugas membereskan barang-barang milik termohon yang masih ada di dalam rumah tersebut.

    Hingga sekitar pukul 11.30 petugas tampak masih melakukan eksekusi dengan alat berat dan beberapa orang sedang menghancurkan bangunan rumah. Terlihat pula, anggota kepolisian masih berjaga di sekitar lokasi. Termohon dan keluarganya hanya bisa menangis menyaksikan rumah miliknya dihancurkan.

    Saat diwawancarai, Arsiya Erlinda selaku termohon merasa kecewa dan keberatan atas eksekusi sepihak dengan alasan nomor Sertifikat Hak Milik berbeda. “Saya benar-benar kecewa dengan adanya eksekusi tanah dan bangunan milik saya. Kenapa tanah dan bangunan yang berada di atas lahan 2160 m2 sampai saat ini tidak dilakukan apa-apa. Ini tidak sesuai dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjungkarang kelas 1A,” tegas Linda.

    Sementara, menurut Humas Pengadilan Negeri Tanjungkarang kelas 1A S. Hidayat, segala keputusan ada di Ketua pengadilan, apakah menangguhkan atau melaksanakan eksekusi. Sampai berita ini diturunkan belum ada jawaban dari Linga Setiawan selaku Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang baik melalui pesan atau telepon whatsapp. (Red/*)

  • Lima Terdakwa Yang Antar Sabu 12 Kg Gram Divonis 15 Tahun Penjara, Satu Terdakwa Banding

    Lima Terdakwa Yang Antar Sabu 12 Kg Gram Divonis 15 Tahun Penjara, Satu Terdakwa Banding

    Bandar Lampung, sinarlampung.co-Lima terdakwa kurir narkoba jenis sabu seberat 12 kilogram tangkapan Diresnarkoba Polda divonis 15 tahun penjara denda Rp2 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis 25 Juli 2024.

    Lima terdakwa yaitu Beni Kasiran, Ahmad Arifin, Sapik, Nurullah, dan Didin Nurdin. Didin Nurdin, dalam sidang terpisah menyatakan banding. Karena dia merasa hanya kendaraannya disewa atau dirental, empat terdakwa lainnya. “Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Didin Nurdin dengan kurungan penjara selama 15 tahun serta denda sebesar Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Dedi Wijaya Susanto.

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kandra Buana menuntut terdakwa Didin selama 20 tahun penjara serta denda sebesar Rp2 miliar subsider satu tahun kurungan penjara. Atas putusan tersebut, terdakwa Didin bersama penasihat hukumnya, Sofyandra Hafidz dengan tegas menyatakan banding di persidangan. “Kami menyatakan banding,” kata penasihat hukumnya, Sofyandra Hafidz.

    Pada putusan tersebut, lanjut Hafidz, pihaknya sangat menghormati putusan yang telah dijatuhi oleh majelis hakim. “Kami hormati itu, namun kami akan melakukan upaya hukum banding hingga kasasi terhadap putusan PN Tanjungkarang dengan berpegang pada fakta-fakta yang terungkap pada persidangan yang justru diabaikan oleh majelis hakim dalam mengambil keputusan,” kata dia.

    Menurut Sofyandra beberapa fakta persidangan tersebut diantaranya dari keterangan saksi-saksi, bukti chating, dan percakapan terdakwa Didin tentang sewa menyewa kendaraan. “Dalam percakapan itu terungkap juga bahwa tidak ada pembicaraan tentang narkoba. Bahkan terdakwa Didin yang telah menyewa tiga kali mobil untuk antar jemput penumpang dengan harga normal, namun tidak menjadi pertimbangan,” kata dia.

    “Perlu kita ketahui semua bahwa hanya orang bodoh yang mau mengantar sabu sebanyak kilogram dengan harga murah sebesar Rp5 juta. Itu pun Rp5 juta termasuk BBM, bayar tol, makan, dan lainnya,” katanya.

    Pertimbangan ini tentunya sudah diperkuat oleh keterangan terdakwa lain yakni Beni dan penyidik yang mengatakan bahwa terdakwa Didin tidak tahu menahu tentang narkoba tersebut. “Bahkan terdakwa Didin baru melihat narkoba jenis sabu tersebut saat di Ditresnarkoba Polda Lampung setelah dirinya ditangkap. Artinya terdakwa belum melakukan apapun, dan harus dibebaskan,” katanya.

    Sementara empat terdakwa satu berkas, dengan Ketua majelis hakim, Dedi Wijaya Susanto mengatakan keempat terdakwa terbukti melanggar pasal 114 ayat (2) Undang-undang Narkotika atau dakwaan ke satu. “Terhadap para terhadap para terdakwa di vonis 15 tahun penjara dan denda Rp2 miliar jika tidak bisa dibayar diganti 6 bulan penjara,” kata Dedi Wijaya Susanto.

    Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman 20 tahun penjara. Dan JPU menyatakan pikir-pikir sehingga putusan belum inkracht.

    Sementara itu, kuasa hukum empat terdakwa, Tarmizi menanggapi vonis dari majelis hakim, setelah konsultasi dengan para terdakwa menyatakan terima putusan tersebut. “Kita mendengar bersama-sama putusan majelis hakim, tentunya kita sangat menghormati. Majelis hakim mempertimbangkan pembelaan kita melalui pledoi-pledoi kita sehingga putusan dapat turun dari 20 menjadi 15,” ujarnya. (Red)

  • Ajukan Banding, Adilkah Mantan Kabid PMD Lampung Utara Dapat Transportasi Rp5 Juta Diganjar 14 Bulan Bui Denda Rp50 Juta?

    Ajukan Banding, Adilkah Mantan Kabid PMD Lampung Utara Dapat Transportasi Rp5 Juta Diganjar 14 Bulan Bui Denda Rp50 Juta?

    Bandarlampung, sinarlampung.co Divonis bersalah dengan hukum 14 bulan penjara, denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara, merasa tidak ikut dalam pemufakatan tindak pidana korupsi dan gratifikasi bimtek 2002 kepala desa terpilih tahun 2022 dan hanya menerima biaya transportasi sebesar Rp5 juta untuk pendampingan kegiatan bimtek.

    Mantan Kabid PMD Kabupaten Lampung Utara, Ismirham Adi Saputra melalui kuasa hukumnya, Gindha Ansori Wayka dan Tim mengajukan memori banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

    “Hari ini kami ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang untuk menyampaikan memori banding atas nama Ismirham Adi Saputra, Mantan Kabid PMD Kabupaten Lampung Utara yang divonis 1 tahun 2 bulan, kemudian denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan kalau tidak dibayar,” kata Gindha Ansori di dampingi Tim, Rabu 27 Maret 2024.

    Lanjut Gindha, vonis ini terlalu tinggi dan menurutnya tidak manusiawi karena seharusnya kliennya itu dibebaskan secara hukum. Sebab dalam kajiannya, bersangkutan sama sekali tidak terlibat dengan kesepakatan Rp700 ribu per desa dan Rp300 ribu untuk PMD dan Ngadiman.

    Kemudian, lanjut Gindha, dana Rp5 juta ini jika dihitung berdasarkan peraturan Bupati Kabupaten Lampung Utara jumlahnya terlalu kecil untuk perjalanan dinas mendampingi proses pelaksanaan bimtek kepala desa tahun 2022.

    “Karena berdasarkan perhitungan, dia harus menerima Rp11 juta lebih. Oleh karenanya Rp5 juta itu tidak cukup untuk 2 hari kegiatan di Bandar Lampung, kemudian 5 hari di Bandung dan kita juga tidak sepakat dengan pendapat pengadilan, hakim yang memeriksa perkara ini yang menganggap bahwa kegiatan bimtek ini kegiatan swasta,” ujar Pengacara kontroversial tahun 2023 lalu itu.

    Menurutnya, kegiatan itu bukan kegiatan swasta melainkan kegiatan pemerintah desa yang kemudian anggarannya dari pemerintah APBD Desa. Hanya penyelenggaranya adalah swasta dan ini rata-rata seperti itu.

    “Misalnya seperti DPR bimteknya sama ada pihak ke 3, walaupun ini adalah swakelola karena tidak bisa sendiri dikerjakan oleh dinas oleh karena kita tidak sepakat. Kemudian apa yang dilakukan klien kami mengkoordinasi kegiatan ini merupakan satu kesatuan tugas berdasarkan peraturan Bupati Kabupaten Lampung Utara dan sudah sesuai dengan peraturan Mendagri nomor 82 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepala desa,” ungkapnya.

    Sehingga Gindha menilai terlalu tidak manusiawi menghukum orang karena alasan atau pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak masuk akal dan tidak rasional dan meminta hakim untuk membayangkan dengan dana Rp5 juta, kliennya menyelamatkan 202 kepala desa yang dalam hal ini bagaimana mengelola dana desanya.

    “Kalau kemudian tidak ada kegiatan bimtek ini yang dikawal oleh klien kami apa yang terjadi dengan 2022 kepala desa ini, berapa puluh milyar negara ini bakal dirugikan oleh karenanya kita harus melihat sisi positifnya,” ujarnya.

    Tambah Gindha, seharusnya perkara ini terlebih dahulu diselesaikan melalui APIP, tapi kenyataannya diduga dipaksakan dan bahkan pengembalian dana Rp.5 juta ini sudah di kembalikan dan justru dijadikan alat bukti oleh penyidik.

    “Dan himbauan saya kemudian ke penegak hukum, yang mananya anggaran atau nilai yang kecil apalagi berkaitan implementasi keuangan daerah itu harus dikoordinasikan dengan Inspektorat. Sehingga ini tidak semua serta merta sampai pengadilan, masa ia dengan Rp5 juta kita bisa menghukum dengan seperti itu,” katanya.

    Gindha juga meminta kepada hakim jangan menganggap bahwa itu sebagai akal-akalan strategi pengacara untuk melegitimasi tindak pindak korupsi, melainkan bentuk suatu langkah untuk keputusan yang adil.

    “Ya tidak sama sekali, tapi kan seharusnya kita sesama penegak hukum ini jangan melihat perbuatannya saja dengan pasal yang ada dan perbandingan kemudian kita sanksi, oleh karenanya kita harus adil, saya bertanya dengan hakim dan jaksa bayangkan Rp.5 juta cukup tidak untuk menemani kegiatan 2 hari di bandar Lampung dan 5 di Bandung, cukup tidak kalau menurut anda merasa kurang harusnya anda harus adil dalam memberikan putusan,” jelasnya. (Eri/Red)

  • Empat Terdakwa Korupsi Kontainer DLH Bandarlampung Dituntut Penjara Berbeda Eks Kabid Pengelolaan Paling Tinggi

    Empat Terdakwa Korupsi Kontainer DLH Bandarlampung Dituntut Penjara Berbeda Eks Kabid Pengelolaan Paling Tinggi

    Bandarlampung, sinarlampung.co Empat terdakwa korupsi pengadaan kontainer sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tahun Anggaran (TA) 2018-2020 menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Kamis, 22 Februari 2024. Tuntutan ini karena mereka terbukti bersalah dengan dijerat Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa eks Kabid Pengelolaan Sampah Ismed Saleh selaku PPK, Penyedia Barang Tahun 2018 Widiyanto, Penyedia Barang Tahun 2020 Eko Wahyudi, dan Pelaksana Tahun 2020 Rangga Sanjaya dengan hukuman penjara berbeda.

    Dalam pembacaan tuntutan di depan Ketua Majelis Hakim Hendro Wicaksono, JPU menuntut terdakwa Widiyanto, Eko Wahyudi, dan Rangga Sanjaya dituntut maksimal 1 tahun 3 bulan kurungan penjara. Sementara, Ismed Saleh dituntut penjara paling tinggi, yakni maksimal 1 tahun 6 bulan penjara.

    “Selain menuntut dengan pidana penjara, keempat terdakwa juga dikenakan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan penjara. Selain itu, terdakwa Widiyanto dan Eko Wahyudi dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp230 juta dan Rp139 juta subsider 1 tahun 3 bulan penjara,” kata Jaksa.

    Jaksa mengatakan, uang pengganti kerugian telah dikembalikan masing-masing terdakwa. Dalam tuntutannya, JPU juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, sebab keempat terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Selain itu JPU juga mempertimbangkan hal yang meringankan keempat terdakwa. “Hal yang meringankan tersebut keempat belum pernah dihukum dan telah mengakui kesalahannya masing-masing serta telah mengembalikan keuangan negara,” tambah Jaksa.

    Atas tuntutan tersebut pengajuan Pledoi para tersangka diagendakan pada sidang selanjutnya, yakni pada Kamis, 29 Februari mendatang. (***)

  • Kuasa Hukum Terdakwa Kasus PMD Lampura Nilai JPU Terkesan Paksakan Perkara dan Abaikan Perintah Kejagung 

    Kuasa Hukum Terdakwa Kasus PMD Lampura Nilai JPU Terkesan Paksakan Perkara dan Abaikan Perintah Kejagung 

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Tim kuasa hukum terdakwa Kadis dan Kabid PMDT Lampung Utara, Yelli Basuki bersama Gindha Ansori Wayka & rekan meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang menghentikan persidangan kasus dugaan gratifikasi Bimtek tahun 2022.

    Menurut Yelli, kasus tersebut tidak layak dilanjutkan ke meja persidangan, karena uang gratifikasi atau janji yang diterima kedua terdakwa bernilai kecil, di bawah Rp50 juta. Bahkan tidak termasuk tindak pidana korupsi atau adanya kerugian uang negara. Sebab kasus yang menjerat keduanya mengarah kepada tindak pidana gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau kekuasaan.

    Sebagaimana diketahui dalam dakwaan, terdakwa Kadis PMD Lampung Utara Abdurahman menerima suap Rp25 juta. Mantan Kabid Pemdes Ismirham Adi Saputra menerima Rp5 juta. Sementara, Kasi PMD Ngadiman yang diadvokasi lembaga bantuan hukum (LBH) lain didakwa menerima Rp39 juta.

    Yelli menyebut, berdasarkan surat edaran Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Nomor B-113/F/Fd.1/05/2010, bahwa setiap kasus tipikor dengan kerugian uang negara tidak lebih atau di bawah Rp50 juta tidak perlu dilanjutkan ke meja persidangan.

    Namun faktanya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang tetap melanjutkan perkara yang dianggap tidak perlu sampai ke persidangan tersebut. sehingga, lanjut Yelli, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai telah mengabaikan perintah Kejaksaan Agung RI.

    Dengan tetap berlanjutnya persidangan di PN Tanjung Karang, Yelli dan Gindha selaku tim advokasi kedua terdakwa berencana menemui Kajagung RI untuk berkoordinasi terkait surat edaran yang diterbitkan.

    “Yang kita pastikan bahwa betul kita sampaikan ke persidangan kita akan utus beberapa orang untuk berangkat ke Kejaksaan Agung. Karena itu perintah, implementasinya jelas. Jadi jaksa di daerah harus melaksanakan itu. Tapi kan ternyata enggak. Malah dibawa ke sidang perdata lah, itu tipikor. Mestinya tidak sampe ke sini (Pengadilan),” ujar Yelli didampingi Gindha Ansori Wayka & rekan usai sidang dakwaan di PN Tanjung Karang, Kamis (2/11/2023).

    Lanjut Yelli, perkara tersebut seharusnya berhenti, apalagi kasus tersebut bukan tidak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, melainkan gratifikasi atau suap-menyuap. “Harus berhenti di saat Kejaksaan menyatakan kerugian negara ini hanya 5 juta dan 25 juta, karena tidak cukup 50 juta (bahkan tidak ada kerugian negara, red). Makanya saya tadi minta (sidang) ditunda saja, karena saya mau ke Jaksa Agung,” tandas Yelli.

    Disambung Gindha Anshori Wayka, bahwa perkara yang menyeret kliennya itu terlalu prematur. Menurutnya, jaksa penuntut umum menuntut tanpa mengimplementasikan surat edaran yang tak lain merupakan produk Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, Gindha menganggap penanganan perkara tersebut terkesan dipaksakan dan tidak berasas pada keadilan dan kemanusiaan.

    “Artinya mereka yang punya produk, Kejaksaan Agung yang punya produk, jaksa punya produk, tapi kemudian mereka malah menuntut tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan surat edaran itu. Hukum ini kan harus berdasarkan keadilan, kemanusiaan, jangan kemudian dipaksakan,” tegas Gindha.

    Selain tidak mengimplementasikan surat edaran dan terlalu memaksakan perkara, Gindha juga menilai dakwaan JPU terhadap kliennya penuh dengan dugaan rekayasa, penguraiannya tidak jelas, dan tidak cermat.

    “Harusnya komprehensif. Jadi jaksa dan hakim jangan hanya mencocokkan pasal dengan perbuatan. Tapi apa dibalik itu yang mewarnainya. Itu baru keadilan, kebenaran, dan hukum yang progresif,” ucapnya.

    Ditanya terkait sidang lanjutan pekan depan, Gindha kembali menegaskan pihaknya akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana.

    “Kita akan ajukan eksepsi dengan keberatan keberatan kita tadi. Terus kami akan ke Kejaksaan Agung. Ya kita buka bener. Bila perlu Kejaksaan Agung menghentikan penuntutan terhadap perkara ini,” pungkas Gindha.

    Diketahui, sidang dakwaan kasus dugaan gratifikasi Bimtek Pratugas dan Wawasan Kebangsaan Kepala Desa terpilih tahun 2022 di Dinas Pemerintahan Masyarakat Desa dan Transmigrasi (PMDT) ditunda dan berlanjut pada Kamis (9/11) mendatang dengan agenda permohonan eksepsi dari para terdakwa. (Tam)

  • Sidang Perdana Kasus PMD Lampung Utara Diwarnai Unjuk Rasa, Hakim dan Jaksa Diminta Jeli

    Sidang Perdana Kasus PMD Lampung Utara Diwarnai Unjuk Rasa, Hakim dan Jaksa Diminta Jeli

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Kasus dugaan gratifikasi Bimtek Pratugas dan Wawasan Kebangsaan Kepala Desa terpilih tahun 2022 di Dinas Pemerintahan Masyarakat Desa dan Transmigrasi (PMDT) Kabupaten Lampung Utara masuk sidang Perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Kamis (2/11/2023).

    Sebelum sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan itu digelar, ratusan orang yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat (KOMA) Lampung Tolak Kriminalisasi menggelar demonstrasi di depan kantor pengadilan tersebut. Dengan membentang alat peraga para aksi massa menyuarakan keprihatinan dan meminta ditegakkannya keadilan atas kasus gratifikasi di Dinas PMD Lampung Utara yang diduga adanya kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum Polisi.

    Baca Juga : Polda Lampung Usut Nyanyian Kriminalisasi dan Korban 86 Kepala PMD Lampung Utara, Jaksa Tahan Abdulrahman CS

    Dalam pernyataan sikap yang disampaikan Koordinator Lapangan, Suadi Romli, bahwa massa aksi mendesak Majelis Hakim Tipikor PN Tanjung Karang dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lampung Utara untuk benar-benar jeli melihat perkara ini.

    “Jangan sampai Jaksa dan Hakim hanya menjadi alat penyempurna tujuan Oknum Polres Lampung Utara,” tegas Suadi Romli.

    Baca Juga : Polda Lampung Usut Nyanyian Kriminalisasi dan Korban 86 Kepala PMD Lampung Utara, Jaksa Tahan Abdulrahman CS

    Selanjutnya, massa juga memberikan tugas kepada Jaksa dan Hakim untuk membuktikan dugaan rekayasa dan kriminalisasi proses penyelidikan dan penyidikan oleh Oknum Polres Lampung Utara tersebut.

    Apabila menurut Majelis hakim perkara ini sarat dengan kepentingan dan dugaan rekayasa, massa meminta agar hukum ini jujur dalam bersikap melalui penegaknya untuk membebaskan para Terdakwa dari tuntutan hukum.

    “Karena proses naiknya perkara ini diduga dipaksakan dengan berbagai skenario yang dimainkan untuk memenjarakan orang lain karena dampak dugaan pasal jengkel dari penegaknya (Oknum Polres Lampung Utara),” ucap Ketua DPD Pematank itu.

    “Bukankah di dalam hukum, terdapat adagium bahwa lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah, karena kita dapat saja menjadi dzalim kepada orang lain atas nama hukum,” sambungnya.

    Berita Terkait : Gindha Ansori Wayka Minta Polda Lampung Hentikan Kasus Bimtek Dinas PMD Lampung Utara

    Menurut Suadi Romli, meskipun hukum hanya mencocokkan antara perbuatan dan pasal yang mengatur melalui penegaknya, jangan sampai Hakim dan Jaksa yang memeriksa dan menuntut perkara ini juga turut serta mengamini apa yang menjadi sengkarut dalam perkara ini dan hanya menjadi alat kepentingan Oknum APH (Polres Lampung Utara) karena alasan kolega dalam penegakan hukum.

    “Kami juga mendesak apabila pelaku dalam kasus ini di jatuhi sanksi oleh Pengadilan maka terhadap oknum Polres Lampung Utara yang diduga terlibat diperintahkan untuk ditetapkan sebagai tersangka atas Perintah Majelis Hakim (Pengadilan) agar hukum ini benar-benar memenuhi rasa keadilan masyarakat sebagaimana yang termaktub dalam asasnya Equality Before The Law, tidak ada diskriminasi di hadapan hukum, karena setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang tinggi dan sama dalam hukum,” pungkasnya.

    Di sisi lain, saat ditanya terkait tanggapan pihak PN Tanjung Karang Hakim terhadap aksinya, Suadi Romli mengatakan Ketua Pengadilan Lingga Setiawan menyatakan pihaknya akan bersikap profesional dan adil.

    “Ketua PN Tanjung Karang Bapak Lingga Setiawan menanggapi pernyataan sikap kami, bahwa pihaknya mendukung ketiga Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut, menjunjung tinggi profesionalitas dan keadilan sesuai prosedur dan peraturan berlaku,” ujar Romli. (Red)

  • Sidang Eksepsi, PH Terdakwa Andri Gustami Anggap Surat Dakwaan JPU Kurang Cermat Minta Dibatalkan Demi Hukum

    Sidang Eksepsi, PH Terdakwa Andri Gustami Anggap Surat Dakwaan JPU Kurang Cermat Minta Dibatalkan Demi Hukum

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami kembali menjalani sidang lanjutan kasus narkoba Internasional di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Senin (30/10/2023).

    Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari Penasehat Hukum (PH) terdakwa ini, merupakan sidang kedua pasca pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya, Senin (23/10/2023).

    Dalam eksepsinya, terdakwa Andri Gustami melalui Penasehat Hukumnya, Zulfikar Alibutho menilai dakwaan yang disampaikan JPU pada sidang sebelumnya kurang cermat dan kurang lengkap. Dia mengatakan tidak ada kejelasan terkait peran terdakwa Andri.

    “Tidak ada kejelasan apakah peran terdakwa selaku pihak yang menawarkan untuk dijual, atau pihak yang menjual. Kemudian pihak pembeli, pihak yang menjadi perantara dalam jual beli, pihak yang menukar, pihak yang menyerahkan, ataukah pihak yang menerima dalam peristiwa terjadinya peredaran narkoba,” kata Alibutho saat membacakan eksepsi.

    Masih dalam pembacaan eksepsi, Alibutho juga menganggap surat dakwaan JPU tidak lengkap mengenai peristiwa penangkapan narkotika yang dikawal oleh terdakwa.

    “Dalam surat dakwaan diuraikan bahwa terdakwa melakukan pengawalan sebanyak 8 kali narkotika milik sindikat Fredy Pratama yang jika dihitung adalah seberat total 150 kilogram. Tetapi dalam surat dakwaan itu tidak diuraikan dan tidak dijelaskan dengan lengkap adanya peristiwa penangkapan terhadap narkotikanya yang katanya dikawal oleh terdakwa,” jelasnya.

    Atas dakwaan yang dinilai tidak lengkap tersebut, penasehat hukum terdakwa mempertanyakan dari mana JPU bisa menyimpulkan berat narkotika yang dikawal terdakwa benar seberat total sekitar 150 kilogram.

    “Keberadaan narkotika selain perlu ada karena untuk menentukan jumlah berapa sebenarnya berat total narkotika yang dituduhkan kepada terdakwa, juga mutlak harus ada, karena menjadi bukti adanya peristiwa tindak pidana narkotika yang diisyaratkan seluruh pasal-pasal Undang-undang 35 tahun 2009 tentang narkotika,” tambah Alibutho.

    Alibutho berpendapat, keberadaan barang bukti harus dihadirkan di setiap persidangan kejahatan narkotika. Sebab kata dia, berat narkotika merupakan wujud nyata. Sehingga hanya bisa diketahui dengan menimbangnya secara nyata tanpa direkayasa.

    “Berat narkotika ini merupakan salah satu bentuk alat bukti sangat penting bagi terdakwa dan masyarakat mencari keadilan karena jumlahnya sudah definitif menentukan berat ringannya sebuah pemidanaan. Ini menyangkut masa depan terdakwa dan keluarga,” ucap Alibutho lagi.

    Dengan demikian, Alibutho berharap atas eksepsi terdakwa terhadap dakwaan JPU tersebut, hakim dapat menerima secara keseluruhan. Dia juga meminta surat dakwaan terhadap terdakwa Andri Gustami dinyatakan batal demi hukum.

    Sementara itu, atas eksepsi terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung, Eka Aftarini mengatakan pihaknya akan menanggapinya pada sidang selanjutnya yakni Kamis (2/11/2023).

    “Kami akan menanggapi eksepsi penasehat hukum terdakwa. Kami minta waktu satu minggu ke depan,” ucap Eka Aftarini di hadapan Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan. (Avivatul Hidayatullah/FKPI UIN RIL)

  • Sidang Kasus Narkoba Kasta Kiloan Libatkan Menantu dan Mertua

    Sidang Kasus Narkoba Kasta Kiloan Libatkan Menantu dan Mertua

    Bandarlampung – Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung menyidangkan kasus peredaran narkoba kasta kiloan jenis sabu dan ekstasi, Selasa (22/8/2023).

    Ada tiga terdakwa yang disidang terpisah. Ketiganya diduga sebagai kurir pengiriman 35 kilogram sabu dan 2,5 kilogram ekstasi. Ketiganya warga Bunga Raya, Medan, Provinsi Sumatera Utara, yakni Anggi Pratama, Riskamin Ginting, Zainuddin.

    Terdakwa Anggi Pratama ditangani oleh Jaksa Maranita dan dua orang terdakwa ditangani oleh Jaksa Ilsye Haryanti.

    Ketiganya didakwa jaksa dengan pasal berlapis yakni Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No35 Tahun 2009 dan Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    Dalam dakwaanya jaksa membeberkan bahwa terdakwa Anggi diperintah oleh Fahroni untuk mencari orang yang akan mengantarkan puluhan kilogram sabu dan ekstasi ke wilayah Tanggerang dengan upah sebesar Rp30 juta per bungkus.

    Fahroni hingga kini masih buron. Ia patut diduga sebagai otak perkara ini.

    Terdakwa Anggi menyetujui, lalu Fahroni memerintahkan Anggi mengambil satu unit mobil Toyota Fortuner nomor polisi B 1373 UJD, dimana bangku jok-nya sudah dimodifikasi dapat menyimpan sabu dan pil ekstasi.

    Berikutnya, Jaksa Ilsye mengungkap terdakwa menyerahkan mobil kepada terdakwa Zainuddin dan mengatakan bahwa nanti ada yang menghubunginya untuk menyerahkan sabu dan pil ekstasi tersebut

    Setelah terdakwa Zainuddin menerima sabu dan pil ekstasi, terdakwa pulang ke rumah dan mengajak terdakwa Riskamin yang merupakan mertuanya untuk ikut mengantarkan sabu dan pil ekstasi tersebut ke Tanggerang.

    Terdakwa Zainuddin menjanjikan memberi upah kepada mertuanya itu sebesar Rp5 juta per bungkus.

    Apes, keduanya gagal menyeberang di Pelabuhan Bakauheni lantaran keduanya terlihat gugup, bahkan sempat hendak kabur saat diperiksa Anggota Ditresnarkoba Polda Lampung di Seaport Interdiction Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.

    Keduanya langsung diamankan Anggota Ditresnarkoba Polda Lampung sekaligus menyita 35 bungkus besar berisi narkotika jenis sabu dan pil ekstasi yang tersimpan dalam kendaraan terdakwa.

    Saat diinterogasi terdakwa mengakui sudah pernah melakukan perbuatan serupa sebanyak tiga kali.(red)

  • Perkara Dugaan Penipuan Jual Beli Proyek di Lamsel, JPU Tuntut Terdakwa Akbar Bintang 2 Tahun Penjara

    Perkara Dugaan Penipuan Jual Beli Proyek di Lamsel, JPU Tuntut Terdakwa Akbar Bintang 2 Tahun Penjara

    Bandarlampung – Akbar Bintang, terdakwa perkara dugaan penipuan dengan modus jual beli proyek di Lampung Selatan terancam hukuman dua tahun penjara menyusul tuntutan Jaksa yang menyimpulkan dirinya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana pada Pasal 378 KUHPidana.

    “Menuntut agar terdakwa dihukum selama dua tahun,” kata JPU saat membacakan tuntutannya dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa (22/8/2023).

    JPU menilai perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian bagi orang lain, namun dalam pertimbangannya jaksa mempertimbangkan sikap terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan dan telah mengembalikan kerugian korban.

    Selain itu jaksa juga menyampaikan kepada majelis hakim hal yang meringankan lainnya, yakni terdakwa mengakui perbuatannya, serta tidak pernah dihukum.

    Terdakwa Akbar Bintang Putranto menjadi terdakwa atas perkara penipuan proyek dan jabatan  di Kabupaten Lampung Selatan. Penipuan tersebut dilakukan terhadap seseorang korban bernama Yusar Riyaman Saleh.

    Pada perkara tersebut, terdakwa disangkakan telah melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 378 atau 372 KUHPidana yang menjanjikan pemberian jabatan dan sejumlah proyek di Lampung Selatan.

    Terdakwa Akbar sendiri melakukan perbuatannya pada tahun 2018 hingga 2019 lalu. Terdakwa mengaku sebagai orang dekat Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto sehingga korban yakin dan tertipu atas iming-iming tersebut sehingga memakan kerugian sekitar Rp2 miliar.(*)

  • Wawan, Terdakwa Kasus Pembubaran Ibadah di Gereja Divonis Tiga Bulan

    Wawan, Terdakwa Kasus Pembubaran Ibadah di Gereja Divonis Tiga Bulan

    BANDARLAMPUNG  – Wawan Kurniawan, terdakwa  kasus pembubaran ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Bandarlampung dijatuhi hukuman tiga bulan perjara pada sidang putusan di PN Tanjungkarang, Selasa (15/08/23).

    Majelis hakim menyatakan Ketua RT 12 di Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandarlampung tersebut terbukti bersalah melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Majelis hakim berkesimpulan perbuatan terdakwa telah melampaui kewenangannya sebagai ketua rukun tetangga (RT) dan perbuatan itu berpotensi menimbulkan kegaduhan di lingkungan setempat.

    Hukuman untuk Ketua RT  itu lebih ringan satu bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Samsi Talib yang menuntut terdakwa dengan Pasal 167 KUHP dengan hukuman selama empat bulan penjara.

    Kasus pembubaran ibadah umat Nasrani itu terjadi pada Minggu, 19 Februari 2023, pukul 09.30 WIB di Gereja Kristen Kemah Daud, Jalan Soekarno-Hatta Gang Anggrek, RT 12, Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandarlampung. Kasus itu menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial.

    Atas putusan tersebut, jaksa bersama terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir dan akan menyatakan sikap dalam tujuh hari ke depan.(SL/ANT)