Tag: PN Tanjung Karang

  • Sidang Gugatan Tri Guntoro Berlanjut, PN Tanjungkarang Tolak Eksepsi Kuasa Hukum PTPN 7

    Sidang Gugatan Tri Guntoro Berlanjut, PN Tanjungkarang Tolak Eksepsi Kuasa Hukum PTPN 7

    Bandar Lampung (SL)-Pengadilan Negeri (PN) kelas I A Tanjung Karang kembali melanjutkan sidang gugatan klien Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka – Thamaroni Usman (Law Firm GAW-TU) Tri Guntoro melawan Direktur PTPN VII. Sidang itu dilanjutkan setelah beberapa kali mengalami penundaan.

    Kuasa hukum Tri Guntoro sekaligus Direktur Law Firm GAW-TU dan Direktur LBH Cinta Kasih (LBH CIKA), Gindha Ansori Wayka membenarkan terkait putusan PN Tanjung Karang untuk melanjutkan sidang gugatan dan menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum PTPN 7.

    “Iya, tadi sudah diputus Majelis Hakim PN Tjk melalui E-court terkait Eksepsi kompetensi absolut yang diajukan Kuasa Hukum PTPN 7 dinyatakan ditolak oleh Majelis Hakim PN Tjk,” kata Gindha kepada media, Kamis, 30 Maret 2023.

    Lebih lanjut, Gindha menambahkan bahwa pada sidang sebelumnya Kuasa Hukum Direktur PTPN 7 mengajukan eksepsi bahwa gugatan kabur (obscuur libel) dan gugatan Tri Guntoro bukan perbuatan melawan hukum tetapi sengketa hubungan industrial karena Tri Guntoro nya adalah Karyawan PTPN 7 (kompetensi absolut).

    “Dengan dibacakannya putusan sela oleh majelis hakim melalui e-court, eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan Tri Guntoro adalah kewenangan pengadilan Industrial bukan kewenangan Pengadilan Negeri terbantahkan dengan sendirinya, karena di dalam putusan sela tersebut majelis hakim menyatakan bahwa Gugatan Tri Guntoro adalah kewenangan Pengadilan Negeri sehingga sidang dilanjutkan,” papar Gindha yang juga Koordinator Presidium KPKAD Lampung.

    Disinggung terkait dasar gugatan Law Firm GAW-TU, Gindha menjelaskan bahwa kliennya dituduh telah merugikan PTPN 7 senilai Rp3,2 miliar terkait terjadinya Underwight akibat pemberlakukan sistem taksasi Karet di PTPN 7 oleh Kliennya.

    “Selama 2015 hingga Februari 2020, Klien Kami berhasil menciptakan surflus hingga puluhan miliar dalam pola taksasi di PTPN 7, setelah ditinggalkan Kien Kami karena dimutasi lalu merugi, malah Klien Kami yang disuruh mengganti kerugian ini padahal peristiwa kerugian ini setelah Klien Kami dimutasi,” ujar Dosen Perguruan Tinggi Swasta Terkenal di Lampung itu.

    Selain itu tambah GAW sapaan akrab Gindha, menurut Kliennya bahwa yang bersangkutan pernah menandatangani 2 (dua) kali surat pernyataan yang nilai kerugiannya berbeda yakni pertama Rp800 juta dan yang kedua naik menjadi Rp3,2 miliar.

    “Penjatuhan sanksi terhadap Klien Kami karena dianggap merugikan perusahaan oleh Direktur PTPN 7 diduga tanpa melalui audit eksternal karena Direktur dalam menentukan sanksi hanya menggunakan hasil audit dari Sistem Pengawasan Internal (SPI) yang diduga tidak transparan dan akuntabel,” jelas pria Kelahiran Negeri Besar Way Kanan ini.

    Diberitakan sebelumnya, setelah bergulir beberapa waktu lalu hingga sampai pada agenda persidangan yakni pembacaan gugatan, gugatan Tri Guntoro (Karyawan PTPN VII) terhadap Direksi PTPN VII yang terregistrasi di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A dalam perkara Nomor: 187/Pdt.G/2022/PN.Tjk melalui Surat Kuasa Hukumnya tanggal 29 September 2022 resmi dicabut.

    “Atas permintaan Klien, Gugatan terhadap Direksi PTPN VII tersebut memang Kami cabut untuk disempurnakan,” terang Gindha Ansori Wayka, Kamis 01 Desember 2022 di Bandar Lampung.

    Menurut Direktur Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka-Thamaroni Usman (Law Firm GAW-TU) dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH-CIKA), pencabutan ini karena alasan substansial.

    “Ada alasan substansial yang harus diperbaiki dalam gugatannya, yang menurut hemat kami perlu diperbaiki secara sempurna mulai dari surat kuasa, termasuk Posita (Fundamentum Petendi) dan Petitum (Tuntutannya) dalam gugatan karena tidak memungkinkan hanya direnvoi saja,” ujar pengacara muda terkenal di Lampung ini.

    Ditambahkan oleh Gindha, pencabutan gugatan itu merupakan hak dari penggugat dan diperkenankan dalam hukum, sehingga tidak mesti jadi penyesalan karena gugatan dicabut sebagaimana yang disampaikan oleh Pengacara Direksi PTPN VII melalui siaran persnya dan dimuat di dalam beberapa media.

    ”Pengacara dan siapapun harus tahu bahwa sebelum putusan dibacakan, Penggugat masih punya hak untuk menarik gugatannya (mencabut), sehingga tak mesti ada kata-kata penyesalan dari Pengacara atau Kuasa Hukum Tergugat, karena gugatannya Kami cabut,” tambah Praktisi Hukum yang akrab disapa GAW ini.

    Lebih lanjut Gindha Ansori Wayka, yang didampingi Tim Hukum Tri Guntoro lainnya yakni Iskandar, Ari Fitrah Anugrah, Ramadhani dan Ronaldo, menjelaskan bahwa sesungguhnya gugatan terhadap Direksi PTPN VII sudah dilayangkan kembali.

    “Sudah Kami layangkan kembali gugatan terhadap Direksi PTPN VII melalui e-court, saat ini kami hanya menunggu proses verifikasi dari Pengadilan Negeri Kelas Tanjung Karang Kelas IA,” ujar Pengacara yang juga Dosen Perguruan Tinggi Swasta Terkenal di Lampung ini.

    Ditanya waktu melayangkan gugatan, Gindha menjelaskan bahwa pada hari yang sama dengan pembacaan penetapan pencabutan perkara sebelumnya di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA.

    “Pada tanggal 29 November 2022 dengan Nomor Register Pendaftaran PN TJK-112022CLN, pada hari yang sama dengan Penetapan Pencabutan perkara sebelumnya oleh Majelis Hakim, Kami sudah layangkan Gugatan Baru terhadap Direksi PTPN VII melalui E-Court,” jelas Pria Kelahiran Negeri Besar Way Kanan ini.

    Terkait substansi isi gugatan yang dirubah, Gindha menjelaskan bahwa Direksi PTPN VII menerapkan sanksi terhadap penggugat melebihi ketentuan sanksi yang ada dalam Surat Keputusan Direksi Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor: SDM/KPTS/270/2018 tanggal 13 Juli 2018.

    Tentang Sanksi Pelanggaran Disiplin Tata Tertib dan Disiplin Karyawan PTPN VII yang menyebutkan bahwa untuk peringatan ketiga sanksi yang diberikan yakni hanya Pemotongan gaji 50 % selama 6 bulan, Penundaan kenaikan pangkat berkala/ golongan selama 1 (satu) tahun penilaian, Penurunan golongan 1 (satu) Tingkat dari golongan saat mendapat peringatan dan Penurunan dan/pencabutan jabatan.

    Namun anehnya menurut Gindha, terbitnya Surat Direksi Nomor: SDM/I/RHS/014/2021 tanggal 07 Januari 2021, Perihal Peringatan Ketiga terhadap Kliennya selaku Penggugat diberikan sanksi berupa Penurunan Jabatan 1 (satu) tingkat dari jabatan saat ini dan Pemberian sanksi finansial sebesar Rp. 3.185.988.275 (Tiga Milyar Seratus Delapan Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Rupiah).

    “Sanksi yang dijatuhkan terhadap Penggugat tidak sesuai dengan SK Direksi dan melebihi apa yang sudah diatur, karena Gaji/Tunjangan Penggugat di potong melebihi 6 bulan dan diwajibkan membayar sanksi financial, sementara dasar penjatuhan sanksi financial tidak dimuat dalam pertimbangan hukum proses penerbitan Surat Peringatan Ketiga tersebut, sehingga dalam hal ini Direksi PTPN VII Kami anggap telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum,”jelas Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung ini.

    Sebelumnya, Direksi PTPN VII digugat oleh Karyawannya yang bernama Tri Guntoro karena dianggap telah merugikan Keuangan PTPN VII sebesar Rp. 3.185.988.275 (Tiga Milyar Seratus Delapan Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Rupiah).

    Padahal diketahui, kejadian yang merugikan PTPN VII tersebut terjadi pasca dipindahnya Tri Guntoro (setelah bulan Februari 2020) ke Unit lain berdasarkan Surat Keputusan Direksi, sehingga tidak benar dalam hukum membebankan sesuatu apalagi menerapkan sanksi terhadap Karyawan atau siapapun yang tidak dilakukan langsung oleh yang bersangkutan.

    Gindha menambahkan bahwa Kliennya dalam hal ini Penggugat dan Timnya sejak bertugas di Unit Tulung Buyut tahun 2015 hingga Februari 2020 (sebelum di mutasi) telah mampu meraup Rp. 85 (Delapan Puluh Lima) Milyar keuntungan untuk PTPN VII dan membantu beberapa persoalan underweight di PTPN VII.

    “Giliran untung diam dan giliran rugi dibebankan pada bawahan, ini tidak benar terkait cara-cara dalam memimpin sebuah manajemen perusahaan, untung tak di reward giliran rugi disanksi, jika kondisi PTPN VII untung maka dianggap pengabdian yang memang harus diberikan oleh Karyawan, giliran rugi mencari kambing hitam, ini jelas masuk dalam perbuatan melawan hukum,” pungkas Gindha. (Red)

  • Korupsi Fee PUPR Lampung Selatan Segera Sidang Hermansyah Hamidi dan Syahroni Ditahan di LP Bandaar Lampung

    Korupsi Fee PUPR Lampung Selatan Segera Sidang Hermansyah Hamidi dan Syahroni Ditahan di LP Bandaar Lampung

    Bandar Lampung (SL)-Jaksa Komisi Pemberamtasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara korupsi Lampung Selatan, yang melibatkan dua terdakwa mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan, Hermansyah Hamidi dan Syahroni.ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjungkarang, Selasa 16 Februari 2021.

    Hermansyah Hamidi dan Syahroni akan menjadu terdakwa hasil pengembangan dari terpidana mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan atas perkara suap fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. “Kita sudah titipkan terdakwa nya di Rutan Bandar Lampung, kini kita limpahkan berkasnya ke ON Tanjungkarang untuk proses sidang,” kata jaksa KPK Taufik Ibnugroho di Bandar Lampung.

    Taufik menegaskan terkait materi perkara nanti dapat disaksikan dalam proses persidangam saat pembacaan surat dakwaan. “Materi perkara nanti kita bacakan saat sidang dakwaan,” kata Taufik.

    Suta Darmawan, selaku kuasa hukum Syahroni mengatakan pihaknya akan menyiapkan pembelaan serelah mendengarkam surat dakwaan yang akan dbacakan jaksa KPK. “Kita akan dengar dulu dakwaannya seperti apa. Yang jelas kita akan bela semaksimal mungkin untuk klien kita Syahroni,” kata Suta Ramadhan.

    Menurut Suta, rencana pihaknya juga akan mengajukan Justice collaborator pada persidangan mendatang kepada majelis hakim. “Kita berharaf mudah-mudahan dikabulkan dan menjadi bahan pertimbamgan majelis,” katanya. (Red)

  • Menang Gugatan di Pengadilan Pendiri akan Ambil Alih Pengelolaan Yayasan Pendidikan Saburai

    Menang Gugatan di Pengadilan Pendiri akan Ambil Alih Pengelolaan Yayasan Pendidikan Saburai

    Bandar Lampung (SL)-Menyusul dikabulkannya gugatan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 Tanjungkarang, para pendiri Yayasan Pendidikan Saburai (YPS) Tahun 1977 akan segera mengambilalih kepengurusan yayasan yang diketuai Indra Bangsawan tersebut.

    Pengambilalihan pengelolaan yayasan dilakukan menyusul dikabulkannya permohonan para pendiri yang antara lain terdiri dari Maryati Akuan, SH., MH dan Amir Husin, SH oleh Pengadilan Negeri Kelas 1 Tanjungkarang tanggal 17 Desember 2020 yang lalu.

    Juru Bicara yang mewakili Pendiri Erie Hermawan mengatakan, Pengadilan Negeri Tanjungkarang dalam amar putusannya mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

    Materi yang dikabulkan, Menetapkan Akte No. 18 Tanggal 20 Desember 1977 sah dan berkekuatan hukum. PN juga menyatakan Ny. Maryati Akuan, SH, MH dan Amir Husin, SH adalah pendiri YPS.

    Pengadilan juga menyatakan, Batal Demi Hukum Akta Rapat Umum Pengurus Yayasan Pendidikan Saburai No. 01 tanggal 01 Nopember 2002. Begitu juga  semua perbuatan hukum dalam bentuk apapun juga tanpa terkecuali yang dilakukan Termohon kepada Pihak Ketiga lainnya yang didasarkan pada Akt Tahun 2002.

    Hertanto menegaskan, Pengadilan juga secara tegas menyatakan semua Batal Demi Hukum semua Perbuatan Hukum  dalam bentuk apapun  tanpa terkecuali yang dilakukan oleh Para Termohon degan Pihak Ketiga lainnya.

    Juru bicara Pendiri Hertanto Roestyono didampingi keluarga pendiri Gustaf Gautama mengatakan, menindaklajuti putusan tersebut  mulai tanggal 01 Februari 2021 ini, pihaknya sudah mengambil alih kepengurusan dan pengelolaan yayasan.  “Tetapi dalam pengambilalihan ini dilakukan secara baik-baik, musyawarah, arif dan bijaksana,”ujarnya.

    Bahkan, pihak pendiri juga tetap memberikan kesempatan kepada sebagian pengurus lama untuk tetap bergabung memperkuat kepengurusan yang baru.

    Gustaf Gautama menmbahkan, pihaknya juga menjamin proses pengambilalihan ini tidak akan menganggu proses kegiatan belajar mengaja di yayasan Saburai. “Karena prosesnya dilakukan dengan baik dan diterima semua pihak,” tambahnya.

    “Kami menyadari, dalam masa transisi ini akan ada keterlambatan dalam hal pembayaran gaji karyawan, tetapi tidak akan berlangsung lama, karena saat ini sedang dilakukan pembenahan,” katanya.

    Dia menambahkan, pihaknya juga sudah menyiapkan tenaga-tenaga yang professional, kafabel, kompeten, dan berintegritas untuk mengelola yayasan dan Universitas Saburai secara professional, sehingga mutu dan citranya menjadi lebih baik.

    Konflik di tubuh YPS bermula dari terbitnya Akte Pendirian YPS No. 1 Tanggal 1 November 2002 yang kemudian menetapkan Subki E Harun dan kawan kawan sebagai Pembina YPS.

    Penerbitan akte tahun 2002 yang dikeluarkan Notaris Imran Ma’ruf tersebut, tanpa sepengatahuan para pendiri yang berjumlah 7 (tujuh) orang sebagaimana tertuang di dalam Akta yang dikeluarkan oleh notaris yang sama dengan No. 18 Tanggal 20 Desember 1977. Ketujuh oleh pendiri tersebut adalah Sarwoko SH, Maryati Akuan, Yuzar Akuan, Amir Husin.

    Menurut Akte 1 Nopember 2002, terbitnya akte tersebut, karena adanya pernyataan dari Bambang Irawan dan Slamet Abdul Latif yang mengaku mendapat kuasa dari Ketua Pendiri ketika itu Sarwoko, SH untuk menghadiri rapat pengurus yayasan.

    Tetapi kuasa dari pendiri tersebut yang seharusnya untuk menghadiri rapat pengurus yayasan biasa, dijadikan dasar untuk mengganti para pendiri dengan cara membuat akta baru, sehingga terbitlah akte No. 1 Tanggal 1 Nopember 2002.

    Para pendiri yang diwakili oleh Maryati Akuan dan Amir Husin kemudian menggugat terbutnya Akte tersebut ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan no register.

    Dalam proses persidangan, kedua orang yaitu Bambang Irawan dan Slamet Abdul Latif menyadari kekeliruannya dan menarik diri dan menyatakan bahwa Akta yang terbit 1 Nopember 2002 tersebut adalah keliru.

    Dalam proses persidangan juga, Subki E Harun sebagai  Ketua Pembina pada akte 2002 tersebut yang menjadi Termohon dalam gugatan tersebut meninggal dunia pada 11 Juli 2020.